Anda di halaman 1dari 29

PENDAHULUAN

Berdasarkan habitatnya, tumbuhan dibedakan menjadi tumbuhan yang hidup di air


(akuatik) dan tumbuhan yang hidup di darat (terestrial). Contoh tumbuhan akuatik yaitu alga,
sedangkan contoh tumbuhan terestrial adalah tumbuhan berbiji (Spermatophyta). Di antara kedua
habitat tersebut, terdapat zona peralihan misalnya tepian sungai atau rawa, zona ini disebut zona
amphibious. Zona peralihan merupakan tempat hidup tumbuhan lumut yang bernaung dalam
kelompok tumbuhan Divisi Bryophyta. Saat ini terdapat 18.000-23.000 spesies Bryophyta yang
telah berhasil diidentifikasi. Ditinjau dari struktur tubuhnya, tumbuhan lumut tidak memiliki
jaringan pengangkut, namun memiliki sel-sel yang saling bergabung membentuk suatu
“pembuluh” untuk mengangkut air dan nutrisi ke seluruh tubuhnya (gambar 4.1). Oleh karena itu
tumbuhan lumut disebut tumbuhan talus. Hampir semua tumbuhan lumut memiliki habitat di
tempat yang lembab dan teduh. Beberapa jenis ada yang hidup mengapung di air (akuatik). Bila
air surut, lumut tersebut masih dapat tumbuh dengan baik di lumpur yang kering. Selama musin
kering, talus nampak rapuh dan warnanya kekuningan. Namun, pada saat musim hujan talus
kembali tumbuh normal dan warnanya hijau.

rhizoid

Central cylinder

Gambar 4.1 Central cylinder pada tumbuhan lumut berfungsi sebagai pembuluh (Sumber: Sabovljevic, 2009)

Berdasarkan bukti-bukti yang mendukung, diduga bahwa alga (tumbuhan akuatik)


merupakan nenek moyang dari tumbuhan lumut (gambar 4.2). Namun, talus tumbuhan lumut
memperlihatkan struktur yang diadaptasikan untuk kehidupan di darat yang tidak dimiliki
tumbuhan akuatik, yaitu:
1. Berkembangnya organ untuk melekat pada substrat dan menyerap air seperti akar pada
tumbuhan tinggi. Pada tumbuhan lumut, organ ini disebut rhizoid.
2. Talus tersusun dari banyak sel (multiseluler) dan dilapisi oleh epidermis untuk melindungi
dari kekeringan. Pada beberapa jenis lumut, talus dilapisi zat semacam kutin untuk
mengurangi penguapan.
3. Pori udara yang terletak di permukaan atas talus. Pori udara ini analog dengan stomata pada
tumbuhan tinggi, berfungsi untuk pertukaran gas antara atmosfer dengan bagian dalam talus
untuk kepentingan fotosintesis.
4. Alat kelamin tersusun dari banyak sel (multiseluler) dan dilindungi oleh sel-sel jaket. Sel-sel
jaket terletak di sekeliling sperma dan sel telur untuk melindungi dari kekeringan dan
gangguan mekanis. Zigot hasil pembuahan tetap berada di arkegonium dan memperoleh
makanan dari tanaman induknya serta terlindung dari kekeringan hingga berkembang menjadi
embrio.
5. Spora berdinding tebal dan disebarkan oleh angin. Pada beberapa jenis lumut, khususnya dari
kelas Bryopsida ditemukan sistem pembuluh sederhana.

Gambar 4.2 Kladogram hubungan kekerabatan antara Bryophyta, Alga, dan Tumbuhan Berpembuluh. Lumut tanduk
memiliki kekerabatan paling dekat dengan alga, meskipun beberapa hipotesis menyebutkan lumut hati yang terletak
pada posisi tersebut. Sedangkan lumut sejati memiliki kekerabatan paing dekat dengan tumbuhan berpembuluh
(Sumber: Murphy, Rost, and Barbour, 2014)

Meskipun struktur talus telah diadaptasikan untuk kehidupan di darat, tetapi aktifitas
reproduksi dan pertumbuhan vegetatif lumut tetap memerlukan kelembaban yang cukup. Tanpa
adanya air, alat kelamin tidak dapat mencapai kematangan, dan sel-sel kelamin tidak dapat
dilepaskan. Air juga diperlukan untuk membawa sperma ke arkegonium dan membantu fertilisasi.
Selain itu, rhizoid tumbuhan lumut kurang efisien untuk menyerap air, sehingga lumut tidak dapat
tumbuh dengan baik di saat musim kering. Oleh karena ketergantungan tumbuhan lumut terhadap
air sangat mutlak maka tumbuhan lumut dikatakan bersifat amphibious.
Bryophya memiliki daur hidup yang dikenal dengan pergiliran keturunan dua macam
generasi, yaitu generasi gametofit yang haploid (n) dan generasi sporofit yang diploid (2n).
Sporofit dan gametofit memiliki struktur yang sangat berbeda, sehingga daur hidup tumbuhan
lumut termasuk tipe diplohaplontik heteromorf. Talus gametofit (tumbuhan penghasil gamet)
berkembang ada yang berbentuk:
a. lembaran pipih dorsiventral, misalnya Riccia, Marchantia, dan Anthoceros
b. menyerupai “pohon kecil” yang tersusun dari “akar” (rhizoid), “batang” (kauloid), dan “daun”
(filodia), misalnya lumut dari jenis Bryopsida
Sporofit (tumbuhan penghasil spora) merupakan perkembangan dari zigot hasil fertilisasi. Antara
jenis lumut yang satu dengan yang lain memiliki bentuk dan struktur sporofit yang berbeda, begitu
juga dengan mekanisme pelepasan sporanya.
Perkembangbiakan Bryophyta dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara vegetatif
(aseksual) dan secara generatif/ gametik (seksual). Perkembangbiakan secara vegetatif dapat
melalui fragmentasi, pembentukan tunas, apospori, inovasi, cabang adventif, pembentukan
protonema sekunder, dan persisten apikal. Sedangkan perkembangbiakan secara generatif bersifat
oogami. Alat perkembangbiakan jantan berupa anteridium dan alat perkembangbiakan betina
berupa arkegonium. Anteridium dan arkegonium ada yang dibentuk pada talus yang sama
(homotalik/ monocious), dan ada yang dibentuk pada talus yang berbeda (heterotalik/
dioecious).
Hampir semua jenis tumbuhan lumut memiliki bentuk dan struktur alat kelamin yang mirip.
Anteridium berbentuk seperti raket atau gada yang dilindungi oleh sel-sel jaket atau dinding
anteridium. Spermatozoa memiliki sepasang flagel bertipe whiplash. Arkegonium berbentuk
seperti labu didih, terdiri dari tangkai, perut, dan leher. Bagian perut tersusun oleh sel-sel perut,
dan bagian leher tersusun oleh sel-sel leher. Ovum terdapat di bagian perut dan dilindungi oleh
sel-sel perut. Pelepasan sperma dan fertilisasi secara umum melalui mekanisme yang sama.
Terdapat beberapa versi klasifikasi tumbuhan lumut. Yang banyak digunakan adalah
klasifikasi yang membagi tumbuhan lumut menjadi 3 kelas yaitu Hepaticopsida, Anthocerotpsida,
dan Bryopsida. Dalam buku ini akan dibahas contoh-contoh marga setiap kelas.
KELAS HEPATICOPSIDA
A. Distribusi dan Habitat
Lumut hati banyak hidup pada daerah yang beriklim tropis. Terdapat sekitar 7000-9000
spesies lumut hati yang dikelompokkan menjadi 280 genus. Lumut hati hanya dapat hidup pada
habitat yang memiliki kelembaban tinggi. Hal ini dikarenakan struktur rhizoid lumut hati sangat
sederhana, bersifat uniseluler, dan berukuran pendek, sehingga kurang efisien untuk menyerap air
dan mineral dari tanah. Struktur talus tumbuhan lumut dilapisi oleh epidermis yang berfungsi
sebagai pelindung dari kekeringan, namun pori-pori udara pada permukaan talus tidak memiliki
sel penjaga, sehingga talus mudah mengalami dehidrasi. Oleh karena itu lumut hati dapat tumbuh
dengan baik pada tempat-tempat yang lembab, dingin, dan teduh seperti tepian sungai, batu-batuan
yang basah, dan batang pohon yang terapung atau terendam air.
B. Periode Gametofit
Periode gametofit merupakan periode yang dominan dari siklus hidup tumbuhan lumut
hati. Struktur gametofit, dapat ditinjau dari struktur luar dan struktur dalam.
1) Struktur Luar Gametofit
Struktur gametofit pada lumut hati ada yang berupa talus berbentuk lembaran pipih dan
ada yang berbentuk seperti “pohon kecil” yang “berdaun” (gambar 4.3). Talus yang berbentuk
lembaran pipih berwarna hijau, hidup bebas, dan bercabang dikotom. Percabangan talus disebut
lobus, talus pada Riccia berbentuk roset, sedangkan pada Marchantia tidak menunjukkan struktur
yang demikian. Struktur talus umumnya berukuran kecil dan tidak dapat tumbuh membesar karena
tidak memiliki jaringan vaskuler, dimana struktur ini sangat penting untuk mengangkut air dan
mineral. Di samping itu, tidak adanya jaringan meristem sekunder menyebabkan talus memiliki
dinding yang tipis, berpori, dan pipih.
Bagian tengah lobus adalah bagian yang paling tebal dan semakin pipih ke bagian tepi.
Bagian tengah yang tebal tersebut merupakan bagian rusuk (midrib), misalnya pada Marchantia
yang dapat dilihat pada gambar 4.4. Talus lumbuhan lumut dibedakan menjadi dua bidang yaitu
permukaan atas (bidang dorsal) dan permukaan bawah (bidang ventral). Oleh karena itu talus
lumut hati disebut talus dorsiventral. Pada bagian tengah ujung lobus terdapat takik, dimana pada
a) b)

c) d)
Gambar 4.3 Gametofit berupa talus pipih pada a) Ricciocarpos natans dan b) Riccia fluitas. Gametofit berbentuk
“pohon kecil” berdaun pada c) Plagiochila asplenioides (Sumber: Sabovljevic, 2009) dan d) A-B. Plagiochila
asplenioides dan C-D. Calypogeia neesiana (Sumber: Vashishta, 1983)

dasar takik terdapat sel-sel initial yang merupakan titik tumbuh. Pada Marchantia, permukaan
dorsal talus tersusun atas ruang-ruang udara (aerolae) yang berbentuk trapesium. Setiap aerolae
memiliki sebuah pori/lubang udara di permukaan atas yang terlihat seperti titik-titik kecil (gambar
4.4). Fungsi pori udara sebagai jalan/lubang aerasi agar penguapan seminimal mungkin.
Selain itu, di permukaan dorsal Marchantia, tepatnnya di bagian rusuk, sering ditemukan
kupula atau mangkuk tempat tumbuh gemmae/tunas (gambar 4.4). Jika talus telah dewasa, pada
bidang dorsal tumbuh gametangiofor (struktur pembawa alat kelamin) yang berbentuk seperti
payung. Arkegoniofor (pembawa arkegonium/alat kelamin betina) dan anteridiofor (pembawa
anteridium/alat kelamin jantan) tumbuh pada talus berbeda, sehingga ada talus jantan dan talus
betina, struktur seperti ini disebut heterotalik atau dioecius (gambar 4.4).
Sedangkan pada Riccia, alat kelamin biasanya tumbuh pada alur dorsal di belakang titik
tumbuh dalam susunan akropetal. Pada beberapa spesies misalnya pada Riccia crystallina dan
Riccia malanospora, anteridium dan arkegonium berkembang pada talus yang sama, keadaan ini
disebut homotalik atau monoecius. Pada beberapa spesies yang lain, anteridium dan arkegonium
tumbuh pada talus yang berbeda, misalnya Riccia discolor dan Riccia frostii (gambar 4.5).
3

a b
1 2
5

7
8

c d

e f g

Gambar 4.4 Struktur luar talus Marchantia a) bidang dorsal 1. rusuk/midrib, 2. kupula; b) 3. aerolae, 4. pori udara;
c) 5. kupula, 6. aerolae, 7. pori udara, 8. gemmae; d) arkegonium (kiri) dan anteridium (kanan); e) bagian-bagian
bidang dorsal talus Marchantia; f) A. talus jantan dan B.talus betina; g) A. bidang ventral talus, B. rhizoid berdinding
halus, C. rhizoid tuberculate, D. sisik (sumber: Vashishta, 1983)

a b c

Gambar 4.5 Bidang dorsal talus Riccia sp. a) Riccia beyrichiana; b) Talus jantan pada A. Riccia frostii dan B. Riccia
discolor; c) Talus betina pada A. Riccia frostii dan B. Riccia discolor (Sumber: Vashishta, 1983)
Pada bidang ventral talus terdapat banyak rhizoid. Ada dua macam rhizoid yaitu rhizoid
berdinding halus (smooth walled) dan rhizoid bersekat tidak sempurna (tuberculate). Fungsi
rhizoid analigi dengan fungsi bulu akar pada tumbuhan tinggi, yaitu sebagai alat perlekatan pada
substrat dan penyerap air dan unsur hara. Selain rhizoid, pada bidang ventral juga terdapat sisik,
berbeda dengan rhizoid yang merupakan sel tunggal, sisik tersusun dari banyak sel (multiseluler)
dengan ketebalan satu lapis sel, terletak di bagian tepi talus menjulur ke arah lateral terutama di
sekitar takik. Fungsi sisik untuk melindungi titik tumbuh serta menjaga kelembaban lingkungan di
sekitar talus dengan cara menyerap air. Gambar 4.4 memperlihatkan struktur rhizoid dan sisik pada
bidang ventral talus Marchantia.
b) Struktur Dalam Gametofit
Jika dilakukan pengamatan terhadap sayatan melintang talus Riccia, maka terlihat bahwa
talus Riccia tersusun atas dua daerah, yaitu 1) daerah fotosintesis/asimilasi yang terletak pada
permukaan bidang dorsal, dan 2) daerah penyimpanan makanan yang terletak pada bidang ventral.
Perhatikan gambar 4.6

Gambar 4.6 Riccia sp. A. irisan melintang talus; B. saluran-saluran udara yag terdapat di antara sel-sel epidermis
(Sumber: Vashishta, 1983)

Dibandingkan dengan Riccia, struktur talus Marchantia lebih kompleks. Struktur dalam
talus dapat dibedakan menjadi tiga daerah, yaitu 1) daerah epidermis, 2) daerah fotosintesis, dan
3) daerah penyimpanan makanan. Perhatikan gambar 4.7. Daerah epidermis tersusun dari
epidermis atas dan epidermis bawah, selnya berkloroplas. Pada epidermis atas terdapat pori udara
yang dikelilingi oleh 4 tumpuk cincin, sel penyusun cincin yang paling bawah berbentuk seperti
bintang. Pori berfungsi sebagai pertukaran gas antara ruang udara dengan lingkungan luar untuk
fotosintesis dan respirasi (analogi dengan stomata pada tumbuhan tinggi). Sedangkan pada
epidermis bawah muncul rhizoid dan sisik. Dari dasar aerolae muncul filamen-filamen bercabang
yang tersusun dari sel-sel berkloroplas, filamen ini disebut filamen fotosintesis. Di bawah daerah
fotosintesis, tersusun sel-sel yang berdinding tipis, berbentuk poligonal dengan ukuran yang relatif
besar, biasanya tidak berkloroplas, sebagian besar mengandung tepung dan butir-butir protein.

b)

a) c)

C D
E
d) e)

Gambar 4.7 Struktur dalam talus Marchantia a) A-B. gambar diagramatis irisan melintang talus, C. pori udara
jika dilihat dari bawah dan D. jika dilihat dari atas (Sumber: Vashishta, 1983) ; b) Struktur 3 dimensi talus; c) Pori
udara dilihat dari atas (kiri) dan dari bawah berbentuk seperti bintang (kanan); d) irisan melintang talus A. pori udara,
B. daerah fotosintetk, C. daerah penyimpanan, D. sisik (multiseluler), E. rhizoid (uniseluler)

C. Reproduksi
a) Reproduksi Aseksual/Vegetatif
Reproduksi vegetatif terjadi selama musim hujan, dimana talus sedang mengalami
pertumbuhan yang subur. Hasil reproduksi vegetatif biasa disebut dengan “klon” karena secara
genetik memiliki sifat sangat mirip dengan induknya. Terdapat beberapa cara reproduksi vegetatif
pada lumut hati, perhatikan gambar 4.8.

Gambar 4.8 Reproduksi aseksual pada lumut hati. A-C fragmentasi pada Riccia; D. cabang adventif pada
Targionia; E. Gemma cup (kupula) yang berisi gemma pada Marchantia; F. gemma tunggal Marchantia; G. kumpulan
gemma pada ujung talus Metzgeria fruiticulosa; H. gemma tungga Metzgeria; I. Gemma cup (kupula) Lunularia yang
berbentuk sabit; J. gemma tunggal Lunularia; K. reseptakulum gemma pada Blasia yang berbentuk labu; L. gemma
tunggal Blasia; M. gemma Blasia berbentuk bintang; N. tuber Riccia discolor (Sumber: Vashishta, 1983)

1. Fragmentasi (gambar 4.8 A-C)


Jika sel-sel penyusun talus di bagian posterior mati karena telah tua, maka talus muda akan
terlepas dan selanjutnya tumbuh membentuk talus baru. Fragmentasi merupakan reproduksi yang
paling efisien ketika kondisi lingkungan sangat cocok untuk pertumbuhan talus. Contoh lumut hati
yang melakukan fragmentasi yaitu dari genus Riccia, Marchantia, Pellia.
2. Pembentukan gemma/tunas (gambar 4.8 E-K)
Sebagian besar lumut hati menghasilkan tunas yang berwarna hijau dan mutisesluler yang
disebut dengan gemma. Pada Marchantian dan Lunularia, gemma berkembang di dalam gemma
cups atau kupula (mangkuk). Pada Marchantia, kupula berbentuk bulat/sirkuler, sedangkan pada
Lunularia berbentuk sabit. Kupula berkembang pada permukaan dorsal talus. Pada Blasia, gemma
dihasilkan di dalam mangkuk yang berbentuk seperti labu. Dari sebuah gemma akan tumbuh
menjadi dua talus baru, perhatian gambar 4.9 berikut

Gambar 4.9 Gemma yang di kultur pada medium tertentu, memperlihatkan bahwa setiap gemma akan tumbuh
menjadi 2 talus baru

3. Pembentukan cabang adventif (gambar 4.8 D)


Cabang adventif tumbuh pada bidang tengah di permukaan ventral talus. Bila cabang-
cabang ini terlepas maka akan tumbuh menjadi talus atau tumbuhan baru. Seperti yang terjadi pada
Riccia fluitans, Targionia, reboulia, Marchantia palmata.
4. Pembentukan tuber (gambar 4.8 N)
Bila kondisi lingkungan buruk, bagian apikal talus akan menebal membentuk tuber. Tuber
merupakan bagian dari talus yang termodifikasi untuk menyimpan cadangan makanan dan
melakukan dormansi. Sehingga jika talus mati akibat lingkungan buruk, maka tuber akan
berdomansi, dan ketika lingkungan telah membaik, maka tuber akan tumbuh menjadi talus/
tumbuhan baru. Contohnya pembentukan tuber pada Ricci discolor.
5. Persisten apikal
Pada spesies yang hidup di daerah yang musim keringnya panjang, semua bagian talus
akan mati, kecuali bagian apikalnya. Bagian apikal ini akan menebal (bahkan ada yang
terodifikasi) yang disebut dengan persisten apikal. Jika musim hujan datang, persisten apikal yang
dorman ini akan tumbuh menjadi tumbuhan baru. Misalnya terjadi pada Riccia discolor,
Cyathodium, Athalamia.
6. Regenerasi
Setiap bagian atau sel hidup talus lumut hati dapar beregenerasi menjadi tumbuhan baru.
Beberapa ahli melakukan eksperimen untuk mengisolasi rhizoid dan sisik Marchantiaceae yang
telah diinduksi pada lingkungan yang cocok, hasil isolasi tersebut dapat membentuk individu baru.
b) Reproduksi Seksual/Generatif
Pada beberapa spesies lumut hati, organ kelamin jantan dan betina terletak pada tumbuhan
yang berbeda, disebut dioceous/heterotalik. Misalnya Riccardia (Aneura) indica, Pellia calycina,
dan Marchantia seperti pada gambar 4.10. Namun ada juga organ kelamin jantan dan betina
terletak pada tumbuhan yang sama (monoecious/homotalik), contohnya Riccardia multifida,
Fimbrarea blumeana (gambar 4.10), dan Pellia epiphylla. Pada monoecious, anteridium tumbuh
lebih dahulu diikuti arkegonium. Alat kelamin biasanya terletak pada bagian dorsal atau ujung
anterior pada talus. Ada yang menempel pada jaringan talus (Riccia), ada juga yang berasal dari
gametofor (struktur pembawa alat kelamin yang berbentuk seperti payung), misalnya pada
Marchantia, perhatikan gambar 4.4. Gametofor merupakan hasil pertumbuhan vertikal dari sebuah
sel apikal pada takik talus. Gametofor pembawa alat kelamin jantan disebut androginofor,
sedangkan gametofor pembawa alat kelamin betina disebut arkegoniofor. Reseptakel anteridium
berbentuk cakram dengan lekuk lobus yang tidak dalam, perhatikan gambar 4.11.

E
Gambar 4.10 (A-C) Organ kelamin pada Riccardia (Aneura). A. talus jantan Riccardia indica, anteridium terletak
pada tepi talus; B. talus betina Riccardia indica yang membawa sporofit; C. homotalus Riccardia multifida, anteridium
dan arkegmium terletak pada percabangan talus yang berbeda; D. talus jantan Marchantia polymorpha; E. talus betina
Marchantia palmata; F. monoecious pada Fimbrarea blumeana (Sumber: Vashishta, 1983)

Gambar 4.11 Reseptakel betina (kiri) dan jantan (kanan) pada Marchantia polymorpha (Sumber: Chavoutier, 2017)

Pada Marchantia, anteridium berkembang dari sebuah sel inisial anteridium yang
membelah secara transversal menjadi sel atas dan sel bawah, perhatikan gambar 4.12. Sel atas akan
membentuk tangkai anteridium dan sel-sel induk sperma/spermatosit, sedangkan sel bawah akan
membentuk dasar penempelan tangkai anteridium. Kemudian sel induk sperma akan membelah
secara diagonal tanpa disertai pembentukan dinding sel sehingga dihasilkan 2 sel androsit/sperma
yang berbentuk segitiga. Sel androsit akan mengalami metamorfosis menjadi spermatozoa melalui
proses spermatogenesis. Sperma berbentuk koma dan mempunyai sepasang flagel pada ujung
anterior, perhatikan gambar 4.12.

a) b)
Gambar 4.12 Anteridium pada Marchantia sp. a) A-H Proses pembentukan anteridium; b) A. irisan membujur
anteridiofor, B. irisan membujur ruang anteridium, C. anterozoid/spermatozoid biflagel (Sumber: Vashishta, 1983)
Pelepasan sperma terjadi jika lingkungan cukup lembab (berair). Adanya air menyebabkan
dinding sel androsit larut sehingga spermatozoa berada di dalam cairan kental dalam anteridium.
Air masuk ke dalam rongga anteridium melalui ostiole. Sel-sel ujung dari dinding anteridium
menyerap air secara imbibisi sehingga menggembung dan akhirnya pecah. Terbentuknya lubang
pada bagian ujung anteridium menyebabkan spermatozoa keluar. Proses pembentukan anteridium
pada Riccia pada prinsipnya sama dengan yang berlangsung pada Marchantia.
Arkegonium tumbuh dan berkembang dari sel inisial arkegonium yang terletak dekat sel
apikal setiap lobus reseptakel. Sel inisial arkegonium membelah menjadi sel bagian atas dan sel
bagian bawah. Sel bagian atas yang akan menjadi sel induk arkegonium. Sel ini akan membesar
dan membelah membentuk sel-sel perifer dan sel aksial primer. Sel-sel perifer membelah
membentuk sel-sel leher dan sel-sel perut. Sel-sel aksial membelah menjadi sel penutup primer
dan sel sentral, selanjutnya sel sentral membelah menjadi sel saluran leher primer dan sel perut
primer. Sel saluran leher primer membelah beberapa kali membentuk sel saluran leher, sedangkan
sel perut primer membelah beberapa kali membentuk sel saluran perut dan sel telur. Proses
pembentukan arkegonium dapat dilihat pada gambar 4.13

a) b)
aa)aaa

Gambar 4.13 Arkegonium pada Marchantia sp. a) A-L Proses pembentukan arkegonium; b) A. irisan membujur
arkegoniofor, B. struktur arkenoium yang matang (Sumber: Vashishta, 1983)
D. Periode Sporofit
Setelah terjadi fertilisasi, zigot akan berkembang menjadi sporofit, sehingga sporofit
berkembang di dalam arkegonium, perhatikan gambar 4.14.

A. B.

C.
Gambar 4.14 Sporofit pada Marchantia

Pada Bryophyta, sporofit biasanya disebut dengan sporogonium. Sporogonium tidak mengalami
diferensiasi dan tidak memiliki akar yang dapat menyerap air dan nutrisi dari tanah. Oleh karena
itu, sporogonium bersifat parasit terhadap gametofitnya. Pada beberapa spesies tertentu,
sporogonium berdiferensi menjadi 3 bagian yaitu kaki, seta, dan kapsul, contohnya pada
Marchantia dan Targionia hypophylla (gambar 4.15B) Pada Riccia hanya memiliki kapsul, tidak
terdapat kaki dan seta, perhatikan gambar 4.15C. Pada Corsinia hanya terdiri dari kaki dan kapsul
(gambar 4.15A), tidak memiliki seta.
C
Gambar 4.15 Marchantiales. A. Irisan membujur sporogonium matang Corsinia coriandrina; B. Irisan membujur
sporofit matang Targionia hypophylla; C. Irisan membujur sporogonium matang Riccia (Sumber: Vashishta, 1983)

Perkembangan sporofit diawali dengan pembelahan zigot secara horizontal menghasilkan


sel epibasal dan sel hipobasal, perhatiakan gambar 4.16. Zigot membelah lagi hingga
menghasilkan 8 sel, 4 sel di luar membelah dan berdiferensiasi membentuk kapsula, sedangan 4
sel yang berada di dalam akan membelah dan berdiferensiasi membentuk kaki dan seta. Pada
bagian kapsula akan membelah secara periklinal membentuk dua kelompok sel, yaitu sel-sel tepi
(ampitesium) dan sel-sel dalam (endotesium). Ampitesium akan membentuk dinding kapsula
setebal satu lapis sel. Sedangkan endotesium membentuk arkesporium. Arkesporium membelah
berulang-ulang dan membentuk jaringan sporogen yang padat, dan kemudian terdiferensiasi
menjadi 2 macam sel, yaitu sel-sel induk elater dan sel-sel induk spora (sporosit). Sel-sel induk
elater berbentuk sempit, panjang, dan steril. Sel-sel ini kemudian membentuk sel elater yang
higroskopis, sel elater berperan dalam pelepasan spora.
Gambar 4.16 Perkembangan Sporofit Marchantia A. zigot terletak di bagian perut; B-E. tahap awal perkembangan
embrio; F. sporofit muda memperlihatkan adany diferensiasi menjadi kaki, seta, dan kapsul; G. tahap akhir
perkembangan sporofit, kapsul berisi sel-sel induk spora berdampingan dengansel-sel induk elater; H. sel-sel induk
elater yang berada di antara sel-sel induk spora (Sumber: Vashishta, 1983); I. Sporofit Marchantia berdiferensi menjadi
kaki, seta, dan kapsul.

Sel-sel induk spora (sporosit) akan mengalami meiosis menghasilkan 4 meispora, peristiwa
ini disebut dengan sporogenesis, perhatikan gambar 4.17. Mulanya sel induk spora (sporosit)
membesar dan dinding selnya menebal (gambar 4.17A-B). Nukleus (2n) sel induk spora
mengalami 2 kali pembelahan suksesif (gambar 4.17C-D) sehingga terbentuk 4 spora haploid.
Setelah pembelahan meiosis kedua, dinding sel induk spora membelah secara simultan sehingga
spora haploid berukuran sama besar dan tersusun secara tetrahedral. Empat spora yang dihasilkan
oleh satu sel induk spora akan mengalami penebalan dinding dan akan tetap bersama hingga spora
tersebut dewasa dan matang, inilah yang kemudian disebut dengan tetrad spora (gambar 4.17E).
Pada spora yang telah matang, dinding selnya memiliki dua atau 3 lapisan. Lapisan luar disebut
eksosporium, lapisan dalam disebut endosporium, dan lapisan tengah disebut mesosporium
(gambar 4.17F-H). Ketika spora telah matang, lapisan kalosa dan dinding sel bersama akan lenyap,
dan masing-masing spora akan hidup bebas (gambar 4.17I).

Gambar 4.17 Sporogenesis pada Hepaticopsida

Meiospora mempunyai sebuah nukleus, butir-butir cadangan makanan, dan butir-butir


lemak dalam sitoplasmanya, pada Pellia dijumpai adanya kloroplas. Pada spesies yang hidup pada
lingkungan yang panas dan kering, eksospora dapat berkembang sangat baik dan dilapisi oleh zat
kutin. Ada juga eksosporium yang dilapisi oleh perinium/perin atau epispora (hasil modifokasi
lapisan kalosa). Spora yang berkecambah kemudian akan tumbuh menjadi talus/gametofit.
E. Siklus Hidup
Siklus hidup Bryopsida, misalnya pada Marchantia (mirip dengan Riccia) dapat dilihat
pada gambar 4.18 berikut.
Gambar 4.18 (A-S) Diagramatik siklus hidup Marchantia (Sumber: Vashishta, 1983)
F. Ciri Khusus
Ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh Hepaticopsida, yaitu:
1. Umumnya tubuh memiliki struktur dorsiventral dan relatif berukuran kecil.
2. Gametofit hidup bebas, baik yang berupa talus maupun gametofit yang “berdaun”. Gametofit
yang berupa talus memiliki midrib (rusuk), sedangkan talus yang “berdaun” tidak memiliki
rusuk.
3. Pada gametofit terdapat rhizoid uniseluler yang berfungsi untuk menyerap air dan nutrisi dari
tanah.
4. Gametofit memiliki jaringan fotosintetik, masing-masing sel fotositetik mengandung banyak
kloroplas yang berukuran kecil.
5. Alat kelamin terletak pada bagian dorsal atau terminal pada gametofit. Alat kelamin
merupakan perkembangan dari sel inisial tunggal.
6. Sporogonium berukuran kcil, umumnya tidak berklorofil, dan menempel (parasit) terhadap
gametofitnya.
7. Pada umumnya, sporogonium terdiri dari kaki, seta, dan kapsul. Namun pada Riccia tidak
memiliki kaki dan seta.
8. Sporogonium tidak memiliki jaringan meristem.
9. Jaringan sporogen berasal dari sel-sel endotesium, sebagian besar jaringan sporogen akan
membentuk spora, sedangkan sel-sel yang steril akan membentuk sel elater yang dinding
selnya menebal secara spiral dan berfungsi dalam pelepasan spora.
10. Spora yang berkecambah akan berkembang menjadi gametofit.

KELAS ANTHOCEROTOPSIDA
A. Distribusi dan Habitat
Anthocerotopsida berhabitat di tanah liat yang lembab atau batu-batuan yang sangat
lembab dan teduh. Biasanya tumbuh di tebing-tebing jalan gunung, tebing sungai, atau di pinggir
kolam.
B. Periode Gametofit
1) Struktur Luar
Talus kecil, berwarna hijau gelap, pipih, terbagi atas daerah dorsal dan ventral. Percabangan
talus tidak teratur, tidak ada rusuk. Pada permukaan ventral tidak ditemukan adanya sisik, rhizoid
bersekat tidak sempurna, dan bulu-bulu mucilage, namun banyak sekali rhizoid berdinding halus
yang berfungsi sebagai alat untuk menempel pada substrat dan absorbsi air dan zat hara. Pada
bidang ventral terdapat bintil-bintil berwarna hijau kebiruan yang merupakan koloni nostoc yang
bersimbiosis. Pada bulan-bulan tertentu, talus Anthoceros biasanya membawa sporofit yang
tumbuh tegak dari permukaan dorsal talus. Gambar 4.19 memperlihatkan struktur luar talus
Anthocerotopsida.
A. B.
Gambar 4.19 A. Talus Anthoceros (Sumber: Dokumentasi pribadi) ; B. Struktur luar talus Anthoceros (Sumber:
Vashishta, 1983)

2) Struktur Dalam
Talus tersusun dari beberapa lapis sel, tidak ada
diferensisasi jaringan dan sedikit ditemukan spesialisasi sel,
sehingga daerah fotosintesis dan daerah penyimpanan
makanan tidak jelass batasnya. Sel-sel penyusun talus
bentuknya seragam dan padat. Sel-sel permukaan talus
tersusun teratur, masing-masing sel mempunyai sebuah
kloroplas yang besar berbentuk lensa, namun sel-sel
tersebut tidak berkutikula sehingga belum dapat dikatakan
sebagai sel epidermis. Pada beberapa spesies, memiliki
lubang yang mirip stomata yang disebut slime pore dan
bermuara pada rongga mucilage. Seringkali di dalam
rongga tersebut terdapat koloni Nostoc (sejenis alga biru
Gambar 4.20 (A-F) Struktur dalam
yang dapat mengikat Nitrogen dari udara bebas). Fungsi talus Anthoceros; A. Talus Anthoceros
berisi rongga mucilage; B. sel-sel
rongga mucilage adalah untuk aerasi. Titik tumbuh pada mucilage; C. kloroplas dengan pirenoid
yang terletak di tengah; E. slime pore;
talus Anthoceros terdapat pada takik percabangan talus. F. sel-sel parenkim yang mengandung
Gambar 4.20 memperlihatkan struktur dalam talus kloroplas dan nucleus (Sumber:
Vashishta, 1983)
Anthoceros.
C. Reproduksi
1) Reproduksi vegetatif
Anthoceros dapat bereproduksi secara vegetatif dengan cara fragmentasi, pembentukan
gemmae, tuber, persisten apikal, dan apospori. Pada reproduksi secara apospori, talus gametofit
dibentuk langsung dari hasil pembelahan sel vegetatif sporogonium yang mempunyai kromosom
diploid.
2) Reproduksi seksual
Anthoceros ada yang monoecious dan ada yang dioceous. Pada monoecious, anteridium
terbentuk lebih dahulu diikuti pembentukan arkegonium. Contohnya pada Anthoceros punctatus,
Anthoceros longii, Anthoceros fusiformis,
Anthoceros himalayanensis. Anteridium
Anthoceros terbentuk (tunggal atau berkelompok)
di dalam rongga yang tertutup pada permukaan
dorsal talus. Anteridium dibentuk dari sebuah sel
yang berdekatan dengan titik tumbuh pada
permukaan dorsal talus. Proses pembentukan
anteridium secara umum tidak berbeda dengan
yang terjadi pada Marchantia (Gambar 4.21).
Anteridium yang telah masak berbentuk seperti
raket dengan tangkai yang pendek atau panjang.
Tubuh anteridium tersusun dari selapis sel dinding
anteridium yang menyelubungi massa androsit,
setiap androsit mengalami metamorfosis menjadi
spermatozoa yang berflagel dua. Pelepasan sperma
dimulai dengan pecahnya sel-sel atap ruang
anteridium. sel-sel androsit keluar dan jatuh di air.
Air akan melarutkan dinding androsit dan keluarlah
sperma yang berenang di air dengan dua flagelnya
Gambar 4.21 Perkembangan Anteridium
mencari ovum.
Anthoceros (Sumber: Vashishta, 1983)
Arkegonium berasal dari perkembangan sebuah sel yang letaknya berdekatan dengan sel
apikal. Sel ini disebut sel initial jaket yang terletak di tepi, dan sebuah sel aksial primer yang
terletak di tengah. Perkembangan lanjut dari sel aksial primer akan membentuk arkegonium,
sedangkan perkembnagn lanjut dari sel jaket sulit diamati karena sukar dibedakan dengnan sel-sel
yang ada di sekitarnya. Dengan demikian arkegonium “tertanam” di dalam talus gametofit. Pada
permukaan arkegonium biasanya ditutupi oleh massa lendir. Jika lingkungan cukup air, sel-sel
saluran leher dan perut akan melebur, dan saluran akan berisi lendir, kemudian menyerap air
sehingga menggembung, menekan sel-sel penutup sehingga pecah/lepas. Kemudian sperma
masuk, terjadi pembuahan dan terbentuk zigot.
D. Periode Sporofit
Zigot hasil fertilisasi kemudian akan berkembang membentuk sporofit. Pada awal
perkembangan sporofit, terjadi pertumbuhan sel-sel di bagian perut arkegonium membentuk
kaliptra atau involucre yang merupakan suatu selubung yang menutupi sporofit. Fungsinya untuk
melindungi sporofit dan memberikan dukungan kekuatan pada daerah intermediate/intercalary
dari sporofit yang tersusun dari sel-sel meristem. Kaliptra bukan berkembang dari zigot, namun
berkembang dari talus gametofit (bagian perut arkegonium) sehingga sel-sel bersifat haploid.
Secara keseluruhan sporofit yang telah masak terlihat sebagai struktur yang bulat panjang
yang tegak ke atas. Bagian dasar yang menempel pada talus gametofit diselubungi oleh
involucre/kaliptra. Sporofit dapat dibagi menjadi tiga bagian dari bawah ke atas (Gambar 4.22),
yaitu:
1. Kaki, adalah bagian sporofit yang langsung berhubungan dengan talus gametofit, fungsinya
sebagai “haustorium” yang menyerap air dan makanan dari talus gametofit.
2. Daerah intermediet/interkalari, adalah bagian sporofit yang terletak di antara bagian kaki dan
kapsula. Daerah ini tersusun dari sel-sel meristem yang senantiasa membelah. Sel-sel hasil
pembelahan dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel kolumela, sel arkesporium, atau sel dinding
kapsula. Hal ini memungkinkan sporofit daoat tumbuh/hidup cukup lama dengan tetap
menghasilkan spora, dan tubuh memanjang tegak ke atas.
3. Kapsula (kantong spora), merupakan bagian utama sporofit, dan letaknya paling atas.
Bentuknya gilig panjangnya 2-3 cm, tetapi pada beberapa spesies mencapai panjang 15 cm,
ujungnya memipih. Pada awalnya kapsula terlihat berwarna hijau, tetapi berubah menjadi abu-
abu atua coklat ketika telah masak. Adanya jaringan meristem pada daerah intermediate
memungkinkan kapsula tumbuh tak terbatas. Spora yang paling tua/masak terletak di bagian
ujung atas kapsula. Struktur kapsula cukup kompleks, meliputi bagian-bagian (dari dalam ke
luar) sebagai berikut:
a) Kolumela, terletak di bagian tengah kapsula, sel-sel penyususnnya steril, bentuknya sempit
panjang denga ketebalan dinding yang relatif sama. Fungsi kolumela adalah sebagai
“kerangka” penguat kapsula.
b) Jaringan sporogen, letaknya mengelilingi kolumela. Bagian terujung jaringan sporogen
telah berdiferensiasi dan berkembnag membentuk meiospora dan sel pseudoelater. Sel
pseudoelater berfungsi sebagai pemberi nutrisi untuk perkembangan spora dan membantu
pelepasan spora.
c) Dinding kapsula, merupakan bagian terluar dari kapsula. Dinding kapsula berfungsi untuk
fotosintesis. Meskipun demikian, air dan mineral untuk bahan dasar fotosintesis tetapi
diambil dari gametofit. Oleh sebab itu, cara hidup sporofit Anthoceros dikatakan bersifat
semi-parasit.

Gambar 4.22 Struktur dalam sporofit Anthoceros (Sumber: Vashishta, 1983)


Jika lingkungan kering, sel katup melapaskan air sehingga
mengeriput dan celah akan membuka. Spora yang keluar
kemudian diterbangkan oleh angin ke tempat-tempat yang
jauh. Pelepasan spora dibantu oleh pseudoelater yang bersifat
higroskopis. Pada awal perkecambahan, spora menyerap air
sehingga berkembang. Eksospora akan pecah dalam pola tri-
radial, sedangkan endospora akan menjulur ke luar dalam
tabung melalui celah. Penjuluran ini disebut tabung
perkecambahan (germinal tube). Pertumbuhan berlanjut
sehingga terbentuk talus gametofit. Perkecambahan dan
perkembangan spora dapat dilihat pada Gambar 4.23.
Gambar 4.23 Perkecambahan dan
perkembangan spora

E. Siklus Hidup
Daur hidup Anthoceros tergolong diplohaplontik
heteromorf, hanya saja sporofit dapat tumbuh lama,
seumur talus gametofit, seperti pada Gambar 4.24.
F. Ciri Khusus
Ciri khusus yang dimiliki oleh Kelas
Anthocerotopsida yaitu:
1. Tiap sel Anthocerotopsida hanya memiliki satu
kloroplas yang berisi pirenoid. Ciri ini mirip
dengan alga Chlorophyceae.
2. Berbeda dengan organ kelamin lumut hati yang
terletak pada permukaan talus, organ kelamin
Anthocerotopsida terletak dalam cekungan talus.
3. Terdapat zona meristematik antara kaki dan
kapsula (pada lumut hati tidak ada).
4. Kolumela pada capsula tipis dan berbentuk
ramping.
5. Memiliki kapsula yang panjang, sempit, dan
Gambar 4.24 Siklus Hidup Anthoceros
berbentuk silindris. Kapsula memiliki stomata dan (Sumber: Vashistha, 1983)
pseudoelater yang sederhana atau bercabang tanpa penebalan spiral seperti yang dimliki lumut
hati.

KELAS BRYOPSIDA
A. Distribusi dan Habitat
Habitat Bryopsida bervariasi, ada yang tumbuh pada tanah liat, pada bebatuan, dan kayu-
kayu kering, pada lumpur, pada gundukan pasir, di pinggir kolam atau sungai.
B. Periode Gametofit
1) Struktur Luar
Struktur gametofit tersusun dari rhizoid, sumbu (kauloid), dan
filoida (“daun”). Sumbu (kauloid) terdiri dari dua macam yaitu rhizoma
dan sumbu yang tumbuh tegak ke atas (leafy shoot). Pada rhizoma
terdapat banyak sekali rhizoid (“akar”), selain itu juga tumbuh filoida
berukuran kecil, berwarna coklat atau tidak berwarna. Sedangkan pada
leafy shoot, sumbu tegak ini tumbuh dari rhizoma, umumnya tidak
bercabang. Jika bercabang, cabang muncul dari sel primordial cabang
yang terdapat di bagian bawah daun yang masih muda. Pada dasarnya,
sel primordial dalam keadaan dorman, dan hanya aktif (membentuk
cabang) bila sumbu tegak patah atau terpotong.
Filoida terdiri dari dua bagian utama, yaitu lamina dan rusuk.
Rhizoid terdapat pada dasar sumbu tegak dan pada rhizoma. Fungsinya
untuk menempel apda substrat dan untuk menyerap air. Rhizoid
panjang, multiseluler, dan bercabang, dengan struktur seperti sumbu Gambar 4.25 Struktur luar
gametofit (sumber: Vashishta,
kompor minyak, sehingga rhizoid mampu menyerap air lebih banyak 1983)
dan mencegah dari kekeringan. Sruktur luar gametofit dapat dilihat
pada Gambar 2.25.
2) Struktur Dalam
Secara anatomis, sumbu Polytricum telah memperlihatkan diferensiasi yang kompleks
dibandingkan jenis tumbuhan lumut yang lain. Struktur anatomi rhizoma terdiri dari jaringan
epidermis (tidak terdapat stomata), korteks, endodermis, perisikel, leptoid, lapisan amilum,
silinder pusat (terdiri dari sel stereid dan sel hidroid) yang dapat dilihat pada Gambar 4.26 a.
a b c
Gambar 4.26 Struktur anatomi Polytricum a) rhizoid; b) aerial stem; c) filoida (sumber: Vashishta, 1983)

Pada penampang melintang sumbu tegak (aerial stem) nampak tersusun dari jaringan
epidermis, korteks, dan silinder pusat (Gambar 4.26 b). Pada bagian korteks terbagi menjadi
korteks luar dan korteks dalam. Pada lapisan korteks dalam terdapat leaf trace (jejak daun), yaitu
tempat munculnya filoida. Silinder pusat tersusun dari bagian leptom mantel, lapisan amilum,
hydrom mantel, dan hydrom silinder. Hydrom silinder tersusun dari dua macam sel yaitu sel stereid
(berdinding tebal, berfungsi sebagai penguat) dan sel hidroid (berdinding tipis, berfungsi sebagai
alat transport air). Leptoid analog dengan floem pada tumbuhan tinggi, sedangkan hidroid analog
dengan xilem. Perbedannya, hidroid tidak mengandung lignin.
Pada struktur dalam filoida (Gambar 4.26 c), lamina tersusun dari selapis sel-sel hialin. Rusuk
tersusun dari sel-sel parenkim yang besar dan berdinding tipis. Di atasnya muncul lamela, yaitu
deretan sel berkloroplas, di antara lamela terdapat ruang sempit yang befungsi sebagai saluran air.
Lamela berfungsi untuk fotosintesis.

C. Reproduksi
1) Reproduksi vegetatif
Polytricum dapat bereproduksi secara vegetatif dengan cara:
a) Membentuk bulbil, tunas berbentuk seperti bola lampu) pada rhizoid.
b) Penggandaan protonema
c) Tunas-tunas pada protonema dapat membentuk sumbu tegak yang baru.
2) Reproduksi seksual
Polytricum bersifat dioceous, alat kelamin tumbuh menggerombol pada ujung sumbu tegak.
Anthoceros ada yang monoecious dan ada yang dioceous. Anteridium dikelilingi oleh filoida yang
tersusun rapat, bentuknya pendek dan berwarna merah kecoklatan (gambar 4.27a). Filoida ini
disebut filoida peregonial (gambar 4.27b). Arkegonium juga dikelilingi oleh filoida yang tersusun
rapat, disebut filoida parachaetal (gambar 4.27c). Arkegonium yang telah masak tersusun dari
bagian tangkai yang padat, perut, dan leher yang panjang. Di rongga perut berisi sebuah ovum dan
sebuah sel saluran perut.

a b c

Gambar 4.27. Reproduksi pada Polytrichum. a) tumbuhan jantan; b) antheridium yang masak; c) arkegonium
(sumber: Vashishta, 1983)

Fertilisasi mutlak memerlukan media air, prosesnya diawali dengan meleburnya sel-sel
saluran leher dan saluran perut sehingga saluran leher dan saluran perut dari arkegonium berisi
sitoplasma dari sel-sel yang melebur tadi. Cairan sitoplasma keluar, dan ini merupakan rangsangan
kimiawi bagi sperma yang berada di sekitar arkegonium untuk masuk dan membuahi ovum. Hasil
dari fertilisasi adalah zigot atau oospora yang diploid.
D. Periode Sporofit
Zigot merupakan bentuk paling awal dari sporofit. Sporofit yang telah masak memiliki
struktur (dari bawah ke atas) sebagai berikut:
1. Kaki (foot), masuk ke dalam jaringan gametofit, fungsinya untuk menancapkan dan
menyerap nutrisi dari gametofit.
2. Seta, berbentuk bulat panjang, fungsinya sebagai penguat/pembawa kapsula dan saluran
makanan. Struktur seta terdiri dari epidermis, hipodermis, korteks, dan sel hidroid.
3. Apofisis, merupakan bagian atas seta yang menggembung, terletak persis di bawah kapsula.
Memiliki jaringan epidermis dan stomata. Meskipun dapat melakukan fotosintesis sendiri,
sporofit tetap mengambil bahan mentah dari gametofit, sehingga dikatakan bersifat semi-
parasit.
4. Kapsula, diselubungi oleh kaliptra. Berfungsi membentuk meiospora/gnospora. Kapsula
terbagi dua bagian, yaitu theca (kotak spora) dan operkulum (penutup).
Jika kapsula telah masak, kapsula mengering, layu dan gugur, sel-sel peristom mengering
sehingga di antara sel-sel peristom terbentuk lubang-lubang kecil yang dapat membuka dan
menutup. Bila lingkungan kering, sel peristom mengkerut karena melepaskan air, lubang
membuka dan spora keluar (gambar 4.28). Jika jatuh di tempat yang sesuai, spora menyerap air
dan berubah warna menjadi hijau. Ekspora pecah, protoplasma yang dilapisi endospora menjulur
keluar membentuk tabung kecambah, yang selanjutnya membelah cepat membentuk protonema
berbentuk filamen bercabang. Sebagian cabang tumbuh ke bawah menjadi rhizoid. Cabang yang
tegak ke atas menjadi kloronema yang selanjutnya berkembang menjadi talus gametofit.

a b

Gambar 4.28 Struktur sporofit Polytrichum. a) struktur sporofit yang terdiri dari kaki (foot), seta, dan kapsula; b)
struktur kapsula terdiri dari theca dan operkulum; c) struktur kapsula yang menunjukkan sel-sel peristom (Sumber:
Vashishta, 1983).
E. Siklus Hidup
Siklus hidup polytricum dapat dilihat pada gambar 4.29 di bawah ini.

Gambar 4.29 Siklus hidup Polytrichum (Sumber: Vashishta, 1983).

DAFTAR PUSTAKA
Murphy, Terence M, et. all. 2014. Plant Biology. Online. (http://www-
plb.ucdavis.edu/courses/bis/1c/text/PLANTBIOLOGY1.htm, diakses 24 April 2020).
Sabovljevic, Marko. Tanpa Tahun. An Introduction to Bryophyte Biology.
T. Neelesh. Tanpa Tahun. Structure of Riccia (With Diagram). Online.
(http://www.biologydiscussion.com/bryophyta/structure-of-riccia-with-diagram/46176,
diakses 18 April 2020).
Vashishta, B. R. 1983. Botany for Degree students Part III Bryophyta. New Delhi: Ram Nagar.

Anda mungkin juga menyukai