Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH MIKOLOGI

CARA DIAGNOSIS PENYAKIT JAMUR SUPERFISIALIS

Dosen Pengampu :
DR.Dra.Endah S.,M.Biomed

Disusun oleh
Anggota kelompok 5 :
1. Ade Murtika Suryani (1613453009)
2. Thesya Aulia Nabila (1613453023)
3. Linda Kurniawati (1613453040)
4. Lina Triawati (1613453044)

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
TAHUN 2017/2018

KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur saya haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telahmemberikan
banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan baik
tanpa ada halangan yang berarti.
Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih kepada segenap pihak yang telah
berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini.

Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi.
Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , kami selaku penyusun menerima segala kritik
dan saran yang membangun dari pembaca.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan
dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.

Bandar Lampung, 17 November 2018

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................
1.3 Tujuan..................................................................................................................................
1.4 Manfaat................................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................
2.1 Definisi Dermatofitosis dan Non-dermatofitosis.........................................................................
2.1.1 Non-dermatofitosis.............................................................................................................
2.1.2 Dermatofitosis.....................................................................................................................
2.2 Pembagian atau Lokasi Jamur.....................................................................................................
Tinea Kapitis................................................................................................................................
Tinea korporis..............................................................................................................................
Tinea kruris..................................................................................................................................
Tinea manus dan tinea pedis........................................................................................................
Tinea Unguium.............................................................................................................................
Tinea Barbae................................................................................................................................
Tinea imbrikata.............................................................................................................................
2.3 Pengobatan...................................................................................................................................
BAB III PENUTUP..........................................................................................................................
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................
3.2 Saran ...................................................................................................................................
Daftar Pustaka.................................................................................................................................

BAB 1
MIKOSIS SUPERFISIAL

1.1 Latar Belakang

Mikosis superfisialis adalah infeksi jamur superficial yang disebabkan oleh kolonisasi jamur atau
ragi. Angka kejadian mikosis superfisialis diperkirakan sekitar 20-25% populasi dunia dan
merupakan salah satu bentuk infeksi yang paling sering pada manusia. Mikosis superfisialis
meliputi dermatofitosis, pitiriasis versikolor, folikulitis malassezia dan kandidiasis superfisialis.
Penyakit yang termasuk mikosis superfisialis adalah dermatofisis dan non dermatofisis (Nelson
et, all, 2003). 
Dermatofisis adalah penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi dermatofit yang menyerang
jaringan yang mengandung keratin seperti stratum korneum epidermis, rambut, dan kuku.
Penyebab dermatofitosis adalah spesies dari Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton
(Zuber, 2001).
Mikosis supervisialis cukup banyak diderita penduduk Negara tropis. Indonesia merupakan salah
satu Negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan kelembapan tinggi, merupakan suasana yang
baik bagi pertumbuhan jamur, sehingga diperkirakan insidensi penyakit ini cukup tinggi di
masyarakat. Selain iklim yang mendukung, higiene sebagian masyarakat yang masih kurang,
adanya sumber penularan dari lingkungan, penggunaan obatobatan seperti antibiotik,
kortikosteroid, dan sitostatika yang meningkat, adanya penyakit kronis dan penyakit sistemik
lainnya seperti diabetes, keganasan, infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), trauma, dan
maserasi juga dapat memudahkan penetrasi jamur. Kemungkinan lain tingginya prevalensi
mikosis superfisialis juga dipengaruhi oleh lama pengobatan, kepatuhan pasien terhadap
pengobatan, banyaknya kasus yang resisten terhadap obat antijamur serta adanya efek samping
yang ditimbulkan oleh obat antijamur sistemik (Adiguna, 2001).
Data dari berbagai rumah sakit pendidikan kedokteran negeri umum di Indonesia pada tahun
2009-2011 didapatkan angka proporsi dermatomikosis terhadap dermatosis terendah di
Yogyakarta sebesar 4,06% dan tertinggi di Semarang sebesar 26,4%. Data yang didapat di
RSUD Dr. Soetomo pada tahun 2010 terjadi peningkatan dari tahun 2009 sebesar 7,1% menjadi
13,2%.6 Penelitian retrospektif Citrashanty I pada tahun 2008 sampai dengan 2010 di Unit
Rawat Jalan (URJ) Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.
Soetomo Surabaya menunjukkan kasus mikosis superfisialis yang paling banyak ditemukan
adalah tinea korporis pada tahun 2008 sebesar 34,4% dan 2009 sebesar 31,0%, sedangkan pada
tahun 2010 yang terbanyak adalah pitiriasis versikolor sebesar 28,4%.
Mikosis kutan disebabkan oleh jamur yang hanya menginvasi jaringan superfisialis yang
terkeratinisasi (kulit, rambut dan kuku) dan tidak ke jaringan yang lebih dalam. Bentuk yang
paling penting adalah dermatofita, suatu kelompok jamur serumpun yang diklasifikasika menjadi
3 genus Epidennophyton, Microsporum danTrychopyton. Pada jaringan keratin yang tidak hidup,
bentuk-bentuk ini adalah bila dan artrokonidia.
Ada dua golongan jamur yang menyebabkan mikosis superfisialis yaitu non dermatofita dan
dermatofita

Jamur Lokasi Penyakit


Dermatofita
Microsporum canis rambut, kulit
Microsporum audouini Rambut
Microsporun gypseum kulit, rambut
Trychophyton tonsurans rambut, kulit, buku
Trychophyton rubrum rambut. kulit, kuku
Trychophyton mentagrophytes rambut, kulit
Trychophyton violaceum Rambut,kulit,kuku
Epidermophyton flocosum Kulit

Non-Dermatofita

Pityrosporum orbiculare Kulit Tinea vesikolor


(Malasezia furfur)
Clasdoporium werneckii Kulit Tinea nigra
Piedraia Rambut Piedra hitam
Trichosporon beigelii Rambut Piedra putih

Diagnosis mikosis superfisialis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan


pemeriksaan mikologi langsung dengan menggunakan larutan KOH 20%, sedangkan untuk
memastikan diagnosis spesifik pada kasus tertentu atau untuk kepentingan penelitian maupun
laporan kasus, dapat dilakukan pemeriksaan kultur atau biakan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan jamur dermatofita dan Non-dermatofita
2. Mengetahui jenis – jenis jamur dermatofita dan Non-dermatofita
3. Mengetahui gejala klinis yang disebabkan oleh jamur superfisialis
4. Mengetahui cara diagnosis yang disebabkan oleh jamur superfisialis

1.3 Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui jenis – jenis jamur penyebab penyakit pada manusia , serta
menjelaskan penyebab atau faktor dari infeksi penyakit jamur superfisialis pada manusia
serta cara diagnosis penyakit jamur superfisialisdan pengobatannya.

1.4 Manfaat
Untuk menambahan pengetahuan khususnya pada bidang mikologi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Dermatofitosis dan Non-dermatofitosis

Dermatofitosis adalah infeksi jamur superfisial disebabkan oleh dermatofita yang memiliki
kemampuan untuk melekat pada keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi, dengan
menyerang jaringan berkeratin, seperti stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku
(Verma, 2008).
Dermatofita merupakan kelompok taksonomi jamur kulit superfisial. Yang terdiri dari 3 genus,
yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton (Djuanda, 2010). Kemampuannya untuk
membentuk ikatan molekuler terhadap keratin dan menggunakannya sebagai sumber makanan
menyebabkan mereka mampu berkolonisasi pada jaringan keratin (Koksal, 2009).

2.1.1 Non-dermatofitosis
Non-dermatofitosis adalah infeksi pada kulit biasanya terjadi pada kulit yang paling luar. Hal ini
disebabkan jenis jamur ini tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin kulit dan
tetap hanya menyerang lapisan kulit yang paling luar. Yang masuk ke dalam golongan Non-
dermatofitosis adalah:
a. Tinea versikolor/Pityriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi disebabkan
oleh Malasezia furfur. Penyakit jamur kulit ini adalah penyakit yang kronik dan
asimtomatik ditandai oleh bercak putih sampai coklat yang bersisik. Kelainan ini
umumnya menyerang badan dan kadang- kadang terlihat di ketiak, sela paha,tungkai atas,
leher, muka dan kulit kepala.
 Morfologi
Pertumbuhannya pada kulit (stratum korneum) berupa kelompok sel-sel bulat, bertunas,
berdinding tebal dan memiliki hifa yang berbatang pendek dan bengkok, biasanya tidak
menyebabkan tanda-tanda patologik selain sisik halus sampai kasar. Bentuk lesi tidak
teratur, berbatas tegas sampai difus dan ukuran lesi dapat milier,lentikuler, numuler
sampai plakat.
 Patogenesis
Mallasezia furfur, merupakan organisme saprofit pada kulit normal. Bagaimana
perubahan dari i saprofit menjadi patogen belum diketahui.
Organisme ini merupakan "lipid dependent yeast". Timbulnya penyakit ini juga
dipengaruhi oleh faktor hormonal, ras, matahari,peradangan kulit dan efek primer
pytorosporum terhadap melanosit.
 Gambaran Klinis
Timbul bercak putih atau kecoklatan yang kadang-kadang gatal bila,berkeringat. Bisa
pula tanpa keluhan gatal sama sekali, tetapi penderita mengeluh karena malu oleh adanya
bercak tersebut.
Pada orang kulit berwarna, lesi yang terjadi tampak sebagai bercak hipopigmentasi, tetapi
pada orang yang berkulit pucat maka lesi bisa berwarna kecoklatan ataupun kemerahan.
Di atas lesi terdapat sisik halus.

 Diagnosa Banding
Penyakit ini harus dibedakan dari dermatitis seboroik, sifilis stadium tua, pitiriasis rosea
vitiligo, morbus hansen dan hipopigmentasi pasca peradangan.

 Cara menegakan diagnosa


Selain mengenal kelainan-kelainan yang khas yang disebabkan oleh Melasezi fulfur
diagnosa pitiriasis versikolor harus dibantu dengan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai
berikut :
 Pemeriksaan langsung dengan KOH 10%.
Bahan-bahan kerokan kulit di ambil dengan cara mengerok bagian kulit yang mengalami
lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas alkohol 70%, lalu dikerok dengan
skalpel steril dan jatuhannya ditampung dalam lempeng-lempeng steril pula. Sebagian
dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH% yang diberi tinta Parker Biru
Hitam, Dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di bawah
mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka kelihatan garis yang memiliki
indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat atau
seperti butir-butiir yang bersambung seperti kalung. Pada pitiriasis versikolor hifa
tampak pendek-pendek, lurus atau bengkok dengan disana sini banyak butiran-butiran
kecil bergerombol.
 Pembiakan
Organisme penyebab Tinea versikolor belum dapat dibiakkan pada media buatan.
 Pemeriksaan dengan sinar wood,
dapat memberikan perubahan warna pada seluruh daerah lesi sehingga batas lesi lebih
mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan memperlihatkan fluoresensi warna
emas sampai orange.

 Pengobatan
Tinea versikolor dapat diobati dengan berbagai obat yang manjur pakaian, kain sprei,
handuk harus dicuci dengan air panas. Kebanyakan pengobatan akan menghilangkan
bukti infeksi aktif (skuama) dalam waktu beberapa hari, tetapi untuk menjamin
pengobatan yang tuntas pengobatan ketat ini harus dilanjutkan beberapa minggu.
Perubahan pigmen lebih lambat hilangnya. Daerah hipopigmentasi belum akan tampak
normal sampai daerah itu menjadi coklat kembali. Sesudah terkena sinar matahari lebih
lama daerah-daerah yang hipopigmentasi akan coklat kembali. Meskipun terapi nampak
sudah cukup, bila kambuh atau kena infeksi lagi merupakan hal biasa, tetapi selalu ada
respon terhadap pengobatan kembali. Tinea versikolor tidak memberi respon yang
baikterhadap pengobatan dengan griseofulvin.
Obat-obat anti jamur yang dapat menolong misalnya salep whitfield, salep salisil sulfur
(salep 2/4), salisil spiritus, tiosulfatnatrikus (25%). Obat-obat baru seperti selenium
sulfida 2% dalam shampo, derivatimidasol seperti ketokonasol, isokonasol, toksilat dalam
bentuk krim atau larutan dengan konsentrasi 1-2% sangat berkhasiat baik.

b. Piedraia
Merupakan infeksi jamur pada rambut sepanjang corong rambut yang memberikan
benjolan-benjolan di luar permukaan rambut tersebut.
Ada dua macam :
Piedra putih : penyebabnya Piedraia beigeli
Piedra hitam : penyebabnya Piedraia horlal

c. Piedra Beigeli
Merupakan penyebab piedra putih, terdapat pada rambut. Jamur ini dapat ditemukan
ditanah, udara,dan permukaan tubuh.
 Morfologi
Jamur ini mempunyai hifa yang tidak berwarna termasuk moniliaceae. Secara
mikroskopis jamur ini menghasilkan arthrokonidia dan blastoconidia.
 Patogenesis
Biasanya penyakit ini dapat timbul karena adanya kontak langsung dari orang yang sudah
terkena infeksi.
 Gambaran klinis
Adanya benjolan warna tengguli pada rambut, kumis, jenggot, kepala, umumnya tidak
memberikan gejala-gejala keluhan.
 Diagnosa laboratorium
Diagnosa ditegakkan atas dasar :
- gejala kllinis
- pemeriksaan laboratorium dengan KOH dan kultur pada agar Sabauroud.
 Pengobatan
Rambut dicukur atau dikeramas dengan sublimat 1/2000 (5 %0) dalam spiritus dilutus.

d. Piedra Hortae
Merupakan jamur penyebab piedra hitam (infeksi pada rambut berupa benjolan yang
melekat erat pada rambut, berwarna hitam). Penyakit ini umumnya terdapat di daerah-
daerah tropis dan subtropis. Terutama terdapat pada rambut kepala, kumis ataujambang,
dan dagu.
 Morfologi
Askospora berbentuk seperti pisang. Askospora tersebut dibentuk dalam suatu kantung
yang disebut askus. Askus-askus bersama dengan anyaman hifa yang padat membentuk
benjolan hitam yang keras dibagian luar rambut.
Dari rambut yang ada benjolan, tampak hifa endotrik (dalam rambut) sampai ektotrik
(diluar rambut) yang besarnya 4-8 um berwarna tengguli dan ditemukan spora yang
besarnya 1-2 um.
 Gambaran klinis
Pada rambut kepala, janggut, kumis akan tampak benjolan atau penebalan yang keras
warna hitam. Penebalan ini sukar dilepaskan dari corong rambut tersebut. Umumnya
rambut lebih suram, bila disisir sering memberikan bunyi seperti logam. Biasanya
penyakit ini mengenai rambut dengan kontak langsung atau tidak langsung.
 Cara diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar :
1. Gejala klinis
Objektif rambut lebih suram, benjolan bila disisir terasa seperti logam kasar.
2. Laboratorium
a. Langsung dengan KOH 10-20% dari rambut yang ada benjolan tampak hifa
endotrik (dalam rambut pada lapisan kortek) sampai ektotrik (di luar rambut) yang
besar 4-8 mu berwarna tengguli dan ditemukan spora yang besarnya 1-2 u.
b. Kultur rambut dalam media Saboutound tampak koloni mula-mula tumbuh sebagai
ragi yang berwarna kilning, kemudian dalam 2-4 hari akan berubah menjadi koloni
filamen.
 Pengobatan
Sebaiknya rambut dicukur, dapat juga dikeramas dalam larutan sublimat : 1/2000 dalam
alkohol dilutus (spiritus 70%) hasil pengobatan akan tampak dalam 1 minggu

e. Otomikosis
Otomikosis adalah infeksi jamur pada liang telinga bagian luar. Jamur dapat masuk ke
dalam liang telinga melalui alat-alat yang dipakai untuk mengorek-ngorek telinga yang
terkontaminasi atau melalui udara atau air. Penderita akan mengeluh merasa gatal atau
sakit di dalam liang telinga. Pada liang telinga akan tampak berwarna merah, ditutupi
oleh skuama, dan kelainan ini ke bagian luar akan dapat meluas sampai muara liang
telinga dan daun telinga sebelah dalam. Tempat yang terinfeksi menjadi merah dan
ditutupi skuama halus. Bila meluas sampai ke dalam, sampai ke membrana timpani, maka
daerah ini menjadi merah, berskuama, mengeluarkan cairan srousanguinos. Penderita
akan mengalami gangguan pendengaran. Bila ada infeksi sekunder dapat terjadi otitis
ekstema. Penyebab biasanya jamur kontaminasi yaitu Aspergillus, sp Mukor dan
Penisilium.

 Cara diagnosa
Diagnosa didasarkan pada :
1. Gejala klinik
Yang khas, terasa gatal atau sakit diliang telinga dan daun telinga menjadi merah,
skuamous dan dapat meluas ke dalam liang telinga sampai 2/3 bagian luar.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Preparat langsung: Skuama dari kerokan kulit Jiang telinga diperiksa dengan KOH
10% akan tampak hifa-hifa lebar, berseptum dan kadang-kadang dapat ditemukan
spora-spora kecil dengan diameter 2-3 u.
b. Pembiakan: Skuama dibiak pada media Sabauroud dekst ditemukan dekstrosa agar
dan dikeram pada temperatur kamar. Koloni akan tumbuh dalam satu minggu
berupa koloni filamen berwarna putih. Dengan mikroskop tampak hifa-hifa lebar
dan pada ujung-ujung hifa dapat ditemukan sterigma dan spora berjejer melekat
pada permukaannya.
 Pengobatan
Pengobatan ditujukan menjaga agar liang telinga tetap kering jangan lembab dan jangan
mengorek-ngorek telinga dengan barang-barang yang kotor seperti korek api, garukan
telinga atau kapas. Kotoran- kotoran telinga harus selalu dibersihkan. Larutan timol 2%
dalam spiritus dilutus (alkohol 70%) atau meneteskan larutan burowi 5% satu atau dua
tetes dan selanjutnya dibersihkan dengan desinfektan biasanya memberi hasil pengobatan
yang memuaskan. Neosporin dan larutan gentien violet 1-2% juga dapat menolong.

f. Tinea Nigra
Tinea nigra ialah infeksi jamur superfisialis yang biasanya menyerang kulit telapak kaki
dan tangan dengan memberikan warna hitam sampai coklat pada kulit yang terserang.
Makula yang terjadi tidak menonjol pada permukaan kulit, tidak terasa sakit dan tidak ada
tanda-tanda radang. Kadang-kadang makula ini dapat meluas sampai ke punggung, kaki
dan punggung tangan, bahkan dapat menyebar sampai dileher, dada dan muka.Gambaran
efloresensi ini dapat berupa polosiklis, arsiner dengan warna hitam atau coklat hampir
sama seperti setetes nitras argenti yang diteteskan pada kulit.
Penyebabnya adalah Kladosporium wemeki dan jamur ini banyak menyerang anak-anak
dengan higiene kurang baik dan orang-orang yang banyak berkeringat.

 Cara diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Preparat langsung : kerokan kulit dengan KOH 10% akan menunjukkan adanya
hifa dan spora yang tersebar di dalam gel-gel epitel, besar hifa berkisar 3-5 u dan
spora berkisar 1-2u.
b. Pembiakan : Pembiakan skuama pada media Sabauroud glukosa agar (SGA),
dikeram pada temperatur kamar. Dalam 1-2 minggu akan tumbuh koloni
menyerupai ragi, berwarna hijau dan pada bagian tepinya tumbuh daerah yang
filamentous berwarna coklat. Pada pemerikasaan mikroskopis tampak hifa halus
bercabang, mengkilat dan spora-spora yang lonjong.
 Pengobatan
Pengobatan dengan obat-obat anti jamur banyak menolong. Salep whitfield I dan II atau
salep sulfursalisil juga dapat menolong. Obat-obat anti jamur, preparat-preparat imidazol
seperti isokotonasol, bifonasol, klotrirnasol juga berkhasiat baik.

2.1.2 Dermatofitosis
Penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofit disebut " Dermatofitosis ".
Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik
kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan
kulit mulai dari stratum korneurm sampai dengan stratum basalis.
 Etiologi
Dermatofitosis disebabkan jamur golongan dermatofita yang terdiri dari tiga genus yaitu
genus: Mikrosporon, Trikofiton dan Epidermofiton. Dari 41 spesies dermafito yang sudah
dikenal hanya 23 spesies yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang
yang terdiri dari 15 spesies Trikofiton, 7 spesies Mikrosporon dan 1 spesies
Epidermafiton.
Selain sifat keratinofilik ini, setiap spesies dermatofita m empunyai afinitas terhadap
hospes tertentu. Dermatofita yang zoofilik terutama menyerang binatang, dan kadang-
kadang menyerang manusia. Misalnya : Mirosporon canis dan Trikofiton verukosum.
Dermatofita yang geofilik adalah jamur yang hidup di tanah dan dapat menimbulkan
radang yang moderat pada manusia, misalnya Mikrosporon gipsium.
 Gambaran klinis
Umumnya gejala-gejala klinik yang ditimbulkan oleh golongan geofilik pada mausia
bersifat akut dan sedang dan lebih mudah sembuh. Dermatofita yang antropofilik
terutama menyerang manusia, karena memilih manusia sebagai hospes tetapnya.
Golongan jamur ini dapat menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun dan
residif , karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan. Contoh jamur yang
antropofilik ialah: Mikrosporon audoinii Trikofiton rubrum.
 Cara penularan
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut-rambut yang mengandung jamur baik dari
manusia, binatang atau dari tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu
yang dihinggapi jamur, barang-barang atau pakaian, debu atau air. Disamping cara
penularan tersebut diatas, untuk timbulnya kelainan-kelainan di kulit tergantung dari
beberapa faktor :
1. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini tergantung pada afinitas jamur itu, apakah jamur Antropofilik, Zoofilik
atau Geofilik. Selain afinitas ini masing-masing jenis jamur ini berbeda pula satu
dengan yang lain dalam afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh
Misalnya : Trikofiton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermatofiton flokosum
paling sering menyerang lipat pada bagian dalam.
2. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih susah untuk terserang jamur.
3. Faktor-suhu dan kelembaban
Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal, di mana banyak keringat seperti lipat paha dan sela-sela jari
paling sering terserang penyakit jamur ini.
4. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur di mana terlihat insiden
penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah, penyakit ini
lebih sering ditemukan dibanding golongan sosial dan ekonomi yang lebih baik.
5. Faktor umur dan jenis kelamin
Penyakit Tinea kapitis lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan orang
dewasa, dan pada wanita lebih sering ditemukan infeksi jamur di sela-sela jari
dibanding pria dan hal ini banyak berhubungan dengan pekerjaan. Di samping faktor-
faktor tadi masih ada faktor-faktor lain seperti faktor perlindungan tubuh (topi, sepatu
dan sebagainya) , faktor transpirasi serta pemakaian pakaian yang serba nilan, dapat
mempermudah penyakit jamur ini.

2.2 Pembagian atau Lokasi Jamur

Secara etiologis dermatofitosis disebabkan oleh tiga genus dan penyakit yang
ditimbulkan sesuai dengan penyebabnya. Diagnosis etiologi ini sangat sukar oleh karena
harus menunggu hasil biakan jamur dan ini memerlukan waktu yang agak lama dan tidak
praktis. Disamping itu sering satu gambaran klinik dapat disebabkan oleh beberapa jenis
spesies jamur, dan kadang-kadang satu gambaran klinis dapat disebabkan oleh beberapa
spesies dematofita sesuai dengan lokalisasi tubuh yang diserang.
Istilah Tinea dipakai untuk semua infeksi oleh dermatofita dengan dibubuhi tempat
bagian tubuh yang terkena infeksi, sehingga diperoleh pembagian dermatofitosis sebagai
berikut :

1. Tinea kapitis : bila menyerang kulit kepala clan rambut

2. Tinea korporis :bila menyerang kulit tubuh yang berambut (globrous skin).

3. Tinea kruris : bila menyerang kulit lipat paha, perineum, sekitar anus dapat meluas
sampai ke daerah gluteus, perot bagian bawah dan ketiak atau
aksila

4. Tinea manus dan tinea pedis : Bila menyerang daerah kaki dan tangan, terutama telapak
tangan dan kaki serta sela-selajari.

5. Tinea Unguium : bila menyerang kuku


6. Tinea Barbae : bila menyerang daerah dagu, jenggot, jambang dan kumis.

7. Tinea Imbrikata : bila menyerang seluruh tubuh dengan memberi gambaran klinik
yang khas.

 Gejala -gejala klinik


umumnya dermatofitosis pada kulit memberikan morfologi yang khas yaitu bercak-
bercak yang berbatas tegas disertai efloresensi-efloresensi yang lain, sehingga
memberikan kelainan-kelainan yang polimorf, dengan bagian tepi yang aktif serta
berbatas tegas sedang bagian tengah tampak tenang .

A. Tinea kapitis
Biasanya penyakit ini banyak menyerang anak-anak dan sering ditularkan melalui
binatang- binatang peliharaan seperti kucing, anjing dan sebagainya.
Berdasarkan bentuk yangkhas Tinea Kapitis dibagi dalam 4 bentuk :
1. Gray pacth ring worm
Penyakit ini dimulai dengan papel merah kecil yang melebar ke sekitarnya dan
membentuk bercak yang berwarna pucat dan bersisik. Warna rambut jadi abu-abu dan
tidak mengkilat lagi, serta mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga
menimbulkan alopesia setempat.
Dengan pemeriksaan sinar wood tampak flourisensi kekuning-kuningan pada rambut
yang sakit melalui batas "Grey pacth" tersebut. Jenis ini biasanya disebabkan spesies
mikrosporon dan trikofiton.

2. Black dot ring worm


Terutama disebabkan oleh Trikofiton Tonsurans, T. violaseum, mentagrofites. infeksi
jamur terjadi di dalam rambut (endotrik) atau luar rambut (ektotrik) yang menyebabkan
rambut putus tepat pada permukaan kulit kepala.
Ujung rambut tampak sebagai titik-titik hitam diatas permukaan ulit, yang berwarna
kelabu sehingga tarnpak sebagai gambaran ” back dot". Biasanya bentuk ini terdapat
pada orang dewasa dan lebih sering pada wanita. Rambut sekitar lesi juga jadi tidak
bercahaya lagi disebabkan kemungkinan sudah terkena infeksi penyebab utama adalah
Trikofiton tonsusurans dan T.violaseum.

3. Kerion
Bentuk ini adalah yang serius, karena disertai dengan radang yang hebat yang bersifat
lokal, sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil yang berkelompok dan
kadang-kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Rambut di daerah ini putus-putus dan mudah
dicabut. Bila kerion ini pecah akan meninggalkan suatu daerah yang botak permanen
oleh karena terjadi sikatrik. Bentuk ini terutama disebabkan oleh Mikosporon kanis,
M.gipseum , T.tonsurans dan T. Violaseum.

4.Tinea favosa
Kelainan di kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil di bawah kulit yang berwarna
merah kekuningan dan berkembang menjadi krusta yang berbentuk cawan (skutula),
serta memberi bau busuk seperti bau tikus "moussy odor". Rambut di atas skutula
putus-putus dan mudah lepas dan tidak mengkilat lagi. Bila menyembuh akan
meninggalkan jaringan parut dan alopesia yang permanen. Penyebab utamanya adalah
Trikofiton schoenleini, T. violasum dan T. gipsum. Oleh karena Tinea kapitis ini
sering menyerupai penyakit-penyakit kulit yang menyerang daerah kepala, maka
penyakit ini harus dibedakan dengan penyakit-penyakit bukan oleh jamur seperti:
Psoriasis vulgaris dan Dermatitis seboroika.

B. Tinea korporis
(Tinea circinata=Tinea glabrosa)
Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang mengerti kebersihan dan
banyak bekerja ditempat panas, yang banyak berkeringat serta kelembaban kulit yang
lebih tinggi. Predileksi biasanya terdapat dimuka, anggota gerak atas, dada, punggung
dan anggota gerak bawah.
Bentuk yang klasik dimulai dengan lesi-lesi yang bulat atau lonjong dengan tepi yang
aktif. Dengan perkembangan ke arah luar maka bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya
dapat memberi gambaran yang polisiklis, arsiner, atau sinsiner. Pada bagian tepi tampak
aktif dengan tanda-tanda eritema, adanya papel-papel dan vesikel, sedangkan pada bagian
tengah lesi relatif lebih tenang. Bila tinea korporis ini menahun tanda-tanda aktif jadi
menghilang selanjutnya hanya meningggalkan daerah-daerah yang hiperpigmentasi saja.
Kelainan-kelainan ini dapat teIjadi bersama-sama dengan Tinea kruris.
Penyebab utamanya adalah : T.violaseum, T.rubrum, T.metagrofites. Mikrosporon
gipseum, M.kanis, M.audolini. penyakit ini sering menyerupai :
 Pitiriasis rosea
 Psoriasis vulgaris
 Morbus hansen tipe tuberkuloid
 Lues stadium II bentuk makulo-papular.

C. Tinea kruris
(eczema marginatum."dhobi itch", "jockey itch")
Penyakit ini memberikan keluhan perasaan gatal yang menahun, bertambah hebat bila
disertai dengan keluarnya keringat. Kelainan yang timbul dapat bersifat akut atau
menahun. Kelainan yang akut memberikan gambaran yang berupa makula yang
eritematous dengan erosi dan kadang-kadang terjadi ekskoriasis. Pinggir kelainan kulit
tampak tegas dan aktif.
Apabila kelainan menjadi menahun maka efloresensi yang nampak hanya makula yang
hiperpigmentasi disertai skuamasi dan likenifikasi. Gambaran yang khas adalah
lokalisasi kelainan, yakni daerah lipat paha sebelah dalam, daerah perineum dan sekitar
anus. Kadang-kadang dapat meluas sampai ke gluteus, perot bagian bawah dan bahkan
dapat sampai ke aksila.
Penyebab utama adalah Epidermofiton flokkosum, Trikofiton rubrum dan
T.mentografites.

Diferensial Diagnosa :
1. Kandidiasis inguinalis
2. Eritrasma
3. Psoriasis vulgaris
4. Pitiriasis rosea

D. Tinea manus dan tinea pedis


Tinea pedis disebut juga Athlete's foot = "Ring worm of the foot". Penyakit ini sering
menyerang orang-orang dewasa yang banyak bekerja di tempat basah seperti tukang cuci,
pekerja-pekerja di sawah atau orang-orang yang setiap hari harus memakai sepatu yang
tertutup seperti anggota tentara. Keluhan subjektif bervariasi mulai dari tanpa keluhan
sampai rasa gatal yang hebat dan nyeri bila ada infeksi sekunder.
Ada 3 bentuk Tinea pedis
1. Bentuk intertriginosa
keluhan yang tampak berupa maserasi, skuamasi serta erosi, di celah-celah jari
terutama jari IV dan jari V. Hal ini terjadi disebabkan kelembaban di celah-ceIah jari
tersebut membuat jamur-jamur hidup lebih subur. Bila menahun dapat terjadi fisura
yang nyeri bila kena sentuh. Bila terjadi infeksi dapat menimbulkan selulitis atau
erisipelas disertai gejala-gejala umum.

2. Bentuk hiperkeratosis
Disini lebih jelas tampak ialah terjadi penebalan kulit disertai sisik terutama ditelapak
kaki, tepi kaki dan punggung kaki. Bila hiperkeratosisnya hebat dapat terjadi fisura-
fisura yang dalam pada bagian lateral telapak kaki.

3. Bentuk vesikuler subakut


Kelainan-kelainan yang timbul di mulai pada daerah sekitar antar jari, kemudian
meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. Tampak ada vesikel dan bula yang
terletak agak dalam di bawah kulit, diserta perasaan gatal yang hebat. Bila vesikel-
vesikel ini memecah akan meninggalkan skuama melingkar yang disebut Collorette.
Bila terjadi infeksi akan memperhebat dan memperberat keadaan sehingga dapat
terjadi erisipelas. Semua bentuk yang terdapat pada Tinea pedis, dapat terjadi pada
Tinea manus, yaitu dermatofitosis yang menyerang tangan.
Penyebab utamanya ialah : T .rubrum, T .mentagrofites, dan Epidermofiton flokosum.
Tinea manus dan Tinea pedis harus dibedakan dengan :
 Dermatitis kontak akut alergis
 Skabiasis
 Psoriasispustulosa

E. Tinea unguium
(Onikomikosis = ring worm of the nails)
Penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung jamur penyebab dan permulaan
dari dekstruksi kuku. Subinguinal proksimal bila dimulai dari pangkal kuku, Subinguinal
distal bila di mulai dari tepi ujung dan Leukonikia trikofita bila di mulai dari bawah kuku.
Permukaan kuku tampak suram tidak mengkilat lagi, rapuh dan disertai oleh subungual
hiperkeratosis. Dibawah kuku tampak adanya detritus yang banyak mengandung elemen
jamur.
Onikomikosis ini merupakan penyakit jamur yang kronik sekali, penderita minta
pertolongan dokter setelah menderita penyakit ini setelah beberapa lama, karena penyakit
ini tidak memberikan keluhan subjektif, tidak gatal, dan tidak sakit. Kadang-kadang
penderita baru datang berobat setelah seluruh kukunya sudah terkena penyakit.
Penyebab utama adalah : T.rubrum, T.metagrofites
Diagnosis banding:
 Kandidiasis kuku
 Psoriasis yang menyerang kuku
 Akrodermatitis persisten

F. Tinea barbae
Penderita Tinea barbae ini biasanya mengeluh rasa gatal di daerah jenggot, jambang dan
kumis, disertai rambut-rambut di daerah itu menjadi putus.
Ada 2 bentuk yaitu superfisialis dan kerion
 Superfisialis
Kelainan-kelainan berupa gejala eritem, papel dan skuama yang mula-mula kecil
selanjutnya meluas ke arab luar dan memberi gambaran polisiklik, dengan bagian tepi
yang aktif. Biasanya gambaran seperti ini menyerupai tinea korporis.

 Kerion
Bentuk ini membentuk lesi-lesi yang eritematous dengan ditutupi krusta atau abses
kecil dengan permukaan membasah oleh karena erosi.
Tinea barbae ini didiagnosa banding dengan :
 Sikosis barbae (folikulitis oleh karena piokokus)
 Karbunkel
 Mikosis dalam

G. Tinea imbrikata
Penyakit ini adalah bentuk yang khas dari Tinea korporis yang disebabkan oleh
Trikofiton konsentrikum. Gambaran klinik berupa makula yang eritematous dengan
skuama yang melingkar.
Apabila diraba terasa jelas skuamanya menghadap ke dalam. Pada umumnya pada bagian
tengah dari lesi tidak menunjukkan daerah yang lebih tenang, tetapi seluruh makula
ditutupi oleh skuama yang melingkar. Penyakit ini sering menyerang seluruh permukaan
tubuh sehingga menyerupai :
 Eritrodemia
 Pempigus foliaseus
 Iktiosis yang sudah menahun

2.3 PENGOBATAN
A. Pengobatan Pencegahan
- Perkembangan infeksi jamur diperberat oleh panas, basah dan maserasi. Jika
faktor-faktor lingkungan ini tidak diobati, kemungkinan penyembuhan akan
lambat. Daerah intertrigo atau daerah antara jari-jari sesudah mandi harus
dikeringkan betul dan diberi bedak pengering atau bedak anti jamur.
- Alas kaki harus pas betul dan tidak terlalu ketat.
- Pasien dengan hiperhidrosis dianjurkan agar memakai kaos dari bahan katun yang
menyerap keringat, jangan memakai bahan yang terbuat dari wool atau bahan
sintetis.
- Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih-bersih dengan air panas.

B. Terapi lokal
Infeksi pada badan dan lipat paha dan lesi-lesi superfisialis, di daerah jenggot, telapak
tangan dan kaki, biasanya dapat diobati dengan pengobatan topikal saja.
- Lesi-lesi yang meradang akut yang acta vesikula dan acta eksudat harus dirawat
dengan kompres basah secara terbuka, dengan berselang-selang atau terus
menerus. Vesikel harus dikempeskan tetapi kulitnya harus tetap utuh.
- Toksilat, haloprogin, tolnaftate dan derivat imidazol seperti mikonasol, ekonasol,
bifonasol, kotrimasol dalam bentuk larutan atau krem dengan konsentrasi 1-2%
dioleskan 2 x sehari akan menghasilkan penyembuhan dalam waktu 1-3 minggu.
- Lesi hiperkeratosis yang tebal, seperti pada telapak tangan atau kaki memerlukan
terapi lokal dengan obat-obatan yang mengandung bahan keratolitik seperti asam
salisilat 3-6%. Obat ini akan menyebabkan kulit menjadi lunak dan mengelupas.
Obat-obat keratolotik dapat mengadakan sensitasi kulit sehingga perlu hati-hati
kalau menggunakannya.
- Pengobatan infeksi jamur pada kuku, jarang atau sukar untuk mencapai
kesembuhan total. Kuku yang menebal dapat ditipiskan secara mekanis misalnya
dengan kertas amplas, untuk mengurangi keluhan-keluhan kosmetika. Pemakaian
haloprogin lokal atau larutan derivat asol bisa menolong. Pencabutan kuku jari
kaki dengan operasi, bersamaan dengan terapi griseofulvin sistemik, merupakan
satu-satunya pengobatan yang bisa diandalkan terhadap onikomikosis jari kaki.

C. Terapi sistemik
Pengobatan sistemik pada umumnya mempergunakan griseofulvin. Griseofulvin
adalah suatu antibiotika fungisidal yang dibuat dari biakan spesies penisillium. Obat
ini sangat manjur terhadap segala jamur dermatofitosis. Griseofulvin diserap lebih
cepat oleh saluran pencernaan apabila diberi bersama-sama dengan makanan yang
banyak mengandung lemak, tetapi absorpsi total setelah 24 jam tetap dan tidak
dipengaruhi apakah griseofulvin diminum bersamaan waktu makan atau diantara
waktu makan.
Dosis rata-rata orang dewasa 500 mg per hari. Pemberian pengobatan dilakukan 4 x
sehari , 2 x sehari atau sekali sehari. Untuk anak-anak dianjurkan 5 mg per kg berat
badan dan lamanya pemberian adalah 10 hari. Salep ketokonasol dapat diberikan 2 x
sehari dalam waktu 14 hari.

D. Prognosis
Perkembangan penyakit dermatofitosis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan penyebab
penyakitnya disamping faktor-faktor yang memperberat atau memperingan penyakit.
Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit dapat dihilangkan, umumnya
penyakit ini dapat hilang sempurna.

BAB III

3.1 KESIMPULAN

Mikosis superfisialis adalah jamur-jamur yang menyerang lapisan luar dari pada kulit, kuku,
dan rambut. Dibagi dalam dua bentuk yakni:
a. Dermatofitosis; terdiri dari :
1. Tinea kapitis
2. Tinea kruris
3. Tinea Korporis
4. Tinea pedis atau manus
5. Tinea unguium (onikomikosis)
6. Tinea interdigitalis
7. Tinea imbrikata
8. Tinea favosa
9. Tinea barbae
b. Non-Dermatosis; terdiri dari :
1. Tinea versikolor
2. Piedra hitam
3. Piedra putih
Perbedaan antara dermatofitosis dan nondermatofitosis adalah disebabkan karena letak
infeksinya pada kulit. Golongan dermatofitosis menyerang atau menimbulkan kelainan di
dalam epidermidis mulai dari stratum komeum sampai stratum basalis, sedangkan golongan
non-dermatofitosis hanya bagian superfisialis dari epidermidis. Hal ini disebabkan karena
dermatofitosis mempunyai afinitas tehadap keratin yang terdapat pada epidermidis, rambut,
kuku, sehingga infeksinya lebih dalam.

3.2 SARAN
Cara mencegah penyakit jamur, pada kehidupan sehari-hari, sebaiknya bila udara teraa panas,
maka kita harus rajin menyeka keringat yang menempel dibadan. Baju yang dikenakan juga
sebaiknya yang menyerap keringat. Bila terpasa harus mengenakan baju yang tidak menyerap
keringat, kita harus sesering mungkin mengganti baju tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Arnold, Odum, James.Andrew's :Desease of the skin, .8th ed ,London. WBSounders


Co., 1989 : 347-349.

Balus, L: Grigoriu D : Pityriasis versicolor. CILAG-LTD 1982.

Budi mulja, U : Mikosis. Dalam ilmu penyakit kulit dan kelamin, Jakarta FK UI. 1987
: 84-88
Emmons. CW , Binford. CH, Utz, JP & Kwon Chung: Medical Mycology, 3 rd ed.
Philadelphia, Lea & Febiger. 1977

Jawetz, Melnick & Adelberg : Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20, EGC Jakarta 1996.

Kenneth J. Ryan: Sherris Medical Micribiology .Pretice Hall International Inc , 1994.

Kuswadji : Dermatimikosis. Budimulja U, Sunoto, Tjokronegoro A . Penyakit Jamur,


Jakarta FKUI. 1983

Rippon.J : Superfisialis Infections.in Medical Mycology, second ed Tokyo, WB saunders


Co. 1988

Siregar.S: Penyakit Jamur Kulit. EGC Jakarta.1982

Anda mungkin juga menyukai