PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Drosophila melanogaster (Lalat buah) merupakan sejenis lalat buah yang
biasa terdapat di buah-buahan dan biasanya digunakan sebagai objek dalam
percobaan genetika karena daur hidupnya sangat cepat. Selain itu, lalat ini
sangat subur yang betina dapat menghasilkan ratusan telur yang dibuahi
dalam hidupnya yang pendek (Kimball, 2001).
Drosophila melanogaster, sejenis serangga biasa yang umumnya tidak
berbahaya dan merupakan pemakan jamur yang tumbuh pada buah. Lalat
buah adalah serangga yang mudah berkembangbiak. Dari satu perkawinan
saja dapat dihasilkan ratusan keturunan, dan generasi yang baru dapat
dikembangkan setiap dua minggu. Karakteristik ini menunjukkan lalat buah
organisme yang cocok sekali untuk kajian-kajian genetik (Campbell, 2008).
Kebanyakan penemuan di bidang genetika didapatkan melalui penelitian
dengan menggunakan lalat tersebut sebagai bahan (Suryo,2004).
Pilihan ini tepat sekali karena pertama, lalat ini kecil sehingga suatu
populasi yang besar dapat dipelihara dalam laboratorium. Kedua, daur hidup
sangat cepat. Tiap 2 minggu dapat dihasilkan satu generasi dewasa yang baru.
Ketiga, lalat ini sangat subur yang betina dapat menghasilkan ratusan telur
yang dibuahi dalam hidupnya yang pendek itu (Kimball, 2001).
B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dalampraktikum pautan pada kromosom x adalah untuk
memahami pewarisan sifat yang ditentukan oleh gen terangkai X.
32
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hubungan Gen dengan Kromosom
Di awal abad kedua puluh, telah disepakati bahwa kromosom terdapat
berpasangan, seperti halnya gen-gen Medel. Hal tersebut memantapkan
kepercayaan yang berkembang bahwa gen sebenarnya dibawa dalam
kromosom. Namun bukti terakhir datang dari percobaan pada lalat buah yang
dilakukan oleh ahli genetika asal Amerika bernama T.H. Morgan (Brookes,
2005).
Morgan mempelajari pewarisan karakteristik lalat buah dengan cara
yang kurang lebih sama dengan cara Mendel mempelajari kacang ercis.
Namun ia telah menemukan sesuatu yang unik. Pewarisan beberapa
karakteristik tertentu sepertinya dipengaruhi oleh jenis kelamin keturunan
tersebut (Brookes, 2005).
Dalam satu percobaan, ia menggunakan dua jenis lalat, satu lalat
bermata merah dan satu lagi bermata putih. Ketika lalat jantan bermata
dikawinkan dengan lalat bermata merah, semua keturunan yang dihasilkan
bermata merah. Jadi mata merah adalah dominan dan mata putih resesif.
Namun ketika lalat jantan bermata merah dikawinkan dengan lalat betina
bermata putih hasilnya berbeda baik lalat bermata merah maupun putih yang
dihasilkan dalam jumlah yang kurang lebih sama. Lebih-lebih, semua lalat
bermata putih adalah jantan (Brookes, 2005).
Morgan menyadari bahwa lalat jantan selalu mewarisi warna induk
betina galur murni. Induk betina galur murni. Induk betina bermata putih
menghasilkan keturunan lalat jantan bermata putih, sedangkan betina bermata
merah menghasilkan keturunan lalat jantan bermata merah pula (Brookes,
2005).
Pada lalat buah, seperti halnya pada manusia, betina memiliki dua
kromosom X sedangkan jantan memiliki kromosom X dan Y. Lalat jantan
mewarisi kromosom X dari induk betina, jadi Morgan berpendapat bahwa
satu-satunya cara untuk menjelaskan hasil yang ia peroleh adalah apabila gen
penyandi warna mata terpaut pada kromosom X. Kromosom Y tampaknya
33
tidak membawa gen apapun. Pada jantan, gen apapun yang ada dikromosom
X, meskipun dominan atau resesif, akan diekspresikan (Brookes, 2006).
B. Kromosom Terpaut
Menurut (Suryo, 2005), inti sel tubuh lalat buah hanya memiliki 8 buah
kromosom saja, sehingga mudah sekali diamati dan dihitung. Delapan buah
kromosom tersebut dibedakan atas yaitu:
1. 6 buah kromosom (atau 3 pasang) yang pada lalat betina maupun jantan
bentuknya sama. Karena itu kromosom-kromosom ini disebut autosom
(kromosom tubuh), sisingkat dengan huruf A.
2. 2 buah kromosom (atau 1 pasang) disebut kromosom kelamin (seks
kromosom), sebab bentuknya ada yang berbeda pada lalat betina dan
jantan.
Kromosom kelamin dibedakan atas:
1. Kromosom X yang berbentuk batang lurus. Lalat betina memiliki 2
kromosom X.
2. Kromosom Y yang sedikit membengkok pada salah satu ujungnya.
Kromosom Y lebih pendek dari pada kromosom X. Lalat jantan
memiliki sebuah kromosom X dan Y. Lalat betina normal memiliki
kromosom Y. Lalat betina memiliki 2 kromosom kelamin sejenis maka
lalat betina dikatakan homogametik sedangkan jantan bersifat
heterogametik
Berhubungan dengan itu formula kromosom untuk lalat buah ialah
sebagai berikut:
a. Lalat betina ialah 3 AAXX (= 3 pasang autosom + 1 pasang
kromosom X)
b. Lalat jantan ialah 3 AAXY (= 3 pasangan autosom +
sebuah kromosom X + sebuah kromosom Y).
Dalam keadaan normal, lalat betina membentuk satu macam sel telur
saja yang bersifat haploid (3AX). Tetapi lalat jantan membentuk 2 macam
spermatozoa yang haploid. Ada spermatozoa yang membawa kromosom X
(3AX) dan ada yang membawa kromosom Y (3AY). Apabila sel telur itu
dibuahi spermatozoon yang membawa kromosom X, terjadilah lalat betina
34
yang diploid (3AAXX). Tetapi bila sel telur itu dibuahi spermatozoa yang
membawa kromosom Y, terjadilah lalat jantan yang diploid (3AAXY).
Kadang-kadang diwaktu meosis selama pembentukan sel-sel kelamin,
sepasang kromosom kelamin itu tidak memisahkan diri, melainkan tetap
berkumpul.
buah
(Drosophila
melanogaster)
mudah
dipelihara
dalam
8.
37
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Adapun praktikum uji ratio fenotif hasil persilangan dihibrid pada jagung
dilakukan pada hari Senin, 25 April 2016 pukul 13.30-15.00 WIB. Di
Laboratorium Biologi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah
Palembang.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Adapun alat yang digunakan ialah mikroskop stereo, eter, kapas,
petridish, kuas kecil.
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan ialah media pemeliharaan, stok
Drosophila melanogaster.
C. Cara Kerja
1. Ambil lima pasang (5 jantan Drosophila normal dan 5 betina mutan putih)
dan silangkan.
2. Silangkan 5 lalat betina liar (normal) mata merah dengan lalat jantan
mutan mata putih.
3. Dua minggu setelah mengawinkan lalat, maka diperoleh keturunan F1.
Perhatikan fenotipnya, pisahkan seksnya dan hitunglah. Tetapkan fenotipe
dan genotif dari lalat tersebut.
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1 persilangan lalat buah
Seks
Jumlah
Fenotip
Genotif
Induk
Jantan
Betina
2
2
Jantan
Betina
1
1
MM
(Mata merah)
G
Mata merah
Mata merah
Keturunan F1
Mata merah
Mata merah
MM
mm
Mm
Mm
mm
(Mata merah)
F1
Mm
(Mata merah) 100 %
F1 x F1
P
Mm
(Mata merah)
G
M, m
Mm
(Mata merah)
M, m
F2
/
M
m
M
MM
Mm
m
Mm
mm
B. Pembahasan
Adapun pembahasan mengenai persilangan pada lalat buah Drosophila
melanogaster dan 2 lalat buah jantan 2 betina menghasilkan 1 keturunan jantan
dan 1 keturunan betina dari keturunan F1 dimana fenotifnya menghasilkan lalat
bermata merah dengan genotifnya Mm dengan menghasilkan 100% lalat buah
berwarna merah. Dan pada persilangan F2 dimana genotif Mm dengan Mm
menghasilkan perbandingan 3:1 dimana fenotifnya 3 lalat buah yang bermata
merah dan 1 lalat buah yang bermata putih. Penentuan jenis kelamin suatu
39
40
41
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya maka disimpulkan bahwa
Terjadinya pautan (linkage) sebagian ini disebabkan karena adanya pertukaran
(crossing over) sebagian segmen kromosom dari satu kromosom dengan
kromosom pasangannya. Gen berangkai pada Drosophila melanogaster terkait
pada kromosom kelaminnya yaitu pada kromososm X sehingga disebut
rangkai kelamin pada Drosophila. Gen yag terangkai pada kromosom kelamin
memperlihatkan pola penurunan yang unik, lalat D. Melanogaster jantan
bermata putih dengan betina bermata merah. Hasil persilangan Morgan
tersebut, khususnya pada generasi F1, ternyata berbeda jika tetua jantan yang
digunakan adalah tipe alami (bermata merah) dan tetua betinanya bermata
putih.
B. Saran
Adapun saran dalam praktikum pautan kromosom x ini sebaiknya
praktikan lebih teliti dan hati-hati dalam meletakkan lalt buah ke dalam toples
guna menghindari lalt buah yang akan terbang dan hinggap di tempat lain.
42
DAFTAR PUSTAKA
Brookes, M. 2005. Genetika. Jakarta: Erlangga.
Campbell,N.A.,Recce,J.B.,&Mitchell,L.G.2002.BiologiEdisiKelimaJilid1.Jakarta:
Erlangga.
Kimball. 2001. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Singh, B.S. and M.P. Singh, 2008. Cytogenetics. Satish Serial Publishing House.
New Delhi.
Suryo. 2005. Genetika Manusia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Zaif. 2009. Rangkai Kelamin dan Penentuan Jenis Kelamin. Diakses pada hari
Jumat, 27 mei 2016 pukul 15.00 WIB. Website : http://zaifbio.
wordpress.com.
43