Anda di halaman 1dari 23

PEWARNAAN ENDOSPORA

LAPORAN PRAKTIKUM
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Mikrobiologi
Yang dibina oleh Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si., M.Si dan Kennis Rozana, S.Pd., M.Si.

Disusun Oleh :
Khusnul Khotimah (200241617323)
Mey Ayunda Miftakhul Jannah (190341621662)
Nur Ita Veramasari (190341621620)
Sansan Hastuti Ningrum (190341621629)
Shabrina Laili (190341621609)
Kelompok 5 / Offering B 2019

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BIOLOGI
Maret 2021
A. Topik

Pewarnaan endospora

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui teknik pewarnaan spora bakteri
2. Untuk memperoleh ketrampilan melakukan pewarnaan endospora bakteri
3. Untuk mengetahui ada atau tidaknya endospora bakteri.

C. Dasar Teori
Mikroorganisme merupakan makhluk yang berukuran beberapa mikron atau
lebih kecil lagi dan tidak dapat dilihat oleh mata secara langsung. Mikroorganisme
yang ada di alam mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang khas. Salah satu
mikroorganisme dalam kajian mikrobiologi yakni, bakteri, endospora, jamur dan lain
sebagainya (Dwidjoseputro, 2020). Beberapa jenis bakteri tertentu dapat membentuk
adanya spora. Spora merupakan hasil tubuh vegetative bakteri tersebut yang berada di
bagian tengah (central), ujung (terminal) ataupun berada dalam tepian sel dan bersifat
tahan terhadap tekanan fisik maupun kimiawi. Spora adalah tubuh bakteri yang secara
metabolik mengalami dormansi yang dihasilkan pada fase lanjut dalam pertumbuhan
sel bakteri yang sama seperti asalnya yaitu sel vegetative.
Terdapat dua genus bakteri yang dapat membentuk endospora, endospora
dapat diartikan sebagai endo yakni dalam dan spora yakni spora yang terbentuk
didalam tubuh. Endospora merupakan sel yang mengalami dehidrasi dengan dinding
yang mengalami penebalan serta memiliki beberapa lapisan tambahan (Santoso,
2010). Endospora dibentuk secara endogenous di dalam sel dan umunya dihasilkan
oleh biakan-biakan sel tua. Spora dapat ditemukan pada sel-sel bakteri tunggal
sebagai endspora. Endospora memiliki selubung spora yang sangat kokoh dan tidak
dapat dipenetrasi dan memiliki cukup materi untuk memastikan kesintasan dan
keampuannya dalam berkembang menjadi sel bakteri baru (Fried dan Hademenos,
2006).
Pengamatan pada endospora tidak bisa dilihat dengan mata secara langsung
karena dilihat dari ukurannya dan mengalami penebalan dinding, tentunya dilakukan
dengan alat-alat yang memadahi yaitu mikroskop dan perlu adanya pewarnaan
terhadap bakteri. Dengan tujuan untuk mempermudah dalam mengamati sel-sel yang
berukuran kecil menjadi jelas dengan pewarnaan tertentu (Levine, 2000). Pewarnaan
endospora hanya dapat dilakukan dengan pewarnaan tertentu yang dapat menembus
dinding sel spora dan apabila telah diwarnai, pada endospora warna akan sulit
dihilangkan. Malachite green merupakan pewarna pertama yang digunakan untuk
mewarnai endopora yang bersifat pewarna kuat dan dapat berpenetrasi ke dalam
endsopora (Fardiaz, 2001). Pewarna yang digunakan dalam pengamatan endospora
umumnya bersifat alkalin yaitu dengan cara pewarnaan sederhana tanpa dilakukan
beberapa tahapan (Hadiotomo, 2000).
D. Alat dan Bahan
Alat :
1. Mikroskop 7. Pinset
2. Kaca benda 8. Botol penyemprot
3. Lampu spiritus 9. Jarum inokulasi ujung
4. Mangkuk pewarna berkolong
5. Kawat penyangga 10. Jarum inokulasi ujung lurus
6. Pipet

Bahan:
1. Biakan murni bakteri 6. Alkohol 70%
2. Aquades steril 7. Lisol
3. Larutan hijau malakit 5% 8. Sabun cuci
4. Larutan safranin 0,5% 9. Korek api
5. Kertas lensa 10. Lap
E. Prosedur Kerja

Disediakan kaca benda yang bersih, lalu dilewatkan di atas nyala api lampu
spiritus

Diteteskan setetes aquades steril di atas kaca benda tersebut


Secara aseptik diambil inokulum bakteri yang akan diperiksa, lalu
diletakkan di atas tetesan aquades tersebut. Kemudian diratakan perlahan-
lahan dan ditunggu sampai mengering

Diteteskan larutan Hijau Malakit di atas sediaan itu, lalu dipanaskan di atas
nyala api lampu spiritus selama 3 menit. Sediaan dijaga agar tidak sampai
mendidih atau mongering. Jika mengering ditambahkan tetesan larutan
hijau malakit.

Sediaan aseptik diambil inoculum bakteri yang akan diperiksa, lalu diletakkan di
atas tetesan aquades tersebut. Kemudian diratakan perlahan-lahan dan ditunggu
sampai mongering.

Kelebihan larutan hijau malakit dicuci dengan air kran dalam botol
penyemprot

Larutan safranin diteteskan di atas sediaan, lalu dibiarkan selama 3


menit

Kelebihan larutan safranin pada sediaan itu dicuci


Sediaan dikeringkan dengan kertas penghisap dan diamati di bawah
mikroskop

F. Hasil Pengamatan

No Ada Bentuk Letak Gambar


atau
tidak
adanya
spora
1. Ada Oval Sentral sel
spora

Endospora dari Bacillus subtilis


Sumber :
(Cappucino, J.G. & Sherman, N. 1992)

2. Ada Bulat Ujung sel


spora

Endospora dari Clostridium


botulinum
Sumber :
(https://phil.cdc .gov/details_linke
d.aspx?pid=2132

G. Analisis
Praktikum kali ini adalah praktikum mengenai pengamtan spora. Berdasarkan
hasil pengamatan dari praktikum yang dilakukan, terdapat dua jenis bakteri yang
ditemukan. Bakkteri yang pertama adalah bakteri Bacillus subtilis dan bakteri yang
kedua adalah bakteri Clostridium botulinum. Bentuk sel dan letak ditemukannya
bakteri Bacillus subtilis dan Clostridium botulinum berbeda-beda.
Bakteri Bacillus subtilis memiliki bentuk sel yang oval. Bakteri Bacillus
subtilis ditemukan di daerah sentral sel. Sedangkan pada bakteri Clostridium
botulinum ditemukan pada daerah ujung sel. Bentuk sel dari Clostridium botulinum
adalah bentuk sel yang bulat. Berdasarkan dari ada tidaknya spora, pada kedua bakteri
yang diamati pada praktikum ditemukan adanya spora.

H. Pembahasan
Endospora adalah bentuk inaktif dari sel vegetatif yang dihasilkan ketika
lingkungan sekitar bakteri kurang menguntungkan dan hanya terdapat sedikit nutrisi.
Proses pembentukan spora disebut sporogenesis. Ketika hanya terdapat sedikit nutrisi
pada lingkungan sekitar bakteri, maka reseptor sel akan mengirimkan sinyal untuk
melakukan sporogenesis untuk dapat bertahan hidup dan melestarikan keturunannya
dengan menghasilkan endospora. Endospora hanya berisi material genetik tanpa
adanya protein yang berperan dalam proses metabolisme. Endospora tersusun dari
eksosporium, spore coat, korteks, core wall, dan materi DNA (Muwarni, 2015).
Berdasarkan titik awal pembentukan endospora, terdapat tiga macam yaitu terminal
endospora, subterminal endospora, dan central endospora. Terminal endospora adalah
pembentukan endospora yang dimulai dari ujung sel. Subterminal endospora adalah
pembentukan endospora yang dimulai di dekat ujung sel. Central endospora:
pembentukan endospora yang dimulai dari tengah sel.
Endospora menggunakan metode pewarnaan diferensial karena terdapat dua
jenis pewarna yang digunakan yaitu malachite green dan safranin. Endospora
memiliki struktur asam deaminofemilat yang tebal dan bergandeng gandeng yang
disetiap sambungannya terdapat kalsium yang bersifat memperkuat dinding
endospora. Ketika dipanaskan struktur asam deaminofemilat akan renggang sehingga
malachite green dapat masuk di antara struktur tersebut (Lestari, et al., 2018).
Prosedur pewarnaan endospora diawali dengan menyiapkan bakterial smears
yang diletakkan di atas kaca benda, lalu dipanaskan di atas uap air mendidih agar
endospora mampu menyerap pewarna. Kemudian ditetesi 1-2 tetes malachite green
kemudian diratakan. Selanjutnya dicuci dengan air mengalir. Saat dicuci dengan air
mengalir, spore coat akan berikatan dengan malachite green, sedangkan di antara
peptidoglikan dan malachite green tidak terjadi ikatan sehingga malachite green akan
luruh bersama air mengalir. Kemudian ditetesi dengan pewarna safranin sebagai
pembanding pewarna malachite green. Setelah semua pewarna diteteskan, cuci
dengan air mengalir karena tidak terjadi ikatan kuat antara pewarna dan endospora
sehingga tidak perlu dicuci dengan alkohol 95-100%. Terakhir, keringkan dengan
ditepuk ringan menggunakan kertas penghisap untuk kemudian diamati di bawah
mikroskop (Capuccino dan Sherman. 1992).
Hasil pewarnaan endospora yaitu bakteri berwarna merah karena berikatan
dengan safranin dan tidak mengikat malachite green. Sedangkan endospora berwarna
hijau karena berikatan dengan malachite green dan tidak berikatan dengan safranin.
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa endospora dari Bacillus subtilis
berbentuk oval dan titik awal pertumbuhan endospora berada di sentral sel atau tengah
sel. Sedangkan endospora dari Clostridium botulinum berbentuk bulat dan titik awal
pertumbuhan endosporanya berada di ujung sel atau terminal endospora.

I. Daftar Rujukan

Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi revisi. Binarupa Aksara publishers. Jakarta.

Cappucino, J.G. & Sherman, N. 1992. Microbiology: A Laboratory Manual. California


USA:

Dwijoseputro, D. 2020. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Fardiaz,S.2001. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.


Fried, George H., dan George J. Hademenos. 2006. Schaums Outlines of Theory and
Problems of Biology Second Edition. Mc-Graw Hill Companies. New York.

Lestari, L. A., Utami, T., Nurviani, S. 2018. Dasar-dasar Mikrobiologi Makanan


.Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Levine, M. 2000. An Introduction to Laboratory Technique in Bacteriology. McMillan


Company, New York.

Hadiotomo, Ratna Siri., 2000. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : Pt Gramedia.

Muwarni, S. 2015. Dasar-dasar Mikrobiologi Veteriner. Malang: UB Press.

Syahrurachman A, Chatim A, Soebandrio A, Karuniawati A, Santoso A, Harun B. 2010.


Buku

The Benjamin Cummings Publishing Company Inc. Public Health Image Library (PHIL).
1978. Tersedia di https://phil.cdc .gov/details_linke d.aspx?pid=2132 . (Online,
diakses pada Maret 2021).
PENGAMATAN LICHEN

LAPORAN PRAKTIKUM

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Mikrobiologi

Yang dibina oleh Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si., M.Si dan Kennis Rozana, S.Pd., M.Si.

Disusun Oleh :

Khusnul Khotimah (200241617323)

Mey Ayunda Miftakhul Jannah (190341621662)

Nur Ita Veramasari (190341621620)

Sansan Hastuti Ningrum (190341621629)

Shabrina Laili (190341621609)

Kelompok 5 / Offering B 2019

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BIOLOGI

Maret 2021
A. Topik

Pengamatan Lichen

B. Tujuan

1. Mengetahui struktur anatomi lichen

2. Mengetahui hubungan antara lichen dan lumut kerak

C. Dasar Teori

Lichen tumbuh epifit pada batang pohon. Lichen adalah salah satu organisme yang
berfungsi untuk penyerap zat kimia dari polusi udara yang merugukan manusia, lichen bersifat
sensitif terhadap polusi udara sehingga sering digunakan sebagai bioindikator untuk melihat
tingkat lingkungan pencemaran udara. Lichen berperan komponen ekosistem lainnya, namun
tumbuhnya lichen sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan, yaitu tingkat pencemaran udara
pada suatu wilayah. Ketika suatu lingkungan jauh dari polusi udara, maka keanekaragaman
spesies lichen meningkat. Lichen adalah organisme yang muncul dari simbiosis mutualistik
dan helotisme antara jamur dan alga sehingga membentuk suatu morfologi yang berbeda
dengan spesies yang merupakan komponen penyusunnya. Alga mempunyai klorofil yang
berperan dalam proses fotosintesis pada lichen sedangkan fungi berperan dalam mengambil air
dan mineral dari lingkungan. Helotisme yaitu fungi bersifat parasit terhadap alga disebabkan
hanya fungi yang memiliki alat reproduksi yaitu badan buah (thallus) (Pratama dan Trianto,
2020).

Struktur morfologi lichen dapat dipelajari pada spesies foliase yang mempunyai empat
bagian tubuh yang terlihat jelas, yaitu; pertama, korteks bagian atas berbentuk jalinan padat
hifa jamur (pseudoparenchyma) yang berisi material gelatin berfungsi sebagai pelindung
karena strukturnya yang tebal. Kedua, daerah alga yang terletak di permukaan thallus namun
di bawah korteks atas. Daerah alga terdiri dari lapisan biru hijau jalinan hifa yang longgar yang
diantaranya ada sejumlah sel hijau, yaitu Gleocapsa, Nostoc, Rivularia dan Chrorella. Ketiga,
medula, disusun oleh lapisan jalinan hifa yang luas dan longgar. Keempat, korteks bawah
umumnya disebut akar lichen (rhizines) yang melekat pada substratnya,namun ada beberapa
yang tidak memiliki rhizines yang digantikan oleh lembaran tipis hypothallus sebagai proteksi.
Hidup lichen sangat bergantung pada inangnya. Akan tetapi, lichen tidak bersifat parasit namun
lichen mengambil makanannya dari udara bebas. Kelembaban udara yang tinggi mengandung
air di udara yang tinggi pula. Air di atmosfer diserap oleh lichen untuk pertumbuhan lichen,
dan proses fotosintesis yang membutuhkan cahaya matahari (Muvidha, 2020).

Simbiosis dalam lichen sangat kompleks yang mana terjadi saling mengeksploitasi
dibandingkan saling menguntungkan. Lichen dapat bertahan dalam lingkungan saat tidak ada
fungi atau alga yang mampu hidup tanpa bersimbiosis. Fungi tidak mampu hidup individual
dan beberapa alga lichen ada yang hidup bebas. Lichen merupakan pionir penting di permukaan
tanah serta batuan yang mengalami kebakaran dan bekas aliran lahar panas gunung berapi.
Lichen dapat bertahan hidup di udara yang sangat dingin misalnya tundra arktik, saat kumpulan
karibou dan menjangan mencari rumput pada hamparan lichen reindeer saat tertentu (Campbell,
et al., 2016).

Lichen sangat peka pada polusi di atmosfir. Lichen tidak memiliki akar, dan menyerap
banyak bahan untuk metabolisme langsung dari atmosfer dan uap air di udara bebas. Sehingga
lichen sangat sensitif terhadap polusi udara dan hujan asam dikarenakan lichen tidak mampu
mengeluarkan polutan yang ikut masuk ke dalam tubuhnya sehingga polutan menumpuk.
Ilmuwan menggunakan lichen di sekitar sumber polusi untuk mengetahui tingkat dan sejauh
mana polusi telah menyebar. Hal ini dilakukan karena menggunakan lichen sebagai
bioindikator lebih mudah dan murah dari pada indikator fisika-kimia (Husamah dan
Rahardjanto, 2019).

Tumbuhan epifit hidup menempel pada permukaan tumbuhan lain yang ukurannya
lebih besar dari pada tumbuhan epifit untuk dijadikan sebagai penopang sehingga akarnya tidak
menempati tanah. Tumbuhan epifit seperti lichen tidak bersifat parasite. Tumbuhan epifit
mampu hidup soliter atau bentuk koloni. Bentuk koloni tumbuh dan berkembang di permukaan
cabang dan batang pohon yang ditumpanginya. Lichenes (lumut kerak) merupakan tumbuhan
perintis yang berperan dalam proses pembentukan material tanah. Lichen mampu bertahan
ketika kekurangan air dalam waktu tertentu (Nazira, et al., 2020).
D. Alat dan Bahan

Alat :

1. Buku
2. Pinset
3. Kantong plastic
4. DO meter
5. Pengukur pH/ pH meter
6. Refraktometer
7. Petridish
8. Autoclave
9. Pastle
10. Microwave
11. Stomacher
12. Aluminium foil
13. Magret
14. Timbangan analitik
15. Mikroskop
16. Pisau
17. Laeptophenol
18. Caliper
19. Alat penyemprot
20. Kaca pembesar
21. Termohygrometer
22. Kamera
Bahan :

1. Formalin 4%
2. Kertas label
3. Kertas tissue

Prosedur Kerja :

1. Pengamatan secara makroskopis

Diambil 5 titik sampel dan ditentukan persentase lichen yang ada pada masing-
masing titik

Dibuat grafik yang menunjukkan sumbu x merupakan persentase lichen yang


didapat dan sumbu y adalah jarak masing-masing stasiun

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk pengamatan

Dilakukan pengamatan morfologi lichen dan pemngambilan sampel lichen

Diamati faktor abiotic yang meliputi pengamatan suhu dan kelembapan udara di 3
titik berbeda pada setiap lokasi pengamatan saat cuaca sedang cerah
Didokumentasikan hasil yang telah didapat dari hasil pengamatan

Diambil sampel dengan menggunakan pinset kemudian di semprotkan formalin


4% dan dimasukkan ke dalam plastik

2. Cara menumbuhkan jamur dan alga dan identifikasinya

Diambil sampel secara langsung pada budidaya alga laut di tempat yang berbeda

Diambil sampel berdasarkan umur penamanam atau pemeliharaan alga laut mulai
dari 25 hari, 35 hari, dan 45 hari

Dimasukkan sampel ke dalam kantong plastic dan diisi air laut untuk menjaga
kesegarannya

Dibersihkan ampel setelah sampai di laboratorium dengan cara dicuci


menggunakan air tawar dan dibilas dengan air suling
Ditimbang setelah tumbuh jamur yang tidak teratur dari setiap sampel sebanyak
10 gram

Disiapkan media untuk membuat substrat halus

Dituang ke dalam plastic yang berisi alga laut murni kemudian dikocok dengan
stomacher dan dimasukkan ke dalam cangkir berisi oborut dextrose (SDA)

Diinkubasi media kultur selama 5 hari dengan suhu 280°C dan ditunggu hingga
jamur tumbuh

Dipetik jamur menggunakan pisau dan pinset dan siap untuk diamati

Diidentifikasi jamur yang dilihat dari mikroskop


E. Hasil Pengamatan

1. Pengamatan secara makroskopis

No. Nama Spesies Gambar Keterangan


1. Dirinaria sp. Thalus lichen
bertipe foliose,
permukaan atas
talus berwarna
hijau abu-abu,
putih abu-abu,
dan berbentuk
tidak teratur.
Morfologi talus
membundar,
substrat tumbuh
di kulit batang
phpn, kayu, dan
batu yang
bersifat asam
atau lumut.
Lobus atas dan
bawah
corticated dan
lapisan bawah
memiliki warna
gelap.
2. Grapis sp. Thalus bertipe
crustose dengan
permukaan
berwarna putih,
abu-abu pucat
atau krem
bahkan hitam.
Hidup di kulit
pohon dan
memiliki ciri
khas berbentuk
askokarp linier,
elongate, tidak
teratur,
memanjang atau
berbentuk unik.
3. Lecidella elaeochroma Thalus bertipe
crustose atau
kerak dengan
ketebalan
sekitar 0,5 mm
dengan
permukaan
berwarna
kuning, kuning
keabuan hingga
hitam, hijau, dan
permukaan agak
halus.

2. Cara menumbuhkan jamur dan alga dan identifikasi jamur

No Nama Spesies Gambar Keterangan


1. Rhizopus sp. Miselium
berbentuk seperti
kapas dari
sporangiofor
berwarna gelap,
hidup saprofit
dan
menghasilkan
spora
2. Aureobasidium puttulans Banyak
ditemukan di
tanah, air, danau,
tumbuhan dan
kayu dan hidup
bersimbiosis.
3. Fusarium sp. Bersifat patogen
pada organisme
laut.

4. Mucor sp. Jamur dimorfik


dengan
perubahan
bentuk filament
menjadi khamir,
termasuk jamur
menguntungkan.

F. Analisis Data

Pada praktikum kali ini yakni praktikum pengamatan lichen. Berdasarkan hasil yang di
dapat secara makroskopis, bentuk lichen yang diamati adalah Dirinaria sp. Grapis sp. dan
Lecidella elaeochroma. Dirinaria sp. ditemukan dengan bentuk thalus lichen bertipe foliose,
permukaan atas talus bewarna hijau abu-abu, putih abu-abu dan berbentuk tidak teratur. Grapis
sp. ditemukan dengan thalus bertipe crustose dengan permukaan bewarna putih, abu-abu pucat
atau krem bahkan hitam. Sedangkan Lecidella elaeochroma ditemukan dengan thalus bertipe
crustose atau kerak dengan ketebalan sekitar 0,5 mm dengan permukaan bewarna kuning,
kuning keabuan hingga hitam, hijau, dan permukaan agak halus.
Secara mikroskopis identifikasi bagian-bagian lichen yang diamati adalah lapisan dari
hifa, fungi dan alga. Berdasarkan hasil yang didapat, adapun jenis-jenis jamur yang
diidentifikasi yakni, Rhizopus sp. Aureobasidium puttulans, Fusarium sp. dan Mucor sp.
Rhizopus sp. memiliki miselium berbentuk seperti kapas dari sporangiofor bewarna gelap,
hidup saprofit dan menghasilkan spora. Aureobasidium puttulans merupakan jenis jamur yang
banyak ditemukan di tanah, air, danau, tumbuhan dan kayu dan hidup bersimbiosis. Fusarium
sp. bersifat pathogen pada organisme laut. Sedangkan Mucor sp. merupakan jamur dimorfik
dengan perubahan bentuk filament menjadi khamir.

G. Pembahasan

Lichenes merupakan asosiasi antara fungi dan simbion fotosintetik berupa alga atau
cyanobacteria, sehingga tubuh lichens tersusun dari alga (biasanya yang tergolong dalam
Cyanophyceae atau Chlorophyceae) dan fungi (Ascomycetes atau Basidiomycetes). Fungi yang
menyusun Lichenes disebut mikobion, sedangkan alga yang menyusunnya disebut fikobion.
Fikobion dapat berupa ganggang hijau atau ganggang hijau-biru baik yang uniseluler maupun
yang berfilamen (Tjitrosono, 1983).

Kebanyakan cendawan yang ikut menyusun Lichenes digolongkan ke dalam


Ascomycetes terutama Discomycetales, hanya kadang-kadang Pyrenomycetales. Selain itu
Basidiomycetes juga dimungkinkan mengambil bagian dalam pembentukan lichenes. Alga
yang ikut menyusun tubuh lichenes disebut gonidium, dapat bersel tunggal atau berupa koloni.
Kebanyakan gonidium adalah ganggang biru (Cyanophyceae) antara lain Chroococcus dan
Nostoc, kadang-kadang juga ganggang hijau (Chlorophyceae) misalnya Cystococcus dan
Trentopohlia (Tjitrosoepomo, 1981).

Lichenes cenderung meningkatkan kemampuan fungi ataupun alga untuk bertahan


hidup terhadap kondisi lingkungan yang kurang sesuai karena dalam hal struktur talus, fisiologi
dan sintesis senyawa kimia Lichenes berbeda dengan fungi atau alga penyusunnya (Susilawati,
2017). Tubuh Lichenes dinamakan dengan thallus, memiliki peran yang sangat penting untuk
identifikasi. Sebagian besar dari berbagai macam tumbuhan ini terdiri dari hifa cendawan yang
terjalin rapat. Hifa khusus yaitu rizoid berfungsi sebagai pelekat pada batu, kayu, atau tanah.
Talusnya seperti spons dan menyerap air hujan dan partikel yang terbawa angin. Alga
memperoleh air dan unsur esensial dari cendawan, dan sebaliknya alga memberikan makanan
hasil fotosintesis kepada komponen cendawannya (Tjitrosono,1983).
Berdasarkan morfologi talusnya, Lichenes dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok
utama, yaitu crustose (seperti kerak), foliose (seperti daun) dan fruticose (seperti semak).
Bentuk talus fruticose mirip rumput silinder/pipih sedangkan foliose menyerupai daun yang
berlobus-lobus. Kedua tipe talus tersebut relatif tidak toleran terhadap habitat yang tidak sesuai
sehingga hanya dijumpai pada kondisi lingkungan tertentu saja. Crustose memiliki thallus
berukuran kecil, datar, tipis dan selalu melekat pada permukaan kulit batang pohon, batu, atau
tanah. Pengambilan sampel jenis ini bersifat destruktif terhadap struktur thallus karena thallus
bersifat sangat melekat pada substrat, contoh Genus Graphis. Foliose merupakan thallus yang
memiliki lobus, menyerupai pita dengan banyak cabang. Thallus tumbuh tegak dan atau
menggantung pada batu, daun–daunan atau cabang pohon, contoh Genus Physcia. Fruticose
merupakan Lichenes yang memiliki thallus berupa semak dan memiliki banyak cabang dengan
bentuk seperti pita. Thallus tumbuh tegak atau menggantung pada batu, daun-daunan atau
cabang pohon. Tidak terdapat perbedaan antara permukaan atas dan bawah (Roziaty & Utari,
2017).

Berdasarkan cendawan yang menyusunnya, Menurut Tjitrosoepomo (1981) Lichenes


dibedakan dalam dua kelas, yaitu Ascolichenes dan Basidiolichenes. Lichenes yang termasuk
ke dalam kelas Ascolichenes jika cendawan yang menyusunnya tergolong dalam
Pyrenomycetales, maka tubuh buah yang dihasilkan berupa peritesium. Misalnya
Dermatocarpon dan Verrucaria. Jika cendawan penyusunnya tergolong dalam
Discomycetales, lichenes membentuk tubuh buah yang berupa apotesium. Berlainan dengan
Discomycetales yang hidup bebas, yang apotesiumnya berumur pendek, apotesium pada
licehenes ini berumur panjang, bersifat seperti tulang rawan dan mempunyai askus yang
berdinding tebal. Dalam golongan ini termasuk Usnea (rasuk angin) yang berbentuk semak
kecil dan banyak terdapat pada pohon-pohon dalam hutan terlebih di daerah pegunungan.
Contoh talus yang berupa lembaran seperti kulit yang hidup pada pohon-pohon dan batu-batu
antara lain Parmelia acetabulum dan Lobaria pulmonaria. Contoh spesies lain dari kelas ini
adalah Rocella tinctoria, Cladonia rangiferina, dan Cetraria islandica. Sedangkan Lichenes
yang termasuk ke dalam kelas Basidiolichenes umumnya mempunyai talus yang berbentuk
lembaran-lembaran. Pada tubuh buah terbentuk lapisan himenium yang mengandung basidium,
yang menyerupai tubuh buah Hymenomycetales, contohnya Cora pavonia.

Lichenes bermanfat dalam banyak hal, kepentingan alamiah yang utama sebagai pioner
pada batu gundul yang secara bertahap memecah permukaannya dan dengan demikian memulai
pembentukan tanah. Hal ini sebagian besar adalah proses mekanis, karena talus ini bila basah
berpulut dan lembut serta melekat rapat-rapat pada batunya. Jika dalam keadaan yang kering
talus akan menciut dan melepaskan fragmen-fragmen yang amat kecil dari permukaan
bawahnya. Kerja mekanis seperti ini dapat dilengkapi dengan pengaruh asam-asam yang
mencairkan yang dikeluarkan oleh lumut kerak tersebut. Selain itu, Lichenes juga bermanfaat
sebagai makanan bagi hewan, dapat digunakan dalam proses pewarnaan dan penyamakan
untuk industri parfum, dan sebagai sumber litmus yang biasnya dipakai pada laboratorium
kimia. Lumut kerak juga dapat dijadikan indikator tingkat polusi (Tjitrosono, 1983).
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N. A., Reece, J. B., Mitchel, L. G. 2016. Biologi. Jakarta: Erlangga.

Husamah., Rahardjanto, A. 2019. Bioindikator. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Muvidha, A. 2020. Lichen di Jawa Timur. Tulungagung: Akademia Pustaka.

Nazira, A. M., Nurmaliah, C., Hasanuddin, Wardiah, W., Djufri. 2020. Inventarisasi jenis
lumut kerak epifit (lichenes) di kawasan Leu Ue (Mata Ie) kabupaten Aceh Besar.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah. 5(4): 68-77.

Pratama, A., Trianto, M. 2020. Keanekaragaman Lichen di Hutan Mangrove Desa Tomoli
Kabupaten Parigi Moutong. Jurnal Pendidikan Biologi. 5(3): 140-150.

Roziaty, Efri. 2016. Identifikasi Lumut Kerak (Lichen) Di Area Kampus Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Proceeding Biology Education Conference (ISSN: 2528-
5742),13(1): 770-776.

Roziaty, E. & Utari, R. T. 2017. Jenis dan Morfologi Lichen Fruticose di Kawasan Hutan
Sekipan Desa Kalisoro Tawangmangu Karanganyar Jawa Tengah. Proceeding
Biology Education Conference, vol. 14, no. 1, pp. 114–117, 2017.

Susilawati, P.R. 2017. Fruticose dan Foliose Lichen di Bukit Bibi, Taman Nasional Gunung
Merapi. Jurnal Penelitian Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, vol. 21, no. 1, pp. 12–21, 2017.

Tjitrosoepomo, Gembong. 1981. Taksonomi Tumbuhan. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.

Tjitrosono, Siti Sutami. 1983. Botani Umum 4. Bandung: Angkasa.

Yusuf, A., Tuiyo, R., dan Mulis. 2019. Identification of Fungi in Marine Algae Kappaphycus
alvarezii by Different Maintenance Age. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 7(1):8-12.

Anda mungkin juga menyukai