PERKEMBANGAN HEWAN
METAMORFOSIS
Universitas Sriwijaya
Pada serangga yang lebih maju (misalnya, belalang, rayap, serangga sejati),
sebuah fenomena yang dikenal sebagai metamorfosis progresif, atau katabolisme,
terjadi. Siklus hidup katabolik meliputi telur, pupa, dan dewasa. Kepompong, atau
serangga yang belum dewasa, menyerupai dalam bentuk dan kebiasaan makan,
berbeda dalam ukuran, proporsi tubuh, dan warna, dengan sayap yang belum
sempurna terlihat dan berkembang secara eksternal. Secara bertahap tumbuh
melalui serangkaian mol (kehilangan eksoskeleton berkala), dewasa muncul dari
mol terakhir. Pada fase nimfa masih diselimuti lapisan putih, nimfa tidak bergerak
bebas tetapi akan meloncat bila terganggu (Anggraeni et al., 2019).
Perbedaan antara metamorfosis sempurna denga metamorfosis tidak
sempurna terletak pada siklusnya. Kedua metamorphosis ini memili siklus awal
yang sama yaitu telur. Pada metamorfosis sempurna memiliki siklus dimana
terjadinya pembentukan pupa, sedangkan pada metamorfosis tidak sempurna
hanya terjadi pembentukan larva tanpa ada tahap menjadi pupa. Fase istirahat
setelah larva tumbuh sempurna dan berhenti makan disebut sebagai stadium pupa
atau kepompong. Selama proses perubahan menuju dewasa atau imago, pupa akan
dibungkus dalam krisalis dan tidak bergerak. Pupa betina berukuran lebih besar
dibandingkan pupa jantan (Handayani, 2019).
Larva adalah tahapan berkembang serangga dari telur pada metamorfosis
sempurna. Pada serangga yang bermetamorfosis sempurna, bentuk larva tidak
menyerupai saat serangga tersebut menjadi dewasa, contohnya kupu-kupu ketika
pada tahap larva kupu-kupu berbentuk panjang dan teksturnya lunak tanpa
memiliki sayap. Selanjutnya larva tersebut akan menuju tahap pupa. Pupa atau
kepompong adalah tahap serangga yang memasuki masa transisi. Pupa diselimuti
oleh rangka luar yang disebut kokon. Pada masa ini, pupa akan melakukan
aktifitas metabolisme guna menyempurnakan organ dan bentuh tubunya. Pada
stadium larva instar 1 memiliki warna tubuh kehitaman dan ukuran kepala
lebih besar dibandingkan ukuran tubuh (Karlina et al., 2022).
Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Sriwijaya
2.2. Faktor Yang Mempengaruhi Metamorfosis
2.2.1. Suhu
Serangga memiliki kisaran suhu tertentu di mana mereka dapat hidup. Di
luar kisaran suhu ini, serangga akan mati karena dingin atau panas. Pengaruh suhu
ini terlihat jelas dalam proses fisiologis serangga. Pada waktu tertentu aktivitas
serangga tinggi, tetapi pada suhu lain menurun (menurun). Kelembaban juga
dapat mempengaruhi, kelembaban habitat serangga, udara dan tanah, yang
merupakan faktor penting yang mempengaruhi distribusi, aktivitas dan
perkembangan serangga. Pada kelembaban yang tepat, serangga umumnya lebih
tahan terhadap suhu yang lebih tinggi. Siklus hidup kupu-kupu dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya adalah suhu dan cahaya matahari (Islam et al., 2019).
2.2.2. Angin
Angin berperan dalam membantu penyebaran serangga, terutama bagi
serangga yang berukuran kecil. Misalnya Apid (Homoptera; Aphididae) dapat
terbang terbawa oleh angin sampai sejauh 1.300 km. Kutu loncat lamtoro,
Heteropsylla cubana (Homoptera: Psyllidae) dapat menyebar dari satu tempat ke
tempat lain dengan bantuan angin. Selain itu, angin juga mempengaruhi
kandungan air dalam tubuh serangga, karena angin mempercepat penguapan dan
penyebaran udara, sehingga siklus berjalan dengan baik. Faktor lingkungan baik
biotik maupun abiotik diketahui kondusif untuk mendukung perkembangan
banyak jenis serangga (Syarifah et al., 2018).
2.2.3. Makanan
Jika makanan tersedia dengan kualitas yang cocok dan kuantitas yang cukup,
maka populasi serangga akan naik cepat. Sebaliknya, jika keadaan makanan
kurang maka populasi serangga juga akan menurun. Pengaruh jenis makanan,
kandungan air dalam makanan dan besarnya butiran material juga berpengaruh
terhadap perkembangan suatu jenis serangga hama. Dalam hubungannya dengan
makanan, masing-masing jenis serangga memiliki kisaran makanan (inang) dari
satu sampai banyak makanan (inang) untuk dapat memperoleh nustrisi. Untuk
larva yang dipelihara, makanan yang dibutuhkan biasanya mengandung
karbohidrat, protein dan asam amino (Mawardi dan Busra, 2019).
Universitas Sriwijaya
BAB 3
METODE PRAKTIKUM
Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai
berikut:
Metamorfosis Sempurna :
Kupu-kupu:
Katak:
Belalang :
Universitas Sriwijaya
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan diketahui siklus hidup
kupu-kupu dan katak mengalami perbedaan bentuk yang signifikan pada setiap
fasenya. Menurut Fitriani et al. (2021), Kupu-kupu merupakan serangga yang
mengalami metamorfosis sempurna dengan siklus hidup terdiri dari telur, ulat,
pupa dan dewasa. Sedangkan pada belalang termasuk kedalam metamorfosis tidak
sempurna yang terdiri dari 3 fase yaitu telur, nimfa dan belalang dewasa. Pada
fase nimfa menuju ke dewasa tidak terdapat perbedaan yang begitu mencolok.
Nimfa ini menyerupai bentuk dewasa namun tanpa sayap. Nimfa juga lebih kecil
dari yang bentuk dewasa. Berbeda dengan kupu-kupu dan katak yang memiliki
perbedaan pada setiap siklus hidupnya.
Perbedaan metamorfosis sempurna dan tidak sempurna yang utama adalah
metamorfosis sempurna terdiri dari larva yang sangat aktif dan banyak makan
serta kepompong yang tidak aktif. Sedangkan metamorfosis tidak sempurna terdiri
dari nimfa, yang menyerupai bentuknya menyerupai atau sama pada saat menjadi
dewasa. Menurut Atourrohman et al. (2020), Dalam perkembangan nimfa
capung mengalami pergantian kulit, tergantung jenis dan adaptasinya dengan
lingkungan. Nimfa akan memakan makanan yang sama dengan bentuk dewasanya
nanti. Kemudian nimfa akan berkembang menjadi bentuk dewasa melalui
serangkaian molts. Ia melepaskan kerangka luarnya 4-8 kali. Ketika menjadi
dewasa, molting (pergantian kulit) tidak terjadi.
Hormon yang berpengaruh pada metamorfosis kupu-kupu adalah Juvennile
hormon yang berfungsi untuk mencegah perubahan induksi ekdison pada ekspresi
gen yang penting saat terjadi metamorfosis. Kemudian ada pula hormon lain yaitu
2-hidroxyecdysone dan 3-Prothoracicotropic (PTIH) yang juga memiliki peran
dalam siklus metamorfosis. Menurut Oktadiana dan Ningsih (2020), Hormon
utama pada tubuh serangga yang mengatur proses pertumbuhan adalah hormon
ekdison dan 20-hydroxyecdysone yang merupakan hormon ganti kulit (moulting
hormones) yang keduanya berasal dari fitosteroid. Pada katak ada hormon tiroksin
yang berperan dalam mempercepat tumbuhnya kaki belakang diikuti dengan
tumbuhnya tungkai depan dan degenerasi ekor pada fase berudu.
Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN
Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, I., Lelana, N. E., Dan Ismanto, A. 2019. Serangga Hama Terkini yang
Menyerang Tanaman Sengon (Falcataria moluccana (Miq.) dan Jabon
(Neolamarckia cadamba (Roxb.) Bosser). Jurnal Sains Natural Universitas
Nusa Bangsa. 9(2): 47-56.
Atourrohman, M., Ulfah, M., Septiani, M., Silmi, F. I., Utami, R. T., Malimah, S.
F., dan Setyawati, S. M. 2020. Karakterisasi Dan Identifikasi Orthetrum
sabina (Odonata: Lebullidae) di Lapangan Rusunawa Jerakah Purwoyoso
Semarang. Jurnal Litbang Edusaintech. 1(1): 57-60.
Fitriani, N., Abas, M. A. B., Supangkat, B., Hermawan, W., dan Iskandar, J. 2021.
Siklus Hidup Kupu-Kupu Euploea mulciber (Cramer, 1777). Biotika Jurnal
Ilmiah Biologi. 19(1): 46-57.
Hatmayanti, Y., Nuroso, H., Dan Reffiane, F. 2018. Keefektifan Model Numbered
Head Together Berbantu Media Puzzle Terhadap Hasil Belajar
Metamorfosis Siswa Kelas Iv Sd. Js (Jurnal Sekolah). 2(3): 226-230.
Hidayat, P., Ludji, R., dan Maryana, N. 2020. Kemampuan Reproduksi Dan
Riwayat Hidup Kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) dengan dan tanpa
Kopulasi pada Tanaman Cabai Merah dan Tomat. Jurnal Entomologi
Indonesia. 17(3): 156-162.
Islam, A., Islam, M. S., Yasmin, M., dan Yamanaka, A. 2019. Effect Of
Temperature On The Life Cycle And Pupal Color Of Lime Swallotail
Butterfly, Papilio Demoleus (Lepidoptera : Papilionidae). International
Journal Of Etnobiology. 4(5): 42-47.
Karlina, D., Soedijo, S., dan Rosa, H. O. 2022. Biologi Ulat Grayak (Spodoptera
frugiperda J. E Smith). Jurnal Proteksi Tanaman Tropika. 5(3): 524-533.
Manik, A. N. K., Niar, A., Nabila, J., dan Agustina, E. 2022. Serangga Permukaan
Tanah Padang Rumput Kawasan Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh
Tengah. Seminar Nasional Biotik . 10(1): 140-145.
Mawardi, M., dan Busra, R. 2019. Studi Perbandingan Jenis Sumber Air Terhadap
Daya Tarik Nyamuk Aedes aegypti untuk Bertelur. Jurnal Serambi
Engineering. 4(2): 593-602.
Universitas Sriwijaya
Oktadiana, I., dan Ningsih, V. D. 2020. Aktivitas Penolak Serangga (Insect
repellent) Ekstrak Klorofom Biji Mimba (Azadirachta indica) Terhadap
Kutu Beras (Calandra oryzae). Jurnal Farmasi Tinctura. 1(2): 55-63.
Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN
Universitas Sriwijaya