Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

Disusun oleh:
Nama: Egi wahyu setiawan
Nim : 2106311614401010

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TUJUH BELAS
2023
A. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indra tanpa adanya rangsangan dari
luar yang dapat memepengaruhi semua sysestem pengindraan dimana terjadi saat
kesadaran individu tersebut baik (Direktotat Bina Kesehatan Jiwa 2000). Halusinasi
dapat di definisikan sebagai seseorang yang mengalami gangguan pada persepsi
sensorinya sehingga merasakan stimulus,yang sebenarnya tidak ada stimulus dari
manapun (Vamcarolis,2006 dalam Yosep,2011).
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana penderita
mengalami perubahan sensori persepsi (Direja,2011).Gangguan persepsi merupkan
ketidak mampuan manusia dalam memebedakan antara rangsangan yang timbul dari
sumber internal (pikiran,perasaaan) dan stimulus eksternal (Rusdi,2013).

B. Rentang Respon Neurobiologi


Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori,waham merupakan
gangguan pada isi pikiran .keduanya merupakan gangguan dari respon
neurobiology.oleh karenanya secara keseluruhan rentang respon halusinasi mengikuti
kaidah rentang respon neurobiologi (yusuf,2015).
Rentang respon neurobiologi yang paling adaktif adalah adanya pikiran logis dan
terciptanya hubungan sosil yang harmonis.Rentang respon yang paling maladaktif
adalah adanya waham,halusinasi,termasuk isolasi sosial menarik diri.Berikut adalah
gamaran rentang repons neurobiologis (Yusuf,2015).

Adaftif Maladaktif

1. 1.Pikiran logis 1. 1.kadang proses


1. Gangguan
2. 2.Persepsi akut piker tidak
berproses
3. 3.Emosi terganggu
berpikir /waha
konsisten 2. 2.Ilusi
2. Hlusinasi
dengan 3. 3.emosi tidak
3. Kesukaran prose
pengalaman stabil
terjeda
4. 4.perilaku cocok 4. 4.Perilaku tidak
4. Perilaku tidak
5. 5.Hubungan biasa
terorganisasi
sosial harmonis 5. 5.Menarik diri
5. Isolasi sosial
C. Jenis Jenis Halusinasi

JENIS KARAKTERISTIK
HALUSINASI
Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
70 % Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata
yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi.
Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa
klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat
membahayakan.
Penglihatan 20% Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks.
Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster.
Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
Cenesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine
Kinisthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

D. Fase Fase Halusinasi

Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya.
Fase halusinasi terbagi empat:
1. Fase pertama:
Pada fase ini klien mengalami kecemasan,stress,perasaan gelisah,kesepian.klien
mngkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk
meninghilangkan kecemasan dan stress.cara ini menolong untuk sementara klien
masih mampu mengontrol kesadaranya dan mengenal pikiranya,namun intensitas
persepsi meninkat.
2. Fase kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal
3. Fase ke tiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak
berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman
sementara
4. Fase ke empat
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya.
Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam,
memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena
terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam
ibuaktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak
dilakukan intervensi.

E. Pengkajian Klien Dengan Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu gejala yang ditampakkan oleh klien yang
mengalami psikotik, khususnya schizofrenia. Pengkajian klien dengan halusinasi
demikian merupakan proses identifikasi data yang melekat erat dengan pengkajian
respon neurobiologi lainnya seperti yang terdapat juga pada schizophrenia
1. Faktor predisposisi:
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiology
Seperti halusinasi antara lain:
a. Faktor genetic
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson
tertentu
Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi factor penentu
gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen
schizoprenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan
No.4,8,5 dan 22 (Buchanan dan Carpenter,2002). Istri kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami schizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
schizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang istri
yang salah satu orang tuanya mengalami schizofrenia berpeluang 15%
mengalami schizophrenia.
Sementara bila kedua orang tuanya schizofenia maka peluangnya menjadi 35%

b. Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada klien schizofrenia
tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien schizofrenia terjadi
penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter dopamin
berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
c. Studi neurotransmitter.
Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidak seimbangan neurotransmitter
di mana dompamin berlebihan,tidak seimbang dengan kadar serotine
d. Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi factor
predisposisi schizophrenia
e. Psikologis.
Beberapa kondisi pikologis yang menjadi factor predisposisi schizofrenia antara
lain istri yang di pelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin
dan tak berperasaan sementara ayah yang mengambil jarak dengan istrinya

2. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme gateing abnormal)
c. Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku seperti
yang tercantum pada tabel dibawah ini ;

Kesehatan Nutrisi Kurang


Kurang tidur
Ketidak siembangan irama sirkardian
Kelelahan infeksi
Obat-obatan system syaraf pusat
Kurangnya latihan
Hambatan unutk menjangkau pelayanan kesehatan
Lingkungan Lingkungan yang memusuhi, kritis
Masalah di rumah tangga
Kehilangan kebebasan hidup, pola aktivitas sehari-hari
Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain
Isoalsi social
Kurangnya dukungan social
Tekanan kerja ( kurang keterampilan dalam bekerja)
Stigmasasi
Kemiskinan
Kurangnya alat transportasi
Ketidakmampuan mendapat pekerjaan
Sikap/Perilaku Merasa tidak mampu ( harga diri rendah)
Putus asa (tidak percaya diri )
Merasa gagal ( kehilangan motivasi menggunakan keterampilan
diri
Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut.
Merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual )
Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun
kebudayaan
Rendahnya kemampuan sosialisasi
Perilaku agresif
Perilaku kekerasan
Ketidak adekuatan pengobatan
Ketidak adekuatan penanganan gejala.

3. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah:
a. Register, menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
b. Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
c. Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien

4. Perilaku
Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi
saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata
Sama halnya seperti seseorang mendengarkan suara- suara dan tidak lagi meragukan
orang yang berbicara tentang suara tersebut. Ketidakmampuannya mempersepsikan
stimulus secara riil dapat menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus
menjadi prioritas untuk segera diatasi. Untuk memfasilitasinya klien perlu dibuat
nyaman untuk menceritakan perihal haluinasinya.
Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif
ketika mencoba menceritakan halusinasinya kepada orang lain.Karenanya banyak klien
enggan untuk menceritakan pengalaman –pengalaman aneh halusinasinya. Pengalaman
halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan dengan orang lain. Kemampuan untuk
memperbincangkan tentang halusinasi yang dialami oleh klien sangat penting untuk
memastikan dan memvalidasi pengalaman halusinasi tersebut. Perawat harus memiliki
ketulusan dan perhatian untuk dapat memfasilitasi percakapan tentang halusinasi
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya.
Apabila Perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka
pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi
saja. Falidasi informasi meliputi:
a. Isi Halusinasi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang
dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat
oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu,
rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan
dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
b. Waktu dan Frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu
muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi
dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
c. Situasi Pencetus Halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi
muncul.Selain itu Perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien
menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
d. Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji
dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi.
Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak
berdaya terhadap halusinasinya.

F. Diagnosa keperawatan
Klien yang mengalmi halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bias
membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Hal ini terjadi jika halusinasi
sudah sampai pada fase IV, dimana klien mengalami panik dan perilakunya di
kendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan
penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh
diri ( suicide), membunuh orang lain (homocide) dan merusak lingkungan Selain
masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, klien biasanya juga mengalami masalah-
masalah keperawatan yang menjadi penyebab munculnya halusinasi.Masalah itu
antara lain harga diri rendah dan isolasi social (Stuart dan Laria,2001).
Akibat harga diri rendah dan kurangnya keterampilan berhubungan social , klien
menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya lebih dominan di
bandingkan stimulus eksternal. Klien selanjutnya kehilangan kemampuan
membedakan stimulus internal dengan stimulus eksternal. Ini memicu timbulnya
halusinasi.

Dari masalah tersebut diatas dapat disusun pohon maslah sebagai berikut :

EFEK Resiko mencederai diri sendiri, Orang lain, dan lingkungan

C.P Perubahan persepsi sensori : Defisit Perawatan diri :


Halusinasi pendengaran Mandi/Kebersihan diri,berpakaian/berhias
ETIOLOGI Kerusakan interaksi sosial : Intoleransi aktifitas
Menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah


Dari pohon masalah diatas dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1.Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi
audiotorik.
2. Perubahan persepsi sensorik : Audiotorik berhubungan dengan menarik diri
3. Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan Harga diri rendah
4. Defisit Perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias berhubungan dengan
intoleransi aktifitas.

G. Tindakan keperawatan
1. Tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalahnya di mulai
dengan membina hubungan saling percaya dengan klien.
2. Setelah hubungan saling percaya terbina , intervensi keperawatan selanjutnya
adalah membntu klien mengenali halusinasinya.
3. Setelah klien mengenal halusinasinya selanjutnya klien dilatih bagaimana cara
yang biasa terbukti efektif mengatasi atau mengontrol halusinasi.
Adapun cara yang efektif dalam memutuskan halusinasi adalah :
1. Menghardik halusinasi.
2. Berinteraksi dengan orang lain.
3. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
4. Memanfaatkan obat dengan baik.
Keluarga perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang
mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting karena
keluarga adalah sebuah system dimana klien berasal dan halusinasi sebagai salah satu
gejala psikosis dapat berlangsung lama (kronis) sehingga keluarga perlu mengetahu
cara Perawatan klien halusinasi dirumah.
Dalam mengendalikan halusinasi diberikan psikofarmaka oleh tim medis
sehingga Perawat juga perlu memfasilitasi klien untuk dapat menggunakan obat
secara tepat. Prinsip lima benar harus menjadi focus utama dalam pemberian obat
H. Evaluasi keperawatan
Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika :
1. Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi
2. Mampu melaksistrian program pengobatan berkelanjutan
3. Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif dalam membantu
klien mengatasi masalahnya

I. Cara mengontrol halusinasi


Menurut Budi Anna Keliat (2009), Untuk membantu pasien agar mampu
mengontrol halusinasi,Perawat dapat melati pasien dengan empat cara yang sudah
terbukti dapat mengendalikan halusinasi.keempat cara mengontrol halusinasi adalah
sebagai berikut :

1. Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan
cara menolak halusinasi yang muncul.Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak memedulikan halusinasinya. Jika ini dapat
dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi
yang muncul
2. Minum obat secara teratur
Minum obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi.Pasien juga harus dilatih
untuk minum obat secara teratur sesuai dengan program terapi dokter.Pasien
gangguan jiwa yang dirawat dirumah sering mengalami putus obat sehingga pasien
mengalami kekambuhan.Jka kekambuhan terjadi,untuk mencapai kondisi seperti
semula akan membutuhkan waktu. Oleh karena itu, pasien harus dilatih minum obat
sesuai program dan berkelanjutan berikut ini intervensi yang dapat dilakukan
Perawatagar pasien patuh minum obat.
a. Jelaskan kegunaan obat.
b. Jelaskan akibat jika putus obat
c. Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat.
d. Jelaskan cara minum obat dengan prinsip 5 benar (benar obat,benar pasien, benar
cara, benar waktu ,dan benar dosis).
3. Bercakap – cakap dengan orang lain
Bercakap- cakap dengan orang lain dapat membantu mengotrol halusinasi.Ketika pasien
bercakap- cakap dengan orang lain, terjadi distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih
dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain.

4. Melakukan aktivitas yang terjadwal


Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukan diri
melakukan aktivitas yang teratur.Dengan beraktifitas secara terjadwal, pasien tidak
akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang sering kali mencetuskan halusinasi.
Oleh karena itu, halusinasi dapat dikontrol dengan cara beraktifitas secara teratur dari
bangun pagi sampai tidur malam. Tahapan intervensi Perawat dalam memberikan
aktivitas yang terjadwal,yaitu
a. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi.
b. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien.
c. Melatih pasien melakukan aktivitas.
d. Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih.
Upayakan pasien mempunyai aktivitas mulai dari bangun pagi sampai tidur malam.
e. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan Penguatan terhadap prilaku
pasien yang positif

Anda mungkin juga menyukai