Anda di halaman 1dari 19

METAMORFOSIS SERANGGA DAN AMPHIBI

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Struktur dan Perkembangan Hewan II


Yang dibina oleh Dra. Nusasi Handayani, M.Si., dan Ajeng Daniarsih, S. Si., M. Si.

Oleh :
Kelompok 8 Offering B 2019
Armia Zuraida (190341621698)
Inna Miliki Amnun Istaufa (190341621614)
Laela Nisfi Syiami (200341617300)
Mey Ayunda Miftakhul J. (190341621662)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
Desember 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena dengan pertolonganNya
kami dapat menyelesaiakan Makalah yang berjudul “Metamorfosis”. Sholawat serta salam
tak lupa kami panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mengeluarkan kita dari
zaman jahiliyah. Tak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu
mata kuliah Struktur Perkembangan Hewan II yang telah memberikan tugas makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa yang telah memberi
kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini. Tentunya
ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada teman-teman dari hasil makalah ini. Karena itu
kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama.
Pada bagian akhir, kami akan mengulas tentang berbagai masukan dan pendapat dari teman-
teman yang ahli dibidangnya, karena itu kami harapkan hal ini juga dapat berguna bagi kita
bersama. Semoga Makalah yang kami buat ini dapat membuat kita lebih paham terhadap
materi yang akan disampaikan yaitu mengenai “Metamorfosis”.

Kelompok Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metamorphosis merupakan suatu tahapan perkembangan biologi pada makhluk hidup
yang melibatkan beberapa tahapan disertai dengan perubahan fisik atau struktur tubuh
organisme tersebut. Tidak semua organisme mengalami tahapan metamorphosis.
Organisme yang memiliki tahapan metamorphosis semasa hidupnya merupakan
organisme yang memiliki beberapa bentuk dalam hidupnya. Untuk lebih memahami dan
mengetahui organisme apa saja yang mengalami tahapan metamorphosis semasa
hidupnya dan juga bagaimana metamorphosis itu berlangsung perlu dibuat suatu kajian
mendalam menganai materi ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Apa itu metamorphosis?
1.2.2. Bagaimana stadium larva dalam perkembangan suatu individu?
1.2.3. Bagaimana mekanisme proses metamorphosis pada serangga?
1.2.4. Bagaimana mekanisme proses metamorphosis pada amphibi?
1.3 Tujuan
1.3.1. Mengetahui apa itu metamorphosis
1.3.2. Mengetahui stadium larva dalam perkembangan suatu individu
1.3.3. Mengetahui mekanisme proses metamorphosis pada serangga
1.3.4. Mengetahui mekanisme proses metamorphosis pada amphibi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian metamorphosis


Metamorphosis berasal dari Bahasa Yunani yaitu Greek = meta (diantara, sekitar,
setelah), morphe’ (bentuk), dan osisi (bagian dari), jadi metamorfosis merupakan proses
perubahan bentuk atau perkembangan biologi pada hewan yang melibatkan berubahnya
fisik ataupun struktur tubuh hewan, yang dimulai dari setelah penetasan atau kelahiran
hewan tersebut (hatching). Metamorphosis serangga dapat dibedakan menjadi empat tipe
yaitu, tanpa metamorphosis (Ametabola, metamorphosis bertahap (paurometabola).
Metamorphosis tidak sempurna (hemimetabola), dan metamorphosis sempurna
(holometabola) (Jumar, 2000). Umumnya serangga mengalami metamorfsis secara
sempurna, yaitu siklus hidup dengan beberapa tahapan yang berbeda yaitu, telur, larva,
pupa, dan imago. Imago yaitu pada saat setelah telur menetas, serangga pradewasa
mengalami serangkaian perubahan sampai mencapai bentuk serangga dewasa. Peristiwa
larva meninggalkan telur disebut dengan eclosion. Setelah eclosion, serangga yang baru
ini dapat serupa atau beberapa sama dengan induknya. Tahapan belum dewasa ini
biasnya mempunyai ciri perilaku makan yang banyak (Borror, 1992).
Proses ekdisis merupakan proses mengelupasnya eksokutikula lama dari kutikula
yang baru. Proses ini terjadi sebagai bagian dari proses ganti kulit atau proses
perpindahan instar larva, proses perpindahan stadia larva-pupa atau pupa-imago
(Muta’ali & Purwani, 2015).

2.2. Stadium Larva dalam Perkembangan suatu Individu


Stadium larva merupakan suatu tahapan dari sekian fase pada proses metamorphosis.
Suatu organisme dapat dikatakan mengalami proses metamorphosis atau tidak itu
bergantung pada perkembangan pasca lahir. Perkembangan pasca lahir dibagi menjadi 2,
yaitu:
1. Perkembangan langsung
Perkembangan secara langsung terjadi ketika individu pasca lahir memiliki
bentuk yang sama dengan fase dewasanya. Hal ini menunjukkan tidak ada
perubahan struktur fisik. Contoh organisme yang mengalami perkembangan
secara langsung adalah golongan mamalia dan aves.
2. Perkembangan tidak langsung
Perkembangan secara tidak langsung terjadi ketika individu pasca lahir memiliki
bentuk yang berbeda dengan fase dewasanya. Jadi pada perkembangan tidak langsung
dapat ditemui beberapa bentuk hean yang berbeda-beda dalam satu siklus hidupnya.
Contoh organisme yang mengalami perkembangan tidak langsung adalah beberapa jenis
serangga dan hewan amphibi seperti katak (Hariyanto. 2009).
Larva yang dimaksud dalam stadium larva ini tidak hanya yang disebut dengan ulat
tetapi ada beberapa nama yang berbeda pada setiap organisme. Berikut beberapa nama
lain dari larva suatu organisme.
Coelenterata : planula Pada serangga ada dua pengelompokan
Anelida : trochopore nama berdasarkan metamorphosis
Crustacea : nauplius sempurna maupun tidak sempurna.
Katak : berudu 1. Serangga pada proses
metamorphosis sempurna bentuk
larvanya disebut tempayak,
belatung, dan ulat
2. Serangga pada proses
metamorphosis tidak sempurna
bentuk larvanya disebut nimfa,
naiad.

2.3.1. Fase Perkembangan Larva


• Larva : bentuk hewan muda yang berkembang melalui metamorphosis
• Larva menghabiskan hidupnya seperti pada individu lain, yakni dengan
makan dan terus tumbuh
• Larva memakan cangkang telur yang kosong sebagai makanan
pertamanya. Kulit luarnya tidak meregang mengikuti pertumbuhannya
sehingga ketika tubuh dan cangkang semakin ketat larva akan berganti
kulit (molting)
• Molting ini umumnya dilakukan 4-6 kali. Kemudian ketika mencapai
puncaknya, larva akan melekatkan diri ke ranting, daun, atau anyaman
benang (Muta’ali & Purwani, 2015).
• Pada saat molting terakhir, larva telah siap memasuki fase prepupa yang
ditandai dengan perlekatan dirinya.
Contoh stadium larva pada lalat BSF :

2.3. Mekanisme Proses Metamorphosis pada Serangga


Serangga (insecta) adalah kelompok utama dari hewan beruas (arthropoda) yang
berkaki enam. Serangga ditemukan di hampir semua lingkungan kecuali di lautan.
Terdapat dua macam metamorfosis utama dalam serangga, yaitu holometabola dan
hemimetabola (Hariyanto. 2009).
2.3.1 Holometabola
Holometabola merupakan suatu metamorfosis yang melewati tahapan-tahapan
mulai dari telur-larva-pupa-imago (dewasa). Contoh metamorfosis sempurna,
yaitu terjadi pada katak,nyamuk dan kupu-kupu.

(Sumber : Rahmah, Azzahra.2019)

Tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada metaorfosis


sempurna diantaranya adalah
a. Fase Telur
Betina akan meletakkan telur-telurnya di tempat yang sesuai dengan
kebutuhan pada perkembangan calon anaknya. Misalnya seperti pada
kupu- kupu yang meletakkan telur- telurnya pada permukaan daun hal ini
karena larva atau hewan muda ialah pemakan tumbuhan. Pada fase telur
ini, embrio hasil fertilisasi sel telur dengan sel sperma akan terus menerus
mengalami pembelahan, membentuk organ-organ, sampai pada waktu
tertentu tergantung pada jenis spesiesnya.

b. Fase Larva.
Pada fase ini larva atau hewan muda juga sangat aktif makan. Induk betina
akan meletakkan telur-telur ditempat yang sesuai dengan makanannya.
Ulat, larva dari kupu- kupu mampu menghabiskan dedaunan dimana ia
berada atau hinggap. Larva hewan yang sudah memiliki eksoskleton
(rangka luar), seperti pada serangga akan mengalami pergantian kulit atau
eksdisis atau molting. Hal ini juga karena ukuran tubuhnya makin
membesar sehingga dibutuhkan suatu eksoskleton yang baru untuk ukuran
tubuhnya yang membesar. Pergantian kulit ini dapat terjadi sampai
beberapa kali dan pada waktu yang ditentukan larva akan berhenti makan
dan memasuki fase berikutnya, yakni menjadi pupa. Perubahan ini dapat
dikontrol oleh hormonal di dalam tubuh larva.
c.Fase Pupa
Pupa atau kepompom adalah fase transisi. Tubuh kepompom dilindungi
dengan rangka luar yang keras disebut juga dengan kokon. Pada fase ini,
sebagian besar serangga berada di dalam kondisi inaktif (makan). Di balik
kokon, tubuh pupa sangat lebih aktif melakukan metabolisme
pembentukan organ—organ dan bentuk hewan dewasanya. Kebutuhan
akan energi yang diperoleh dari simpanan cadangan makanan di dalam
tubuh larva. (pada fase larva sangat lebih aktif makan, dan sebagian
makanannya akan disimpan untuk fase pupa). Fase pupa memakan waktu
yang sangat bervariasi.
d. Fase Imago (Dewasa)
Sampai waktu yang telah ditentukan, pupa akan keluar dari cangkangnya
menjadi hewan dewasa (imago) dengan bentuk yang sangatlah berbeda.
Pada fase ini, imago memiliki cara makan dan habitat yang berbeda
dengan larvanya. Fase imago ini merupakan fase reproduksi dimana,
hewan dewasa yang akan saling mengadakan perkawinan (jantan dan
betina), yang akan membentuk ratusan telur- telur dan akan mengulangi
sikusnya.
2.3.2 Hemimetabola (metamorfosis tidak sempurna)
Hemimetabola merupakan metamorfosis tidak sempurna yang melewati 2
tahapan yakni dari telur menjadi nimfa kemudian menjadi hewan dewasa.
Biasanya juga metamorfosis ini terjadi pada serangga seperti capung,
belalang, dan jangkrik.

( Sumber : Setiawan, Parta.2020)

Tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada metamorfosis


tidak sempurna diantaranya adalah
a. Fase Telur
Fase ini seperti pada umumnya seekor serangga, telur- telur diletakkan
ditempat yang sesuai dan aman untuk perkembangan embrio. Embrio-
embrio yang dilindungi dengan struktur telur yang bercangkang zat kitin.
Sampai pada waktu yang telah ditentukan, telur akan menetas menjadi
nimfa.
b. Fase Nimfa
Berbeda dengan kelompok holometabola, hemimetabola langsung
memiliki beberapa bentuk hewan yang sesungguhnya, nimfa, yang
ukurannya lebih kecil. Nimfa akan mengalami pertumbuhan dan
perkembangan untuk kematangan organ reproduksi nya. Nimfa juga akan
mengalami eksdisis untuk mengganti kerangka luar tubuhnya akibat
pertumbuhan yang akan membuat ukuran tubuhnya makin membesar.
c. Fase Imago
Imago juga memiliki kematangan reproduksi dan siap untuk melakukan
perkawinan dimana siklus ini akan kembali terulang.
2.3.3 Ametabola
Ametabola merupakan suatu golongan serangga yang tidak mengalami
metamorfosis, misalnya kutu buku. Setelah telur menetas, serangga akan
menjadi hewan kecil kemudian berkembang menjadi dewasa yang tidak
mengalami perubahan bentuk hanya terjadi perubahan ukuran.

(Sumber : Setiawan, Parta.2020)


2.3.4 Pengendalian hormon pada serangga
Hormon ecdyson (moulting hormone) dapat mempengaruhi sel epidermis di
bawah zat khitin menghasilkan enzim yang melisiskan lapisan khitin
(apolisis). Oleh karena itu, terjadi pemisahan antara chitin dan sel epidermis,
kemudian sel epidermis mensintesis chitin baru yang masih lunak sebagai
pengganti chitin yang sudah rapuh. Tekanan hidrostatik cairan tubuh
menyebabkan chitin lama pecah di bagian dorsal kepala. Pecah makin
memanjang di bagian dorsal, badan yang baru muncul sedikit demi sedikit
akhirnya muncul sampai duri-duri baru pada kaki. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa moulting hormones akan diproduksi ketika lapisan kutikula lama
mengelupas dan terbentuk yang baru. (Martinez, S,dkk. 2007)

(Sumber : Setiawan, Parta.2020)


2.4. Mekanisme Proses Metamorphosis pada Amphibi
2.4.1 Proses metamorphosis pada katak

Metamorfosis pada amphibi termasuk kedalam metamorfosis sempurna


(holometabola) sama halnya seperti serangga (kupu-kupu), dimana
metamorfosis ini melewati tahapan-tahapan mulai dari telur - larva – pupa -
imago (dewasa). Metamorphosis yang terjadi pada katak, bertujuan untuk
melakukan penyesuaian diri untuk hidup di daerah terrestrial. Misalnya, alat
pernafasan pada saat masih larva (berudu) berupa insang yang hanya dapat
digunakan dalam air, sedangkan alat pernafasan katak dewasa berupa paru-paru
yang hanya dapat digunakan untuk bernafas di darat. Selain itu pada alat
pencernaan berudu memiliki usus yang sangat panjang sesuai dengan fungsinya
untuk mencernakan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, sementara
katak dewasa hanya memiliki usus yang pendek saja sesuai dengan fungsinya
untuk mencernakan makanan yang berasal dari hewan. Larva memiliki tubuh
langsung dengan ekor panjang dan bersirip, gigi serta rahang berzat tanduk dan
lipatan operculum yang menutupi ingsang hal inilah yang menyebabkan mereka
bermetamorfosis. Proses metamorfosis sempurna pada katak, ialah (Kimball,
1992) :
1. Katak betina dewasa bertelur kemudian telur tersebut menetas setelah 10
hari dan menjadi berudu.
2. Berudu akan hidup di air dan setelah berumur 2 hari berudu mempunyai
insang luar yang berbulu untuk bernapas.
3. Setelah berumur 3 minggu insang berudu akan tertutup oleh kulit.
4. Menjelang umur 8 minggu kaki belakang berudu akan terbentuk. Kemudian
membesar ketika kaki depan mulai muncul.
5. Umur 12 minggu kaki depannya mulai berbentuk, ingsang tak berfungsi lagi
ekornya menjadi pendek serta bernapas dengan paru-paru. Maka bentuk dari
muka akan lebih jelas.
6. Setelah pertumbuhan anggota badannya sempurna, katak tersebut akan
berubah menjadi katak dewasa dan kembali berkembang biak.

Lamanya periode larva pada anura berbeda-beda. Pada beberapa


spesies, stadium kecebong dapat berlangsung selama satu tahun atau lebih.
Perubahan pertama ditandai dengan munculnya pembengkakan pada kedua sisi
ujung posterior tubuh yang merupakan tunas-tunas kaki yang berkembang
selama periode pre-metamorfosis sampai mencapai ukuran sepanjang tubuh.
Kemudian terjadilah serangkaian perubahan yang cepat yaitu klimaks
metamorfosis dan dalam waktu kurang lebih seminggu, kecebong berubah
menjadi katak kecil sempurna.
Pembentukan anggota tubuh tidak tergantung pada hormon thyroid.
Menurut (Gilbert, 2000) metamorfosis pada Amphibi mengalami perubahan
metamorfik yang terjadi melalui tiga tahapan, antara lain:
• Premetamorfosis yaitu pertumbuhan larva sangat dominan.
• Prometamorfosis, yaitu pertumbuhan berlanjut dan beberapa
perkembangan berubah seperti mulai munculnya membran belakang.
• Metamorfik klimaks, yaitu dimulainya perkembangan membran depan
dan merupakan suatu periode perubahan morfologi dan fisiologi yang
luas dan dramatic.
Faktor yang mempengaruhi metamorfosis dapat dibedakan menjadi
factor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan antara
lain kualitas air, adanya parasit serta jumlah pakan yang tersedia. Faktor internal
meliputi perbedaan umur, kemampuan beradaptasi dengan lingkungannya dan
adanya ketahanan terhadap penyakit (Huet, 1971).
2.4.2 Perubahan Morfologi pada saat Proses Metamorfosis Amphibi
Perubahan pola organisasi hewan selama proses metamorfosis berjalan
secara progresif dan regresif, sehingga berdasarkan hal ini dapat digolongkan
menjadi tiga kelompok, yaitu:
• Struktur atau organ yang diperlukan selama masa larva tetap terdapat
organ lain yang memiliki struktur atau fungsi sama pada hewan dewasa
atau mungkin hilang semua.
• Beberapa organ tumbuh dan berkembang selama dan setelah proses
metamorphosis.
• Organ yang ada dan berfungsi selama masa sebelum dan setelah
metamorfosis mengalami perubahan sesuai model dan kebutuhan hidup
dari individu dewasa.
Proses regresif selama metamorfosis berudu katak, yaitu: ekor yang
panjang dan semua strukturnya (lipatan sirip ekor) mengalami resorpsi sampai
habis, insang luar juga mengalami resorpsi dan penutup insang akan menutup
dan rongga peribrankria juga menghilang, gigi tanduk yang ada di sekitar mulut
akan mengalami penataan kembali menjadi gigi yang terletak pada permukaan
rahang sementara bentuk mulut mengalami perubahan, bumbung kloaka
mengalami pemendekan dan reduksi, beberapa pembuluh darah mengalami
reduksi, termasuk bagain dari arkus aortikus.

Proses progresif selama metamorphosis :

a. Perkembangan kaki yang sangat progresif terutama pada penambahan


ukuran dan perubahan bentuk
b. Kaki depan yang tumbuh di dalam selaput operkulum akan terpecah dan
tumbuh ke luar
c. Telinga tengah berkembang dan berhubungan dengan celah faring
pertama
d. Membran timpani tumbuh dengan baik disokong oleh rawan timpani
e. Mata terdesak ke arah dorsal kepala dam kelopak mata tumbuh
f. Lidah tumbuh dengan baik dari dasar mulut
g. Organ-organ yang tetap berfungsi sebelum dan setelah masa larva adalah
kulit dan saluran pencernaan
h. Kulit berudu ditutupi oleh dua lapis epidermis yang selama proses
metamorfosis jumlah lapisan meningkat, sehingga terjadi penebalan dan
permukaannya mengalami penandukan
i. Kelenjar serosa dan mukosa tumbuh pada epidermis dan tenggelam
sampai ke jaringan ikat pada lapisan dermis
j. Saluran pencernaan yang sebelumnya sangat panjang dan melingkar
pada masa larva mengalami pemendekan ke depan dan menjadi relatif
lurus.
k. Paru-paru pada kelompok hewan urodela dan anura telah tumbuh dan
berfungsi secara pasti sejak masa larva. Sebelum masa metamorfosis,
berudu katak dan larva salamander sudah harus sering muncul ke
permukaan air untuk mengambil udara bebas guna membantu pernafasan
insang mereka. Hal ini sangat penting bagi katak yang hidup diperairan
yang cepat kering, sehingga mereka tetap dapat melewati masa larva
dengan aman.
l. Sejalan dengan perubahan bentuk dan struktur morfologis, pada katak
juga terjadi perubahan fisiologis. Fungsi endokrin pankreas katak mulai
terjadi selama proses metamorfosis yang berkaitan dengan perubahan
atau peningkatan fungsi hati dalam mengubah glukosa menjadi glikogen.
Proses Metamorfosis Katak
Sumber : Surjono (2001)

Pada proses biokimia, penambahan secara nyata pada perubahan morfologi


yang terpenting adalah terjadinya transformasi biokimia selama metamorfosis.
Pada berudu, fotopigmen retina yang utama adalah porphyropsin. Selama
metamorfosis, pigmen ini merubah karakterisik fotopigmen dari darat dan
vertebrata perairan. Pengikatan hemoglobin (Hb) dengan O2 juga mengalami
perubahan. Enzim yang terdapat pada hati juga mengalami perubahan, hal ini
disebabkan adanya perubahan habitat. Kecebong bersifat ammonotelik yaitu
mensekresikan amonia, sedangkan katak dewasa bersifat ureotelic yaitu
mensekresikan urea. Selama metamorfosis, hati mensintesis enzim untuk siklus
urea agar dapat membentuk atau menghasilkan urea dari CO2 dan ammonia
(Surjono, 2001).
2.4.3 Proses Induksi Selama Metamorfosis pada Amfibi

Perkembangan membrane timpani


Sebuah kejadian yang lebih kompleks pada proses ini adalah
terbentuknya membran timpani pada katak. Telinga yang berupa rongga
berhubungan dengan rongga mulut melalui saluran eustakhius merupakan salah
satu struktur yang tumbuh secara progessif selama proses metamorfosis.
Diferensiasi membran timpani terjadi menjelang berakhirnya proses
metamorfosis. Dimulai dengan terbentuknya rawan yang berbentuk cincin
(disebut rawan timpani) yang berkembang sebagai penonjolan dari rawan
kuadrat. Kulit yang kemudian tumbuh menjadi membran timpani semula,
tampak tidak berbeda dengan kulit yang ada di sekitarnya.
Selama masa metamorfosis, jaringan ikat kulit di daerah yang akan
menjadi membran timpani mengalami reorganisasi. Lapisan serabut (stratum
compactum) terpecah karena aktivitas sel-sel fagositis dan sebuah lapisan
jaringan ikat baru yang lebih tipis kemudian dibangun di tempat ini. Pada
membran timpani yang sudah sempurna, ketebalan kulitnya akan menjadi
kurang dari setengah ketebalan kulit normal, tetapi lebih kompak dan berbeda
pigmentasinya (Surjono, 2001).
Oleh karena itu diketahui bahwa diferensiasi membran timpani
bukanlah sebagai akibat langsung dari hormon kelenjar tiroid tetapi diinduksi
oleh rawan timpani. Apabila rawan timpani dihilangkan sebelum masa
metamorfosis, maka membran timpani tidak akan berkembang. Apabila daerah
ditutup dengan kulit yang berasal dari bagian tubuh lain, maka membran timpani
tetap akan berkembang. Tetapi apabila rawan timpani dicangkokkan di bawah
kulit pada bagian tubuh yang lain, maka membran timpani tetap akan
berkembang dan apabila rawan timpani dicangkokkan di bawah kulit pada
bagian tubuh mana saja sebelum berudu mengalami metamorfosis, maka kulit di
atas rawan timpani itu akan mengalami diferensiasi menjadi membran timpani.
(Surjono, 2001).
Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan bahwa suatu rantai peristiwa
yang saling berinteraksi sebelum membran timpani mengalami diferensiasi
yaitu, tahap pertama adalah adalah terbentuknya hipofisis rudimenter.
Berikutnya terjadi pertumbuhan karena terjadinya invaginasi stomodem yang
diinduksi oleh lapisan endoderm mulut. Hipofisis kemudian mensekresikan
hormon tirotropik yang mengaktivasi kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid kemudian
melepaskan hormon-hormon kelenjar tiroid yang menyebabkan bagian posterior
rawan kuadrat mengalami diferensiasi menjadi rawan timpani. Rawan timpani
ini kemudian menstimulus kulit di atasnya sehingga mengalami diferensiasi
menjadi membran timpani. (Surjono, 2001)
2.4.4 Hormon yang Berperan Dalam Metamorfosis Amphibi
Metamorfosis ini dikontrol hormon tiroid. Perubahan metamorfosis
dari perkembangan katak dengan mensekresikan hormon thyroxin (T4) dan
triiodothronine (T3) dari tiroid selama metamorfosis. Peranan hormon T3 lebih
penting, hal ini disebabkan perubahan metamorfosis pada thyroidectomized
berudu memiliki konsentrasi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan
hormon T4. Koordinasi dari perubahan perkembangan dan respon molekul
hormon tiroid. Salah satu masalah utama dari metamorfosis adalah koordinasi
saat perkembangan. Pada dasarnya, ekor tidak mengalami degenerasi sampai
terbentuk dan berkembangnya organ-organ lokomosi. Seperti berkembangnya
kaki dan tangan untuk pergerakan dan insang tidak akan mengalami perubahan
fungsi sampai berkembang otot paru-paru. Hal ini menunjukkan bahwa
koordinasi metamorfosis yang berbeda pada jaringan dan organ akan
memberikan respon yang berbeda pada hormon. Untuk menjamin sistem kerja
ini, 2 organ yang sensitif terhadap tiroksin yaitu tiroid dan kelenjar pituitary,
akan meregulasi produksi hormon tiroid (Blakery, 1985).
Hormon tiroid berfungsi untuk membentuk hubungan timbal balik
dengan kelenjar pituitari yang menyebabkan interior pituitari menginduksi tiroid
untuk menghasilkan T3 dan T4 lebih banyak. Selain itu, hormon tiroid juga
berfungsi untuk transkripsi dan mengaktivasi transkripsi pada beberapa gen.
Seperti transkripsi gen untuk albumin, globin dewasa, keratin kulit dewasa
diaktivasi oleh hormon tiroid. Respon T3 adalah aktivasi transkripsi gen reseptor
hormon tiroid (TR). TR berikatan dengan sisi yang spesifik pada kromatin
sebelum hormon tiroid dibentuk. Ketika T3 dan T4 masuk kedalam sel, dan
berikatan dengan ikatan reseptor kromatin, hormon reseptor kompleks dirubah
dari aktivator transkripsi. Belum diketahui mekanisme dari hormon tiroid
dengan respon yang berbeda pada jaringan yang berbeda (proliferasi,
diferensiasi, kematian sel). Pembentukan anggota tubuh tidak tergantung
hormon thyroid, hal ini terjadi pada pembelahan holoblastic dimana gastrulasi
diawali pada posisi sub-equatorial, pembentukan neural dibagian permukaan dan
kuncup anggota tubuh juga terbentuk dibagian permukaan (Handayani &
Misbahuddin, 2010).
Efek langsung hormon kelenjar tiroid pada regresi ekor dapat mudah
dilihat dalam laboratorium dengan menggunakan blok kultur jaringan ekor in
vitro, bila hormone tiroid ditambahkan pada medium kultur histolisis yang
karakteristik dan reduksi jaringan terjadi sesudah 3 sampai 4 hari. Awal
metamorfosis, diduga tiga peristiwa yang mendorong peningkatan produksi
hormon tiroid yaitu (Haliday, 1994) :
a. TRH yang selalu ada dalam sel-sel hipotalamus, menjadi lebih
dipersiapkan untuk pituitaria. Ini kemungkinan tejadi ketika sistem
aliran darah lebih sempurna menghubungkan hipotalamus dengan
pituitaria anterior. Tentu saja, perkembangan hubungan ini dari
epithelium dua lapis sederhana sendiri dikontrol tiroksin. Ini tidak
terdiferensiasi pada hewan yang ditiroidektomi, tetapi dengan
meredam larva yang ditiroidektomi pada larutan tiroksin yang
bertahap dinaikkan konsentrasinya, terbentuk struktur sirkulasi yang
complicated.
b. Penambahan hari dan temperatur yang lebih hangat, rupa-rupanya
meningkatkan pembebasan TRH.
c. Dikarenakan hipotalamus dan pitiutaria menyalakan responnya pada
peningkatan kadar hormon tiroid dalam darah, untuk sewaktu-waktu
tiroksin lebih memacu produksi TRH dan TSH dibanding
penghambatnya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik beberapa poin penting sebagai berikut.
1. Metamorfosis merupakan proses perubahan bentuk atau perkembangan biologi pada
hewan yang melibatkan berubahnya fisik ataupun struktur tubuh hewan, yang dimulai
dari setelah penetasan atau kelahiran hewan tersebut (hatching)
2. Stadium larva merupakan salah satu tahapan metamorphosis yang terjadi setelah
individu baru dilahirkan hingga pada tahap menuju fase dewasa.
3. Metamorphosis pada serangga dibagi menjadi tiga jenis, yakni hemimetabola,
holometabolan, dan ametabola.
4. Metamorfosis pada amphibi termasuk kedalam metamorfosis sempurna
(holometabola) sama halnya seperti serangga (kupu-kupu), dimana metamorfosis ini
melewati tahapan-tahapan mulai dari telur - larva – pupa - imago (dewasa).
Metamorphosis yang terjadi pada katak, bertujuan untuk melakukan penyesuaian diri
untuk hidup di daerah terrestrial.
3.2 Saran
Makalah yang berisi materi tentang metamorphosis ini masih jauh dari kata kesmpurnaan.
Hal ini disebabkan kemajuan zaman dan ilmu pengetahuan yang terus-menerus
menyebabkan informasi yang di dapat bias semakin cepat dan banyak dari data ini
mungkin telah berevolusi. Untuk itu dibutuhkan kajian yang lebih mendalam, kompleks,
dan lebih serius mengenai materi ini.
DAFTAR RUJUKAN

Blakery, J. 1985. The Sience of Animal Husbandry. Reston Publishing Company Inc.

Borror, J. 1992. Penganalan Pelajaran Serangga Edisi Keenam, Yogyakarta: UGM Press.

Campell, Nell A dkk. 2004. Biologi Edisi ke 5 Jilid 3. Erlangga,Jakarta

Gilbert, L. Tata, J. Atkison, B. 2000. Metamorphosis :Postembryonic Reprogramming of


Gene Expression In Amphibian Dan Insect Cells. Sandiego: Academic Press.
Haliday, T. 1994. The Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. Anarbmedia Oxford,
Oxford.
Handayani, G. N., dan Misbahuddin. 2010. Farmakologi II. Makassar: Universitas Islam
Negeri Alauddin.
Hariyanto. 2009. Reproduksi dan Embriologi Hewan. Yogyakarta : Universitas Negeri
Yogyakarta

Huet, M. 1971. Text Book of Fish Culture Breeding and Cultivation of Fish. Fishing News
Books Ltd, Surrey.
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Kimball, J. W. 1994. Biologi. Jilid 2. Edisi 5. (Alih bahasa : Prof. Dr. Ir. H. Siti Soemarmi &
Prof. Dr. Nawangsari Sugiri). Jakarta : Erlangga.
Martinez, S. Mayoral, Y. Li, F. Noriega. 2007. Role of Juvenile Hormon and Allatotropin On
Nutrient Allocation, Ovarian Development and Survivorship In Mosquitoes. Journal of
Insect Physiology. 53(3) : 230–234.

Muta’ali, R., & Purwani, K. I. (2015). Pengaruh Ekstrak Daun Beluntas ( Pluchea indica )
terhadap Mortalitas dan Perkembangan Larva Spodoptera litura F . JURNAL SAINS
DAN SENI ITS, 4(2), 2–5.

Rahmah, Azzahra.2019. Metamorfosis Kupu-kupu, Penjelasan, Prosesnya, Gambar


Lengkap.(Online) (https://rumus.co.id/metamorfosis-kupu-kupu/) diakses pada 30
November 2020

Setiawan, Parta. Pengertian Metamorfosis pada Serangga dan Amfibi. (Online)


(https://www.gurupendidikan.co.id/metamorfosis-serangga-dan-amfibi/) diakses pada
30 November 2020

Surjono, T. W. 2001. Perkembangan Hewan. Jakarta : Pusat Penerbita Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai