Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

STRUKTUR PERKEMBANGAN HEWAN II


PROSES METAMORFOSIS DAN REGENERASI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Struktur Perkembangan Hewan II


Yang Dibimbing Oleh Bapak Dr H. Abdul Gofur, M.Si

Disusun Oleh:
Offering A
Kelompok 5B

1. Desi Indah Sari (160314606016)


2. Nur Aini (160314606069)
3. Yayang Setya W (160341606077)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
NOVEMBER 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala
rahmat, taufik, dan hidayahnya, kami sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Proses Metamorfosis dan Regenerasisebagai tugas dari matakuliah Struktur
Perkembangan Hewan II di semester tiga tahun 2017/2018 dengan baik dan tepat waktu.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi
dalam menyusun makalah ini sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dalam
waktu yang telah ditentukan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr H. Abdul Gofur, M.Si selaku dosen pembimbing mata kuliah Struktur dan
Perkembangan Hewan II
2. Teman-teman Offering A

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman kami. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk
saran serta masukan yang membangun dari berbagai pihak. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan juga bagi pembaca.

Malang,5 November 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Regenerasi merupakan proses yang begitu penting artinya bagi kehidupan
makhluk hidup. Tanpa regenerasi maka tubuh organisme tak akan ada yang sempurna.
Dalam tubuh makhluk hidup terdapat kemampuan untuk melakukan regenerasi pada
tingkat sel atau jaringan sedangkan pada hewan tertentu mampu melakukan regenerasi
pada tingkat organ. Proses regenerasi yang efektif adalah pada masa embrio hingga
masa bayi, setelah dewasa kemampuan regenerasi ini terbatas pada sel atau jaringan
tertentu saja. Namun tidak demikian dengan bangsa avertebrata dan reptilia tertentu,
kemampuan untuk memperbaiki dirinya sangat menakjubkan hingga dia mencapai
dewasa.
Daya regenerasi tak sama pada berbagai organisme. Ada yang tinggi dan ada
yang rendah sekali dayanya. Dalam melakukan regenerasi banyak faktor yang
mempengaruhi, salah satu diantaranya yaitu enzimatis dalam tubuh. Semakin baik dan
fertile kondisi enzim dalam tubuh makkhluk hidup maka semakin besar pula
melakukan proses regenerasi. Regenerasi bila ditinjau lebih lanjut, ternyata terdiri dari
berbagai kegiatan, mulai dari pemulihan kerusakan yang parah akibat hilangnya
bagian tubuh utama. Misalnya penggantin anggota bagian badan sampai pada
penggantian kerusakankecil yang terjadi dalam proses biasa, misalnya rontoknya
rambut. Regenerasi dapat juga berbentuk sebagai poliferasi dan diferensiasi sel-sel
lapisan marginal.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari stadium larva dalam perkembnagan suatu individu ?
2. Bagaimana mekanisme proses metamorfosis pada serangga ?
3. Bagaimana mekanisme proses metamorfosis pada Amphibi ?
4. Apa saja macam-macam regenerasi ?
5. Bagaimana mekanisme proses regenerasi ?
6. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi regenerasi ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian dari stadium larva dalam perkembnagan suatu individu
2. Mengetahui mekanisme proses metamorfosis pada serangga
3. Mengetahui mekanisme proses metamorfosis pada Amphibi
4. Mengetahui macam-macam regenerasi
5. Mengetahui mekanisme proses regenerasi
6. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya regenerasi
BAB II

ISI

2.1 Pengertian Stadium Larva dalam Perkembangan Suatu Individu

Stadium larva merupakan suatu stadium dalam masa perkembangan hewan antara fase
embrio, yang berakhir dengan penetasan, dan metamorfosis. Setelah penetasan telur, embrio
akan keluar dari cangkang telur dan hidup bebas sebagai larva. Menurut Surjono (2001), pada
kelompok hewan yang mengalami pertumbuhan tidak langsung, hasil dari proses
organogenesis adalah suatu individu yang dikenal sebagai larva.

2.2 Metamorfosis pada serangga

Metamorfosis adalah suatu proses biologi dimana hewan secara fisik mengalami
perkembangan biologis setelah dilahirkan atau menetas. Proses ini melibatkan perubahan
bentuk atau struktur melalui pertumbuhan sel dan diferensiasi sel (Mysience, 2008).
Metamorfosis biasanya terjadi pada fase berbeda-beda, dimulai dari larva atau nimfa, kadang
melewati fase pupa, dan berakhir sebagai spesies dewasa.

Ada dua macam metamorfosis utama pada serangga, hemimetabolisme dan


holometabolisme (Kathy, 2008).

a. Hemimetabola (Metamorfosis tidak sempurna)

Fase spesies yang belum dewasa pada metamorfosis biasanya disebut larva/nimfa. Tapi
pada metamorfosis kompleks pada kebanyakan spesies serangga, hanya fase pertama yang
disebut larva/nimfa. Pada hemimetabolisme, perkembangan nimfa berlangsung pada fase
pertumbuhan berulang dan ekdisis (pergantian kulit), fase ini disebut instar. Hemimetabola
adalah tahap perkembangan Insecta yang tidak sempurna, dimana Insecta muda yang menetas
mirip dengan induknya, tetapi ada organ yang belum muncul, misalnya sayap. Sayap itu
akan muncul hingga pada saat dewasa hewan tersebut. Insecta muda disebut nimfa.
Ringkasan skemanya adalah telur nimfa (larva) dewasa (imago). Contoh Insecta ini
adalah belalang, kecoa (periplaneta americana), jangkrik (gryllus sp.), dan walang sangit
(leptocorisa acuta).
Gambar 2.1 Metamorfosis belalang
Tahapan perkembangannya sebagai berikut:

1) Telur

Telur diletakkan secara beragam, beberapa serangga menyatukan telurnya secara pasif,
misalnya pada Plasmida (walkingstick), yang lain menempelkan telur pada substratnya satu-
satu atau dalam kelompok. Jenis-jenis Vrysopidae (Neuroptera) meletakkan telur dengan
tungkai yang kaku yang panjang; telur terdapat di ujung tangkai. Berbagai jenis serangga
(belalang lapangan, belalang sembah, lipas) meletakkan telur dalam paket, disebut ooteka
atau paket telur; dalam satu paket terdapat banyak telur. Bahan untuk melekatkan telur atau
untuk pembuatan paket berasal dari kelenjar penyerta (accessory glands).

2) Nimfa

Nimfa ialah serangga muda yang mempunyai sifat dan bentuk sama dengan dewasanya.
Dalam fase ini serangga muda mengalami pergantian kulit (ekdisis). Tiap tahapan diantara
pergantian kulit disebut instar. Tergantung dari spesiesnya, bisa terdapat 8-17 instar. Nimfa
bisa memerlukan waktu dari mulai 4 minggu sampai dengan beberapa tahun untuk terus
berkembang sampai cukup besar untuk berubah menjadi dewasa.

3) Imago

Imago (dewasa), ialah fase yang ditandai telah berkembangnya semua organ tubuh
dengan baik, termasuk alat perkembangbiakan serta sayapnya.
b. Holometabola (metamorfosa sempurna)

Holometabola adalah perkembangan Insecta dengan setiap tahap menunjukan perubahan


wujud yang sanagt berbeda (sempurna). Tahapnya adalah sebagai berikut ; telur larva
pupa dewasa. Larvanya berbentuk ulat tumbuh dan mengalami ekdisis beberapa kali.
Setalah itu larva menghasilkan pelindung keras disekuur tubuhnya untuk membentuk pupa.
Pupa berkembang menjadi bagian tubuh seperti antena, sayap, kaki, organ reproduksi, dan
organ lainnya yang merupakan struktur Insecta dewasa.

Selanjutnya, Insecta dewasa keluar dari pupa. Sementara di dalam pupa, serangga akan
mengeluarkan cairan pencernaan, untuk menghancurkan tubuh larva, menyisakan sebagian
sel saja. Sebagian sel itu kemudian akan tumbuh menjadi dewasa menggunakan nutrisi dari
hancuran tubuh larva. Contoh Insecta ini adalah kupu-kupu, lalat, dan nyamuk.

Lama serangga menghabiskan waktunya pada fase dewasa atau pada fase remajanya
tergantung pada spesies serangga itu. Misalnya mayfly yang hanya hidup pada fase dewasa
hanya satu hari, dan cicada, yang fase remajanya hidup di bawah tanah selama 13 hingga 17
tahun. Kedua spesies ini melakukan metamorfosis tidak sempurna.

Gambar 2.2 Metamorfosis kupu-kupu


Tahapan dari metamorfosis sempurna adalah:

1) Telur
2) Larva, serangga muda yang bentuk dan sifatnya berbeda dengan dewasa. Larva
merupakan fase yang aktif makan, sedangkan pupa merupakan bentuk peralihan yang
dicirikan dengan terjadinya perombakan dan penyususunan kembali alat-alat tubuh
bagian dalam dan luar.
3) Pupa, atau chrysalis. Pupa adalah kepompong dimana pada saat itu serangga tidak
melakukan kegiatan apa-apa. Di dalam pupa, serangga akan mengeluarkan cairan
pencernaan, untuk menghancurkan tubuh larva, menyisakan sebagian sel saja.
Sebagian sel itu kemudian akan tumbuh menjadi dewasa menggunakan nutrisi dari
hancuran tubuh larva. Proses kematian sel disebut histolisis, dan pertumbuhan sel lagi
disebut histogenesis.
4) Imago, fase dewasa atau fase perkembangbiakan.

2.3 Mekanisme Metamorfosis pada Amphibia


2.3.1 Perubahan Selama Proses Metamorfosis
Pada amphibia, metamorfosis selalu dikaitkan antara larva dengan perubahan
lingkungan hidupnya, yaitu dari lingkungan perairan (akuatik) menjadi individu yang dapat
hidup di darat (terestrial). Sejalan dengan perubahan ini, pada suku anura (katak dan kodok)
juga terjadi perubahan jenis makanan. Berudu katak dan berudu kodok memakan tumbuhan
yang ada di perairan dengan bantuan gigi tanduk yang tumbuh di sekitar mulut. Beberapa
bahkan memakan bahan organik sisa hancuran yang ada di dasar perairan dengan cara
menelan lumpur dasar perairan tersebut dan sebagian lagi (berudu Xenopus) memakan
fitoplankton. Sementara itu, katak dewasa adalah karnivora yang memakan serangga,
cacing,dan bahkan beberapa jenis katak dapat memangsa sesama katak yang berukuran lebih
kecil, burung, dan hewan pengerat yang ditangkap dan ditelannya. Pada urodela, perubahan
jenis makanan ini tidak terjadi karena larva urodela memang sudah karnivora (sama dengan
urodela dewasa) dengan memakan hewan yang lebih kecil, terutama cacing dan crustasea
(Surjono, 2001).
Perubahan pola organisasi hewan selama proses metamorfosis ada yang berjalan
secara progresif dan ada pula yang regresif. Oleh karena itu, hal ini digolongkan menjadi 3
kelompok, yaitu:
1. Struktur atau organ yang diperlukan selama masa larva tetap terdapat organ lain yang
memiliki struktur atau fungsi sama pada hewan dewasa mungkin hilang.
2. Beberapa organ tumbuh dan berkembang selama masa sebelum dan setelah proses
metamorfosis
3. Organ yang ada dan berfungsi selama masa sebelum dan setelah metamorfosis mengalami
perubahan sesuai model dan kebutuhan hidup dari individu dewasanya (Surjono, 2001).
Pada hewan ordo anura, antara masa larva dan dewasa kebutuhan hidupnya sangat
berbeda. Oleh karena itu, perubahan yang terjadi lebih ekstensif dan mudah diamati
dibandingkan dengan urodela. Proses metamorfosis yang terjadi pada katak dapat dilihat pada
Gambar 2.3

Gambar 2.3 Metamorfosis Katak


( Sumber: Shobah, 2008 )
Proses regresif selama metamorfosis berudu katak adalah sebagai berikut:
1. Ekor yang panjang dan semua strukturnya mengalami resorpsi sempat habis.
2. Insang luar juga mengalami resorpsi, penutup insang akan menutup, dan rongga
peribrankia juga menghilang.
3. Gigi-gigi tanduk yang ada disekitar mulut akan mengalami penataan kembali menjadi
gigi-gigi yang terletak pada permukaan rahang, sementara bentuk mulutnya
mengalami perubahan.
4. Bumbung kloaka mengalami pemendekan dan reduksi.
5. Beberapa pembuluh darah juga mengalami reduksi, termasuk bagian-bagian dari
arkus aortikus (Surjono, 2001).
Selama proses metamorfosis, jumlah lapisan epidermis meningkat sehingga terjadi
penebalan dan pada permukaannya akan mengalami penandukan. Kelenjar-kelenjar mukosa
dan serosa akan tumbuh pada epidermis dan kemudian tenggelam sampai jaringan ikat pada
lapisan dermis. Organ-organ sensori yang terdapat sepanjang alteral tubuh pada masa larva
akan hilang selama proses metamorfosis. Warna pigmen kulit juga mengalami perubahan,
baik pola maupun warnanya. Saluran pencernaan yang sebelumnya sangat panjang dan
melingkar-lingkar pada saat larva, seperti dijumpai pada kebanyakan herbivora, mengalami
pemendekan ke depan dan menjadi relatif lurus pada hewan dewasa. Proses-proses ini terjadi
dengan sangat cepat dan hanya memerlukan waktu beberapa hari saja (Surjono, 2001).
Selama proses metamorfosis berudu katak, proses penghancuran beberapa organ
tubuh terjadi sangat nyata, perubahan-perubahan pada sistem penceranaanmakanan mungkin
akan mengganggu pola konsumsi berudu tersebut, maka katakyang baru saja selesai
mengalami metamorfosis umumnya berukuran lebih kecildibandingkan bentuk dan ukuran
berudu sendiri. Pernyusutan tidak hanya terjadipada berat individu sebelum dan sesudah
metamorfosis, tetapi juga pada ukurankepala dan badan dari individu tersebut (Surjono,
2001).
2.3.2 Penyebab terjadinya Metamorfosis pada Amfibi
Penyebab metamorfosis salah satunya adalah terjadinya pelepasanhormone dalam
jumlah besar dari kelenjar tiroid pada hewan yang sedangmemasuki masa metamorfosis.
Hormon tiroid sebagai pemicu terjadinyametamorfosis diketahui setelah dilakukannya
beberapa penelitian, diantaranyaadalah apabila kelenjar tiroid diambil dari seekor berudu
dengan cara operasi,maka berudu yang tidak memiliki kelenjar tiroid ini tidak
mengalamimetamorfosis ketika dipelihara lebih dari setahun, berudu tanpa kelenjar tiroidini
terus tumbuh besar. Percobaan ini membuktikan bahwa metamorfosis tidakdapat terjadi tanpa
stimulus dari hormone yang dihasilkan kelenjar tiroid. Daripercobaan lain diketahui pula
bahwa memelihara berudu dengan diberi makanan yang mengandung dari hormone dari
kelenjar tiroid atau memeliharaberudu di dalam larutan yang mengandung hormone tiroid ,
berudu dengan diberiperlakuan seperti itu akan cepat mengalami metamorfosis selain itu
jugamembuktikan bahwa kelenjar tiroid hewan itu sendiri bukanlah satu-satunyasumber
pemicu terjadinya metamorfosis selain itu ada yang dipengaruhilingkungan juga (Surjono,
2001).
Selain dipicu oleh kelenjar tiroid, larutan garam tiroglobulin juga dapatmemicu
terjadinya metamorfosis. Larutan ini berasal dari merendam kelenjartiroid di dalam larutan
garam fisiologi. Hal ini akan mengakibatkan hormonedalam kelenjar tiroid akan terlarut ke
dalam garam fisiologi tersebut. Hormoneyang terlarut ini berupa protein tiroglobulin.
Karakter khas tiroglobulin adalahmengandung gugus yodium atau iodine yang merupakan
bagian penting darihormone tiroid. Tiroglobulin ini mempercepat metamorfosis karena
tiroglobulin memiliki berat molekul sekitar 675.000 Dalton, merupakan sebuah molekul
yangbesar dan dapat menembus dinding-dinding sel dalam proses meninggalkankelenjar
tiroid menuju sel-sel target. Komponen- komponen yodium ini nantinyadipecah menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil yang merupakan gabungan darikomponen-komponen asam
amino tirosin dengan gugus iodine. Dua komponenyang terpenting adalah tri-iodotironin dan
tiroksin. Tiroksin dihasilkan lebihbanyak dari pada tri-iodotironin tetapi tri iodotironin
terlihat lebih aktif denganjaringan (Surjono, 2001).
Dari penelitian diketahui bahwa iodine juga dapat mempercepat
terjadinyametamorfosis hal ini dapat dilakukan dengan cara menginjeksi
menginjeksikanlarutan iodine ke dalam tubuh berudu atau dengan cara menanamkan
Kristalyodium pada tubuh berudu. Dari penelitian ini diketahui bahwa yodium
dapatmenstimulus terjadinya metamorfosis pada axolotl yang telah diambil kelenjartiroidnya.
Dari penelitian juga diketahui bahwa tri-iodotironin memiliki aktivitas untuk menstimulus
metamorfosis 3-5 kali lebih tinggi dari pada tiroksin (Surjono, 2001).
Kelenjar lain yang juga memicu untuk terjadinya metamorfosis adalahkelenjar
hipofisis. Hal ini diketahui dari percobaan apabila kelenjar hipofisis dariseekor berudu di
hancurkan maka berudu tersebut tidak dapat melakukanmetamorfosis. Tetapi hipofisis tidak
berperan langsung pada prosesmetamorfosis melainkan melalui stimulus pada kelenjar tiroid.
Berdasarkan hal diatas dapat disimpukan bahwa metamorfosis dimulai apabila bagian
anterior hipofisis menghasilakn hormone tirotropik sampai kadar tertentu sehingga dapat
menstimulus kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormone-hormonnya terutama tiroksin.
Konsenterasi hormone tiroksin yang tinggi akanmenutupi aktivitas yang bekerja secara
antagonis yaitu hormone yang miripprolaktin dan mempengaruhi jaringan secara langsung.
Hal ini mengakibatkanterjadinya degenerasi dan nekrosi (kematian sel) sel-sel target dan juga
memicuterjadinya deferensiasi dan pertumbuhan sel-sel lain (Surjono, 2001).
2.3.3. Reaksi Jaringan Tubuh Amfibia Terhadap Proses Metamorfosis
Penyebab utama terjadinya proses metamorfosis itu adalah hadirnyahormon kelenjar
tiroid. Misalnya bagaimana hanya sel tertentu(insang dan ekor saja) yang mengalami
degenerasi sedangkan bakal kaki depandan belakang malah tumbuh, suatu sistem yang
bekerja secara antagonis. Padapercobaan kali ini apabila semua sebagian dari ekor berudu di
cangkokkan padatubuh berudu yang lain dan berudu itu mengalami resorpsi. Sebaliknya
apabilasatu mata berudu dicangkokkan pada ekor berudu yang siap bermetamorfosis,apabila
satu mata pada ekor itu tidak akan ikut diresorpsi setelah masametamorfosis terjadi. Ketika
ekor mengalami pemendekan, maka mata pada ekoritu akan terbawa mendekat dan tetap
hidup pada bagian sakral katak tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.4.Percobaan
tersebut menunjukkan bahwa karakter reaksi jaringan terhadapstimulus dari kelenjar tiroid
tidak tergantung pada tempat tetapi pada keadaanalami dari organ itu sendiri (Surjono, 2001).
Gambar 2. 4 Kekhususan Organ selama Metamorfosis Katak
Sumber: Surjono, 2001
Pada bagian tubuh yang berbeda bereaksi tidak saat terhadap dosishormon kelenjar
tiroid. Bila hormon tiroid diberikan pada berudu dengan dosisyang sangat rendah, maka dapat
menyebabkan terjadinya pertumbuhan kakibelakang dan pemendekan saluran pencernaan.
Pemberian dosis yang lebih tinggidapat memicu munculnya kaki depan. Dosis yang lebih
besar diperlukan kelipatan dosis yang berbeda pula. Bagian ujung ekor tampak lebih relatif
dibandingkanpangkal ekor. Secara umum tampak sensitivitas terhadap hormon
hormonkelenjar tiroid direfleksikan oleh bagian tubuh yang dipengaruhinyaselama
perkembangan normal. Bagian yang memiliki sensitivitas tinggi (kadarhormon rendah,
misalnya pertumbuhan kaki) merespon lebih dahuludibandingkan dengan bagian bagian
tubuh yang memiliki sensitivitas rendah(memerlukan konsentrasi hormon tinggi, misalnya
reduksi ekor) (Surjono, 2001).
2.4 Pengertian Regenerasi
Regenerasi adalah pemulihan kerusakan parah akibat bilamana hilangnya bagian tubuh
utama, misalnya anggota tubuh, sampai pada pergantian kerusakan kecil yang merupAkan
proses fisiologis biasa, misalnya pergantian rambut yang rontok (Tim Dosen, 2010).
Kemampuan menumbuhkan kembali bagian tubuh yang hilang ini disebut regenerasi.
Kemampuan setiap hewan dalam melakukan regenerasi berbeda-beda. Hewan avertebrata
mempunyai kemampuan regenerasi yang lebih tinggi dari pada hewan vertebrata (Majumdar,
1985).
Suatu organisme khususnya hewan memiliki kemampuan untuk memperbaiki struktur
atau jaringan yang mengalami kerusakan akibat kecelakaan yang tidak disengaja karena
kondisi natural atau kerusakan yang disen
gaja oleh manusia untuk keperluan penelitian atau experimen. Hilangnya bagian
tubuh yang terjadi ini setiap saat dapat muncul kembali, dan dalam kasus ini proses
memperbaiki diri ini kita sebut sebagai regenerasi.

2.5 Macam-Macam Regenerasi


a. Regenerasi morfalaksis yakni suatu proses perbaikan yang melibatkan reorganisasi
bagian tubuh yang masih tersisa untuk memulihkan kembali bagian tubuh yang hilah.
Jadi dalam jenis regenerasi ini pemulihan bagian yang hilang itu sepenuhnya diganti
oleh jaringan lama yang masih tertinggal.
b. Regenerasi epimorfosis yaitu rekonstruksi bagian-bagian yang hilang melalui
proliferasi dan diferensiasi jaringan dari permukaan luka.
Namun regenerasi dapat pula berupa penimbunan sel-sel yang nampaknya belum
terdiferensiasi pada luka dan sering disebut, blastema, yang akan berproliferasi dan secara
progresif membentuk bagian yang hilang.
2.5.1 Regenerasi pada Planaria
Planaria merupakan hewan invertebrata, termasuk cacing pipih yang hidupnya bebas di
alam, umumnya hidup di air tawar,sungai, danau atau di laut. Cacing ini merupakan anggota
dari kelas Turbellaria. Planaria dapat di pelihara pada temperatur 68-72oC, dengan tidak
menurunkan suhunya, serta tidak menempatkan pada cahaya yang kuat dan memelihara
Planaria pada tempat gelap. Planaria sensitif terhadap cahaya kuat, temperatur dan pH. Jika
kondisi lingkungan diubah ukurannya tubuh Planaria menjadi kecil dari ukuran semula. Salah
satu faktor abiotik (suhu) dapat mempengaruhi ukuran tubuh planaria, karena pada suhu
tinggi intensitas cahaya juga tinggi. Sehingga planaria dalam beregenerasi atau bergerak perlu
energi banyak. Maka dengan kondisi suhu yang tinggi ini, tubuh planaria akan mengecil atau
menyusut. Suhu dalam proses beregenerasi berpengaruh pada saat planaria menutup luka atau
bagian tubuh yang rusak dalam neoblast. Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang
utama, dimana suhu memberikan efek yang berbeda-beda pada organisme-organisme di
bawah ini (Soeminto, 2000).
Regenerasi adalah kemampuan untuk memproduksi sel, jaringan atau bagian tubuh
yang rusak, hilang atau mati. Planaria menunjukan daya regenerasi yang kuat, bila cacing
tersebut mengalami luka baik secara alami maupun secara buatan, bagian tubuh manapun
yang mengalami kerusakan akan diganti dengan yang baru. Individu cacing yang di potong-
potong akan menghasilkan cacing- cacing kecil yang utuh.
Setiap potongan dapat tumbuh kembali (regenerasi) menjadi individu-individu baru
yang lengkap bagian-bagiannya seperti induknya. Pada Planaria telah diteliti bahwa sel-sel
yang berasal dari parenkim (berasal dari lapis benih mesoderm), selain menumbuhkan alat
derivate mesodermal (yakni otot dan parenkim lagi), juga sanggup menumbuhkan jaringan
saraf dan saluran pencernaan (masing-masing berasal dari lapis benih ectoderm dan
endoderm). Akhirnya anggota badan yang diamputasi itu akan tumbuh lagi sebesar semula,
dengan struktur anatomis dan histologis yang serupa dengan asalnya.

Gambar 2.5 Contoh Regerenasi Planaria


(Sumber : BioZoomer.com)
2.5.2 Regenerasi pada Cicak
Dari Filum Vertebrata yaitu Cicak. Cicak adalah sebagai salah satu contoh dari sekian
banyak makhluk hidup yang mempunyai kemampuan dalam regenerasi organ. Cicak akan
memutuskan ekornya bila merasa dirinya dalam keadaan bahaya atau menghadapi musuh.
Ekor yang diputuskan tersebut akan tergantikan kembali melalui proses regenerasi organ
yang memerlukan waktu tertentu dalam proses pembentukannya. Regenerasi adalah proses
memperbaiki bagian yang rusak kembali seperti semula. Cicak memiliki daya regenerasi
yang terdapat pada ekornya.
Daya regenerasi pada berbagai organisme tidak sama karena ada yang rendah sekali
dayanya dan ada yang tinggi. Vertebrata paling rendah daya regenerasinya dibandingkan
dengan avertebrata. Sub phylum dari vertebrata yang paling tinggi daya regenerasinya adalah
urodela. Reptilia daya regenerasinya hanya terbatas pada ekornya. Setiap hewan mempunyai
kemampuan hidup yang bervariasi antara makhluk yang satu dengan yang lainnya. Salah satu
contoh adalah regenerasi dari organ. Regenerasi organ dapat diartikan sebagai kemampuan
tubuh suatu organisme untuk menggantikan bagian tubuh yang rusak baik yang disengaja
ataupun yang tidak disengaja (karena kecelakaan) dengan bagian tubuh yang baru dengan
bentuk yang sama persis dengan sebelumnya. Ekor cicak memiliki bentuk yang panjang dan
lunak yang memungkinkan untuk bisa memendek dan menumpul. Ekor akan mengalami
regenerasi bila ekor tersebut putus dalam usaha perlindungan diri dari predator.
Regenerasi tersebut diikuti oleh suatu proses, yaitu autotomi. Autotomi adalah proses
adaptasi yang khusus membantu hewan melepaskan diri dari serangan musuh. Jadi, autotomi
merupakan perwujudan dari mutilasi diri. Cicak jika akan dimangsa oleh predatornya maka
akan segera memutuskan ekornya untuk menyelamatkan diri. Ekor yang putus tersebut dapat
tumbuh lagi tetapi tidak sama seperti semula (Balinsky, 1976). Proses regenerasi dalam
banyak hal mirip dengan proses perkembangan embrio. Pembelahan yang cepat, dari sel-sel
yang belum khusus timbulah organisasi yang kompleks dari sel-sel khusus. Proses ini
melibatkan morfogenesis dan diferensiasi seperti perkembangan embrio akan tetapi paling
tidak ada satu cara proses regenerasi yang berbeda dari proses perkembangan embrio. Cicak
akan melepaskan ekornya bila ditangkap pada bagian ekornya. Cicak kemudian meregenerasi
ekor baru pada tepi lainnya pada waktu senggang. Dalam stadium- stadium permulaan dari
regenerasi tidak ada sel-sel dewasa sehingga tidak ada penghambatan pembelahan sel. Sel-sel
pada permukaan depan mempunyai laju metabolik yang tinggi daripada permukaan di tepi
belakang. Kemampuan regenerasi dari hewan-hewan yang berbeda dapat dibedakan, hal ini
tampak dengan adanya beberapa hubungan antara kompleksitas dengan kemampuan untuk
regenerasi.
Daya regenerasi Spons hampir sempurna. Regenerasi pada manusia hanya terbatas
pada perbaikan organ dan jaringan tertentu. Cicak mempunyai daya regenerasi pada bagian
ekor yang putus dengan cukup kokoh. Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan pada
cicak dengan memotong ekornya, setelah diamati selama empat minggu, ternyata bagian ekor
yang telah dipotong mengalami pertumbuhan. Ekor yang putus tersebut tumbuh tetapi tidak
dapat sama seperti semula.
Ekor cicak yang dipotong sel epidermisnya menyebar menutupi permukaan luka dan
membentuk tudung epidermis apikal. Semua jaringan mengalami diferensiasi dan generasi
membentuk sel kerucut yang disebut blastema regenerasi di bawah tudung. Berakhirnya
periode proliferasi, sel blastema mengadakan rediferensiasi dan memperbaiki ekornya. Ketika
salah satu anggota badan terpotong hanya bagian tersebut yang disuplai darah dan dapat
bergenerasi. Hal inilah yang memberi pertimbangan bahwa bagian yang dipotong selalu
bagian distal (Kalthoff, 1996). Proses regenerasi pada reptil berbeda dengan pada hewan
golongan amfibi. Regenerasi tidak berasal dari proliferasi atau perbanyakan sel-sel blastema.
Regenerasi pada reptil diketahui bahwa ekor yang terbentuk setelah autotomi menghasikan
hasil dengan catatan khusus karena baik secara struktur maupun cara regenerasinya berbeda
(Balinsky, 1976).

Gambar 2.6 Hasil Regenerasi Ekor Cicak


(Sumber :BioZoom.com)
Secara eksperimental pada ekor cicak yang telah dipotong, ternyata hasil
regenerasinya tidak sama dengan semula. Pertambahan panjang tidak sama dengan ekor yang
dipotong. Ekor baru tidak mengandung notochord dan vertebrae yang baru hanya terdiri dari
ruas-ruas tulang rawan. Ruas-ruas ini hanya meliputi batang syaraf (medula spinalis), jumlah
ruas itu pun tidak lengkap seperti semula. Proses perbaikan pertama pada regenerasi ekor
cicak adalah penyembuhan luka dengan cara penumbuhan kulit di atas luka tersebut.
Kemudian tunas-tunas sel yang belum berdiferensiasi terlihat. Tunas ini menyerupai tunas
anggota tubuh pada embrio yang sedang berkembang. Ketika waktu berlalu sel-sel dari
anggota tubuh yang sedang regenerasi diatur dan berdiferensiasi sekali lagi menjadi otot,
tulang dan jaringan lajunya yang menjadikan ekor fungsional.
Proses regenerasi ini secara mendasar tidak ada perusakan jaringan otot, akibatnya
tidak ada pelepasan sel-sel otot. Sumber utama sel-sel untuk beregenerasi adalah berasal dari
ependima dan dari berbagai macam jaringan ikat yang menyusun septum otot, dermis,
jaringan lemak, periosteum dan mungkin juga osteosit vertebrae. Sumber sel untuk regenerasi
pada reptile berasal dari beberapa sumber yaitu ependima dan berbagai jaringan ikat
(Manylov, 1994).
2.6 Mekanisme Proses Regenerasi
Menurut Singer dalam Browder (1984), bahwa proses-proses yang terlibat dalam
regenerasi anggota tubuh Cristurus cristatus (Salamander), setelah diamputasi meliputi hal-
hal sebagai berikut :
a. Periode penyembuhan luka
Tahap penyembuhan luka ini diawali dari tepi luka dengan penyebaran epidermis dari
tepi luka yang akan menutupi permukaan yang terluka. Penyebarannya dengan cara gerakan
amoeboid sel-sel yang tidak melibatkan pembelahan mitosis sel. Akan tetapi sekali penutupan
selesaikan sel-sel epidermis berproliferasi untuk menghasilkan masa sel yang berlapis-lapis
dan membentuk sebuah tudung berbentuk kerucut pada ujung anggota badan. Struktur
tersebut dikenal dengan Apical epidermis cap. Waktu penyembuhan luka relatif cepat,
namun tergantung juga pada ukuran hewan yng beregenerasi dan ukuran luka serta faktor-
faktor eksternal seperti suhu. Pada salamander proses penutupan luka setelah anggota badan
diamputasi berlangsung kira-kira satu atau dua hari.
b. Periode penghancuran jaringan (histolisis)
Setelah proses penutupan luka, proses lain yang sangat penting dalam regenerasi adalah
terjadinya dediferensiasi jaringan-jaringan yang berdekatan dengan permukaan luka,
dediferensiasi didahului dengan histolisis jaringan-jaringan didalam puntung secara
besarbesaran. Jaringan yang telah terdiferensiasi seperti otot, tulang rawa, tulang ikat,
matriks, interselulernya hancur dan melepaskan individu sel-sel mesenkhim yang merupakan
sel-sel awal dari jaringan yng telah berdiferensiasi tersebut.
c. Periode pembentukan blastema
Sel-sel mesenkhim yang dilepaskan selama diferensiasi tertimbun di bawah epidermis,
sel-sel berproliferasi cepat dan menyebabkan epidermis menjadi semakin menonjol. Masa
sel-sel mesenkhim ini dinamakan blastema regenerasi.
d. Diferensiasi dan morfogenesis
Jaringan pertama yang berdiferensiasi dari blastema adalah tulang rawan. Mula-mula
muncul pada ujung tulang sejati dan terjadi penambahan secara progresif pada distal bagian
ujungnya, ketika konstruksi tulang menjadi sempurna rangka yang telah beregenerasi berubah
menjadi tulang. Berikutnya otot terbentuk disekitar tulang rawan. Sedangkan pembuluh darah
tidak jelas pada tahap konstruksi awal, serabut saraf yang terpotong pada saat amputasi
segera aksonnya tumbuh ke daerah luka dan merekontruksi pola-pola persarafan. Dibagian
luar terjadi perubahanperubahan bentuk puntung anggota yang semula menyerupai kerucut,
selanjutnya mulai memipih dorsoventral pada bagian ujungnya, bagian pipih menunjukkan
tanda-tanda jari awal yakni korpus atau tarsus rudimen yang dinamakan plat kaki atau tangan.
Selanjutnya pola-pola pembentukan jari-jari yang progresif dimana segera jari-jari sederhana
muncul, terpisah satu sama lainnya. Akhirnya anggota tubuh sempurna terbentuk dan
berfungsi normal.
Gambar 2.7 Tahapan Regenerasi Pada Salamander
( Sumber : kehuu.com )
2.7 Faktor Yang Mempengaruhi Regenerasi
Menurut Sudarwati (1990 : 59 ), regenerasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Temperatur, dimana peningkatan temperatur sampai titik tertentu maka akan
meningkatkan regenerasi.
2. Makanan, tingkat regenerasi akan cepat jika memperhatikan aspek makanan.
Makanan yang cukup dapat membantu mempercepat proses regenerasi.
3. System saraf, sel-sel yang membentuk regenerasi baru berasal dari sel sekitar
luka, hal ini dapat dibuktikan dengan radisai seluruh bagian tubuh terkecuali
bagian yang terpotong, maka terjadilah regenerasi dan faktor yang menentukan
macam organ yang diregenerasi.
Faktor-faktor penghambat regenerasi sel:
1. Pemasukan nutrisi essensial (AAE) rendah, karena pemanasan suhu yang tinggi
sekitar 900
2. Pemasukan toxin tinggi yang merusak sel, sumber-sumber toxin antara lain:
a. External
- Zat aditif (perasa, pewarna, pengawet, pengembang, pengenyal)
- Polusi udara, air , pestisida, kaporit
- Obat-obatan
b. Internal
berupa kerak dan pembusukan yang tinggi di usus besar
3. Stress (ketegangan mental), menimbulkan kerusakan sel dan menghambat
regenerasi
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Berikut merupakan kesimpulan dari makalah ini

1. Stadium larva merupakan suatu stadium dalam masa perkembangan hewan antara fase
embrio, yang berakhir dengan penetasan, dan metamorfosis
2. Pada serangga terdapat dua macam metamorfosis utama yaitu hemimetabola dan
holometabola
3. Proses metamorfosis pada Amphibi tebagi ke dalam 4 fase, yaitu fase telur, kecebong
atau berudu, katak muda, dan katak dewasa.
4. Macam -macam regenerasi ada 2 yakni morfalaksis yakni suatu proses perbaikan
yang melibatkan reorganisasi bagian tubuh yang masih tersisa untuk memulihkan
kembali bagian tubuh yang hilang dan epimorfosis yaitu rekonstruksi bagian-bagian
yang hilang melalui proliferasi dan diferensiasi jaringan dari permukaan luka.
5. Proses regenerasi pada salamander meliputi periode penyembuhan luka, periode
penghancuran jaringan (histolisis), periode pembentukan blastema, diferensiasi dan
morfogenesis
6. Faktor yang mempengaruhi proses regenerasi antara lain temperatur, makanan, sistem
saraf .
3.2 SARAN

Meskipun penulis sudah berusaha maksimal dalam penyusunan makalah ini tetapi
kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan
masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA

Balinsky, B.I. 1976. An Introduction Embryology 4 th ed, W.B. saunders Co. Philadelphia,
London.

Browder, L.W. 1984. Developmental biology, 2 th ed, W.B. , London : Saunders.

Majumdar, N.N. 1985. Text Book of Vertebrae Embriology. New Delhi: Mc Graw-Hill
Pusblishing Company Limited

Kalthoff, Klaus. 1996. Analysis of Biological Development. New York: Mc Graww-Hill.

Soeminto. 2000. Embriologi Vertebrata. Purwokerto: Fakultas Biologi UNSOED.

Sudarwati, 1990. Struktur Hewan. Bandung : Jurusan Biologi FMIPA ITB

Surjono. 2001. Proses Perkembangan Embrio. Jakarta: Universitas Terbuka

Tim Dosen. 2010. Struktur Perkembangan Hewan. Medan : UNIMED.

Anda mungkin juga menyukai