DELUSI.
A. PENGKAJIAN
Dasar pengkajian klien yaitu:
1. Aktivitas atau istirahat
Gangguan tidur karena halusinasi atau delusi, bangun lebih awal,
insomnia dan hiperaktivitas (misalnya: berjalan terus)
2. Higiene
Akan ditemukan personal higyne yang kurang, nampak kusut & tidak
terpelihara.
3. Neurosensori
Riwayat perubahan fungsi neurosensori selama paling kurang 6 bulan,
termasuk fase aktif dari gejala psikotik paling kurang selama 2 minggu.
Laporan keluarga tentang gejala psikologis (terutama pada pikiran &
persepsi) dan semakin buruk dari gejala fungsi sebelumnya. Yang perlu
dikaji pada status neurosensori yaitu :
a. Pikiran : hilangnya kemapuan untuk menghubungkan sesuatu
b. Persepsi : halusinasi, ilusi
c. Afek : tumpul, datar, tidak sesuai, tidak tepat
d. Kemauan : tidak dapat memulai sesuatu sendiri atau berpartisipasi
dalam kegiatan yang berorientasi tujuan
e. Kapasitas untuk berhubungan dengan lingkungan : kemunduran
mental atau emosi dan isolasi ( autisme) dan atau aktivitas
psikomotor dengan rentan perbedaan yang khas sampai aktivitas
tidak bertujuan, stereotype
f. Wicara : .seringkali inkoheren, ekolalia mungkin dapat terlihat
bahkan alogia ( tidak mapu untuk berbicara)
g. Perilaku : wajah meringis, terlalu sopan, mengeluhkan kesehatannya,
menarik diri secara drastic dan perilaku aneh
h. Negatifisme : menolak semua petunjuk atau usaha untuk melakukan
sesuatu tanpa motif yang jelas
i. Rigiditas : postur tubuh dipertahankan kaku meskipun dilakukan
usaha untuk menggerakkan klien
j. Sikap tubuh : sikap tubuh yang ganjil atau tidak pada tempatnya
k. Kegembiraan : aktivitas motorik tanpa tujuan yang tidak disebabkan
oleh stimulus eksternal
l. Emosi : cemas, marah, argumentatif, kekerasan yang tidak berfokus.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT- Scan
Menunjukkan stuktur abnormalitas otak ( misalnya : atrrofi lobus
temporal, pembesaran ventrikel dengan rasio ventrikrl otak
meningkat yang dapat dihubungkan dengan derajat gejala yang dapat
dilihat)
b. Pemindai PET ( Positron Emission Tomografi)
Mengukur aktivitas metabolic dari area spesifik otak dan dapat
menyatakan aktivitas metabolic yang rendah dari lobus frontal
terutama pada area prefrontal dari korteks serebral.
c. MRI
Memberikan gambaran otak 3 dimensi, dapat memperlihatkan
gambaran yang lebih kecil dari lobus frontal, atrofi lobus temporal.
d. RCBF ( Regional Cerebral Blood Flow)
Memetakan aliran darah dan menyatakan intensitas aktivitas pada
daerah otak yang bervariasi.
e. BEAM ( Brain Electrical Aktivity Mapping)
Menunjukkan respon gelombang otak terhadap rangsangan yang
bervariasi disertai dengan adanya respon yang terhambat dan
menurun kadang-kadang di lobus temporal dan system limbik
f. ASI ( Addiction Severity Index )
Menetukan masalah-masalah ketergantungan ( ketergnatungan zat)
yang mungkin dikaitkan dengan penyakit mental dan
mengindikasikan area pengobatan yang diperlukan.
g. Uji Psikologi ( misalnya : MMPI)
Menyertakan kerusakan pada suatu area atau lebih
B. DIAGNOSA KEPERAWTAN
1. Resiko membahayakan diri/ orang lain b.d ancaman bahaya yang
dirasakan, penigkatan perasaan ansietas ditandai dengan berperilaku
dengan cara yang tidak rasional, menjadi terancam atau diserang dalam
menghadapi anacaman yang dirasakan.
2. Ansietas (berat) b.d ketidakmapuan untuk percaya ( belum menguasai
tugas percaya vs tidak percaya) ditandai dengan sistem delusi yang kaku
( menunjukan bebas dari stress yang membenarkan adanya delusi),
merasa takut terhadap orang lain dan permusuhannya sendiri
3. Ketidakberdayaan b.d gaya hidup tidak berdaya : perasaan tidak
adekuat, gengguan harga diri yang parah, interaksi interpersonal ditandai
dengan ekspresi verbal tentang tidak mempunyai pengendalian/ pengaruh
terhadap situasi, penggunaan delusi paranoid, perilaku agresif untuk
mengompensasi kurangnya pengendalian, ekspresi pengenalan kerusakan
paranola dapat disebabkan diri sendiri dan orang lain.
4. Gangguan proses pikir b.d konflik psikologis, peningkatan ansietas dan
ketakuatan ( karakteristik orang yang dicurigai) ditandai dengan
gangguan kemampuan untuk berpikir secara jelas dan logis, kesulitan
dalam proses dan karakter pikiran, fragmentasi dan pemikiran autistik,
delusi. Keyakianan dan perilaku curiga atau berbahaya.
5. Gangguan harga diri b.d ego kurang berkembang, fiksasi pada tahap awal
perkembangan, ketidakmampuan untuk percaya, kurangnya umpan balik
positif ditandai dengan sistem delusi (usaha untuk melukai atau
menyerang orang lain untuk melindungi diri sendiri) perilaku merusak
diri, ktidakmampuan untuk menerima penguatan positif, tidak
bertanggung jawab atas perawatan diri ; tidak berpartisipasi dalam terapi.
6. Hambatan interaksi sosial b.d gangguan proses pikir, perasaan tidak
percaya terhadap orang lain/ pikiran delusi. Defisit pengetahuan/
keterampilan tentang cara meningkatkan mutualitas ditandai dengan
ketidaknyamanan dalam situasi sosial, kesulitan dalam membangun
hubungan dengan orang lain. Ekspresi perasaan ditolak, tidak ada
perasaan memiliki ; isolasi diri/ menarik diri. Mengahadapi masalah
dengan kemarahan/ permusuhan dan perilaku kekerasan
7. Ketidakefektifan koping keluarga : gangguan proses keluarga b.d
disorganisasi keluarga sementara/ perubahan peran. Informasi yang tidak
adekuat atau tidak benar, atau dipahami hanya oleh individu utama.
Kemajuan kondisi yang lama, melelahkan kapasitas dukungan orang
terdekat ditandai dengan sistem keluarga tidak memenuhi kebutuhan
spiritual/ emosi/ fisik anggotanya. Ketidakmampuan mengekspresikan/
menerima rentang luas perasaan dalam diri dan anggota keluarga lain.
Kegagalan atau ketidaktepatan mengkomunikasikan peraturan, ritual,
simbol keluarga. Ketidaktepan memelihara batasan. Individu terdekat
menjelaskan preokupasi dengan reaksi pribadi, menarik diri atau masuk
ke komunikasi pribadi sementara atau terbatas dengan klien saat
dibutuhkan
C. INTERVENSI
1. BHSP (bina hubungan interpersonal, saling percaya:
2. Identifikasi/jenis delusi
3. Selidiki arti delusi
4. Kaji ansietas, frekuensi dan lama delusi
5. Identifikasi apa yang memicu delusi
6. Tempatkan delusi dalam bingkai waktu:
7. Identifikasi sterss berat yang baru terjadi:
8. Hubungkan awitan delusi dengan awitan stress:
9. Jika pasien bertanya secara langsung apakah anda percaya dengan
delusi, hargai pertanyaannya dengan mengatakan bahwwa ini adalah
pengalaman pasien
10. Identifikasi kebutuhan emosional yang mungkin dapat dipenuhi oleh
delusi
11. Penuhi kebutuhan yang dipenuhi oleh delusi
12. Begitu delusi dipahami, hindarkan dan jangan membicarakan secara
berulang tentang delusinya.
D. EVALUASI