“ ULAT HONGKONG “
Oleh :
AGUSTINO C1071171044
FAKULTAS PERTANIAN
PONTIANAK
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui budiaya ulat hongkong, serta
kendala dan prospek bisnisnya seperti apa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Siklus hidup ulat hongkong terdiri dari empat tahap, yaitu telur, larva, kepompong
(pupa) serta serangga dewasa dan siklus ini bisa berlangsung antara 3–4 bulan
(Purwakusuma, 2007) melalui proses matamorfosis sempurna (Enchanted Learning,
2007). Menurut Sastrodihardjo (1984), serangga yang mengalami metamorfosis sempurna
memiliki bentuk serangga muda (larva) sangat berbeda dengan serangga dewasa atau
imago. Diantara stadium larva dan dewasa terdapat stadium pupa. Pada stadium pupa
terjadi berbagai perubahan pada organ larva dan diganti dengan organ imago (dewasa)
meskipun beberapa organ larva masih ada yang terbawa menjadi organ imago.
Telur umumnya berbentuk seperti kacang dalam bentuk gerombol atau sendiri-
sendiri (Purwakusuma, 2007). Lyon (1991) menyatakan bahwa kumbang betina ulat
tepung dapat mengeluarkan telur sebanyak 275 butir selama 22-137 hari. Besarnya telur
serangga pada umumnya tidak melebihi 3,5 mm, sehingga seringkali tidak terlihat jelas
(Pracaya, 1995). Telur dari kumbang ulat tepung memiliki panjang sekitar 1,2 mm
(Paryadi, 2003). Kebanyakan telur serangga diletakkan dalam satu situasi dimana
mereka memberikan sejumlah perlindungan sehingga pada waktu menetas akan
mempunyai kondisi yang cocok bagi perkembangannya (Pracaya, 2007).
Larva ulat tepung memiliki bentuk seperti cacing, halus, keras, memanjang (Lyon,
1991), berwarna kuning terang dengan panjang badan sekitar 35 mm dan lebar 3 mm
(Hechunli, 2007). Larva tidak memiliki sayap, berbeda dengan nimfa pada proses
metamorfosis sederhana (Pracaya, 1995) dan biasanya mempunyai 13-15 segmen yang
berwarna coklat kekuning-kuningan (Salem, 2002). Umur larva biasanya berkisar antara
50-122 hari mulai dari awal menetas sampai sebelum menjadi pupa (Hechunli, 2007).
Setelah larva keluar dari telur, pertumbuhan selanjutnya akan terhalang oleh
dinding tubuh yang keras. Hal ini yang menyebabkan terjadinya pergantian kulit
(moulting) pada larva. Setelah berganti kulit, serangga akan bertambah besar dan
berubah bentuk (Sastrodihardjo, 1984). Larva akan mengalami moulting antara 9-20 kali
sebelum menjadi pupa (Lyon, 1991). Pergantian kulit pada serangga ditandai dengan
serangkaian kejadian fisiologis yang dikaitkan dengan proses apolisis dan ekdisis.
Apolisis secara khusus berkaitan dengan pelepasan secara bertahap epidermis
anteroseptor dari kutikula, sedangkan ekdisis berkaitan dengan pengguguran kutikula
lama (Hepburn, 1985).
Pupa merupakan salah satu tahapan hidup dari serangga yang mengalami
metamorfosis sempurna. Fase pupa biasanya disebut juga sebagai fase diam (Uen, 2007)
karena pada fase ini ulat berhenti makan dan jarang terlihat aktifitasnya, terkecuali jika
ada gangguan dari lingkungan. Ditambahkan oleh Purwakusuma (2007) bahwa meskipun
mereka terlihat tidak aktif, mereka akan tetap merespon berupa gerakan apabila disentuh,
biasanya berupa gerakan memutar. Salem (2002) menjelaskan bahwa selama dalam fase
pupa, terjadi perubahan dari larva menjadi dewasa.
Pupa dikenal juga sebagai fase yang terlihat tidak aktif dan tidak makan,
sehingga akan terjadi penurunan bobot badan karena banyaknya energi yang digunakan
untuk merombak struktur larva menjadi kumbang (Enchanted Learning, 2007). Lubis
(2006) menyebutkan bahwa pupa memiliki rataan bobot badan sekitar 0,1348 g/ekor.
Pada tahapan pupa, dibutuhkan waktu sekitar 7-24 hari sampai akhirnya pupa menjadi
kumbang (Lyon, 1991). Akan tetapi, lamanya periode pupa juga bisa mencapai 30 hari
pada suhu 15°C, 9 hari pada suhu 25°C dan 6 hari pada 35°C (Wikipedia, 2007b).
Culin (2008) menjelaskan bahwa dengan semakin rendah suhu lingkungan, maka
pertumbuhan ulat tepung akan lambat, bahkan bisa mencapai enam bulan. Dengan
demikian, adanya perbedaan suhu dapat mempengaruhi lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk satu siklus pertumbuhan.
BAB III
PEMBAHASAN
dari kapasnya.
3. Perkawinan
Ulat hongkong adalah hasil dari perkawinan kumbang T.molitor yang memiliki tiga
tahapan. Tahap :
pertama, jantan mengejar betina sampai betina kelelahan.
Kemudian kumbang jantan menaiki betina dan membengkokkan abdomen
bagian belakangnya ke bawah tubuh betina.
Tahap terakhir dari perkawinan adalah disekresikannya sperma oleh kumbang
jantan ke organ kelamin betina. Lama waktu perkawinan pada kumbang T
molitor yaitu berkisar antara 45-120 detik (Worden dan Parker 2001).
5. Pakan
A. Pakan untuk ulat bibit
Untuk satu kotak beri makanan sekitar 500 gr, dengan interval waktu 4
hari sekali. Atau apabila makanan sudah benar-benar bersih, dengan
cara dikepal-kepal menjadi 3 bagian. Gunanya supaya kepompong
yang ada, tidak tertimbun makanan karena apabila hal ini terjadi
kepompong akan busuk.
Selain ampas tahu dan dedak, makanan sebaiknya dicampur dengan
tepung tulang atau pur, tujuannya agar kepompong besar-besar.
Pemberian pakan untuk kumbang, jangan terlalu banyak dan caranya
disebar merata sekitar 100 gr sekali makan per 3 hari sekali.
B. Pakan untuk ulat kecil
Apabila ulat masih ada dalam kapas, sebaiknya pemberian pakan
dengan sayuran sosin, capcay atau selada, cabut maksimal 4 lembar
sampai habis, dan sayuran tersebut dijemur dulu sampai setengah
kering.
Apabila makanan biasa, ukurannya 100 gr dan disebar tunggu sampai
makanan itu habis, baru diberi lagi.
Apabila ulat sudah terpisah dari kapas, pemberian pakan sekitar 1 kg,
dengan cara dikepal dan sebagian disebar merata. Sedangkan untuk
ulat kecil, satu kotak sekitar 2 kg dengan ukuran ulat panjang 6 mm
dan diameternya 1,5 mm (umur 30 – 60 hari).
Untuk ulat dewasa (umur 60 – 90 hari), pemberian pakan 1,5 kg
sampai dengan 2 kg per kotak, dengan cara dikepal dan disebar sedikit
6. Penyakit
A. Ciri-ciri ulat yang terkena penyakit dan penanggulangannya:
Kulit ulat kuning kehitam-hitaman.Jangan terlalu banyak diberi makan
dari daun-daunan, dan jangan terlalu banyak diberi dedak.
Ulat mati berwarna merah. Apabila hal ini terjadi, maka
pencegahannya adalah pemberian pakan tidak terlalu basah. Hal ini
harus segera diatasi karena penyakit ini selain menular menyerang
dengan cepat.
Ulat mati berwarna hitam Hal ini terjadi apabila pemberian makanan
disebar, biasanya terjadi pada ulat dewasa usia 1 sampai 3 bulan, maka
alangkah baik pemberian makanannya dilakukan secara dikepal-kepal.
7. Prospek bisnis
Pemasaran dilakukan dengan jasa orang ketiga sebagai distributor. Hal ini
dilakukan untuk menghemat biaya dan mempermudah pembayaran. Produk yang
dipasarkan ada 3 Jenis yakni Ulat Hongkong sebagai Pakan
Sampingan/Suplemen Burung, Ulat Hongkong Sebagai Pakan
Sampingan/Suplemen Ikan Hias, dan Ulat Hongkong Sebagai pakan
Sampingan/Suplemen Udang. Ulat Jenis Ini Berukuran 3 cm dengan berat rata-rata
150 mg. Daerah yang banyak permintaan terhadap Ulat Hongkong ini antara lain
Kudus dan Malang.
Ulat yang dikonsumsi ikan hias mempunyai perlakuan yang berbeda yakni Ulat
yang diberikan setelah ada manipulasi dengan Nutrisi tertentu. Seperti beta karoten
yang terdapat dalam wortel. Ulat untuk ikan hias biasanya berukuran lebih kecil
Yakni berukuran 2 cm dengan berat rata-rata 100 mg Daerah yang banyak permintaan
terhadap Ulat Hongkong ini antara lain Bali. Udang yang mengkonsumsi yakni Udang
Windu. Ulat Untuk udang windu biasanya berukuran paling besar yakni berukuran 3,5
cm dengan berat rata-rata 170 mg dengan usia sekitar 3 ½ bulan dan warnanya cukup
gelap. Daerah Yang banyak permintaan terhadap Ulat Hongkong ini adalah
Semarang. Profit Usaha mengalami penurunan harga karena kendala adanya kematian
yang disebabkan oleh iklim yang kurang mendukung. Namun tidak terlalu signifikan
dengan Grafik Keuntungan yang tetap naik. Hasil panen Sekitar 90 Kg. jumlah ini
berkurang dari harapan panen mencapai lebih dari 100 Kg.
Gambar ulat hongkong ( larva atau mealworm ) untuk manusia dan hewan
peliharaan.
8. Perkandangan
Usahakan untuk tempat/bangunan peternakan ini, terbuat secara permanen atau
terbuat dari tembok sekelilingnya. Tujuannya, agar terhindar dari tikus atau hama
semut. Atap terbuat dari enternit serta 95% bangunan tertutup. Lantai terbuat dari
tembok atau ubin. Suhu sangat mempengaruhi pertumbuhan ulat. Usahakan suhu
dalam ruangan, tetap antara 29 – 30 0C dan selalu lembab, artinya tidak terlalu dingin
dan tidak terlalu panas. Suhu tersebut, merupakan suhu terbaik untuk ternak ini.
daya ulat hongkong langkahnya cukup mudah yang diperlukan hanyalah
ketelatenan dan bisa dilakukan di rumah
Siapkan kandang pemeliharaan berupa papan triplek, atau bisa dengan nampan
plastik. Ukuran sesuaikan dengan kebutuhan. Jika memakai triplek atau papan
sudut-sudut diberi lakban agar ulat tidak kabur.
Siapkan media pemeliharaan berupa campuran dedak halus(Polard) dan ampas
tahu kering, bisa dibeli di toko pakan ternak.
Telur ulat hongkong yang dibeli dari peternak, atau bisa membeli ulat
hongkong kemudian dibudidayakan hingga menjadi serangga dan kemudian
bertelur.
Makanan ulat hongkong bisa diberikan limbah sayuran, timun, pepaya,jipang
dan bahan makanan lainnya yang mengandung banyak air.
Kunci budidaya ulat hongkong ini adalah ketelatenan dalam melakukan
pemeliharaan. Jika tidak teliti terkadang ada hama sejenis ulat hongkong yang
berukuran lebih kecil numpang hidup pada media, namun ulat kecil ini bersifat
kanibal dan memakan ulat-ulat hongkong yang lain sehingga produksi
menurun. Biasanya ulat jenis ini datang dari media dedak halus dan dari
lingkungan sekitar.
9. Daerah Perkembangan
Budidaya ulat hongkong tidak begitu rumit. Asal lokasinya cocok dan
pakannya mencukupi, ternak ulat ini sudah bisa dipanen dalam waktu sekitar tiga
bulan.
Karena masa panennya cepat, banyak orang tertarik membudidayakan ulat hongkong.
Namun, peternak kerap terkendala pemilihan lokasi yang kurang pas buat budidaya.
Pasalnya, ulat ini hanya cocok dikembangkan di daerah dataran tinggi dengan
ketinggian sekitar 700 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Hari Wibowo, peternak ulat hongkong di Wajak, Jawa Timur mengatakan,
ulat hongkong berkembang dengan maksimal jika diternakkan pada suhu 28 hingga
31derajat celcius.Makanya, tidak semua daerah di Indonesia cocok untuk beternak
ulat hongkong. “Sebenarnya ada juga yang beternak ulat hongkong di Bandung,
Cilacap, dan Solo tapi biaya produksi lebih tinggi karena mereka harus menyesuaikan
kandang dengan suhu dataran tinggi,” ujarnya.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa cara membudidayakan ulat hongkong sangat
mudah, yang diperlukan hanyalah ketelatenan, budidaya ulat hongkong tidak
begitu rumit. Asal lokasinya cocok dan pakannya mencukupi, ternak ulat ini
sudah bisa dipanen dalam waktu sekitar tiga bulan. Karena masa panennya
cepat, banyak orang tertarik membudidayakan ulat hongkong. Namun,
peternak kerap terkendala pemilihan lokasi yang kurang pas buat budidaya.
Pasalnya, ulat ini hanya cocok dikembangkan di daerah dataran tinggi dengan
ketinggian sekitar 700 meter di atas permukaan laut
B. SARAN
Adapun saran dari makalah ini, semoga para pembaca dapat melihat
peluang beternak ulat hongkong karena prospek bisnisnya lumayan
menguntungkan dan cara budidayanya juga sangat mudah.
DAFTAR PUSTAKA