Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA

IMITASI RATIO FENOTIPE

Oleh :
OKE LOLITA PRATIWI
(130210103088)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

I.

JUDUL
Imitasi Ratio Fenotipe

II.

TUJUAN
1. Mempelajari pola persilangan monohibrid dominan penuh
2. Mempelajari pola persilangan monohibrid dominan tidak penuh
3. Mempelajari pola persilangan dihibrid dominan penuh
4. Mempelajari pola persilangan dihibrid dominan tidak penuh
III.
DASAR TEORI
Suatu penjelasan yang mungkin diberikan mengenai hereditas adalah hipotesis

pencampuran suatu gagasan bahwa materi genetik yang disumbangkan kedua orang tua
bercampur dengan cara didapatkannya warna hijau dari pencampuran warna biru dan kuning.
Hipotesis ini memprediksi bahwa dari generasi ke generasi, populasi dengan perkawinan
bebas akan memunculkan populasi individu yang seragam. Namun demikian, pengamatan
kita setiap hari, dan hasil percobaan pengembangbiakan hewan dan tumbuhan , ternyata
bertolak belakang dengan prediksi tersebut. Sebuah alternative terhadap model pencampuran
ini adalah hipotesis penurunan sifat partikulat (particulate inherintance) : ide tentang
gen. Menurut model ini, orang tua membeikan unit unit warisan yang memiliki ciri sendiri
gen yang tetap mempertahankan cirri khusus ini pada keturunan. gen dapat dipilah dan
diteruskan dari generasi ke generasi, dalam bentuk yang tidak terbatas (Elvita, dkk., 2008).
Analisis genetik pada suatu spesies akan lebih cepat memberikan hasil apabila spesies
tersebut memiliki cara yang efektif dalam menggabungkan sifat kedua tetua (parental)
persilangan ke dalam sifat keturunannya. Sebagai contoh, organisme dengan sterilitas sendiri
atau sterilitas silang akan sulit menggabungkan sifat kedua tetua kepada keturunannya
sehingga organisme semacam ini semestinya tidak digunakan untuk mempelajari pola
pewarisan suatu sifat (Susanto, 2011).
Seorang biarawan dari Austria, bernama Gregor Johann Mendel, menjelang akhir abad
ke-19 melakukan serangkaian percobaan persilangan pada kacang ercis (Pisum sativum).
Mendel menyilangkan tanaman kacang Ercis yang tinggi dengan yang pendek, sehingga
mendapatkan tanaman yang semuanya tinggi. Selanjutnya tanaman tinggi hasil persilangan
dibiarkan menyerbuk sendiri. Ternyata keturunannya memperlihatkan nisbah (perbandingan)
tanaman tinggi terhadap tanaman pendek sebesar 3:1 (Susanto, 2011).
Keuntungan dari penggunaan ercis adalah waktu generasinya yang pendek dan jumlah
keturunan yang banyak dari setiap perkawinan. Selain itu, Mendel juga dapat mengontrol
perkawinan antar tanaman dengan ketat. Organ-organ reproduksi tanaman ercis terletak pada
bunganya, dan setiap bunga ercis memiliki organ penghasil polen (Stamen atau benang sari)
sekaligus organ pengandung sel telur (Karpel atau putik) (Campbell, dkk., 2010).
Mendel menemukan prinsip-prinsip dasar tentang pewarisan sifat dengan cara
membiakkan ercis kebun dalam percobaan-percobaan yang dirancang secara hati-hati, dengan

meneliti ercis yang tersedia dalam banyak varietas, misalnya satu varietas memiliki bunga
ungu, sedangkan varietas yang lain memiliki bunga putih. Sifat terwariskan yang berbedabeda diantra individu, misalnya warna bunga, disebut karakter. Setiap Varian untuk satu
karakter, misalnya warna ungu atau putih untuk buanga, disebut sifat (trait) (Cambell, dkk.,
2010 ).
Untuk membuktikan kebenaran teorinya, Mendel telah melakukan percobaan dengan
membastarkan tanaman-tanaman yang mempunyai sifat beda. Tanaman yang dipilih adalah
tanaman kacang ercis (Pisum sativum). Alasannya tanaman tersebut mudah melakukan
penyerbukan silang, mudah didapat, mudah hidup atau mudah dipelihara, berumur pendek
atau cepat berbuah, dapat terjadi penyerbukan sendiri, dan terdapat jenis-jenis yang memiliki
sifat yang mencolok. Sifat-sifat yang mencolok tersebut, misalnya: warna bunga (ungu atau
putih), warna biji (kuning atau hijau), warna buah (hijau atau kuning), bentuk biji (bulat atau
kisut), sifat kulit (halus atau kasar), serta ukuran batang (tinggi atau rendah). Prinsip dasar
hereditas yang ditemukan oleh Mendel dirumuskannya dalam 2 hukum, yaitu Hukum Mendel
I dan Hukum Mendel Mendel II (Mulyadi, 2012).
Hukum Mendel I atau hukum segregasi membahas tentang pemisahan faktor-faktor
pembawa sifat (alel) pada waktu pembentukan gamet. Hukum segregasi menyatakan bahwa
alel-alel akan berpisah secara bebas dari diploid menjadi haploid pada saat pembentukan
gamet. Dengan demikian setiap sel gamet hanya mengandung satu gen dari alelnya.
Fenomena ini dapat diamati pada persilangan monohibrid, yaitu persilangan dua individu
dengan satu sifat beda. Untuk mengujinya, Mendel melakukan perkawinan silang antara
antara ercis berbunga ungu dengan ercis berbunga putih dengan satu faktor pembawa sifat
(Nuraini, 2008).
Hukum Mendel II atau the law of independent assortment membahas mengenai
perkawinan silang yang menyangkut dua atau lebih pasangan sifat berbeda, maka pewarisan
dari masing-masing pasangan faktor sifat-sifat tersebut adalah bebas sendiri-sendiri (masingmasing tidak tergantung satu sama lain). Keturunan pertama menunjukkan sifat fenotipe
dominan dan keturunan kedua menunjukkan fenotipe dominan dan resesif dengan
perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Untuk mengujinya, Mendel melakukan perkawinan silang antara
antara ercis biji kuning dengan bentuk bulat RRYY dengan ercis biji hijau dengan bentuk
keriput (Nuraini, 2008).
Dalam suatu percobaan,jarang ditemukan hasil yang tepat betul, karena selalu saja ada
penyimpangan.Yang menjadi masalah ialah berapa banyak penyimpangan yang masih bisa
kita terima.Menurut perhitungan para ahli statistic tingkat kepercayaan itu adalah 5 % yang
masih dianggap batas normal penyimpangan. Untuk percobaan genetika sederhana biasanya
dilakukan analisis Chi-squrae (Nio, 1990).

Peluang menyangkut derajat kepastian apakah suatu kejadian terjadi atau tidak. Dalam
ilmu fenetika ilmu genetika, segregasi dan rekombinasi gen juga didasarkan pada hukum
peluang. Rasio persilangan Heterozigot dalah 3:1 jika sifat tersebut diturunkan secara
dominant penuh.Jika terjadi persilangan dan hasilnya tidak esuai dengan teori.Kita dapat
menguji penyimpangan ini dengan uji Chi-square degan rumus sebagai berikut (Noor, 1996 ):
X2 = (O-E)2 / E
Keterangan :
X2 = Chi Quadrat
O = Nilai pengamatan
E = Nilai harapan
= Sigma ( Jumlah dari nilai-nilai)
Seringkali percobaan perkawinan yang kita lakukan menghasilkan keturunan yang
tidak sesuai dengan hukum Mendel. Unjuk menguji hal ini digunakan tes X 2 atau disebut juga
dengan Chi square. Awalnya tes ini dinamakan test phi ( ).Untuk memudahkan
mengingatnya dikatakan test X (Suryo, 1984).
Tujuan dari uji Chi-square adalah untuk mengetahui/menguji perbedaan proporsi
antara 2 atau lebih kelompok. Syaratnya yaitu Kelompok yang dibandingkan independen dan
Variabel yang dihubungkan katagorik dengan katagorik. Adapun kegunaanya yaitu Ada
tidaknya asosiasi antara 2 variabel (Independent test), Apakah suatu kelompok homogen atau
tidak (Homogenity test), dan Uji kenormalan data dengan melihat distribusi data (Goodness of
fit test) (Endista, 2008).
Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Penyimpangan semu terjadi karena interaksi antar alel dan genetik sebagai berikut
(Maarif, 2009):
A.

Interaksi Alel : Berbagai bentuk interaksi alel adalah interaksi dominan tidak sempurna,

kodominan, variasi dua atau lebih gen sealel (alel ganda), dan alel letal.
1)

Dominansi Tidak Sempurna (Incomplete Dominance) alel dominan tidak dapat

menutupi alel resesif sepenuhnya sehingga keturunan yang heterozigot memiliki sifat
setengah dominan dan setengah resesif.
2)

Kodominan dua alel suatu gen yang menghasilkan produk berbeda dengan alel yang

satu tidak dipengaruhi oleh alel yang lain. Contohnya sapi berwarna merah kodominan
terhadap sapi putih menghasilkan anak sapi roan.

3)

Alel Ganda fenomena adanya tiga atau lebih alel dari suatu gen. Umumnya gen

tersusun dari dua alel alternatifnya. Alel ganda dapat terjadi akibat mutasi dan mutasi
menyebabkan banyak variasi alel. Gejala adanya dua atau lebih fenotipe yang muncul dalam
suatu populasi dinamakan polimorfisme.
4)

Alel Letal alel yang dapat menyebabkan kematian bagi individu yang memilikinya.

Alel letal resesif adalah alel yang dalam keadaan homozigot resesif dapat menyebabkan
kematian. Contoh alel letal resesif adalah albino pada tumbuhan dan sapi bulldog. Alel letal
dominan adalah alel yang dalam keadaan dominan dapat menyebabkan kematian. Contohnya
ayam jambul (Maarif, 2009).
B.

Interaksi Gen : Interaksi genetik menyebab terjadinya atavisme, polimeri, kriptomeri,

epistatis dan hipostatis, serta komplementer. Interaksi ini menyebabkan rasio tidak sesuai
dengan Hukum Mendel, tetapi menunjukkan adanya variasi.
1)

Atavisme munculnya suatu sifat sebagai akibat interaksi dari beberapa gen. Contoh

atavisme adalah sifat genetis pada jengger ayam. Ada empat bentuk jengger ayam, yaitu
walnut (R_P_), rose (RRP_), pea (rrP_), dan single (rrpp). Perbandingan fenotipenya adalah
walnut : rose : pea : single = 9 : 3 : 3 : 1.
2)

Polimeri bentuk interaksi gen yang bersifat kumulatif atau saling menambah. Polimeri

terjadi akibat interaksi atara dua gen atau lebih sehingga disebut juga sifat gen ganda. Contoh
polimeri terdapat pada percobaan persilangan gandum, dilakukan H. Nilsson-Ehle yang
menghasilkan perbandingan fenotipe 15 : 1.
3)

Kriptomeri sifat gen dominan yang tersembunyi, jika gen tersebut berdiri sendiri,

namun gen dominan tersebut berinteraksi dengan gen dominan lainnya, maka sifat gen
dominan yang tersembunyi sebelumnya akan muncul.Contoh kriptomeri adalah persilangan
pada bunga Linaria maroccana yang menghasilkan perbandingan fenotipe bunga ungu : merah
: putih = 9 : 3 : 4.
4)

Epistatis dan Hipostatis persilangan dimana gen epistatis memiliki sifat

mempengaruhi gen hipostatis. Epistatis dibedakan menjadi epistatis dominan dimana gen
dengan alel dominan menutupi kerja gen lain, epistatis resesif yaitu gen dengan alel
homozigot resesif mempengaruhi gen lain, epistatis gen dominan rangkap adalah peristiwa
dua gen dominan atau lebih yang bekerja untuk munculnya satu fenotipe tunggal, dan
komplementer adalah interaksi beberapa gen yang saling melengkapi. Interaksi gen tersebut
disebut juga epistatis gen resesif rangkap (Maarif, 2009).

Persilangan Resiprok
Persilangan resiprok (persilangan kebalikan) ialah persilangan tukar kelamin atau
persilangan ulang dengan jenis kelamin yang dipertukarkan. Persilangan yang merupakan
kebalikan dari persilangan yang semula dilakukan. Sebagai contoh dapat digunakan
percobaan Mendel lainnya:
H = Gen yang menentukan buah polong berwarna hijau
h = Gen yang menentukan buah polong berwarna kuning
Mula-mula, serbuk sari dan bunga pada tanaman berbuah polong hijau diserbukkan pada putik
bunga pada tanaman berbuah polong kuning. Pada persilangan berikutnya cara tersebut diatas
dibalik. Dari kedua macam persilangan tersebut adalah ternyata didapatkan keturunan F1
maupun F2 yang sama (Suryo, 2010).
Persilangan Kembali (Backcross)
Inilah persilangan antara hibrid F1 dengan induknya jantan atau betina. Ambil sebagai
contoh marmut.
B = Gen untuk warna hitam
b = Gen untuk warna putih
Marmot jantan hitam homozigot BB menghasilkan keturunan F1 seragam, yaitu Bb berwarna
hitam. Jika marmot F1 disilangkan kembali dengan induk jantan (hitam homozigot), maka
semua marmot F2 berwana hitam meskipun genotipnya berbeda (Suryo, 2010).
P : BB (Hitam) >< bb (Putih)
(G) :

F1 :

Bb (Hitam)

F1 >< F1 : BB (Hitam) >< Bb(Hitam)

G
F2

: BB (Hitam)

B b
Bb (Hitam)

Uji silang Testcross


Ialah persilangan antara hibrid F1 dengan individu yang homozigot resesif. Jika
digunakan seperti pada contoh dimuka, hibrid F1 disilangkan dengan induk betina. Uji silang
pada monohibrid ini menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotip maupun genotip
sebagai 1:1. Nilai uji silang itu dapat merupakan suatu backcross tapi backcross belum tentu
uji silang (Suryo, 2010).

P : BB (Hitam) >< bb (Putih)


(G) :
F1

IV.

B
:

b
Bb (Hitam)

Testcross : Bb (Hitam) >< bb(putih)


(G): B b
F2 : Bb (Hitam)

b
bb (putih)

METODOLOGI PRAKTIKUM
IV.1 Alat dan Bahan
1. Kancing genetika berwarna-warni, kancing berpasangan menggambarkan
diploid, gamet yang dibentuk memiliki kromosom haploid yang diwakili
oleh kancing yang tidak berpasangan sedangkan pada percobaan dihibrid
belahan kancing dengan penonjolan mewakili gen dominan.
2. Kantong menggambarkan tempat terjadinya spermatogenesis
oogenesis.
IV.2 Cara Kerja
4.2.1. Perkawinan monohibrid dengan dominasi penuh
Menyiapkan dua buah kantong sebagai alat reproduksi jantan dan betina

Memasukkan asing-masing kantong berisi 10 buah kancing dari dua warna berbeda
(warna terang= dominan dan warna gelap= resesif)

Mengacak kancing-kancing tersebut dan mengambil sebuah kancing dari masingmasing kantong secara acak, satukan kedua kancing dan tulis genotipe zigot yang
didapatkan ke dalam tabel (MM=merah, Mm=merah, mm= putih)

Menuliskan fenotipe individu yang didapatkan

Mengembalikan kancing ke dalam kantong semula dan jangan sampai


tertukar

dan

Mengulangi pengacakan dan pengambilan sehingga mendapat 12 data


setiap kelompok

Melakukan uji X2
4.2.2. Perkawinan monohibrid dengan dominasi tidak penuh
Menyiapkan dua buah kantong sebagai alat reproduksi jantan dan betina

Memasukkan asing-masing kantong berisi 10 buah kancing dari dua warna berbeda
(warna terang= dominan dan warna gelap= resesif)

Mengacaklah kancing-kancing tersebut dan mengambil sebuah kancing dari masingmasing kantong secara acak, satukan kedua kancing dan tulis genotipe zigot yang
didapatkan ke dalam tabel (MM=merah, Mm=merah muda, mm= putih)

Menuliskan fenotipe individu yang didapatkan

Mengembalikan kancing ke dalam kantong semula dan jangan sampai


tertukar

Mengulangi pengacakan dan pengambilan sehingga mendapat 12 data


setiap kelompok

Melakukan uji X2

4.2.3. Perkawinan dihibrid dengan dominasi penuh


Menyiapkan dua buah kantong sebagai alat reproduksi jantan dan betina

Memasukkan masing-masing kantong berisi 5 merah dengan penonjolan (Merah


besar = gamet MB), 5 merah tanpa penonjolan (Merah kecil = Mb), 5 putih dengan
penonjolan (Putih besar = mB), 5 putih tanpa penonjolan (Putih kecil = gamet mb).

Mengacaklah kancing-kancing tersebut dan mengambil sebuah kancing dari masingmasing kantong secara acak, satukan kedua kancing dan tulis genotipe zigot yang
didapatkan ke dalam tabel

Genotipe
MMBB
MMBb
MmBB
MmBb
MMbb
Mmbb
mmBB
mmbb

Fenotipe
Merah besar
Merah besar
Merah besar
Merah besar
Merah kecil
Merah kecil
Putih besar
Putih kecil

Menuliskan fenotipe individu yang didapatkan

Mengembalikan kancing ke dalam kantong semula dan jangan sampai


tertukar

Mengulangi pengacakan dan pengambilan sehingga mendapat 16 data


setiap kelompok

Melakukan uji X2

4.2.3. Perkawinan dihibrid dengan dominasi tidak penuh


Menyiapkan dua buah kantong sebagai alat reproduksi jantan dan betina

Memasukkan masing-masing kantong berisi 5 merah dengan penonjolan (Merah


besar = gamet MB), 5 merah tanpa penonjolan (Merah kecil = Mb), 5 putih dengan
penonjolan (Putih besar = mB), 5 putih tanpa penonjolan (Putih kecil = gamet mb).

Mengacaklah kancing-kancing tersebut dan mengambil sebuah kancing dari masingmasing kantong secara acak, satukan kedua kancing dan tulis genotipe zigot yang
didapatkan ke dalam tabel

Genotipe
MMBB
MMBb
MmBB

Fenotipe
Merah besar
Merah sedang
Merah muda besar

MmBb
MMbb
Mmbb
mmbb
mmBb

Merah muda sedang


Merah kecil
Merah muda kecil
Putih kecil
Putih besar

Menuliskan fenotipe individu yang didapatkan

Mengembalikan kancing ke dalam kantong semula dan jangan sampai


tertukar

mengulangi pengacakan dan pengambilan sehingga mendapat 16 data setiap


kelompok

Melakukan uji X2
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A. Reece, Jane B. dan Can Mitchell. 2010. Biologi Jilid I Edisi Kedelapan.
Jakarta: Erlangga.
Elvita, Azmi.dkk. 2008. Genetika Dasar. Makassar: Universitas Hasanuddin Press.
Endista, Amiyella. 2008. Uji Chi-Square. Makassar: Universitas Hasanuddin Press.
Maarif, Samsul. 2009. Imitasi Perbandingan Genetis 1,2,dan 3. Jambi: Universitas Jambi.
Mulyadi, Memet. 2012. Pewarisan Sifat. Jakarta: Salemba.
Nio. Tjan kwiauw. 1990. Genetika Dasar. Bandung: Institut Teknologi Bandung Press.
Noor, R.R. 1996. Genetika Ternak. Jakarta: Penebar Swadaya.
Nuraini, Tuti. 2008. Genetika Dasar (Mendelisme). Jambi: Universitas Jambi.
Suryo. 1984. Genetika. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.

Suryo. 2010. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.


Susanto, Agus Hery. 2011. Genetika. Yogayakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai