LP dan ASKEP
TETANUS NEONATORUM
DISUSUN OLEH :
TAHUN 2017
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat, Taufik serta HidayahNya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah tentang “ ASKEP TETANUS
NEONATORUM ” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu tugas kami dalam
menempuh pembelajaran di semester ini, kami mengucapkan terimakasih kepada :
Dosen Keperawatan Anak.Semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan
makalah ini.
PENULIS
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ............................................................................................... 25
B. Saran .......................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bayi neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa
neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik
agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Peralihan dari
kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan
biokimia dan fungsinya. Namun, banyak masalah pada bayi baru lahir
yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia
dan fungsinya. Masalah pada neonatus ini biasanya timbul sebagai akibat
yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan
penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai
akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang
memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, serta
kurangnya perawatan bayi baru lahir.
Contoh penyakit yang sering didapatkan pada neonatus yaitu
Tetanus neonatorum masih banyak terdapat di negara-negara sedang
membangun termasuk Indonesia dengan kematian bayi yang tinggi dengan
angka kematian 80%. Di Indonesia pada saat ini persalinan yang ditolong
di rumah sakit hanya 10–15%, 10% lagi ditolong oleh bidan swasta,
sedangkan sisanya 75–80 % masih ditolong oleh dukun.
Di Indonesia, sekitar 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi
menghadapi kematian. Contoh, pada tahun 80-an tetanus menjadi
penyebab pertama kematian bayi di bawah usia satu bulan. Namun, pada
tahun 1995 kasus serangan tetanus sudah menurun, akan tetapi ancaman
itu tetap ada sehingga perlu diatasi secara serius. Tetanus juga terjadi pada
bayi, dikenal dengan istilah tetanus neonatorum, karena umumnya terjadi
pada bayi baru lahir atau usia di bawah satu bulan (neonatus).
Penyebabnya adalah spora Clostridium tetani yang masuk melalui
luka tali pusat, karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi
4
syarat kebersihan.WHO menunjukkan, kematian akibat tetanus di negara
berkembang adalah 135 kali lebih tinggi dibanding negara maju.
Mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya baru mendapat
pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Penanganan yang sempurna
memegang peranan penting dalam menurunkan angka mortalitas.
Tetanus neonatorum angka kematian kasusnya (Case Fatality Rate
atau CFR) sangat tinggi. Pada kasus teanus neonatorum angkanya
mendekati 100 %, terutama yang mempunyai masa inkubasi kurang 7 hari.
Angka kematian kasus tetanus neonatorum yahng dirawat di rumah sakit
diindonesia bervariasi dengan kisaran 10,8 – 55 %.
Pemerintah bertekat untuk memperkecil kematian akibat kematian
tetanus neonatorum dengan jalan memberikan 2 kali vaksinasi tetanus
toksoid selama hamil. Diharapkan bidan dapat membantu upaya
pemerintah sehingga dapat menurunkan angka kematian bayi karena
tetanus sampai akhir tahun 2000, menjadi kurang dari 1 %. Dikemukakan
bahwa angka kematian karena tetanus dapat dijadikan ukuran bagaimana
pelayanan kesehatan yang diberikan dalam satu daerah dan secara umum
pada negara tersebut.
B. Rumusan masalah
1. Apa saja isi laporan pendahuluan tentang Tetanus Neonatorum ?
2. Apa saja isi asuhan keperawatan tentang Tetanus Neonatorum ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui isi laporan pendahuluan tentang Tetanus
Neonatorum
2. Untuk mengatahui isi asuhan keperawatan tentang Tetanus
Neonatorum
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase
yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh :
a) Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular.
b) Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya.
c) Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
7
d. PROGNOSIS
Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan
berkembang menjadi berat
e. Pathways
8
Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan
berkembang menjadi berat.Untuk memudahkannya tingkat berat
penyakit dibagi :
1. Ringan : hanya trismus dan kejang lokal
2. Sedang : mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering,
trismus yang tampak nyata, opistotonus dan kekauan otot yang
menyeluruh.
g. Tes Diagnostik
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat,
pemeriksaannya meliputi :
1. Darah Glukosa Darah:Hipoglikemia merupakan predisposisi
kejang (N < 200 mq/dl), BUN: Peningkatan BUN mempunyai
potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari
pemberian obat. Elektrolit:K,Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2. Skull Ray:Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan
adanya lesi
3. EEG:Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui
tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang,
hasil biasanya normal.
h. Komplikasi
Bronkopneumoni
Asfiksia dan sianosis
i. Penatalaksanaan
Pada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan :
a. Eliminasi kuman
Debridement
Untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang
jaringan yang rusak, membuang benda asing, merawat luka/infeksi,
membersihkan liang telinga/otitis media, caries gigi.
9
Antibiotika
penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2 hari, minimal
10 hari. Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang
timbul
b. Netralisasi toksin
Toksin yang belum melekat di jaringan.Dapat diberikan ATS 5000-
100.000 KI
c. Perawatan suporatif
Perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional :
Nutrisi dan Cairan
pemberian cairan IV sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan
keadaan penderita, seperti sering kejang, hiperpireksia dan
sebagainya.
beri nutrisi tinggi kalori, bila perlu dengan nutrisi parenteral
bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa
memperberat kejang) pemberian makanan peroral hendaknya
segera dilaksanakan.
Menjaga agar nafas tetap efisien
pembersihan jalan nafas dari lendir
pemberian zat asam tambahan
bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus berat)
Mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang
antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan
kebutuhan dan respon klinis.
pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering
dan makin lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti
pada awal terapi yaitu mulai lagi dengan pemberian bolus,
dilanjutkan dengan dosis rumatan.
Pengobatan rumat seperti Fenobarbital dosis maintenance : 8-
10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua
diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya
10
bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi
, harus dilakukan pelumpuhan obat secara total dan dibantu
denga pernafasan mekanik (ventilator)
11
8. Pola peran dan hubungan : menggambarkan keefektifan peran dan
hubungan dengan orang terdekat
9. Pola Seksualitas atau Reproduksi : menggambarkan bagaimana
keadaan reproduksi seseorang
10. Pola koping atau Toleransi Stress : menggambarkan kemampuan untuk
menangani stres dan penggunaan sistem pendukung
11. Pola Nilai dan Kepercayaan : menggambarkan tentang agama yang
dianut
k. Diagnosa Keperawatan
1. Infeksi kebersihan jalan nafas (00031) berhubungan dengan spasme
jalan nafas
2. Gangguan rasa nyaman (00214) berhubungan dengan gejala terkait
penyakit
3. Risiko aspirasi (00039) berhubungan dengan Gangguan Menelan
Intervensi
12
2. Gangguan rasa Status kenyamanan (2008) Management lingkungan 6480) :
nyaman (00214) :
berhubungan Identifikasi kebutuhan keselamatan pasien
dengan gejala Kesejahteraan fisik berdasarkan fungsi fisik dan kognitif
terkait penyakit (200801) Atur persediaan dan linen dengan rapi
Kontrol terhadap gejala Sediakan kasur yang kokoh
(200802) Sediakan tempat tidur yang bersih fdan
Kesejahteraan psikologis nyaman
(200803)
Lingkungan fisik
(200804)
3. Risiko Aspirasi Pencegahan Managemen Kejang ( 2680 ):
(00039) Aspirasi(1918):
berhubungan Monitor tanda-tanda vital
dengan gangguan Mengidentifikasi faktor- Monitor durasi periode ketidaksadaran dan
menelan faktor risiko (191801) karakteristiknya
Menghindari faktor-faktor Balikan badan klien kesatu sisi
risiko (191802) Orientasikan [pasien] kembali setelah
Memilih makanan sesuai kejang
dengan kemampuan Berikan obat anti kejang dengan benar
menelan (191804)
Memilih makanan dan
cairan dengan konsistensi
yang tepat (191806)
13
Konsep Asuhan Keperawatan Tetanus Neonatorum
Pengkajian
Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi,
auskultasi, perkusi) wawancara ( yaitu berupa percakapan guna memperoleh data
yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun
yang lama), literatur ( mencakup semua materi, buku-buku, majalah dan surat
kabar).
Anamnese
Identitas pasien, meliputi: nama, umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan
saat pengkajian, nama orang tua, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, umur
orang tua, agama, jumlah saudara kandung, jumlah anggota keluarga, alamat
rumah (Depkes, 1989).
14
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang
terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda
asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan caries gigi,
menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin
4. Riwayat kesehatan keluarga.
Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang
aseptik
15
j. Pola koping atau Toleransi Stress : menggambarkan kemampuan untuk
menangani stres dan penggunaan sistem pendukung
k. Pola Nilai dan Kepercayaan : menggambarkan tentang agama yang dianut
Pengkajian Fisik
Pemeriksaan Fisik
•Kepala dan Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan
malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti
rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
•Muka/ Wajah.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan
nervus cranial ?
•Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman
penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
•Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,
berkurangnya pendengaran.
•Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ?
Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
•Mulut
16
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynusitis? Bagaimana keadaan lidah?
Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
•Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan
eksudat ?
•Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah
pembesaran vena jugulans ?
•Thorax
Pada insfeksi: amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale ?
Pada auskultasi,:adakah suara napas tambahan ?
•Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi
tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
•Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor
kulit dan peristaltik usus ? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
•Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat
oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
•Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
•Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?
17
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
2. Pemeriksaan urine: Pemeriksaan urine meliputi urine lengkap dan kulture urine
4. EKG
5. X foto paru
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentang
masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah
melalui tindakan keperawatan. (Pusdiknakes. 1989). Diagnosa yang sering
muncul pada pasien dengan tetanus neonatorum :
18
Perencanaan Keperawatan
19
(200802) Sediakan tempat tidur yang bersih fdan
Kesejahteraan psikologis nyaman
(200803)
Lingkungan fisik
(200804)
3. Risiko Aspirasi Pencegahan Managemen Kejang ( 2680 ):
(00039) Aspirasi(1918):
berhubungan Monitor tanda-tanda vital
dengan gangguan Mengidentifikasi faktor- Monitor durasi periode ketidaksadaran dan
menelan faktor risiko (191801) karakteristiknya
Menghindari faktor-faktor Balikan badan klien kesatu sisi
risiko (191802) Orientasikan [pasien] kembali setelah
Memilih makanan sesuai kejang
dengan kemampuan Berikan obat anti kejang dengan benar
menelan (191804)
Memilih makanan dan
cairan dengan konsistensi
yang tepat (191806)
20
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Tetanus neonatorum merupakan tetanus terjadi pada bayi yang dapat disebabkan
oleh adanya infeksi melalui tali pusat. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008) Tetanus
adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa
disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani.
Contoh penyakit yang sering didapatkan pada neonatus yaitu Tetanus neonatorum
masih banyak terdapat di negara-negara sedang membangun termasuk Indonesia
dengan kematian bayi yang tinggi dengan angka kematian 80%. Di Indonesia
pada saat ini persalinan yang ditolong di rumah sakit hanya 10–15%, 10% lagi
ditolong oleh bidan swasta, sedangkan sisanya 75–80 % masih ditolong oleh
dukun.
SARAN
21
DAFTAR PUSTAKA
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga,
Surabaya.
22