Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

" METAMORFOSIS DAN REGENERASI"

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Tania Sulistyowati (2106050039)

Nida Salimah Tina (2106050035)

Dhiyanti Faizah Ramelan (2106050054)

Brenda Marcelin Killa (2106050050)

Medlin Sintikhe Manafe (2106050063)

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2023
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................2
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................3
2.1 Metamorfosis.............................................................................................3
2.2 Metamorfosis pada Serangga....................................................................6
2.3 Metamorfosis pada Amfibi........................................................................9
2.4 Regenerasi...............................................................................................11
BAB III PENUTUP...............................................................................................16
3.1 Kesimpulan..............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17

i
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Metamorfosis menurut bahasa Yunani “Meta” yang artinya
diantara, sekitar, setelah, “Morphe” yaitu bentuk dan “Osis” yaitu bagian
dari proses biologi yang mana terjadi perubahan bentuk tubuh secara
bertahap. Pada umumnya, metamorfosis diartikan sebagai perubahan
bentuk dan struktur dari larva ke dewasa. Proses perubahan tersebut terjadi
karena perubahan fungsi. Pada tingkat sel metamorfosis terjadi pada
spermiogenesis. Pada tingkat organisme terjadi pada avertebrata maupun
vertebrata, khususnya pada insekta dan amfibi. Proses metamorfosis
menyangkut perubahan struktural (perubahan populasi organela, kemudian
sel, pergantian/resorbsi sel, penyusunan kembali sel atau jaringan,
pergantian organ.
Regenerasi adalah memperbaiki kembali bagian tubuh yang rusak
atau lepas, kembali seperti keadan semula, yang artinya bahwa
kemampuan bertumbuh dan berdiferensiasi tidak terbatas pada embrionya
saja tetapi juga sampai organisme tersebut dewasa. Daya regenerasi pada
setiap organisme tidak sama. Umumnya pada avertebrata lebih tinggi
kemampuannya dibandingkan dengan vertebrata, dan pada kelas mamalia
biasanya hanya terbatas sampai pada penyembuhan luka, bagian tubuh
yang lepas atau hilang tidak dapat tumbuh kembali. Pada avertebrata, daya
regenerasi tertinggi pada kelompok coelenterate dan planaria, oleh karena
itu bila tubuhnya dipotong sampai ukuran terkecil pun dapat membentuk
individu baru dari potongan bagian tubuh tersebut. Berdasarkan latar
belakang di atas, kami menyusun makalah dengan judul “Metamorfosis
dan Regenerasi“.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan metamorfosis?
2. Bagaimana proses metamorfosis pada serangga?
3. Bagaimana proses metamorfosis pada amfibi?

1
4. Apa yang dimaksud dengan regenerasi dan bagaimana mekanisme
terjadinya?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi metamorfosis dan bagaimana
mekanismenya.
2. Untuk mengetahui proses metamorfosis pada serangga.
3. Untuk mengetahui proses metamorfosis pada amfibi.
4. Untuk mengetahui definisi regenerasi dan mekanisme terjadinya
regenerasi.

2
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Metamorfosis
Metamorphosis berasal dari bahasa Yunani (Greek), Meta yang
berarti di antara, sekitar, setelah, Morphe yang berarti bentuk, dan Osis
yang berati bagian dari. Metamorfosis adalah suatu proses biologi dimana
seekor hewan secara fisik mengalami perkembangan biologis setelah
dilahirkan atau menetas yang melibatkan perubahan bentuk atau struktur
melalui pertumbuhan sel dan differensiasi sel.
Metamorfosis adalah suatu proses biologi dimana hewan secara
fisik mengalami perkembangan biologis setelah dilahirkan atau menetas.
Proses ini melibatkan perubahan bentuk atau struktur melalui
pertumbuhan sel dan diferensiasi sel (Mysience, 2008). Pada tingkat sel,
metamorfosis terjadi pada spermiogenesis. Pada tingkat organisme terjadi
pada avertebrata maupun vertebrata. Metamorfosis biasanya terjadi pada
fase berbeda-beda, dimulai dari larva atau nimfa, kadang melewati fase
pupa, dan berakhir sebagai spesies dewasa.
Metamorfosis yang melibatkan stadium pupa disebut
metamorphosis lengkap dan serangga yang memiliki stadium itu disebut
holometabola. Sementara serangga yang tidak melalui stadium pupa
mengalami metamorfosis tidak lengkap disebut hemimetabola. Pembagian
proses metamorfosis berdasarkan ada atau tidaknya stadium pupa, yaitu :
1. Metamorfosis Tidak Sempurna (Incomplete metamorphosis :
Hemimetabola)
Biasanya terjadi pada hewan serangga. Misalnya capung,
belalang, jangkrik dan serangga-serangga lainnya. Tahapan
metamorfosis tidak sempurna adalah sebagai berikut : telur-nimfa-
imago(dewasa). Telur dihasilkan oleh betina dewasa, saat telur
menetas akan membentuk nimfa. Nimfa membedakan antara
metamorfosis sempurna dan tidak sempurna, tidak seperti larva, nimfa
sangat mirip dengan organisme dewasa, berukuran lebih kecil dan

3
belum memiliki beberapa organ hewan dewasa. Nimfa akan
melakukan moulting beberapa kali. Kemudian imago terbentuk setelah
pertumbuhan dan moulting, pada tahap ini bagian tubuh telah lengkap.
Imago (dewasa), ialah fase yang ditandai telah berkembangnya semua
organ tubuh dengan baik, termasuk alat perkembangbiakan serta
sayapnya.. Tipe serangga ini tidak mengalami tahap pembentukan
pupa, oleh karena itu tipe metamorfosisnya dinamakan metamorfosis
tidak sempurna.

Gambar 1. Metamorfosis hemimetabola (tidak sempurna) pada


belalang
2. Metamorfosis Sempurna (Complete metamorphosis :
Holometabola).
Terjadi pada katak dan kupu-kupu, pada metamorfosis ini,
hewan tersebut melewati beberapa tahapan di antaranya fase telur,
kemudian menetas dan tidak langsung mirip atau serupa dengan
induknya. Setelah beberapa minggu, barulah menjadi organisme
dewasa yang mirip dengan organisme sebelumnya. Larva, serangga
muda yang bentuk dan sifatnya berbeda dengan dewasa. Larva
merupakan fase yang aktif makan, sedangkan pupa merupakan
bentuk peralihan yang dicirikan dengan terjadinya perombakan dan
penyususunan kembali alat-alat tubuh bagian dalam dan luar.

4
Pupa, atau chrysalis. Pupa adalah kepompong dimana pada
saat itu serangga tidak melakukan kegiatan apa-apa. Di dalam
pupa, serangga akan
mengeluarkancairan pencernaan, untuk menghancurkan tubuh larv
a, menyisa-kan sebagian sel saja. Sebagian sel itu kemudian akan
tumbuh menjadi dewasa menggunakan nutrisi dari hancuran tubuh
larva. Proses kematian sel disebut histolisis, dan pertumbuhan sel
lagi disebut histogenesis. Kemudian selanjutnya fase imago, fase
dewasa atau fase perkembangbiakan.

Gambar 2. Metamorfosis holometabola (sempurna) pada kupu-


kupu
Pembagian metamorfosis berdasarkan sifat pengaturan perubahan
tubuh (Tim Pengajar, 2010)., yaitu :
1. Sifat progresif terjadi pada organ yang diperlukan pada
kehidupan larva dan tidak diperlukan pada saat dewasa,
sifat ini akan hilang sama sekali.
2. Sifat regresif terjadi pada organ yang diperlukan pada
kehidupan larva dan akan dibentuk sesuai dengan
kebutuhan dewasanya
Perubahan pola organisasi hewan selama proses metamorfosis ada
yang berjalan secara progresif dan ada pula yang regresif, oleh
karena itu digolongkan menjadi tiga kelompok:

5
1. Struktur atau organ yang diperlukan selama masa larva
tetap terdapat organ lain yang memiliki struktur atau fungsi
sama pada hewan dewasa mungkin hilang semua.
2. Beberapa organ tumbuh dan berkembang selama dan
setelah proses metamorfosis
3. Organ-organ yang ada dan berfungsi selama masa sebelum
dan setalah metamorfosis mengalami perubahan sesuai
model dan kebutuhan hidup dari individu dewasanya
(Surjono, 2001).

Menurut Campbell (2004), metamorfosis terdiri dari beberapa


tahap yaitu:

1. Larva (ulat), menghabiskan waktunya untuk makan dan


tumbuh, melakukan molting/pergantian kulit.
2. Setelah beberapa kali berganti kulit, larva membungkus
dirinya sendiri dalam kepompong dan menjadi pupa.
3. Di dalam pupa, jaringan larva diurai, dan hewan dewasa
tumbuh melalui pembelahan dan diferensiasi sel-sel yang
sebelumnya tidak aktif pada tahap larva.
4. Akhirnya, hewan dewasa keluar dari kepompong.

2.2 Metamorfosis pada Serangga

Perkembangan pada embrio insektas ada tiga fase yaitu


ametabola pada insekta tidak bersayap, hemimetabola yaitu
perkembangan sayap di luar dan hemimetabola yaitu perkembangan
sayap di dalam. Pada hemimetabola terjadi perkembangan sayap dan
gonad pada ekdisis 1-5. Contohnya pada Orthoptera, Hemiptera, dan
Homoptera. Holometabole terjadi fase kepompong yaitu pada
Lepidoptera dan Diptera, dan lalat buah (Drosophyla).

6
Ametabola merupakan organisme yang tidak mengalami
metamorfosis, dimana stadium yang dimiliki hanyalah stadium telur
dan stadium imago atau dewasa, contohnya pada kutu.

Telur- individu muda- individu dewasa


Gambar 3. Ametabola pada serangga Lefisma
Adapun hemimetabola dalah organisme yang mengalami
metamorfosis tetapi tidak sempurna. Stadium yang dimiliki adalah
telur, larva atau nimfa, semi imago, dan imago. Pada stadium semi
imago, organisme memiliki kemiripan dengan organisme stadium
imago. Namun letak perbedaannya adalah, organisme stadium semi
imago belum memilki kemampuan untuk bereproduksi. Contoh
organisme hemimetabola adalah belalang, walang, sangit, dan lipas.
Sedangkan holometabola adalah organisme yang mengalami
metamorfosis sempurna. Hewan ini memiliki stadium yaitu stadium
telur, stadium larva, atau ulat, stadium pupa atau kepompong, dan
stadium imago. Salah satu contoh organisme holometabola adalah
kupu-kupu. Stadium telurnya dapat diamati pada daun tempat dia
menempel. Telur kemudian berkembang menjadi larva yang sangat
aktif untuk mencari makan dengan memakan dedaunan tempat dia
tersebut.

7
Pada stadium ini terjadi pergantian kulit (ekdsisis). Kemudian larva
berkembang menjadi pupa atau kepompong. Stadium ini erupakan fase
istirahat atau puasa. Setelah itu, pupa akan berkembang menjadi imago
berbentuk kupu-kupu. Contoh lain dari hewan homometabola adalah
ngengat, semut, dan lebah.

Gambar 4. Holometabola pada kupu-kupu


 Pengendalian Hormon pada Metamorfosis Serangga
Peranan hormon dalam metamorfosis meliputi proses pengelupasan
kulit larva, dan pembentukan pupa pada serangga holometabola, dan
pengelupasan kulit nimfa pada serangga hemimetabola (Saunders, 1980).
Hormon yang berperan dalam metamorfosis terdiri dari atas tiga macam
yaitu, hormon otak, hormon moulting (ecdyson), dan hormon juvenil
(Spratt, 1971).
Hormon otak disebut juga ecdysiotropin, disimpan didalam
corpora cardiace, sedangkan hormon molting (Ecdyson) dihasilkan oleh
kelenjar protoraks, yaitu suatu segmen pada tubuh serangga yang
mempunyai pasangan kaki terdepan dari ketiga pasangan kaki terdepan
serangga, oleh karena itu maka hormon ini juga dinamakan hormon
protoracic gland atau

8
disingkat menjadi PGH, hormon juvenil (JH) dihasilkan oleh corpora
allata, yaitu sepasang kelenjar endokrin yang terletak di dekat otak (Spratt,
1971, Saunders, 1980, Balinsky, 1981).
Kemungkinan hormon otak mengandung kolesterol yaitu suatu
senyawa steroid, atau juga berupa protein yang merupakan rangkaian
senyawa polipeptida, sedangkan hormon juvenil masih belum jelas benar
strukturnya. Menurut Meyer et al, 1968, 1970), hormon juvenil terdiri
atas senyawa hidrokarbon alifatik, sedangakan menurut William dan Law,
1965, hormon juvenil berupa farnesol, yaitu suatu prekursor kolesterol
dan sterol-sterol lain. Karlson dan Sakeris, 1966, menyatakan bahwa
ecdyson merupakan suatu steroid dengan rumus molekul C 18H30O4
(Spratt,1971).
Secara berkala sel-sel neurosekretori didalam otak menggunakan
suatu hormon otak (Ecdysiotropin), hormon ini merangsang kelenjar
protoraks untuk menghasilkan ecdyson. Selanjutnya ecdyson ini
merangsang pertumbuhan dan menyebabkan epidermis menggetahkan
suatu kutikula baru yang menyebabkan dimulainya proses pengelupasan
kulit (molting). Jika otak dari larva tersebut dibedah secara mikro, maka
ecdyson tidak akan dihasilkan lagi dan sementara itu pertumbuhan dan
proses pengelupasan kulit terhenti.
Selain oleh pengaruh ecdyson, maka proses pengelupasan kulit dan
pertumbuhan juga dipengaruhi oleh hormon juvenil, selama terdapat
hormon juvenil rangkaian pengelupasan kulit yang terjadi dibawah
pengaruh ecdyson itu hanyalah akan menghasilkan bentuk stadium tidak
dewasa saja. Jika konsentrasi hormon juvenil relatif lebih tinggi daripada
ecdyson maka akan merangsang perkembangan larva, dan mencegah
proses pembentukan pupa, namun mencegah proses pembentukan larva.
Jika suatu serangga mengelupas kulitnya tanpa adanya hormon juvenil
maka hewan tersebut akan berdiferensiasi menjadi bentuk dewasa.
Ecdyson secara kontinu dihasilkan sampai pengelupasan kulit menjadi
dewasa, ecdyson berperan merangsang sintesa RNA dan protein yang

9
diperlukan pada proses pembentukan kepingan-kepingan imaginal. Pada
serangga dewasa tidak terdapat ecdyson untuk pengelupasan kulit, karena
kelenjar-kelenjar protoraknya sudah mengalami degenerasi setelah
metamorfosis, namun corpora allata akan menggetahkan hormon juvenil
kembali setelah pengelupasan kulit pendewasaan. Hormon juvenil ini akan
mempengaruhi metabolisme protein dan lemak, serta membentuk protein-
protein vitelogenik (Saunders,1980).
Pada banyak serangga holometabola, perkembangan akan berhenti
untuk sementara waktu sebelum terbentuk kutikula pupa. Penghentian ini
dinamakan diapouse, gunanya untuk menyesuaikan diri pada musim
dingin. Di alam diapouse dapat diakhiri kalu pupa mengalami pendedahan
kepada suhu rendah selama perioda tertentu. Otak kemudian kembali
menghasilkan hormonnya yang merangsang kelenjar protoraks untuk
menghasilkan ecdysonnya kembali, sehingga memacu terjadinya
perombakan secara menyeluruh jaringan larva dan pertumbuhan secara
cepat dari keping-keping imaginal dimana bagian-bagian
tubuh hewan dewasa.
2.3 Metamorfosis pada Amfibi

Metamorfosis amfibia dikenal dengan perubahan bentuk berudu


menjadi anak katak yang dapat diamati secara langsung yaitu pertumbuhan
kaki dan hilangnya ekor, lama kehidupan larva amfibia bervariasi.
Metamorfosis terjadi karena penyesuaian lingkungan hidup dari air
ke darat. Oleh karena itu, terjadi perubahan sistem organ tubuh untuk
menyesuaikan terhadap lingkungannya. Antara lain terjadi perubahan
sistem pernapasan dari insang ke paru-paru, ekskresi dari pronefros ke
mesnoferos, sistem saraf : linea lateralis kemudian hilang; sistem
pencernaan: dari herbivora menjadi karnivora dan sebagainya.

10
Gambar 5. Metamorfosis pada amfibia
Proses metamorfosis secara bertahap yaitu premetamorfosis,
prometamorfosis, metamorfosis, dan postmetamorfosis. Kecepatan
metamorfosis sipengaruhi oleh temperatur, makanan dan pengaruh
hormon.
Siklus awal metamorfosis dimulai dari katak betina dewasa yang
bertelur, kemudian telur tersebut akan menetas setelah kurang lebih 10
hari. Telur katak tersebut menetas menjadi kecebong. Kecebong
mempunyai insang luar yang berbulu untuk bernapas, setelah berumur
kira-kira 2 hari. Insang kecebong akan tertutup oleh kulit setelah berumur
3 minggu.
Pada waktu ke-6 minggu, berudu mulai terlihat seperti kodok kecil
dengan ekor panjang. Ekor ini kemudian memendek dan mulai berbentuk
seperti bumerang. Pada waktu yang ke-9 minggu, terbentuk jaringan dan
membagi atrium jantung. Akibatnya jantungnya kini memiliki tiga
ruangan, yang membantu aliran darah antara jantung dan paru-paru.
Selanjutnya, berudu terus berkembang dan memiliki kaki belakang yang
kuat. Matanya juga telah menonjol dengan ekor sangat pendek. Setelah
pertumbuhan anggota tubuh sempurna, katak akan berubah menjadi seekor
katak dewasa dan juga akan kembali berkembang biak
Pengendalian Hormon pada Metamorphosis Amphibian
Pemacu (triger) metamorfosis amfibi adalah hormone tiroksin. Besar
kecilnya kadar tiroksin diekspresikan dalam tahapan metamorfosis.

11
Pengaturan sekresi tiroksin dilakukan oleh poros hypothalamus-hipofisis-
kelenjar tiroid.
Thyrotropin Rekasing Hormon (TRH) dari hypothalamus meme-
ngaruhi sekresi. Thyroid Stimulating Hormon (TSH) dari hipofise. TSH
memengaruhi pertumbuhan dan sekresi kelenjar tiroid untuk menghasilkan
hormon tiroksin. Kadar tiroksin paling kecil menstimulasi pembentukan
kaki belakang. Bila kadar tiroksin meningkat sedikit memengaruhi
resorbsi intestinum. Kadar meningkat lagi memengaruhi pembentukan
kaki depan. Kadar paling tinggi menyebabkan resorbsi ekor.
Percobaan untuk membuktikan peranan tiroid yaitu dilakukan
thyroidectomi; maka metamorfosis tidak terjadi. Sebaliknya bila larva
dipelihara dalam lingkungan tiroksin, maka metamorphosis lebih cepat,
tetapi tidak sempurna karena pertumbuhan kaki tertinggal. Selain tiroksin,
hormon yang terkait dalam metamorfosis yaitu prolaktin dari
adenohipofisis. Prolaktin sebagai imbangan tiroksin.
Bila pengaruh tiroksin terlalu kuat maka ditahan oleh prolaktin(sebagai
anti-metamorfosis). Tiroksin tinggi menyebabkan banyak kehilangan air,
sedangkan prolaktin menghambat kehilangan air. Interaksi tiroksin-
prolaktin menyebabkan metamorfosis sekunder pada salamander.

2.4 Regenerasi
Regenerasi adalah memperbaiki kembali bagian tubuh yang rusak
atau lepas, kembali seperti keadaan semula. Hal tersebut berarti bahwa
kemampuan tumbuh dan berdiferensiasi tidak terbatas pada embrio saja
tetapi juga sampai dewasa bahkan sampai seumur hidup organisme
tersebut.
Dalam proses regenerasi polaritas akan selalu dipertahankan. Daya
regenerasi pada berbagai organisme tidak sama. Umumnya pada
invertebrata lebih tinggi kemampuannya daripada vertebrata, dan pada
mamalia biasanya hanya terbatas pada penyembuhan luka, bagian tubuh
yang lepas atau hilang tidak dapat tumbuh kembali.

12
Pada prinsipnya regenerasi berlangsung melalui dua cara, yaitu:
1. Epimorfosis (epimorsis), bila perbaikandisebabkan oleh proliferasi
jaringan baru yang disebut blastema di atas jaringan lama.
2. Morfalaksis (morfalaktis), bila perbaikan disebabkan karena terjadi
reorganisasi jaringan lama.

Regenerasi pada invertebrata


a. Hydra (Coelenterata)
Hydra dapat dipotong-potong sampai kecil sekali dan 1/200
bagian dari tubuhnya dapat menjadi individu baru yang sempurna.
Hewan ini memiliki sel induk yang menyebar merata di seluruh
tubuhnya. Pada Hydra, hanya terdapat satu jenis sel induk, yang dapat
melakukan segala pekerjaan dan fungsi. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Prof. Roland Peter, peneliti regenerasi biologi dari
Universitas Salzburg, menunjukan bahwa pada hydra, sekitar 40% sel
tubuhnya terdiri dari sel induk. Jadi, dalam penelitian tersebut
menunjukan bahwa hanya diperlukan sekitar 10.000 sel untuk
melakukan regenerasi secara lengkap menjadi seekor hydra yang
sempurna.
b. Planaria (platyhelminthes)
Planaria merupakan hewan yang paling tinggi daya
regenerasinya, 1/300 dari bagian tubuhnya dapat menjadi individu baru
yang sempurna. Misalnya apabila cacing gepeng itu dipotong dua
secara melintang, akan terbentuk dua cacing yang identik.
c. Echinodermata
Apabila seekor bintang laut kalau dicincang oleh nelayan lalu
dilemparkan lagi ke laut tiap cincangan kecil dapat lagi tumbuh jadi
individu baru. Teripang (Holothuroidea), bisa melepaskan sendiri alat-
alat dalamnya (misalnya alat pernapasan dan saluran pencernaan),
keluar lewat anus, untuk diganti dengan yang baru.
d. Annelida

13
Annelida mempunyai daya regenerasi terbatas, apabila
tubuhnya dipotong, maka setiap potongan tubuh tersebut dapat tumbuh
lagi menjadi individu baru yang sempurna, tetapi segmennya tidak
selengkap semula, alat genitalia tidak ikut beregenerasi. Pacet dan
lintah (Hirudinea) tidak beregenerasi.
Regenerasi pada vertebrata

a. Amfibi
Jenis amfibia yang sering digunakan sebagai objek studi regenerasi
adalah salamander dewasa dan larvanya, terutama spesies-spesies
Ambystoma dan Triturus, juga regenerasi anggota tubuh telah banyak
dilakukan pada tingkat larva anura terutama dari genus Rana dan Xenopus,
telah dipelajari secara seksama dan sekaligus merupakan subjek terkenal
dalam memperbaiki dan mempelajari regenerasi anggota tubuh. Menurut
Singer dalam Browder (1984), bahwa proses-proses yang terlibat dalam
regenerasi anggota tubuh Cristurus cristatus, setelah diamputasi meliputi
hal-hal sebagai berikut :
a. Periode penyembuhan luka
Tahap penyembuhan luka ini diawali dari tepi luka dengan
penyebaran epidermis dari tepi luka yang akan menutupi
permukaan yang terluka. Penyebarannya dengan cara gerakan
amoeboid sel-sel yang tidak melibatkan pembelahan mitosis sel.
Akan tetapi sekali penutupan selesaikan sel-sel epidermis
berproliferasi untuk menghasilkan masa sel yang berlapis-lapis dan
membentuk sebuah tudung berbentuk kerucut pada ujung anggota
badan. Struktur tersebut dikenal dengan “Apical epidermis cap”.
Waktu penyembuhan luka relatif cepat, namun tergantung juga
pada ukuran hewan yang beregenerasi dan ukuran luka serta
faktor-faktor eksternal seperti suhu. Pada salamander proses
penutupan luka setelah anggota badan diamputasi berlangsung
kira-kira satu atau dua hari.

14
b. Periode penghancuran jaringan (histolisis)
Setelah proses penutupan luka, proses lain yang sangat penting
dalam regenerasi adalah terjadinya dediferensiasi jaringan-jaringan
yang berdekatan dengan permukaan luka, dediferensiasi didahului
dengan histolisis jaringan-jaringan di dalam puntung secara besar-
besaran. Jaringan yang telah terdiferensiasi seperti otot, tulang
rawan, tulang ikat, matriks, interselulernya hancur dan melepaskan
individu sel-sel mesenkhim yang merupakan sel-sel awal dari
jaringan yng telah berdiferensiasi tersebut.
c. Periode pembentukan blastema
Sel-sel mesenkhim yang dilepaskan selama diferensiasi
tertimbun di bawah epidermis, sel-sel berproliferasi cepat dan
menyebabkan epidermis menjadi semakin menonjol. Masa sel-sel
mesenkhim ini dinamakan blastema regenerasi.
d. Diferensiasi dan morfogenesis
Jaringan pertama yang berdiferensiasi dari blastema adalah
tulang rawan. Mula-mula muncul pada ujung tulang sejati dan
terjadi penambahan secara progresif pada distal bagian ujungnya,
ketika konstruksi tulang menjadi sempurna rangka yang telah
beregenerasi berubah menjadi tulang. Berikutnya otot terbentuk
disekitar tulang rawan. Sedangkan pembuluh darah tidak jelas pada
tahap konstruksi awal, serabut saraf yang terpotong pada saat
amputasi segera aksonnya tumbuh ke daerah luka dan
merekontruksi pola-pola persarafan. Dibagian luar terjadi
perubahan bentuk puntung anggota yang semula menyerupai
kerucut, selanjutnya mulai memipih dorsoventral pada bagian
ujungnya, bagian pipih menunjukkan tanda-tanda jari awal yakni
korpus atau tarsus rudimen yang dinamakan plat kaki atau tangan.
Selanjutnya pola-pola pembentukan jari-jari yang progresif dimana
segera jari-jari sederhana muncul, terpisah satu sama lainnya.
Akhirnya anggota tubuh sempurna terbentuk dan berfungsi normal.

15
Gambar 6. Regenerasi pada Ambystoma mexicanum
b. Mamalia

Pada mamalia, termasuk manusia, daya regenerasinya kecil


sekali; hanya terbatas pada taraf histologis, tidak sampai anatomis.
Jaringan yang dapat beregenerasi ialah tulang, tulang rawan, otot,
saraf, jaringan ikat, dan juga beberapa kelenjar pencernaan seperti hati
dan pancreas (Yatim, 1984).

 Tulang
Proses penyembuhan pada tulang memakan waktu yang cukup
lama.Contohnya ketka terjadi patah tulang. Mula-mula darah
membeku di tempat patahan (fraktur). Disusul denga hancurnya
matriks tulang dan osteosit di tempat itu pun juga mati. Periosteum
dan endosteum sekitar patahan bereaksi, denga terjadinya
proliferasi fibroblastnya. Hasilnya terjadi penumpukan sel-sel di
celah patahan (Carlson, 1998).
Disusul dengan terbentuknya tulang rawan hialin di tempat itu.
Lantas terjadi ossifikasi secara endochondral dan membranous.
Trabeculae terbentuk di celah patahan, yang menghubungkan
kedua ujung patahan, disebut callus. Osifikasi berlangsung terus,
sampai celah terisi semua kembali dengan bahan tulang. Dalam
rangka penyembuhan patah tulang biasanya dilakukan penekanan
dari luar (berupa bilah papan). Ini menolong remodeling callus
sehingga kedua tepi patahan bertaut dengan rata oleh callus. Taraf

16
akhir, callus diresap dan diganti oleh tulang lamella (Carlson,
1998).
 Tulang Rawan
Tulang rawan sulit beregenerasi apabila suatu organisme telah
mencapai dewasa. Biasanya hasil regenarasi itu pun tidak
sesempurna seperti semula. Seperti halnya dengan penyembuhan
patah tulang, di sisi sel-sel fibroblast dari perichondrium masuk
patahan dan menghasilkan jaringan tulang rawan di situ. Jika
kerusakan tulang rawan itu besar, sel fibroblast di tempat patahan
membentuk jaringan ikat rapat (Jasin, 1984).
 Otot
Otot jantung kalau orang dewasa tak dapat beregenerasi. Kalau
terjadi kerusakan (seperti infarct jantung), bekas otot yang rusak
ditempati jaringan ikat berupa parut. Pada otot lurik regenerasi
dilakukan oleh sel satelit yang terletak bersebar di lamina basalis
yang menyelaputi serat otot. Ketika terjadi kerusakan, sel-sel satelit
sekitar kerrusakan jadi aktif dan berproliferasi, membentuk sel-sel
otot lurik baru. Otot polos dapat beregenerasi sendiri, dengan
melakukan motosis berulang-ulang untuk menggantikan yang
rusak (Yatim, 1984).

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Metamorfosis adalah suatu proses biologi dimana hewan secara
fisik mengalami perkembangan biologis setelah dilahirkan atau menetas.
Proses ini melibatkan perubahan bentuk atau struktur melalui
pertumbuhan sel dan diferensiasi sel. Perkembangan pada embrio insektas
ada tiga fase yaitu ametabola pada insekta tidak bersayap, hemimetabola
yaitu perkembangan sayap di luar dan hemimetabola yaitu perkembangan
sayap di dalam.
Metamorfosis amfibia dikenal dengan perubahan bentuk berudu
menjadi anak katak yang dapat diamati secara langsung yaitu pertumbuhan
kaki dan hilangnya ekor, lama kehidupan larva amfibia bervariasi. Proses
metamorfosis secara bertahap yaitu premetamorfosis, prometamorfosis,
metamorfosis, dan postmetamorfosis. Kecepatan metamorfosis
sipengaruhi oleh temperatur, makanan dan pengaruh hormon.
Regenerasi adalah memperbaiki kembali bagian tubuh yang rusak
atau lepas, kembali seperti keadaan semula. Hal tersebut berarti bahwa

18
kemampuan tumbuh dan berdiferensiasi tidak terbatas pada embrio saja
tetapi juga sampai dewasa bahkan sampai seumur hidup organisme
tersebut.
Dalam proses regenerasi polaritas akan selalu dipertahankan. Daya
regenerasi pada berbagai organisme tidak sama. Umumnya pada
invertebrata lebih tinggi kemampuannya daripada vertebrata, dan pada
mamalia biasanya hanya terbatas pada penyembuhan luka, bagian tubuh
yang lepas atau hilang tidak dapat tumbuh kembali.

19
DAFTAR PUSTAKA
Balinsky, B.I. 1976. An Introduction Embryology 4 th ed , W.B. saunders Co.
Philadelphia,London.
Browder, L.W. 1984. Developmental biology, 2 th ed, W.B. , London : Saunders.
Majumdar, N.N. 1985. Text Book of Vertebrae Embriology. New Delhi: Mc Graw
Hill Pusblishing Company Limited
Kalthoff, Klaus. 1996. Analysis of Biological Development New York: Mc
Graww
Hill.
Soeminto. 2000. Embriologi Vertebrata. Purwokerto: Fakultas Biologi UNSOED.
Sudarwati, 1990. Struktur Hewan. Bandung : Jurusan Biologi FMIPA ITB
Surjono. 2001. Proses Perkembangan Embrio. Jakarta: Universitas Terbuka
Tim Dosen. 2010. Struktur Perkembangan Hewan Medan : UNIMED.

20

Anda mungkin juga menyukai