Anda di halaman 1dari 8

Nama : Evita Anggraini

NIM : A420180140
Kelas : 5C

TUGAS INDIVIDU PERTEMUAN 16


HORMON PADA SERANGGA

A. Hormon Pada Serangga


Setelah menetas, hewan akan berkembang menjadi organisme dewasa.
Perkembangan pasca lahir tersebut terjadi secara langsung dan tidak langsung. Yang
dimaksud dengan perkembangan langsung adalah perkembangan pasca lahir tanpa
melalui stadium larva. Perkembangan secara langsung ini melibatkan semacam
perpanjangan perioda pertumbuhan yang mungkin berlangsung dengan lancar dan
cepat sekali. Selama perioda ini, pada umumnya berlangsung pula perubahan-
perubahan proporsi tubuh, serta maturasi gonad yang terjadi secara bertahap, dan awal
perilaku berkembang biak, Hewan-hewan yang melaksanakan perkembangan secara
langsung antara lain dari kelompok mamalia dan aves. Sebaliknya, yang dimaksud
dengan perkembangan pasca lahir yang melalui satu atau lebih tadium larva, sebelum
mencapai keadaan dewasanya. Salah satu contoh kelompok hewan yang melakukan
perkembangn secara tidak langsung yaitu serangga. Setelah melalui stadium larva,
maka serangga akan melanjutkan ke stadium berikutnya yaitu stadium dewasa melalui
suatu proses transformasi yang dinamakan metamorfosis. Suatu larva pada umumnya
sangat berbeda dari organisme dewasanya dalam hal morfologi, fisiologi, dan ekologi
biasanya larva emiliki nama-nama khusus yang berbeda pada setiap jenis hewan
misalnya pada Coelenterata, larvanya dinamakan planula, sedangkan pada anelida
larvanya disebut trochopore, Crustacea larvanya disebut dengan nama nauplius.
Sedangkan pada serangga terdapat bermacam-macam larva yang namanya berbeda-
beda seperti, nimfa, naiad, tempayak, belatung, pupae (beruga) dan ulat. Nimfa dan
naiad adalah bentuk larva pada serangga-serangga yang melaksanakan metamorfosis
sempurna, sedngkan tempayak, belatung dan pupae (beruga) dan ulat merupakan larva
bagi serangga-serangga yang metmorfosisnya tidak sempurna.
Berdasarkan hubungannya dengan metamorfosis, maka dibedakan tiga macam
tipe serangga yaitu, ametabola, holometabola, dan hemimetabola. Ametabola adalah
tipe serangga yang tidak mengalami metamorfosis. Dengan kata lain serangga-serangga
ini memiliki perkembangan langsung misalnya pada springtail dan bristletails.
Biospecies Volume 2 No. 1, Januari 2009, hlm 42 - 45 43Tipe-Tipe Serangga
Kaitannya Dengan Metamorfosis Tipe-tipe Serangga Berdasarkan hubungannya
dengan metamorfosis, maka dibedakan tiga macam tipe serangga yaitu, ametabola,
holometabola, dan hemimetabola. Ametabola adalah tipe serangga yang tidak
mengalami metamorfosis. Dengan kata lain serangga-serangga ini memiliki
perkembangan langsung misalnya pada springtail dan bristletails, (Saunders, 1980).
Hemimetabola merupakan tipe serangga yang mengalami metamorfosis secara
bertahap. Pada kelompok serangga ini ketika menetas sayap hanya merupakan tunas
saja dan bentuk tubuhnya tidak sebanding dengan bentuk tubuh hewan dewasanya.
Dengan terjadinya pengelupasan kulit, maka konfigurasi serangga itu semakin sempit
dan mirip dengan hewan dewasanya, sayap menjadi sempurna, kematangan seksual
tercapai pada pertukaran kulit terakhir
Holometabola adalah tipe serangga yang mengalami metamorfosis secara tiba-
tiba. Telur-telur serangga yang sudah menetas akan membentuk larva yang dinamakan
tempayak, ulat, jaringan larva dan pembentukan tubuh dewasa yang sama sekali baru,
yang organ-organnya serta sistem-sistemnya berkembang dari kelompok-kelompok sel
yang khusus untuk setiap organ, yang dinamakan sebagai keping-keping imaginal.
Keping-keping imaginal tersebut nantinya akan berkembang membentuk antena, mata,
mandibula, organ-organ genital, pasangan maksilapertama dan kedua, kaki-kaki dan
sayap

B. Kelenjar penghasil hormon pada serangga


Peranan hormon dalam metamorfosis meliputi proses pengelupasan kulit larva,
dan pembentukan pupa pada serangga holometabola, dan pengelupasan kulit nimfa
pada serangga hemimetabola (Saunders, 1980). Hormon yang berperan dalam
metamorfosis terdiri dari atas tiga macam yaitu, hormon otak, hormon molting
(ekdison), dan hormon juvenil. Hormon yang mengendalikan metamorfosis tersebut
merupakan produk dari kerja gen yang secara bergantian dan mengontrol kerja gen
lainnya. Hal ini dapat dilihat pada kromosom dimana pada pita-pita tertentu terbentuk
puff, yaitu tempat berlangsungnya sintesa mRNA.
1. Hormon Ekdison
Hormon otak disebut juga ecdysiotropin, disimpan didalam corpora cardiace,
sedangkan hormon molting (Ekdison) dihasilkan oleh kelenjar protoraks, yaitu
suatu segmen pada tubuh serangga yang mempunyai pasangan kaki terdepan
dari ketiga pasangan kaki terdepan serangga, oleh karena itu maka hormon ini
juga dinamakan hormon protoracic gland atau disingkat menjadi PGH. Secara
berkala sel-sel neurosekretori didalam otak menggunakan suatu hormon otak
(Ecdysiotropin), hormon ini merangsang kelenjar protoraks untuk
menghasilkan ecdyson. Selanjutnya ecdyson ini merangsang pertumbuhan dan
menyebabkan epidermis menggetahkan suatu kutikula baru yang menyebabkan
dimulainya proses pengelupasan kulit (molting). Jika otak dari larva tersebut
dibedah secara mikro, maka ecdyson tidak akan dihasilkan lagi dan sementara
itu pertumbuhan dan proses pengelupasan kulit terhenti. Ecdyson secara kontinu
dihasilkan sampai pengelupasan kulit menjadi dewasa, ecdyson berperan
merangsang sintesa RNA dan protein yang diperlukan pada proses
pembentukan kepingan- kepingan imaginal. Pada serangga dewasa tidak
terdapat ecdyson untuk pengelupasan kulit, karena kelenjar-kelenjar
protoraknya sudah mengalami degenerasi setelah metamorfosis, namun corpora
allata akan menggetahkan hormon juvenil kembali setelah pengelupasan kulit
pendewasaan.
2. Hormon Juveni
Hormon juvenil (JH) dihasilkan oleh corpora allata, yaitu sepasang kelenjar
endokrin yang terletak di dekat otak. Selain oleh pengaruh ecdyson, maka
proses pengelupasan kulit dan pertumbuhan juga dipengaruhi oleh hormon
juvenil, selama terdapat hormon juvenil rangkaian pengelupasan kulit yang
terjadi dibawah pengaruh ecdyson itu hanyalah akan menghasilkan bentuk
stadium tidak dewasa saja. Jika konsentrasi hormon juvenil relatif lebih tinggi
daripada ecdyson maka akan merangsang perkembangan larva, dan mencegah
proses pembentukan pupa, namun mencegah proses pembentukan larva. Jika
suatu serangga mengelupas kulitnya tanpa adanya hormon juvenil maka hewan
tersebut akan berdiferensiasi menjadi bentuk dewasa. Hormon juvenil ini akan
mempengaruhi metabolisme protein dan lemak, serta membentuk protein-
protein vitelogenik.

C. Mekanisme hormon saat metamorfosis pada serangga

Gambar Siklus Hidup Ulat Sutera Bombyx moriL.


Keterangan:
1. Ngengat kopulasi;
2. Telur (9-10hari)
3. Larva Instar (larva instar 1-5 : 20 hari)
4. Kokon (4-5hari)
5. Pupa di dalam kokon
6. Pupasi (10-15 hari)
7. Ngengat.

Hormon Juvenil merupakan hormon yang berperan dalam mengontrol


metamorfosis,dengan cara memblok ekspresi fase imago seperti sayap,organ
reproduksi,dan organ genital luar,sehingga menyebabkan insekta dalam keadaan larva
atau nimpa. Peristiwa metamorfosisi merupakan ekspresi fenotipik kerja gen yang
berurutan. Hormon- hormon yang berperan dalam metarmofosisi adalah produk dari
kerja gen secara bergantian mengontrol kerja gen lain dalam merangsang proses
diferensiasi dan proliferasi sel. Dengan demikian maka hormon merupakan agent dari
agen, yang mengontrol program perkembangan. Proses transformasi dari larva ke pupa
ditandai dengan perubahan pola-pola yang diambil dari kelenjar ludah hewan diptera
yang menunjukkan terbentuknya puff, pada pita-pita kromosom tertentu. Yang
dimaksud dengan puff adalah tempat berlangsungnya sintesis RNA. Sebanyak 200 puff
terdapat pada kromosom sel-sel kelenjar ludah selama transformasi dari larva ke pupa.
Pita-pita yang mengalami pembentukan puff dan regresi didalam polanya dipengaruhi
oleh konsentrasi ecdyson dan berhubungan dengan perkembangan dari tahap larva ke
pupa.
Pembentukan pupa tidak lepas dari hormon utama yaitu hormon ekdison
dibutuhkan ketika adanya pergantian kulit dan apabila terlalu tinggi akan mempercepat
prosesnya sedangkan hormon dan bilah rendah proses pergantian kulit terganggu
juvenil dibutuhkan untuk mempertahankan bentuk serangga. Kecepatan pupa dapat
disebabkan karena tubuh serangga tidak mampu memproduksi hormon juvenil secara
stabil
Fase imago adalah proses terakhir pada hewan yang mengalami metamorphosis.
Fase imago biasanya hewan dewasa yang sudah mengalami fase-fase sebelumnya. Pada
fase ini hewan sudah tumbuh menjadi hewan dengan pertumbuhan aslinya. Proses
metabolisme di dalam tubuh kupu- kupu dipengaruhi oleh hormon. Hormon ekdison
yang disekresikan oleh kelenjar protoraks (belakang kepala ulat) akan merangsang
prosesmolting atau pergantian kulit pada saat fase larva. Selain itu, ekdison juga
merangsang untuk mendorong perubahan dari ulat menjadi kupu- kupu. Sekresi
hormon ekdison ini dikontrol oleh hormon otak (brain hormone). Hormon juvenil,
merupakan hormon yang mempertahankan bentuk larva disekresi oleh kelenjar alat
yang terletak di belakang otak. Hormon ini berungsi mempertahankan bentuk larvanya.
Sehingga jika suatu larva memiliki konsentrasi juvenil yang tinggi, maka perubahan
menjadi kupu- kupu akan terhambat. Fase pupa terjadi ketika konsentrasi juvenil
berkurang sehingga ekdison akan merangsang ke tahapan selanjutnya, pupa.
Bila sistem endokrin (neuroendokrin) larva mengalami gangguan (blocking),
maka akan mengakibatkan terhambat nya proses pengelupasan (pergantian) kulit dan
gangguan pertumbuhan, bahkan bisa menyebabkan kematian.Gangguan itu bisa berasal
dari senyawa-senyawa kimia tertentu.
D. Pentingnya mempelajari hormon serangga
Seorang ahli biologi adalah seorang yang mendalami semua ilmu yang
berhubungan dengan kehidupan, mulai dari kehidupan tingkat terendah sel hingga
organisme. Oleh karena itu, seorang ahli biologi penting mempelajari hormon pada
serangga karena ahli biologi merupakan tokoh utama sumber pengetahuan untuk
masyarakat maupun pelajar atas semua hal yang berhubungan dengan makhluk hidup
yang bersumber dari penelitian dan pengamatan yang dilakukan mereka. Karena
didalam melakukan sebuah penelitian seorang ahli biologi harus mengetahui dasarnya
terlebih dahulu. Sehingga apabila sudah mengetahui dasarnya maka seorang ahli
biologi akan dengan mudah mengembangkan pemikirannya, begitu juga ketika
seorang ahli biologi mengetahui hormon pada serangga maka ahli biologi akan dengan
mudah pula mencari cara untuk membasmi serangga yang sekiranya merugikan dan
akan dengan mudah mencari teknik budidaya jika dirasa menguntungkan

a. Nilai penting apa mempelajari metamorphosis pada serangga dan hormon pada
serangga untuk para petani
Sebagaimana yang diketahui bahwa serangga memiliki peran sebagai
parasit dan ada pula yang menguntungkan dalam pertanian. Sehingga ketika
petani mengetahui dan memahami tentang metamorphosis pada serangga serta
hormon pada serangga maka diharapkan petani dapat menangani problematika
yang diakibatkan oleh serangga saat masa tanam, dengan harapan hal ini dapat
pula meningkatka produktivitas hasil paanen petani.
Tujuan utama mempelajari serangga adalah untuk mengetahui
hubungan yang terjalin antara serangga dan manusia. Hal ini tak dapat
dipungkiri karena kehidupan sehari – hari manusia tak lepas dari hubungan
dengan serangga. Dewasa ini serangga telah banyak dikaitkan dengan berbagai
aspek kehidupan, misalnya kedokteran/kesehatan, kehutanan, perkotaan,
pertanian, forensik, dan lainnya. Pertanian dan serangga seakan menjadi
masalah klasik yang tidak akan ada habisnya, bahkan hingga saat ini masih terus
diperdebatkan. Dalam dunia pertanian, serangga dapat menjadi lawan dan
kawan petani. Dalam satu sisi, serangga menjadi hama perusak tanaman
budidaya yang dapat menyebabkan kerugian hingga gagal panen. Namun di sisi
lain serangga dapat membantu kelancaran kegiatan pertanian seperti kupu –
kupu (Appias libythea) sebagai pollinator, belalang sembah (ordo Mantodea)
sebagai musuh alami bagi hama – hama tanaman. Beberapa serangga seperi
lebah madu (Apis spp) dan ulat sutera (Bombyx mori) dapat menjadi lahan
usaha yang potensial. Oleh karena perannya yang sangat krusial, maka
seharusnya pengetahuan tentang serangga kepada petani lebih diperhatikan.
Pengetahuan tentang serangga menjadi penting karena dengan mempelajari
sumber masalah, kita dapat mengetahui solusi yang tepat. Akar masalah dalam
hal ini serangga perlu dikenali spesies apa saja yang potensial menjadi hama
tanaman budidaya
b. Nilai penting apa mempelajari metamorphosis pada serangga dan hormon pada
serangga untuk para ahli serangga
Serangga amat bermanfaat atau berjasa kepada ilmu pengetahuan dalam
menambah khazanah pemahaman tentang jasad hidup dan berbagai interaksi
yang terjadi pada jasad hidup, termasuk manusia. Peran serangga dalam
bioteknologi kedokteran, tidak hanya terbatas sebagai serangga vektor yang
dibiakkan untuk mempermudah mempelajari penyakit-penyakit seperti
malaria, demam berdarah Dengue ataupun penyakit terbawa vektor serangga
lainnya.

c. Nilai penting apa Anda sebagai calon guru mempelajarai hormon pada
serangga
Mempelajari materi hormon pada serangga penting bagi calon guru
biologi, karena dapat digunakan sebagai modal ketika mengajarkan tentang
hormon pada serangga guna menjadi guru yang profesional. Penguasaan materi
yang akan diajarkan merupakan suatu hal yang sangat fundamental bagi calon
guru. Sebagai calon guru Biologi kita dituntut harus dapat menguasai setiap
materi Biologi agar dapat memberikan pembelajaran bagi siswa kita.
Pentingnya mempelajari hormone pada serangga agar kita mengetahui fungsi-
fungsi hormon dan mekanisme hormon yang ada pada serangga. Setelah kita
mengerti dan mempelajari apa itu fungsi hormon pada serangga, ilmu yang kita
miliki tersebut menjadi bekal untuk kita mengajarkan kepada siswa nanti
supaya siswa juga dapat mengerti dan memahami apa itu hormon pada
serangga. Sehingga ilmu yang kita dapatkan dari mempelajari hormon pada
serangga bermanfaat bagi orang lain terutama bagi siswahormon pada serangga
yaitu agar mengetahui hormon yang berperan dalam metamorfosis serangga
yang dimana terdiri dari atas tiga macam yaitu, hormon otak, hormon molting
(ekdison), dan hormon juvenil. untuk menambah wawasan yang lebih karena
dalam ilmu biologi terdapat cabang ilmu yang mempelajari serangga yakni
entomologi. Selain ini dalam kehidupan sehari- hari manusia tidak lepas dari
hubungan dengan serangga. Dan sebagai seorang guru juga dituntut untuk lebih
aktif, terampil dan kreatif sehingga dengan mempelajari entomologi terapan
dapat diperoleh seperti peran serangga secara ekonomis bagaimana, dalam
dunia kesehatan bagaimana , dapat menjelaskan dan mengedukasi siswa atau
bahkan orang lain seperti (petani, afau orang yg membutuhkan edukasi tentang
pendalaman materi serangga). memberikan pengetahuan baru yang
berpengaruh pada seluruh pemahamannya tentang materi hormone pada
serangga dan untuk mengintegrasikan pengetahuan materi ke dalam
pengetahuan yg dilakukan untuk individual atau kelompok (materi pendagogi).
Selain itu berkaitan dengan kemampuan guru dalam menguasai materi
pelajaran. Sehingga ketika siswa bertanya, dengan sigap dan cepat tanggap,
guru akan dapat lansung menjawabnya dengan bahasa yang mudah dimengerti
oleh siswanya.Sehingga nilai penting mempelajari hormon pada serangga bagi
calon guru biologi antara lain:
a. untuk mempermudah penguasaan materi oleh guru
b. untuk memudahkan proses belajar mengajar
c. untuk tercapainya tujuan pembelajaran serta guna menjadi guru yang
profesional.
Referensi

Agustina, Putri., Sundari, Puput Putri Kus., dan Ardani, Dewi Eri. (2016). Kemampuan
Mahasiswa Calon Guru Biologi dalam Merancang Pembelajaran Berbasis Praktikum:
Studi Kasus Mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP UMS. In Proceeding Biology
Education Conference: Biology, Science, Enviromental, and Learning. 13 (1): 536-
540.
Campbell, NA; Reece,JB; dan Mitchell,LG.2004. Biologi Edisi
kelima jilid tiga. Jakarta:Erlangga. Hal :141
Lukman, Aprizal. (2009). “Peran Hormon Dalam Metamorfosis Serangga”. Biospecies. 2 (1):
42-45.
Martono, Edhi. (2013). Resensi Menggunakan Serangga Untuk Memahami Kehidupan. Jurnal
Teknosains, 1 (3) : 74-75.
Putro, Sulistyo Dwi Kartini., Lestari Umie., dan Lukiati Betty. 2016. Perkembangan
Konsentrasi Hormon Pertumbuhan Untuk Metamorfosis Ulat Sutera (Bombyx mori
L). Seminar Nasional Pendidikan dan Saintek 2016. Hal: 376-383.

Anda mungkin juga menyukai