NIM : 030.07.001
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 26 tahun
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMP
Alamat : Cilegon
B. ANAMNESIS
I. Kulit
( - ) Bisul ( - ) Rambut ( - ) Keringat
malam
( - ) Lain-lain
II. Kepala
( - ) Trauma ( - ) Sakit kepala
III. Mata
( - ) Nyeri ( - ) Radang
IV. Telinga
( - ) Nyeri ( - ) Gangguan pendengaran
( - ) Tinitus
V. Hidung
( - ) Trauma ( - ) Gejala penyumbatan
( - ) Sekret ( - ) Pilek
( - ) Epistaksis
VI. Mulut
( - ) Bibir ( - ) Lidah
( - ) Selaput ( - ) Stomatitis
VII. Tenggorokan
( - ) Nyeri tenggorokan ( - ) Perubahan suara
VIII. Leher
( - ) Benjolan ( - ) Nyeri leher
( - ) Ortopnoe ( - ) Batuk
( - ) Mual ( - ) Mencret
( √ ) Nyeri perut
( - ) Perut membesar
( - ) Stranguria ( - ) Kolik
( - ) Poliuria ( - ) Oliguria
( - ) Polakisuria ( - ) Anuria
( √ ) Parestesi ( - ) Ataksia
( - ) Kejang ( - ) Pingsan
XIII. Ekstremitas
( - ) Bengkak ( - ) Deformitas
D. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
- Tinggi badan : 155 cm
- Berat badan : 50 kg
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Nadi : 80 x/ menit
- Suhu : 36 o C
- Pernapasan : 22 x/ menit
- IMT : 20,83
- Keadaan gizi : Baik (normal)
- Kesadaran : Compos mentis
- Sianosis :-
- Udema umum :-
- Habitus :-
- Mobilitas : terbatas
- Umur menurut taksiran : sesuai dengan umur biologis
Aspek Kejiwaan
- Tingkah laku : wajar
- Alam perasaan : biasa
- Proses pikir : wajar
Kulit
Edema :- Lain-lain :-
Kepala
Mata
Exophthalmus :- Enopthalmus :-
Telinga
Cairan :-
Mulut
Lidah : dbn
Leher
Dada
Paru-paru
Depan Belakang
Inspeksi Kanan
Kiri Simetris dalam statis dan dinamis
Palpasi Kanan
Kiri Vocal fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi Kanan Hiper sonor Hiper sonor
Kiri Hiper sonor Hiper sonor
Auskultasi Kanan Suara napas vesikuler
Kiri Rh (-/-)
Wh(-/-)
Jantung
- Inspeksi : pulsasi ictus cordis terlihat
- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclaicula
sinistra.
- Perkusi :
- Palpasi
i. Dinding perut : supel, tidak ada tahanan,
ii. Hati : tidak teraba pembesaran
iii. Limpa : tidak teraba pembesaran
iv. Ginjal : ballottement -/-
v. Lain-lain :-
- Perkusi : tympani di keempat kuadran
abdomen
- Auskultasi : Bising usus (+), normal
Anggota gerak
Lengan
Kanan Kiri
Otot Tonus : dbn Tonus : dbn
Massa : dbn Massa : dbn
Sendi Dbn Dbn
Kanan Kiri
Luka - -
Varises - -
Otot (tonus dan massa) Lemah lemah
Sendi - -
Gerakan - -
Kekuatan 1 1
Edema - -
E. STATUS NEUROLOGIS
Bicep
Tricep
N N
Knee
Achilles
o Refleks patologis
Schaffer : +/+
Gordon : +/+
Babinsky : +/+
o Sensibilitas : Kedua tungkai sudah dapat merasakan rangsang
tajam dan halus
o Sistem Saraf Otonom : BAB ( + ) BAK ( + )
o Fungsi luhur : tidak ada kelainan
F. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah Rutin,
Hb 10,4
Ht 31,7
Leukosit 7.430
Trombosit 566.000
Protein -
Reduksi -
Sedimen Eritrosit -
Leukosit -
Kristal -
I. RINGKASAN
Pasien datang ke IGD RSUD Kota Cilegon dengan keluhan kedua tungkai
tidak dapat digerakkan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, timbul mendadak
tanpa disertai penyakit pendahulu. Kedua tungkai juga tidak dapat merasakan
apapun. BAK tidak dapat dikontrol pasien. Tidak ada riwayat trauma pada kepala
maupun punggung.
Bicep
Tricep
N N
Knee
Achilles
o Refleks patologis
Schaffer : +/+
Gordon : +/+
Babinsky : +/+
- Sensibilitas : terdapat perbaikan
Laboratorium : HBsAg Reaktif
J. DIAGNOSIS BANDING
L. RENCANA PENATALAKSANAAN
Non-Farmakologis
o Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit yang dialami oleh
pasien, penanganan serta kemungkinan komplikasi yang terjadi
o Edukasi pasien tentang pentingnya pengobatan dan kontrol
kesehatan yang teratur untuk mencegah kekambuhan penyakit.
o Edukasi pasien tentang cara hidup yang baik supaya kualitas
hidupnya tetap terjaga.
Farmakologis
o O2 2 liter/menit
o Infuse RL + Sohobion 1 amp 20 tpm
o Antibiotik
Ceftriaxone 2x1 gr
o Anti Emetik
Ranitidin
o Analgetik
Asam Mefenamat 500mg
o Anti Inflamasi
Metilprednisolon
N. PROGNOSIS
TINJAUAN PUSTAKA
PARAPARESIS INFERIOR
1. Pendahuluan
Gangguan ini kemudian dikaitkan dengan adanya spastisitas yang diinduksi oleh
adanya gangguan fungsi dari traktus kortikospinalis. Pada orang dewasa,
penyebab tersering dari sindroma ini adalah multiple sclerosis dengan diagnosis
banding berupa tumor pada daerah foramen magnum, Chiari malformation,
spondylosis cervical, arteriovenous malformation, dan lateral sclerosis primer.
Diagnosis untuk penyebab sindroma ini tidak bisa ditegakkan dengan melihat
gejala klinisnya saja, tetapi memerlukan pemeriksaan lanjutan seperti;
pemeriksaan cairan serebrospinalis, CT scan, MRI, dan myelography.
Apabila terdapat tanda-tanda cerebellar ataupun tanda-tanda lain selain dari tanda-
tanda gangguan pada kortikospinal bilateral, kemungkinan gangguan yang
mendasarinya adalah multiple sclerosis ataupun penyakit bawaan lain seperti
olivopontocerebellar degeneration. Kombinasi antara tanda-tanda LMN pada
lengan dan UMN pada tungkai menjadi suatu karakteristik dari amyotrophic
lateral sclerosis.
Petunjuk lain dari penyebab spastic paraparesis termasuk nyeri servikal dan
radikular pada neurofibroma atau massa ekstra aksial lainnya pada kanalis
servikalis. Juga kemungkinan muncul bersamaan dengan gejala-gejala cerebellar
atau tanda lain yang mengarah pada multiple sclerosis.
Dikatakan juga bahwa tumor pada otak di daerah parasagital akan menyebabkan
terjadinya isolated spastic paraparesis karena terjadi penekanan pada area tungkai
di korteks motorik pada kedua hemisfer.
Paraparesis kronik dapat terjadi sebagai akibat dari gangguan pada LMN. Alih-
alih muncul tanda-tanda gangguan UMN, malah muncul flaccid paraparesis yang
disertai dengan hilangnya reflex tendon pada tungkai.
Pada anak-anak dan orang dewasa muda, tanda dan gejala yang muncul bisa
menjadi lebih berat, ditambah dengan rasa nyeri karena gangguan ini sering
disebabkan oleh acute transverse myelitis. Hal ini mungkin terlihat pada anak-
anak dan orang dewasa. Selain dari gejala-gejala motorik yang timbul, gejala
sensoris juga bermakna untuk menunjukkan letak lesi penyebab gangguan
tersebut.
Jika reflex tendon menghilang dan tingkat gangguan sensoris pada pasien dengan
paraparesis akut tidak dapat ditentukan, kemungkinan terbesar penyebabnya
adalah Sindroma Guillain-Barre (GBS) baik pada anak-anak maupun pada
dewasa. Kehilangan fungsi sensoris dapat mengarahkan kita pada diagnosis
tersebut.
A. Multiple Sclerosis
a) Definisi
Multiple sclerosis (MS) adalah suatu penyakit kronis yang biasanya muncul pada
usia dewasa muda. Secara patologis, penyakit ini dikarakteristikkan sebagai suatu
inflamasi, demyelnisasi dan terdapatnya jaringan parut (sclerosis) pada beberapa
area (multiple) di substansia alba dari susunan saraf pusat.
Penyebab MS sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, namun factor-
faktor seperti mekanisme autoimmune, factor pemicu dari lingkungan dan genetic
oleh sebagian ahli dinilai memiliki peranan penting dalam kejadian MS.
b) Epidemiologi
MS menurut penelitian sering mengenai usia dewasa muda. Umur saat pertama
kali terserang MS berpuncak pada kisaran 25-30 tahun, sangat jarang kejadian
pada usia dibawah 10 tahun dan diatas 60 tahun.
MS lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria, dengan angka
kejadian sekitar 1,4 sampai 3,1 lebih sering dibandingkan pada pria.
Ras juga sangat mempengaruhi angka kejadian dari MS. Dilaporkan bahwa
populasi berkulit putih (kaukasoid) sangat beresiko tinggi mengalami MS
dibandingkan dengan yang berkulit kuning (mongoloid) maupun hitam (negroid)
yang lebih rendah resiko terkena penyakit MS ini.
Penyebab utama dari MS sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat dalil
yang menyebutkan bahwa pada individu yang secara genetic beresiko, dapat
memicu mekanisme autoimun yang menyebabkan terjadinya demyelinisasi pada
usia muda (yang mungkin disebabkan oleh virus).
o Kecenderungan Genetik
Seperti sudah sedikit disinggung di atas, disebutkan bahwa
populasi berkulit putih lebih rentan mengalami MS, hal ini semakin
diperkuat oleh data penelitian yang menyebutkan bahwa angka
kejadian tertinggi terletak pada daerah-daerah yang diinvasi oleh
bangsa Nordic dahulu kala. Tetapi hal ini tidak dapat menjadikan
kesimpulan karena prevalensi menurut ras sangat dipengaruhi oleh
migrasi.
o Immunology
Menurut bukti yang diambil dari hasil pemeriksaan terhadap darah,
cairan CSF pada hewan percobaan yang telah mengalami
demyelnisasi memberikan informasi bahwa mekanisme autoimun
terlibat dalam proses kejadian MS.
Pada pemeriksaan darah tepi, beberapa perubahan non-spesifik
terlihat. Terutama pada MS sekunder progresif. Perubahan ini sama
seperti yang terjadi pada pasien dengan penyakit autoimun lain
seperti SLE. Perubahan yang terjadi tersebut adalah penekanan
pada aktivitas gen supresor CD8 + sel T dan juga pada autologous
mixed lymphocyte reaction (AMLR). Pada MS, seperti juga pada
SLE, ditemukan penurunan jumlah CD4+CD45RA+suppressor-
inducer sel T yang berada pada darah tepi.
Pleositosis LCS juga sangat umum terjadi, terutama pada fase MS
akut. Sel T yang berfungsi sebagai helper-inducer
(CD4+CDw29+sel-sel) menyusun sebagian besar sel dan
ditemukan dengan jumlah yang tinggi pada LCS dibandingkan
o Virus
Data epidemiologi yang telah dibahas sebelumnya sempat
menyinggung tentang pajanan lingkungan pada MS. Encephalitis
viral pada anak-anak dapat diikuti oleh demyelinisasi. Pada
binatang percobaan, yang paling sering dipelajari adalah
demyelinsasi yang diinduksi oleh virus Theiler, suatu murine
picornavirus.
Apabila terinfeksi oleh virus strain ini, maka dapat berujung pada
infeksi oligodendrosit dengan infiltrasi limfosit perivaskuler dan
demyelinisasi.
Faktor genetic member pengaruh pada kecenderungan pada
terjadinya demyelinisasi dan penyakit-penyakit klinis lain.
Kecenderungan ini dihubungkan dengan pembentukan respon
imun pada hewan saat melawan virus. Oleh karena itu, pada MS,
demyelinisasi dapat ditimbulkan oleh infeksi virus, seperti;
Measles, rubella, mumps, coronavirus, parainfluenza, herpes
simplex, vaccinia, dan HTLV-1.
Dua virus yang sangat konsiten terlibat dalam pathogenesis MS
adalah Epstein-Barr virus (EBV) dan human herpes virus 6
(HHV6).
o Faktor lainnya
Factor-faktor lain yang sering disebut sebagai pemicu dari
terjadinya MS antara lain adalah trauma fisik. Vaksinasi yang tidak
lengkap juga disebutkan sebagai factor yang dapat menyebabkan
terjadinya MS.
Kelemahan pada tungkai merupakan gejala yang paling umum terjadi, dapat
muncul sebagai monoparesis, hemiparesis, atau tetraparesis, dan yang paling
sering adalah paraparesis asimetrik.
Pada beberapa pasien, terutama yang mengalami gejala late-onset, mungkin akan
terjadi suatu paraparesis spastic atau monoparesis yang berjalan progresif lambat,
tanpa adanya abnormalitas lain kecuali tanda-tanda kortikospinal (spastisitas,
hyperreflexia dan reflex Babinski bilateral) dan kelumpuhan ringan pada sensasi
proprioseptif. Cerebellum dan penghubungnya dengan batang otak biasanya ikut
terlibat, sehingga menyebabkan dysartria, ataxia, tremor, dan inkoordinasi pada
lengan atau tungkai.
e) Pemeriksaan Diagnostic
f) Penatalaksanaan Medis
Definisi
Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada
daerah cervical pertama hingga sacral, yang dapat dibedakan atas;
Tumor primer:
o Jinak yang berasal dari
tulang; osteoma dan kondroma,
serabut saraf disebut neurinoma (Schwannoma),
berasal dari selaput otak disebut Meningioma;
jaringan otak; Glioma, Ependimoma.
o Ganas yang berasal dari
jaringan saraf seperti; Astrocytoma, Neuroblastoma,
sel muda seperti Kordoma.
Tumor sekunder: merupakan anak sebar (metastase) dari tumor ganas di
daerah rongga dada, perut, pelvis dan tumor payudara.
Epidemiologi
Klasifikasi
Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi
menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak
maupun ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan
metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru,
payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma. Tumor primer
yang bersifat ganas contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan kordoma,
sedangkan yang bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma, dan ependimoma.1
Neuroblastoma Neuroblastoma
Neurofibroma Neurofibroma
Osteoblastoma Oligodendroglioma
Osteochondroma Teratoma
Osteosarcoma
Sarcoma
Vertebral hemangioma
Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui secara
pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap
penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat
karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel kanker
yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian
menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula spinalis yang
normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut.7
Manifestasi Klinis
Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi dalam tiga
tahapan, yaitu:
Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah tumor
yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang
menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya
biasanya hebat dan mengenai beberapa radiks.
Berdasarkan lokasi tumor, gejala yang muncul adalah seperti yang terihat dalam
Tabel 2 di bawah ini.
Tumor Ekstradural
Sebagian besar merupakan tumor metastase, yang menyebabkan kompresi pada
medula spinalis dan terletak di segmen thorakalis. Nyeri radikuler dapat
merupakan gejala awal pada 30% penderita tetapi kemudian setelah beberapa hari,
minggu/bulan diikuti dengan gejala mielopati. Nyeri biasanya lebih dari 1 radiks,
yang mulanya hilang dengan istirahat, tetapi semakin lama semakin
menetap/persisten, sehingga dapat merupakan gejala utama, walaupun terdapat
gejala yang berhubungan dengan tumor primer. Nyeri pada tumor metastase ini
dapat terjadi spontan, dan sering bertambah dengan perkusi ringan pada vertebrae,
nyeri demikian lebih dikenal dengan nyeri vertebrae.
Tumor Intradural-Ekstramedular
Tumor ini tumbuh di radiks dan menyebabkan nyeri radikuler kronik progresif.
Kejadiannya ± 70% dari tumor intradural, dan jenis yang terbanyak adalah
neurinoma pada laki-laki dan meningioma pada wanita.
a. Neurinoma (Schwannoma)
Memiliki karakteristik sebagai berikut:
Berasal dari radiks dorsalis
Kejadiannya ± 30% dari tumor ekstramedular
2/3 kasus keluhan pertamanya berupa nyeri radikuler, biasanya pada
satu sisi dan dialami dalam beberapa bulan sampai tahun, sedangkan
gejala lanjut terdapat tanda traktus piramidalis
39% lokasinya disegmen thorakal
b. Meningioma
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
± 80% terletak di regio thorakalis dan ±60% pada wanita usia
pertengahan
Pertumbuhan lambat
Pada ± 25% kasus terdapat nyeri radikuler, tetapi lebih sering dengan
gejala traktus piramidalis dibawah lesi, dan sifat nyeri radikuler
biasanya bilateral dengan jarak waktu timbul gejala lain lebih pendek
Tumor Intradural-Intramedular
Lebih sering menyebabkan nyeri funikuler yang bersifat difus seperti rasa terbakar
dan menusuk, kadang-kadang bertambah dengan rangsangan ringan seperti
electric shock like pain (Lhermitte sign).
a. Ependimoma
Memiliki karakteristik sebagai berikut:
b. Astrositoma
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
c. Hemangioblastoma
Memiliki karakter sebagai berikut:
Diagnosis
Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medula spinalis
dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti di bawah ini.
a. Laboratorium
Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan
xantokhrom, dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam
mengambil dan memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor
medula spinalis harus berhati-hati karena blok sebagian dapat berubah
menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan paralisis yang
komplit.
b. Foto Polos Vertebrae
Foto polos seluruh tulang belakang 67-85% abnormal. Kemungkinan
ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai “mata burung hantu” pada
tulang belakang lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur kompresi
patologis, scalloping badan vertebra, sklerosis, perubahan osteoblastik
(mungkin terajdi mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan biasanya Ca payudara.
c. CT-scan
CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor, bahkan
terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor. Pemeriksaan
ini juga dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema, perdarahan
dan keadaan lain yang berhubungan. CT-scan juga dapat membantu dokter
mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas tumor.
d. MRI
Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan yang
mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan
gambar tumor yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas
dibandingkan dengan CT-scan.
Diagnosis Banding
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
Lumbar (Intervertebral) Disk Disorders
Mechanical Back Pain
Brown-Sequard Syndrome
Infeksi Medula Spinalis
Cauda Equina Syndrome
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun
ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk
menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis
secara maksimal. Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi
secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post
operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif
secara histologis dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat diterapi
dengan terapi radiasi post operasi.
Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah :
e. Pembedahan
Indikasi pembedahan:
Paraplegia
Quadriplegia
Infeksi saluran kemih
Anatomi
Pembuluh yang mengantar darah pada medulla spinalis berasal dari cabang arteri
vertebralis, arteria intercostalis dan arteria lumbalis. Tiga arteri yang membujur
memasok darah pada medulla spinalis yaitu; sebuah arteri spinalis anterior dan
dua arteri spinalis posterior. Pembuluh-pembuluh ini memperoleh bantuan
memasok darah oleh segmental yang dikenal sebagai arteria radicularis. Arteria
radicularis anterior dan posterior berjalan mengiringi radix anterior dan posterior
nervi spinalis. Beberapa arteri ini kecil dan hanya mengantar darah pada akar saraf
dan piamater spinalis, yang lain berukuran besar dan mengadakan hubungan
dengan arteria spinalis anterior dan posterior. Seluruhnya terdapat sekitar 14
Biasanya terdapat tiga vena spinalis anterior dan tiga vena spinais posterior.
Vena-vena ini melintas membujur, berhubungan bebas satu sama lain dan darah di
dalamnya disalurkan melalui banyak vena radicularis. Vena-vena penyalur darah
medulla spinalis dan vertebra membentuk plexus venosi vertebrales interni, terdiri
dari vena-vena yang berdinding tipis dan tidak berkatup sekeliling dura mater
spinalis. Vena-vena ini berhubungan melalui sinus longitudinal anterior dan sinus
longitudinal posterior dengan sinus venosus durae matris spinalis crania. Vena
spinalis anterior dan posterior dan plexus venosi vertebrales menyalurkan isinya
ke dalam vena intervertebralis dan lalu ke dalam vena vertebralis, vena lumbalis
ascendens dan sistem vena azygos.
Infark medulla spinalis biasanya terjadi pada segmen T4-T9 dan biasanya
disebabkan oleh ateroma yang melibatkan aorta dan menjadi komplikasi yang
paling potensial dari pembedahan aneurisma torakoabdominal.
Penyebab lain dari infark medulla spinalis yang jarang terjadi diantaranya adalah;
gangguan kolagen pada pembuluh darah, syphilitic angiitis, dissecting aortic
aneurysm, embolic infarction, kehamilan, sickle cell disease dan penyakit lainnya.
Iskemia pada medulla spinalis dapat terjadi sebagai komplikasi awal dari
pembedahan spinal arteriovenosus malformation (AVM).
Tanda dan gejala pada stroke medulla spinalis biasanya muncul dalam hitungan
menit atau jam sejak iskemia berlangsung. Gejala pertama adalah nyeri punggung
radicular, nyeri yang menyebar, dalam pada kedua tungkai atau sensasi terbakar
pada kaki. Gejala-gejala sensorik ini kemudian diikuti oleh munculnya kelemahan
yang cepat pada tungkai. Oklusi pembuluh darah pada arteri spinalis anterior
region servikal dapat menimbulkan tetraplegia inkontinensia urin dan feses dan
penurunan fungsi sensorik pada daerah di bawah lesi. Pada lesi servikal dapat
terjadi depresi pernapasan. Kelemahan spastic yang terjadi dapat disebabkan
karena oleh lesi pada traktus kortikospinalis lateralis.
Seringnya, stroke medulla spinalsi terjadi pada region midthoracic, yang dapat
menyebabkan munculnya paraplegia, inkontinensia urin, hilangnya sensasi nyeri
dan suhu, dan terganggunya fungsi proprioseptif. Kelemahan yang terjadi diikuti
oleh munculnya reflex babinsky. Spastisitas dan hiperreflexia biasanya muncul
dalam beberapa minggu. Insufisiensi arteri pada region lumbar menyebabkan
terjadinya paraplegia.
Diagnosis
Penatalaksanaan
Prognosis
Prognosis pada pasien dengan stroke medulla spinalis menurut sebuah studi
dinyatakan bahwa tingkat mortalitas pasien dengan stroke medulla spinalis adalah
22%, 57% mengalami kelumpuhan sehingga harus menggunakan kursi roda dan
25% harus menggunakan dirawat menggunakan alat bantu, dan 18% pasien
dirawat jalan.
KESIMPULAN
Selain itu, paraparesis juga dapat disebabkan oleh tumor yang menekan medulla
spinalis, baik primer maupun sekunder. Juga dapat disebabkan oleh kelainan
vascular pada pembuluh darah medulla spinalis, yang bisa berujung pada stroke
medulla spinalis.
DAFTAR PUSTAKA