Oleh :
Kelompok 1/Kelas D
Yustika Fera Mahendra (NIM 172310101176)
Anis Syahadah (NIM 172310101183)
Diana Newvitasari (NIM 172310101188)
Aldi Rahardian P (NIM 172310101195)
Deskita Prastiwi (NIM 172310101196)
Umairotul Muffarokhah (NIM 172310101211)
i
KEPERAWATAN BEDAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Keperawatan Medikal Bedah
Dosen Pembimbing Ns. Jon Hafan M.Kep, Sp.Kep MB
Oleh :
Kelompok 1/Kelas D
Yustika Fera Mahendra (NIM 172310101176)
Anis Syahadah (NIM 172310101183)
Diana Newvitasari (NIM 172310101188)
Aldi Rahardian P (NIM 172310101195)
Deskita Prastiwi (NIM 172310101196)
Umairotul Muffarokhah (NIM 172310101211)
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Dasar Keperawatan Medikal Bedah yang
berjudul “Diare“ sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Pembuatan makalah ini sebagai salah satu tugas kami dalam menempuh
pembelajaran di semester ini. Didalam pengerjaan makalah ini telah melibatkan
banyak pihak yang sangat membantu dalam banyak hal. Oleh sebab itu, kami
sampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Ns. Mulia Hakam, M.Kep. Sp.Kep.MB selaku Dosen Penanggung Jawab
Mata Kuliah Dasar Keperawatan Medikal Bedah.
2. Ns. Jon Hafan M.Kep, Sp.Kep.MB selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Dasar Keperawatan Medikal Bedah.
3. Semua pihak yang ikut serta berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………………………………………………..….…….Error!
Bookmark not defined.
DAFTAR
ISI...……………………………………………………..……………..Error!
Bookmark not defined.
BAB I LATAR
BELAKANG…………………..………………………...……….Error!
Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang ....................................... Error! Bookmark not defined.
BAB IV PENUTUP……………………………………………...…….……......34
4.1 Kesimpulan ............................................. Error! Bookmark not defined.
iv
4.2 Saran ....................................................... Error! Bookmark not defined.
v
BAB 1. PENDAHULUAN
Di Indonesia, tonsilitis kronis juga menjadi salah satu peyakit THT yang
paling banyak dijumpai terutama pada anak. Penelitian Sapitri tentang karakteristik
penderita tonsilitis kronis yang diindikasikan tonsilektomi di RSUD Raden
Mattaher Jambi, dari 30 sampel didapatkan distribusi terbanyak usia 5-14 tahun
(50%), jenis kelamin perempuan (56,7%) dan memiliki keluhan nyeri pada
tenggorok/sakit menelan (100%) (Maulana Fakh, Novialdi, and Elmatris 2016).
Meskipun ukuran tonsil bervariasi, anak-anak umumnya memiliki tonsil yang lebih
besar daripada remaja atau orang dewasa, Perbedaan ini dianggap sebagai
mekanisme perlindungan karena anak kecil rentan terutama terhadap ISPA
(Maulana Fakh, Novialdi, and Elmatris 2016).
1
perbedaan penyebabnya yaitu tonsilitis akut lebih sering disebabkan oleh kuman
grup Astreptococusβ-hemolyticus, pneumococcus,Streptococcus viridans dan
Streptococcus pyogenes, sedangkan tonsilitis kronik kuman penyebabnya sama
dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang pola kuman berubah menjadi kuman
dari golongan gram negatif. Selain itu, penggunaan antibiotik yang luas pada
pengobatan ISPA, tanpa bukti empiris yang jelas, telah menyebabkan terjadinya
peningkatan resistensi berbagai strain mikroba dari Staphylococcus aureus,
Streptococcus pneumonia, Haemofilus influenzae, Moraxella catarrhalis dan
lainnya terhadap antibiotik. Sehingga pemilihan antibiotik empiris pada penderita
tonsilitis kronis harus memperhatikan pola kuman penyebab yang paling sering
ditemukan di masing-masing rumah sakit agar pengobatan yang dijalani bisa
adekuat (Nizar, Qamariah, and Muthmainnah 2018).
1.3.0. Apa Saja diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita
Tonsilitis ?
2
1.3.Tujuan
3
BAB II PEMBAHASAN
Tonsil terdiri dari tonsil lingual, tonsil faringeal, (Adenoid), dan tonsil
palatina. Tonsil palatine merupakan sepasang massa jaringan lunak dibagian
belakang faring. Terdapat satu buah tonsil palatine pada tiap sisi. Tiap tonsil
merupakan jaringan limfoid yang dilapisi epitel respirasi yang berinvaginasi dan
membentuk kriptus (Klarisa C & Fardizza F, 2014). Tonsil palatina yang
biasanya disebut tonsil terletak didalam fosatonsil. Pada kutub atas tonsil
seringkali ditemukan celah intra tonsil yang merupakan sisa kantung faring yang
kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan
medial tonsil berbentuk aneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus.
Tonsil mendapat darah dari arteri palatine minor, arteri palatine asendens, dan
arteri lingualis dorsal. Tonsil lingual terletak didasar lidah dan dibagi menjadi
dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Digaris tengah, disebelah anterior massa
ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla
sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus
tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid
4
lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus (Rusmarjono & Hermani B,
2012)
Peradangan pada tonsil yang dapat disebabkan oleh bakteri atau virus,
termasuk strain bakteri Streptokokus, Adenovirus, virus Influenza, virus
Epstein-Barr, Enterovirus, dan virus Herpes simplex. Salah satu penyebab
paling sering pada tonsilitis adalah bakteri grup A Streptococcus beta hemolitik
(GABHS) dan disebarkan melalui udara (air borne droplets), tangan dan
ciuman. Peradangan tonsil akan menyebabkan pembesaran di daerah tonsil
sehingga sulit untuk menelan. Apabila tidak terjadi penyembuhan yang
sempurna pada tonsil, dapat terjadi infeksi berulang. Apabila keadaan ini
menetap, bakteri patogen akan bersarang di dalam tonsil dan terjadi peradangan
yang kronis atau yang disebut dengan tonsilitis kronis (Fakh, Novialdi, &
Elmatris, 2016; Sundariyati, 2017).
2.3 Penyebab
5
penyebarannya melalui air liur dan biasanya menyerang remaja dan dewasa
muda.
Ini ditandai dengan :
a. Sakit tenggorokan
b. Demam
c. Pembesaran kelenjar getah bening serviks
d. Amandel membesar dan kelelahan
e. Manifestasi klinis lainnya adalah splenomegali (pembesaran limpa),
hepatomegali dan hepatitis (pembesaran hati dan peradangan hati)
dan jumlah trombosit dan darah putih yang rendah (Otolaringology,
2018).
2. Tonsillitis disebabkan oleh bakteri
Tonsilitis juga dapat disebabkan oleh infeksi bakteri (seperti spesies
Streptococcus, spesies Staphylococcus).
Gejala yang disebabkan antara lain :
a. Tiba-tiba timbul rasa sakit dan rasa sakit saat menelan
b. Kelenjar getah bening lembut di leher
c. Demam tinggi
Kurangnya gejala saluran pernapasan atas (seperti hidung tersumbat,
sumbatan hidung) (Otolaringology, 2018)
2.4 Patofisiologi
6
jaringan parut sehingga terjadi pengecilan atau pengerutan dan kripti melebar
kemudian proses perjalanan infeksi masih terus berlanjut sampai menembus
kapsul tonsil sehingga menyebabkan pelekatan pada jaringan disekitar fossa
tonsilaris yang menyebabkan tonsilitis (Sundariyati, 2017)
7
2.4.1 Pathway Tonsilitis
Penyebaran limfogen
Inflamasi
8
Penyebab tonsillitis viral sering diakibatkan oleh virus Epstein Barr.
Selain itu tonsillitis viral lebih mirip dengan common cold yang
memiliki rasa nyeri pada tenggorokan penderita.
b. Tonsilitis bakterial
Tonsilitis akut lebih sering disebabkan oleh kuman jenis
Astreptococusβ-hemolyticus, pneumococcus, Streptococcus viridans
dan Streptococcus pyogenes
2. Tonsilitis membranosa : diartikan sebagai tonsil yang telah bengkak
tertutupi oleh tonsilitis menyerupai seperti membran. Membran ini mudah
diangkat, seperti lapisan putih kekuning-kuningan. Tonsilitis membranosa
dibagi menjadi 2 yaitu : (Setyo,P dkk, 2015)
a. Tonsilitis Difteri
Merupakan tonsillitis yang disebabkan oleh kuman Coryne bacterium
diphteriae. Kuman ini merupakan jenis gram positif. Difteri biasanya
memiliki ciri-ciri tertutupnya tonsil yang bengkak dengan membran
berwarna putih kekuning-kuningan.
b. Tonsilitis Septik
Tonsillitis septik ini disebabkan oleh streptococcus hemoliticus yang
dapat menyebabkan epidemi. Bakteri ini terdapat pada susu sapi mentah
yang langsung dikonsumsi, jadi sangat sianjurkan untuk memasak susu
sapi terlebih dahulu sbelum dikonsumsi.
3. Tonsillitis kronik : merupakan kondisi pembesaran tonsil disertai serangan
infeksi yang berulang-ulang. Tonsillitis kronik juga disebabkan oleh kuman
yang menyerang tonsillitis akut seperti Astreptococusβ-hemolyticus,
pneumococcus, Streptococcus viridans dan Streptococcus pyogenes, tetapi
terkadang kuman pada tonsillitis kronik berubah menjadi kuman gram
negatif ( Nizar,M dkk, 2016).
9
umumnya disebabkan oleh virus. Tonsilitis streptokokus lebih jarang
ditemukan dan biasanya ditandai dengan demam (Hull dan Johnston, 2008)
1. Gejala lokal, ditandai dengan rasa yang tidak enak ditenggorokan, sakit
pada tenggorokan, sulit dan sakit untuk menelan
2. Gejala sistemis, ditandai dengan tidak enak badan atau malaise, nyeri
kepala, demam subfebris, nyeri otot dan persendian
3. Gejala klinis, seperti tonsil dengan debris di kriptenya (tonsilitis folikularis
kronis), edema atau hipertrofi tonsil (tonsilitis parenkimatosa kronis),
tonsil fibrotik dan kecil (tonsilitis fibrotik kronis), plika tonsilaris anterior
hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe regional. Pada
pemeriksaantonsil tampak membesar dengan permukaan yang tidak rata,
kriptus melebar dan beberapa kriptus terisi oleh detritus. Ada rasa yang
mengganjal ditenggorokan, merasa kering di tenggorokan dan nafas
berbau.
1. Umur
Tonsilitis sering terjadi pada anak-anak usia 5 tahun sampai 15 tahun.
2. Sering terpapar kuman
Anak-anak usia sekolah berada dalam kontak dekat dengan teman sebaya
mereka dan sering terpapar virus atau bakteri yang dapat menyebabkan
tonsilitis. Tonsillitis dapat disebarkan melalui udara (air borne droplets),
tangan dan ciuman.
3. Kebersihan gigi dan mulut yang buruk
Terdapat hubungan antara kebersihan gigi dan mulut dengan infeksi toraks.
Ketika seseorag mengalami deman atau dehidrasi sering terjadi infeksi di
sepanjang ductus kelenjar liur yang menyebabkan menurunnya kebersihan
mulut dan bisa terjadi tonsillitis.
4. Kebiasaan merokok
10
Perubahan panas akibat merokok menyebabkan perubahan vaskularisasi,
sekresi kelenjar liur dan penurunan antibodi pada tonsil. Apabila terdapat
patogen menembus lapisan epitel maka sel fagositik mononuclear akan
mengenali dan mengeliminasi antigen sehingga terjadi gangguan fungsi sel-
sel pertahanan tubuh. Asap dari rokok merangsang tonsil untuk
memproduksi antibody, apabila terjadi terus menerus maka tonsil kan
mengalami peradangan.
5. Kebiasaan makan
Tonsillitis dapat timbul akibat tidak menjaga kebiasaan makan makanan
yang sehat. Seperti makan di tempat yang berdekatan dengan pembuangan
sampah, yang banyak dihinggapi lalat, dan terkontaminasi oleh tangan yang
tidak bersih. Juga dapat disebabkan oleh makanan yang banyak
mengandung penyedap rasa, makanan berminyak, dan kebiasaan minum
minuman dingin (Mita, 2017; Otolaringology, 2018).
2.8 Penatalaksanaan
11
Dikembangkan untuk identifikasi streptococus grup A dengan
melakukan apusan tenggorokan. RATD memiliki akurasi 93% dan
spesifitas > 95% dibandingkan kultur darah.
b. Gold Standart
Pemeriksaan Gold Standart adalah kultur dari dalam tonsil. Kultur
yang dilakukan dengan swab permukaan tonsil berguna untuk
menentukan diagnosisyang akurat terhadap flora bakteri tonsilitis
kronis.
c. Histopatologi
Pemeriksaan Histopatologi dapat menunjukan diagnosa tonsilitis
kronis. Pemeriksaan Histopatologi memiliki 3 kriteria yaitu ditemukan
ringan- sedang infiltrasi limfosit, adanya ugra's abses dan infiltrasi
limfosit yang difus. Kombinasi ke tiga ini dapat dengan jelas
menegakkan diagnosis tonsilitis.
3.0 Konsep Asuhan Keparawatan Tonsilitis Secara Teoritis
A. Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, tanggal lahir atau umur, jenis kelamin,
alamat, pendidikan, pekerjaan, nomor rekam medis, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian, serta diagnosa medis.
B. Clinical history
1. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan pengembangan dari keluhan
utama pasien dengan menggunakan metode PQRST.
P (paliatif / profokatif) : sesuatu yang membuat keluhan menjadi berat
atau ringan
Q (quality) : bagaimana keluhan dirasakan
R (regio) : tempat keluhan dirasakan
S (scale ) : seberapa besar keluhan dirasakan
T (timing) : kapan keluhan dirasakan
2. Riwayat penyakit dahulu
12
Riwayat penyakit terdahulu merupakan pengkajian mengenai
penyakit yang pernah diderita klien, yang berhubungan dengan tonsilitis
maupun tidak.
3. Riwayat keluarga
Pada riwayat keluarga yang dikaji adalah riwayat dari anggota yang
memiliki penyakit sama seperti klien, penyakit menular seperti TBC,
penyakit keturunan seperti DM, Hipertensi, jantung dan asma. Jika ada
riwayat penyakit keturunan selanjutnya dibuat genogram.
C. Pola fungsional
1. Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
Menggambarkan pola pikir kesehatan pasien, keadaan sehat dan
bagaimana memelihara kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu
tentang status dan riwayat kesehatan, hubungannya dengan aktivitas dan
rencana yang akan dating serta usaha-usaha preventif yang
dilakukan pasien untuk menjaga kesehatannya.
13
Hal ini membuat kuman dan bakteri menjadi semakin banyak hingga
peradangan menjadi semakin parah dan tonsilitis makin membengkak.
c. Pola eliminasi
Meliputi kebiasaan BAK dan BAB, warnanya, konsistensi,
frekuensi dan bau baik sebelum masuk kerumah sakit atau masuk rumah
sakit
d. Pola aktivitas
Dikaji tentang kegitan dalam pekerjaan, mobilisasi, olah raga,
kegiatan diwaktu luang dan apakah keluhan yang dirasakan klien
mengganggu aktivitas klien tersebut.
e. Pola istirahat tidur
Waktu tidur, lamanya tidur setiap hari, apakah ada kesulitan dalam
tidur. Pada klien tonsilitis.
f. Pola kognitif – perseptual
Penghilatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan, Kemampuan bahasa,
Kemampuan membuat keputusan, Ingatan, Ketidaknyamanan dan
kenyamanan.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan: Body image, Identitas diri, Harga diri, Peran diri,
Ideal diri
h. Pola peran hubungan sosial
Menggambarkan: Pola hubungan keluarga dan masyarakat, Masalah
keluarga dan masyarakat, Peran tanggung jawab.
i. Pola koping toleransi stress
Menggambarkan: Penyebab stress, Kemampuan mengendalikan
stress, Pengetahuan tentang toleransi stress, Tingkat toleransi stress,
Strategi menghadapi stress.
j. Pola seksual dan reproduksi
Meliputi hubungan klien dengan keluarga (orang tua), mempunya
beberapa saudara dan termasuk anak keberapa.
14
k. Pola nilai dan kepercayaan
Menggambarkan: Perkembangan moral, perilaku dan keyakinan,
Realisasi dalam kesehariannya.
D. Pemeriksaan fisik dan penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
a. Pengkajian umum
1) Usia, tingkat kesadaran, antopometri, tanda-tanda vital dll
b. Pernafasan
1) Kesulitan bernafas, batuk
c. Nutrisi
1) Sakit tenggorokan, nyeri tekan, nafsu makan menurun,
menolak makan dan minum, turgor kurang.
d. Aktivitas/Istirahat
1) Klien tampak lemah, letargi, iritabel, malaise
e. Keamanan/kenyamanan
1) Kecemasan klien terhadap hospitalisasi
2. Pemeriksaan Penunjang meliputi:
a. Tes laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah
bakteru yang ada dalam tubuh pasien dengan tonsilitis
merupakan bakteri grup A. Kemuadaan pemeriksaan jumalh
leukosit dan hitung jenisnya. Serta laju endap darah. Perisapan
pemeriksaan yang perlu sebeluk tonsilektomi adalah:
1. Rutin : Hemoglobine, leukosit, urine
2. Reaksi alergi, gangguan perdarahan, pembekuan
3. Pemeriksaan lain atas indikasi (Rontgen foto, EKG, gula
darah, elektrolit, dan sebagainya.
b. Kultur
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan
c. Terapi
15
d. Dengan menggunakan antibiotik spectrum lebar dan
sulfonamide, antpiretik dan obat kumur yang mengandung
desinfektan. (Soetomo, 2004)
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkua
diagnosa tonsilitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi
:
a. Leukosit : terjadi peningkatan
b. Hemoglobin : terjadi penurunan
c. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas
obat.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tonsilitis secara umum yaitu:
16
NOC :
1. Tingkat Nyeri
2. Ketidaknyamanan
Kriteria hasil :
1. Nyeri dipertahankan pada skala 3 (sedang) ditingkatkan ke skala 5
(tidak ada).
2. Ketidaknyamanan dipertahankan pada skala sedang) ditingkatkan
ke skala 5 (tidak ada).
NIC
1. Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
R/ Lingkungan yang nyaman dapat membantu mengurangi efek
kurang nyaman yang disebabkan akibat nyeri yang muncul.
2. Sediakan tempat tidur dengan ketinggian sesuai kebutuhan
R/ Posisi yang sesuai dapat membuat klien merasakan nyaman
sehingga dapat membantu mengurangi rasa nyeri
3. Berikan informasi mengenai nyeri.
R/ Informasi mengenai nyeri dapat membantu klien untuk
mengetahui penyebab dari nyeri yang muncul.
4. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri.
R/ Prinsip manajemen nyeri yang benar dapat membantu
menurunkan rasa nyeri.
5. Kolaborasikan pemberian analgesik dengan tim medis.
R/ Pemberian analgesic untuk menurunkan rasa nyeri.
NOC
1. Suhu
2. Membran mukosa
Kriteria Hasil
a. Suhu tubuh dipertahankan pada skala 3 (deviasi sedang dari
kisaran normal) ditingkatkan pada skala 5 (tidak ada deviasi
dari kisaran normal).
17
b. Membrane mukosa lembab dipertahankan pada skala 1 (sangat
terganggu) ditingkatkan ke skala 5 (tidak terganggu).
NIC
NOC
a. Status nutrisi
Kriteria Hasil
NIC
18
1. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi sesuai kebutuhan.
R/ Monitor TTV dapat mengetahui keadaan umum dari pasien
2. Tentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi pasien
19
BAB III ANALISA KASUS
3.1 Pengkajian
20
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Sehat : Nafsu makan klien baik (klien makan 3 kali sehari) tanpa
adanya rasa sakit saat menenlan dan rasa sulit menelan
Sakit : Klien nafsu makannya tidak normal (2 kali sehari dengan porsi
seperampat piring),karena susah untuk menelan akibat
tenggorokannya yang sakit
b. Pola aktivitas
Sehat : Klien beraktivitas seperti biasanya tanpa ada masalah, seperti
pergi ke kampus dll
Sakit : Klien kurang beraktifitas karena rasa sakit akibat bengkaknya
tonsilnya
c. Pola istirahat dan tidur
Sehat : klien tidur 6-7 jam per hari
Sakit : Pola tidur klien tidak bertauran klien tidak bisa tidur dengan
nyenyak karena rasa sakit sering muncul (tidur 3 jam per hari)
d. Pola eliminasi
Sehat : Pola eliminasi pada klien normal
Sakit : Pola eliminasi pada klien terganggu,jarang BAB dan BAK
akibat tidak tercukupnya kebutuhan cairan dalam tubuh pasien
e. Pola hubungan peran
Sehat : Klien mampu menjalin hubungan dengan orang-orang yang di
kenal atau teman dekatnya
Sakit : Klien hanya mau bercerita ke orang tuanya saja
f. Pola penanggulangan steress
Klien selalu bercerita kepada suaminya jika memiliki masalah
g. Pola tata nilai dan kepercayaan
Sehat : Klien taat beribadah
Sakit : Klien merasa terganggu saat beribadah karena rasa sakit dan
nyeri yang muncul
h. Pola fungsi dan seksualitas
Pasien belum menikah
21
f. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Lemas dan meringis kesakitan
b. Tanda-tanda vital
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 25 x/menit
Suhu : 38,30C
c. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : Inspeksi→ Rambut tidak beruban, keadaan
rambut dan kulit kepala bersih, penyebaran
rambut merata, tidakadalesi.
Palpasi→ Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri
tekan.
Wajah : Inspeksi→ tampak lesu, pucat, simestris kiri
kanan, bentuk wajah oral, tidak tampak
reflex/gerakan abnormal, ekspresi wajah
meringis bilan yeri
Palpasi→ Tidak ada nyeri tekan, tidak tidak ada
oedama/massa
Mata : Inspeksi→, Terdapat lingkaran hitam di sekitar
mata.
Palpasi→ tidak ada nyeri tekan pada kedua bola
mata, kedua bola mata teraba lunak
Hidung : Inspeksi→ simetris kiri dan kanan, tidak Nampak
adanya septum deviasi, pola nafas Takiepneu
(RR : 25 kali per menit)
Palpasi→ Tidak ada nyeri tekan pada hidung,
sinus maksillaris, frontalis dan etmoidalis, tidak
ada massa/benjolan
22
Mulut : Inspeksi→ gigi depan utuh dan rahang utuh, gusi
tidak terdapat peradangan, lidah tampak
berwarna putih, bibir tampak kering dan tonsil
bengkak dibagian kanan dan kiri serta berwarna
kemerahan
23
Motorik→ klien dapat menggerakan ekstremitas kanan dan
kiri, tonus otot kanan dan kiri baik, kekuatan otot nilai 5/5
Refleks→ Biceps kiri dan kanan normal, triceps kiri dan
kanan normal.
Sensori→ tidak ada nyeri tekan, sensitive terhadap rangansan
suhu/raba
b. Ekstremitas bawah
Motorik→ tonus otot kanan dan kiri baik, kekuatan otot nilai
5/5
Refleks→ patella kanan dan kiri normal, Achilles kanan dan
kiri normal, babinsky kanan dan kiri normal
Sensori→ tidak ada nyeri tekan, sensitive terhadap
rangsangan suhu/raba
f. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi→ warna kulit sama dengan daerah sekitarnya, perut
nampak datar
Auskultasi→ pristaltik 10 x/menit
Perkusi→ terdengar bunyi timpani kecuali pada daerah kuadran
kanan atas, pekak pada daerah hepar
g. Pemeriksaan integumen
Inspeksi→tidak ditemukan jaundice, kulit nampak lembab.
Palpasi→tidak terdapat lesi, kulit lembut dan elastis.
h. Pemeriksaan genetalia
Tidak ada benjolan di daerah kelamin
g. Pemeriksaan Dignostik
Hemoglobin : 14,8 g/dl
Eritrosit : 4,71 10 6/ul
Hematokrit : 43%
Leukosit : 13 10 3/ul
Trombosit : 258 10 3/ul
24
3.1.3 Terapi Farmakologi
1 DS: Terdapat
pembengkakan tonsil
Klien mengeluh susah bernafas Pola Napas
sehingga mengganggu tidurnya Tidak Efektif
Terjadinya gangguan
masuknya oksigen
DO:
- RR : 25x/menit
- Nafas cuping hidung Rendahnya kadar
- Dada mengembang dan oksigen yang masuk
mengempis dengan
cepat
Pola Nafas Tidak
Efektif
25
Klien mengatakan nyeri saat
menelan di daerah leher
tepatnya di tenggorokam Proses Inflamasi
P : Edema tonsil
Q : Seperti diremas – remas Tonsilitis akut
R : Leher tepatnya di
tenggorokan
Edema Tonsil
S : Skala 5
T : Saat Menelan terasa sakit
Nyeri akut
secara terus menerus
DO:
- Klien tampak
memegang leher saat
menelam
- Ekspresi nyeri sedang
skala 5
DO:
Proses Inflamasi
- Suhu : 38.3 C
- Mukosa Kering
- Pasien tampak lemas
Impuls disampaikan
- Bibir tampak sianosis
ke hypotalamus
termuregulator
Hipertermi
26
3.3 Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (mis:
nyeri saat bernafas ) ditandai dengan peningkatan RR
2. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil ditandai dengan
pasien tampak meringis kesakitan saat menelan
3. Hipertemi berhubungan dengan proses inflamasi pada tonsil ditandai dengan
suhu tubuh meningkat
27
3.3 Intervensi
28
ditingkatkan dari 3. Posisi semi fowler
skala 2 (cukup dan fowler pada klien
memburuk) untuk memudahkan
ditingkatkan ke klien dalam bernafas.
skala 4 (cukup 4. Agar meredakan rasa
membaik). sakit pada
tenggorokan klien
2. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Ciptakan lingkungan yang 1. Lingkungan yang FM
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 aman dengan nyaman dapat
pembengkakan pada jam diharapkan : meminimalkan kunjungan membantu
tonsil a. Nyeri 2. Sediakan tempat tidur mengurangi efek
dipertahankan pada dengan ketinggian sesuai kurang nyaman yang
skala 3 (sedang) kenyamanan pasien. disebabkan akibat
ditingkatkan ke 3. Berikan informasi nyeri yang muncul.
skala 5 (tidak ada). mengenai penyebab 2. Posisi yang sesuai
b. Ketidaknyamanan timbulnya nyeri. dapat membuat klien
dipertahankan pada merasakan nyaman
29
skala sedang) 4. Ajarkan prinsip-prinsip sehingga dapat
ditingkatkan ke manajemen nyeri seperti membantu
skala 5 (tidak ada). relaksasi, Guide mengurangi rasa
imaginary. nyeri
5. Kolaborasikan pemberian 3. Informasi mengenai
analgesik seperti nyeri dapat
pemberian paracetamol membantu klien
dengan tim medis. untuk mengetahui
penyebab dari nyeri
yang muncul.
4. Prinsip manajemen
nyeri yang benar
dapat membantu
menurunkan rasa
nyeri.
5. Pemberian analgesic
seperti paracetamol
untuk menurunkan
rasa nyeri.
30
3. Hipertemia Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor suhu paling tidak 1. Monitor suhu setiap FM
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 setiap 2 jam sekali. 2 jam sekali dapat
proses inflamasi jam diharapkan : 2. Monitor tekanan darah, mengetahui
pada tonsil a. Suhu tubuh nadi dan respirasi setiap 6 perubaha suhu yang
dipertahankan pada jam sekali. terjadi pada pasien.
skala 3 (deviasi 3. Monitor warna kulit, suhu 2. Mengetahui keadaan
sedang dari kisaran dan kelembaban setiap 2 umum tekanan
normal) jam sekali. darah, nadi dan
ditingkatkan pada 4. Tingkatkan intake cairan respirasi dari pasien.
skala 5 (tidak ada dengan pemberian NaCl 3. Perubahan pada
deviasi dari kisaran intravena warna dan suhu serta
normal). 5. Anjurkan minum air satu kelembaban kulit
b. Membrane mukosa gelas setiap jam. merupakan indikasi
lembab 6. Lakukan kompres hangat demam.
dipertahankan pada untuk menurunkan suhu 4. Agar cairan dan
skala 1 (sangat tubuh kurang lebih 7 menit nutrisi terpenuhi
terganggu) dengan menyesuaikan sesuai kebutuhan.
ditingkatkan ke suhu tubuh
31
skala 5 (tidak
terganggu).
3.4 Implementasi
Kamis Pola nafas tidak efektif 1. Memonitor pola nafas setiap 2 jam sekali (frekuensi, kedalaman pernafasan, usaha FM
11 berhubungan dengan klien bernafas)
maret hambatan upaya nafas 2. Mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift
2019 3. Memposisikan klien senyaman mungkin (semi fowler dan fowler)
4. Menganjurkan minum air hangat kepada klien
Kamis Nyeri akut 1. Menciptakan lingkungan yang aman dengan meminimalkan kunjungan FM
11 berhubungan dengan Respon: Pasien tidak terganggu pengunjung dan lebih merasa aman dan nyaman
maret pembengkakan pada 2. Menyediakan tempat tidur dengan ketinggian sesuai dengan keinginan pasien.
2019 tonsil. Respon: Pasien menjadi lebih nyaman dengan posisi yang sesuai keinginannya
3. Memberikan informasi mengenai penyebab timbulnya nyeri.
Respon: Pasien menjadi faham mengenai informasi tentang penyebab nyeri
32
4. Mengajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri seperti relaksasi dan guide
imaginary
Respon: Pasien menjadi berkurang nyerinya setelah diajarkan manajemen nyeri
5. Mengkolaborasi pemberian analgesik seperti pemberian paracetamol dengan
tim medis.
Respon: Nyeri pasien menjadi berkurang
Kamis Resiko perubahan 1. Memonitor tekanan darah, nadi dan respirasi setiap 6 jam sekali. FM
11 status nutrisi kurang Respon: Tekanan darah normal 120/80 mmHg dan respirasi 24x/menit
maret dari kebutuhan 2. Menentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi pasien seperti makanan
2019 berhubungan dengan yang disukai oleh pasien sesuai kebutuhan.
gangguan menelan Respon: Pasien bisa menentukan preferensi makanan yang disukainya
3. Menganjurkan pasien untuk makan sedikit namun sering dengan memperhatikan
Respon: Pasien menjadi terbiasa makan sedikit namun sering
4. Menghilangkan segala sesuatu yang menghambat klien untuk makan dengan
membuat jadwal makan dan membatasi kunjungan.
Respon: Pasien menjadi merasa lebih tenang buat makan
33
3.5 Evaluasi
3.5 Evaluasi
1. Kamis 11 maret Pola nafas tidak efektif S: Klien mengatakan bahwa nafas telah membaik setelah dilakukan FM
2019 berhubungan dengan tindakan keperawatan
hambatan upaya nafas
O: - pernafasan ekspirasi dan inspirasi membaik
- RR kembali normal
- Cuping hidung berkurang
- Frekuensi nafas klien membaik
34
2. Kamis 11 maret Nyeri akut berhubungan S: Klien mengatakan bahwa nyerinya sudah mulai berkurang FM
2019 dengan pembengkakan
O: Klien tampak rileks, skala nyeri turun ke skala 3
pada tonsil
A: skala nyeri turun ke skala 3
3. Kamis 11 maret Resiko perubahan status S: Klien mengeluhkan nafsu makan karena sulit untuk menelan FM
2019 nutrisi kurang dari
O: Turgor elastis
kebutuhan berhubungan
dengan gangguan A: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
menelan
P: Lanjutkan intervensi 1
- Memonitor TTV
35
36
BAB IV PENUTUP
1.1 Kesimpulan
4.1.1 Tonsil terdiri dari tonsil lingual, tonsil faringeal, (Adenoid), dan
tonsil palatina. Tonsil palatine merupakan sepasang massa jaringan
lunak dibagian belakang faring. Tonsil akan menghasilkan limfosit dan
aktif mensintesis immunoglobulin saat terjadinya infeksi di tubuh.
Tonsil akan membengkak saat berespon terhadap infeksi.
4.1.2 Manifestasi klinis tonsilitis ditandai dengan gejala-gejala di
hidung, nyeri pada tenggorokan dan kemerehan yang menyeluruh pada
tonsil. Tonsilitis umumnya disebabkan oleh virus. Tonsilitis
streptokokus lebih jarang ditemukan dan biasanya ditandai dengan
demam.
4.1.3 Mayoritas tonsilitis disebabkan oleh virus (seperti Adenovirus,
virus Influenzae, virus Parainfluenzae, Respiratory Syncytial Virus dll)
yang dapat mempengaruhi saluran pernapasan bagian atas, termasuk
virus yang menyebabkan mononukleosis infeksius (virus Epstein-Barr).
Tonsilitis juga dapat disebabkan oleh infeksi bakteri (seperti spesies
Streptococcus, spesies Staphylococcus).
4.1.4 Patofisiologi tonsilitis merupakan penyakit yang ditularkan
melalui droplet sehingga kuman menginfiltrasi lapisan epitel ketika
terjadi infeksi yang berulang maka akan menyebabkan tonsil tidak dapat
membunuh kuman yang berada pada tonsil sehingga menyebabkan
banyak kuman yang mendiami tonsil maka akan terjadi dimana kondisi
tubuh akan mengalami gangguan pada fungsi pertahanan tubuh menurun.
1.2 Saran
1.2.1 Bagi Mahasiswa
Setelah membaca makalah diatas kami mengharapkan kepada
seluruh pembaca dapat memahami konsep dasar dan asuhan
keperawatan pada tonsilitis.
37
1.2.2 Bagi Pembaca
Setelah membaca makalah diatas kami mengharapkan kepada
seluruh pembaca dapat mengetahui konsep dasar penyakit tonsilitis.
1.2.3 Bagi Institusi Perguruan Tinggi
Kami mengharapkan kepada seluruh akademika perguruan
tinggi agar selalu memantau dan menekan para peserta didik agar
selalu mengetahui beberapa hal khususnya dalam konsep dasar dan
asuhan keperawatan.
38
DAFTAR PUSTAKA
Fakh, I. M., Novialdi, & Elmatris. (2016). Karakteristik Pasien Tonsilitis Kronis
pada Anak di Bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013.
Jurnal Kesehatan Andalas, 436-442.
Hull D., Johnston I.D., 2008. Jalan Nafas dan Paru-paru. Dasar-dasar Pediatri
(Essential Paediatrics), Edisi 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 117
– 118
Nizar, M dkk. 2016. Identifikasi Bakteri Penyebab Tonsilitis Kronik Pada Pasien
Anak di Bagian THT RSUD Ulin Banjarmasin. Banjarmasin. Universitas
Lambung Mangkurat Banjarmasin.
Otolaringology. (2018, Maret 27). Retrieved Maret 13, 2019, from National Heart
Center Singapore: https://www.nhcs.com.sg/patient-care/conditions-
treatments/acute-pharyngitis-tonsillitis/causes-risk-factors
39
Setyo,P dkk. 2015. Asuhan Keperawatan Gangguan Asepsi Sensori : Tonsilitis.
Cilacap. Stikes AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH Cilacap.
Soepardi EA. Nurbaiti Iskandar, Jonny Bashiruddin, Restuti, RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorokan-Kepala-Leher. 6th Ed. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2007 : 221
40