MAKALAH
Disusun Oleh:
Desember 2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat serta hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya.
Makalah yang diberi judul “REGENERASI” ini disusun untuk melengkapi tugas
mata kuliah Sistem Perkembangan Hewan II. Penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan yang diberikan oleh
beberapa pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih
kepada :
1. Ibu Amy Tenzer selaku dosen pengampu mata kuliah Sistem Perkembangan
Hewan II.
2. Teman-teman yang telah membantu selama penyusunan dari awal hingga
selesainya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna, sehingga kritik dan saran diharapkan dari pembaca. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya penulis.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Daya regenerasi tak sama pada berbagai organisme. Ada yang tinggi dan
ada yang rendah sekali dayanya. Tak jelas hubungan linier antara kedudukan
sistematik hewan dengan daya regenerasi. Yang terkenal tinggi dayanya adalah
Coelenterata, Platyhelminthes, Annelida, Crustacea, dan Urodela. Aves dan
Mammalia paling rendah dayanya, biasanya terbatas kepada penyembuhan luka,
bagian tubuh yang terlepas tak dapat ditumbuhkan kembali. Dalam melakukan
regenerasi banyak faktor yang mempengaruhi, salah satu diantaranya yaitu
enzimatis dalam tubuh. Semakin baik dan fertile kondisi enzim dalam tubuh
makkhluk hidup maka semakin besar pula melakukan proses regenerasi. Regenerasi
bila ditinjau lebih lanjut, ternyata terdiri dari berbagai kegiatan, mulai dari
pemulihan kerusakan yang parah akibat hilangnya bagian tubuh utama. Misalnya
penggantin anggota bagian badan sampai pada penggantian kerusakan kecil yang
terjadi dalam proses biasa, misalnya rontoknya rambut. Regenerasi dapat juga
berbentuk sebagai poliferasi dan diferensiasi sel-sel lapisan marginal.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. Pengertian Regenerasi
Regenerasi adalah pemulihan kerusakan parah akibat bilamana hilangnya
bagian tubuh utama, misalnya anggota tubuh, sampai pada pergantian kerusakan
kecil yang merupakan proses fisiologis biasa, misalnya pergantian rambut yang
rontok (Tim Dosen, 2010).
Daya regenerasi tak sama pada berbagai organisme, ada yang tinggi dan ada
yang rendah sekali. Tak jelas hubungan linier antara kedudukan sistematik hewan
dengan daya regenerasi. Hewan yang terkenal tinggi dayanya adalah Coelenterata,
Platyhelminthes, Annelida, Crustacea, dan Urodela. Kelompok Aves dan
Mammalia yang memiliki daya regenerasin paling rendah, biasanya terbatas kepada
penyembuhan luka, bagian tubuh yang terlepas tak dapat ditumbuhkan kembali.
Setiap larva dan hewan dewasa mempunyai kemampuan untuk menumbuhkan
kembali bagian tubuh mereka yang secara kebetulan hilang atau rusak terpisah.
Kemampuan menumbuhkan kembali bagian tubuh yang hilang ini disebut
regenerasi. Kemampuan setiap hewan dalam melakukan regenerasi berbeda-beda.
Hewan avertebrata mempunyai kemampuan regenerasi yang lebih tinggi dari pada
hewan vertebrata (Majumdar, 1985). Menurut Balinsky (1981), suatu organisme
khususnya hewan memiliki kemampuan untuk memperbaiki struktur atau jaringan
yang mengalami kerusakan akibat kecelakaan yang tidak disengaja karena kondisi
natural atau kerusakan yang disengaja oleh manusia untuk keperluan penelitian atau
experimen. Hilangnya bagian tubuh yang terjadi ini setiap saat dapat muncul
kembali, dan dalam kasus ini proses memperbaiki diri ini kita sebut sebagai
regenerasi.
Proses regenerasi dalam banyak hal mirip dengan proses perkembangan
embrio. Pembelahan yang cepat, dari sel-sel yang belum khusus timbullah
organisasi yang kompleks dari sel-sel khusus. Proses ini melibatkan morfogenesis
dan diferensiasi seperti perkembangan embrio akan tetapi paling tidak ada satu cara
proses regenerasi yang berbeda dari proses perkembangan embrio.
Kemampuan regenerasi dari hewan-hewan yang berbeda dapat dibedakan,
hal ini tampak dengan adanya beberapa hubungan antara kompleksitas dengan
kemampuan untuk regenerasi. Daya regenerasi Spons hampir sempurna.
Regenerasi pada manusia hanya terbatas pada perbaikan organ dan jaringan
tertentu. Kemampuan hewan untuk meregenerasi bagian-bagian yang hilang sangat
bervariasi dari spesies ke spesies. Hewan avertebrata seperti cacing tanah, udang,
ikan, salamander dan kadal tidak mempunyai daya regenerasi yang dapat
meregenerasi seluruh organisme, melainkan hanya sebagian dari organ atau
jaringan organisme tersebut (Kimball, 1992).
Regenerasi yang terjadi pada hewan dapat dilakukan dengan tiga cara.
Pertama regenerasi epimorfosis, yang mana pada regenerasi ini melibatkan
dediferensiasi struktur dewasa untuk membentuk masa sel yang belum
terdiferensiasi yang kemudian direspesifikasi. Regenerasi ini khas pada membra,
contohnya regenerasi pada kaki kecoa. Tipe regenerasi yang kedua adalah
regenerasi morfolaksis yang terjadi lewat pemulihan kembali jaringan yang masih
ada (tersisa), yang tidak disertai dengan pembelahan sel. Contohnya adalah hydra.
Regenerasi yang ketiga yaitu regenerasi intermediet, yang diduga sebagai
regenerasi kompensatori. Regenerasi ini sel-selnya membelah, tetapi
mempertahankan fungsi yang telah terdiferensiasi. Mereka memproduksi sel-sel
serupa pada dirinya sendiri dan tidak membentuk masa jaringan yang belum
terdiferensiasi. Tipe regenerasi kompensatori ini khas pada hati manusia (Soeminto,
2000).
Gambar 1. Regenerasi pada kaki kadal air (Dikutip dari Balinsky, 1981)
C. Kemampuan Regenerasi pada Berbagai jenis hewan
Pada daya regenerasi tak sama pada berbagai organisme. Ada yang tinggi
dan ada yang rendah sekali dayanya. Yang terkenal tinggi dayanya adalah
Coelenterata, Platyhelminthes, Annelida, Crustacea, dan Urodela. Aves dan
Mammalia paling rendah dayanya, biasanya terbatas kepada penyembuhan luka,
bagian tubuh yang terlepas tak dapat ditumbuhkan kembali. Setiap larva dan hewan
dewasa mempunyai kemampuan untuk menumbuhkan kembali bagian tubuh
mereka yang secara kebetulan hilang atau rusak terpisah.
Kemampuan menumbuhkan kembali bagian tubuh yang hilang ini disebut
regenerasi. Kemampuan setiap hewan dalam melakukan regenerasi berbeda-beda.
Hewan avertebrata mempunyai kemampuan regenerasi yang lebih tinggi dari pada
hewan vertebrata (Majumdar, 1985). Menurut Balinsky (1981), suatu organisme
khususnya hewan memiliki kemampuan untuk memperbaiki struktur atau jaringan
yang mengalami kerusakan akibat kecelakaan yang tidak disengaja karena kondisi
natural atau kerusakan yang disengaja oleh manusia untuk keperluan penelitian atau
experimen. Hilangnya bagian tubuh yang terjadi ini setiap saat dapat muncul
kembali, dan dalam kasus ini proses memperbaiki diri ini kita sebut sebagai
regenerasi.
Proses regenerasi dalam banyak hal mirip dengan proses perkembangan
embrio. Pembelahan yang cepat, dari sel-sel yang belum khusus timbullah
organisasi yang kompleks dari sel-sel khusus. Proses ini melibatkan morfogenesis
dan diferensiasi seperti perkembangan embrio akan tetapi paling tidak ada satu cara
proses regenerasi yang berbeda dari proses perkembangan embrio.
Kemampuan regenerasi dari hewan-hewan yang berbeda dapat dibedakan,
hal ini tampak dengan adanya beberapa hubungan antara kompleksitas dengan
kemampuan untuk regenerasi. Daya regenerasi Spons hampir sempurna.
Regenerasi pada manusia hanya terbatas pada perbaikan organ dan jaringan
tertentu. Kemampuan hewan untuk meregenerasi bagian-bagian yang hilang sangat
bervariasi dari spesies ke spesies. Hewan avertebrata seperti cacing tanah, udang,
ikan, salamander dan kadal tidak mempunyai daya regenerasi yang dapat
meregenerasi seluruh organisme, melainkan hanya sebagian dari organ atau
jaringan organisme tersebut (Kimball, 1992).
Pada Hydra yang dipotong menjadi dua bagian atau lebih masing-masing
dapat melakukan reggaenerasi menjadi satu individu yang sempurna pada bagian
posterior akan membentuk mulut dan tentakel-tentakel baru, sementara pada bagian
anterior akan membentuk bagian posterior lengkap dengan kaki dan kaki
tempelnya.
Pada Planaria bagian tubuh dapat dipotong melintang atau memanjang dan
masing-masing potongan tubuh akan melakukan regenarasi bagian-bagian yang
hilang. Saat terjadi pemotongan, sebuah blastema regenerasi akan terbentuk pada
permukaan potongan dan bagian yang hilang akan tumbuh dari blastema tersebut.
Regenerasi pada Planaria termasuk cara regenerasi epimorfis dan morfolaksis.
Tahap penyembuhan luka ini diawali dari tepi luka dengan penyebaran
epidermis dari tepi luka yang akan menutupi permukaan yang terluka.
Penyebarannya dengan cara gerakan amoeboid sel-sel yang tidak melibatkan
pembelahan mitosis sel. Akan tetapi sekali penutupan selesaikan sel-sel epidermis
berproliferasi untuk menghasilkan mas sel yang berlapis-lapis dan membentuk
sebuah tudung berbentuk kerucut pada ujun anggota badan. Struktur tersebut
dikenal dengan “Apical epidermis cap”. Waktu penyembuhan luka relatif cepat,
namun tergantung juga pada ukuran hewan yng beregenerasi dan ukuran luka serta
faktor-faktor eksternal seperti suhu. Pada salamander proses penutupan luka setelah
anggota badan diamputasi berlangsung kira-kira satu atau dua hari.
b. Periode penghancuran jaringan (histolisis)
Setelah proses penutupan luka, proses lain yang sangat penting dalam
regeneras adalah terjadinya dediferensiasi jaringan-jaringan yang berdekatan
dengan permukaa luka, dediferensiasi didahului dengan histolisis jaringan-jaringan
didalam puntung secara besarbesaran. Jaringan yang telah terdiferensiasi seperti
otot, tulang rawa, tulang ikat, matriks, interselulernya hancur dan melepaskan
individu sel-sel mesenkhim yang merupakan sel-sel awal dari jaringan yng telah
berdiferensiasi tersebut.
Dari manakah sel-sel yang beregenerasi itu berasal pada uraian sebelumnya
bahwa sel-sel blastema yang terlibat yang terlibat dalam regenerasi anggota tubuh
berasal dari dediferensiasi lokal jaringan puntung selama penghancuran jaringan
(histolisis). Alternatif lain menyatakan bahwa sumber sel-sel blastema berasal dari
sel-sel cadangan yang bergerak dari wilayah lain sebagai akibat amputasi.
Mengenai asal sel lokal yang bergerak dalam ikut serta dalam regenerasi anggota
tubuh amfibia telah diketahui oleh Hertwig (1927) melakukan eksperimen yaitu,
suatu anggota tubuh haploid (n) yang diamputasi, selanjutnya dicangkokkan di
salamander diploid (2n). Hasil pencangkokan ini dibiarkan sampai sembuh,
berikutnya dilakukan amputasi pada bagian lengan atas dari anggota badan haploid
(n) yang telah sembuh. Setelah dibiarkan beberapa saat serta merta telah muncul
blastema, dan hasil eksperimen menunjukkan bahwa semua sel-sel yang
beregenerasi adalah haploid (n).