Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

“Onikomikosis”

Pendamping:
dr. Mohamad Ali Mashar

Oleh:
dr. Stefan Wilson Halim

PUSKESMAS PAPAR KABUPATEN KEDIRI


2022
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
ONIKOMIKOSIS
Telah disetujui dan disahkan sebagai Laporan Kasus Program Dokter Internsip
Periode Agustus – Februari 2022

Kediri, 4 November 2022

Pembimbing Puskesmas,

dr. Moh. Ali Mashar

NIP. 196402052000031002

2
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. S
Usia : 16 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Srikaton
Pekerjaan : Pelajar
Status perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 30 Agustus 2022

II. SUBYEKTIF
a. Keluhan Utama
Kuku jari manis kanan kuning
b. Keluhan Tambahan
Kuku tampak rapuh
c. Riwayat Penyakit Sekarang
 Pasien datang dengan keluhan jari manis tangan kanan tampak
berwarna kekuningan dan lebih rapuh.
 Keluhan sudah dirasakan sejak 2 bulan terakhir, awalnya kecil pada
ujung lateral distal kanan kuku lalu semakin bertambah ke
proksimal, dan saat dipotong bercak kuning tidak hilang selain itu
pasien mengatakan bahwa kuku tampak lebih rapuh dari
sebelumnya
d. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat asma, kejang, alergi makanan disangkal

3
 Alergi obat Amoxicilin
e. Riwayat Penyakit Keluarga
 Ibu mengalami keluhan yang serupa
f. Riwayat Pengobatan
 Tidak ada
g. Riwayat Psikososial
Pendidikan : Siswi
h. Review of system

Sistem CNS Nyeri kepala (-)


Pusing (-)
Vertigo (-)
Lumpuh (-)
Kebas (-)
Kesemutan (-)
Kejang (-)
Gangguan daya ingat (-)
Gangguan bahasa (-)
Penurunan pendengaran (-)
Sistem Pernafasan Batuk (-)
Dahak (-)
Batuk darah (-)
Sesak nafas (-)
Mengi (-)
Nyeri (-)
Asma (-)
Sistem Nyeri dada (-)
Kardiovaskuler Berdebar (-)
Orthopnea (-)
PND (-)
DOE (-)
Sistem Mual (-)

4
Gastrointestinal Muntah (-)
Gangguan telan (-)
Nyeri perut (-)
Konstipasi (-)
Diare (-)
Nafsu makan berkurang (-)
Perut terasa penuh (-)
Hemoroid (-)
Sistem Hepatobilier Riwayat Penyakit kuning (-)
Muntah/Berak darah (-)
Endokrin Banyak keringat (-)
Polidipsi (-)
Polifagi (-)
Poliuria (-)
BB menurun (-)
Nafsu makan menurun (-)
Sistem Urinari Sering kencing (-)
Jumlah kencing banyak (-)
kencing nyeri (-)
Tidak bisa kencing (-)
Kencing batu (-)
Kyeri pinggang (-)
Kencing darah (-)
Kencing malam hari (-)
Tidak dapat menahan kencing (-)
Sistem Hematologi Mimisan (-)
Perdarahan Gusi (-)
Luka berdarah sulit sembuh (-)
Pucat (-)
Lemah, letih, lesu (-)
Sistem Rematologi Kaku sendi (-)
dan Muskuloskeletal Nyeri sendi (-)

5
Bengkak pada sendi (-)
ROM terbatas (-)
Lumpuh (-)
Akral dingin (-)
Bengkak pada kedua kaki (-)
Bengkak pada kedua tangan (-)
Sistem Imunologi Alergi makanan (-)
Alergi obat (-)

III. OBYEKTIF
 Pemeriksaan Umum
o Keadaan Umum : Baik
o Kesadaran : Compos mentis, GCS 456
o Keadaan sakit : Ringan
o Suara bicara : Mampu berbicara
o Ekspresi wajah : Tampak tenang
o Status mentalis : Orientasi baik, daya ingat baik
o Personal hygiene : Baik
o BB/TB : 45 kg / 150 cm
 Tanda-Tanda Vital
o Tekanan darah : 90/60 mmHg
o Nadi : 100 x/menit
o Suhu : 36.2 oC
o RR : 20 x/menit
 Kepala/Leher
o Inspeksi : Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Dyspneu
(-), Lidah kotor (-), faring hiperemis (-),
Distensi JVP tidak dievaluasi, tidak tampak
edema pada mata, wajah (-)
o Palpasi : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
o Perkusi : Tiroid retrosternal (-)

6
o Auskultasi : Bruit (-)
 Thorax
Bentuk : Normochest, simetris, spider nevi (-),
kolateral (-)
Pulmo
o Inspeksi : Bentuk dan gerak nafas simetris, retraksi (-)
o Palpasi : Gerakan simetris, fremitus raba sama, nyeri
tidak ada
o Perkusi : Sonor +/+ di semua lapang paru
o Auskultasi : Vesikuler -/-, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Cor
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak, Pulsasi jantung
tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, pulsasi jantung tidak
teraba
o Perkusi : Batas kanan di parasternal line dextra ICS III,
IV, V
Batas kiri di ICS IV, V midclavicular line
sinistra
o Auskultasi : S1 S2 Tunggal, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
o Inspeksi : Flat, distensi (-)
o Auskultasi : Bising usus normal
o Palpasi : Hepar tidak teraba, lien dan renal tidak
teraba, nyeri tekan epigastrium-, undulasi (-)
o Perkusi : Shifting dullness (-)
 Genitalia : tidak diperiksa
 Ekstremitas
o Edema : Tidak ditemukan edema pada keempat
ekstremitas
o Akral : Hangat, kering, merah

7
o
o CRT : < 2 detik
o Unguium : tampak bercak kekuningan pada ungual digiti
IV manus sinistra, bercak pada daerah proksimal hingga distal dan
lateral.

Gambar 1. Tampak gambaran onikomikosis pada digiti IV manus sinistra

RESUME

Pasien datang dengan keluhan muncul bercak kekuningan pada jari manis tangan
kanan, keluhan dirasakan sejak 2 bulan terkahir. Keluhan sudah dirasakan sejak 2
bulan terakhir, awalnya kecil pada ujung proksimal kanan kuku lalu semakin
bertambah ke distal, dan saat dipotong tidak hilang. Ketika dipotong bercak
kuning tidak hilang selain itu pasien mengatakan bahwa kuku tampak lebih rapuh
dari sebelumnya

 Tanda-Tanda Vital
o Tekanan darah : 90/60 mmHg
o Nadi : 80 x/menit
o Suhu : 36.2 oC
o RR : 20 x/menit
 Kepala/Leher
o Inspeksi : dbn
o Palpasi : dbn
o Perkusi : dbn

8
o Auskultasi : dbn
 Thorax
Bentuk : dbn
Pulmo : dbn
Cor
o Inspeksi : dbn
o Palpasi : dbn
o Perkusi : dbn
o Auskultasi : dbn
 Abdomen
o Inspeksi : dbn
o Auskultasi : dbn
o Palpasi : dbn
o Perkusi : dbn
 Ekstremitas
o Edema : Tidak ditemukan edema pada keempat
ekstremitas
o Akral : Hangat, kering, merah
o CRT : < 2 detik
o Unguium : tampak bercak kekuningan pada ungual digiti
IV manus dekstra

IV. ASSESSMENT
Diagnosis Awal : Onikomikosis
Diagnosis Utama : Onikomikosis tipe proksimal subungual (PSO)

V. PLANNING.

Terapi

- Dilakukan Tindakan ekstraksi kuku pada digiti IV manus dekstra

9
NB : Sebelumnya pasien telah di KIE terdapat pilihan terapi yaitu terapi oral
selama 2 bulan dengan metode denyut itrakonazol, terapi topikal
menggunakan ciclopirox dan ekstraksi kuku. Dengan pertimbangan
kepatuhan dan biaya, maka orang tua dan pasien memilih opsi “pikir – pikir”
keesokan harinya pasien dan orang tua sepakat untuk memilih terapi
ekstraksi kuku dengan resiko refrakter.
- Pemberian antibiotik oral cefadroxil 2x1 tab
- Pemberian analgesic berupa asam mefenamat 500 mg 3x1

Monitoring:

- Tanda-tanda perdarahan
- Klinis (nyeri)

Edukasi:

- Kontrol luka 2 hari kemudian


- Luka dilarang terkena air dan dibuka sebelum kontrol

FOLLOW UP

Kontrol Pertama (02 September 2022)

S/
Pasien datang dengan keluhan nyeri masih dirasakan

O/

KU: tampak baik

Kesadaran: GCS = 456

TTV :

- TD: 90/60mmHg Nadi: 90x/menit


- RR: 20 x/menit T: 36 ‘C

Pemeriksaan Fisik :

10
K/L :

- A/I/C/D = -/-/-/-
- Leher : tidak ada pembesaran KGB

Thorax :

- Cor : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)


- Pulmo : Vesikuler +/+. Rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen :

- Bising Usus (+) Normal

Ekstremitas :

- HKM, CRT< 2s
- Unguium : luka tampak baik, perdarahan minimal, tidak tampak pus dan tanda
inflamasi

A/

Onikomikosis + Post ekstraksu kuku

P/
Asam Mefenamat 3x500 mg

Kontrol 3 hari lagi

FOLLOW UP

Kontrol Kedua (07 September 2022)

S/
Pasien datang dengan keluhan tangan sudah tidak nyeri

O/

KU: tampak baik

11
Kesadaran: GCS = 456

TTV :

TD: 90/70mmHg, Nadi: 80x/menit

RR: 20 x/menit T: 36.8 ‘C

Pemeriksaan Fisik :

K/L :

- A/I/C/D = -/-/-/-
- Leher : tidak ada pembesaran KGB

Thorax :

- Cor : S1S2 tunggal regular, murmur (-),


gallop (-)
- Pulmo : Vesikuler +/+. Rhonki -/-,
wheezing -/- Gambar 2. Kondisi kuku post
ekstraksi (saat kontrol ke 2)
Abdomen :

- Bising Usus (+) Normal

Ekstremitas :

- HKM, CRT< 2s
- Unguium : luka baik, tidak tampak pus, perdarahan dan tanda inflamasi

A/

Onikomikosis + Post ekstraksi kuku

P/
KIE untuk menjaga kebersihan kuku, dengan cara sering mencuci tangan dan
apabila muncul lagi maka disarankan penggunaan terapi oral itrakonazol

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan

Onikomikosis merupakan infeksi jamur pada kuku yang disebabkan oleh jamur
dermatofita, molds non dermatofita atau yeast. Sedangkan tinea unguium istilah
untuk infeksi kuku akibat dermatofita.1 Secara umum, 80-90% penyebab kasus
onikomikosis adalah dermatofita Trichophyton rubrum dan Trichophyton
mentagrophytes. Di Indonesia, penyebab yang banyak dilaporkan adalah Candida
spp., T. Rubrum dan T.Mentagrophytes.2

Onikomikosis berkontribusi sebanyak 30% dari semua infeksi fungal


superfisial dan 50% dari semua abnormalitas dari kuku. Insiden dari onikomikosis
meningkat pada populasi geriatri, pada pasien imunokompromais seperti diabetes,
peripheral arterial disease, kondisi imunosupresi seperti kondisi HIV dan agen
imunosupresan. Onikomikosis juga dapat dipengaruhi oleh gaya hidup tertentu,
misalnya penggunaan kaos kaki dan sepatu yang terus menerus, olahraga yang
berlebihan dan trauma pada kuku yang terus menerus serta predisposisi genetic.2

Definisi

Onikomikosis merupakan infeksi jamur pada kuku yang disebabkan oleh jamur
dermatofita (tinea unguium), kapang non dermatofita dan ragi. Penyakit ini dapat
terjadi pada area matriks, nail bed dan atau nail plate.1,3 Secara klinis terdapat 3
macam onikomikosis antara lain: (a) distolateral subungual onychomycosis
(DLSO), (b) proximal subungual onychomycosis (PSO), dan (c) white superficial
onychomycosis (WSO).1

Epidemiologi

Onikomikosis merupakan penyakit kuku yang paling sering terjadi dan


diperkirakan 50 % dari penyebab distrofi kuku. Kang dkk. Menyatakan bahwa
onikomikosis terjadi pada 14 % populasi dengan prevalensi yang terus meningkat

13
dan banyak diantaranya terjangkit pada kelompok usia lansia. Onikomikosis juga
meningkat pada usia anak dan dewasa muda. 1

Angka kejadian onikomikosis di Amerika Serikat adalah sekitar 2 – 8 %


dan meningkat menjadi 14 – 28 % pada usia > 60 tahun. Di Kanada, prevalensi
diperkirakan sebesar 6,5 %. Prevalensi kejadian di Eropa (Inggris, Spanyol,
Finlandia) sekitar 3 – 8 %. Infeksi jamur kuku lebih sering terjadi di kuku kaki
daripada kuku tangan. Kurang lebih 30 % pasien infeksi jamur kulit juga
mengalami infeksi jamur kuku. Prevalensi onikomikosis pada anak usia 18 tahun
kebawah sebesar 2,6% dan 90% pada usia lanjut. Sebanyak 70% infeksi kuku
disebabkan oleh Tricophyton rubrum (T. rubrum) dan 20 % oleh Trichophyton
mentagrophytes (T. mentagrophytes).3

Faktor Resiko

Faktor resiko kejadian onikomikosis ialah usia, jenis kelamin pria, adanya trauma
kuku, kondisi pasien imunosupresi (HIV, diabetes mellitus), adanya gangguan
pembuluh darah perifer.[fitzpatrick48]. Pasuin HIV dengan CD4 < 400 sel/µL
(referensi normal: 1200 to 1400 cells/µL) memiliki resiko terjangkit onikomikosis
dan cenderung dapat terjadi penyebaran kuku hingga seluruh / 20 kuku yang ada.
[fitzpatrick36] Peningkatan angka kejadian onikomikosis juga dapat terjadi akibat
penggunaan sepatu yang ketat, meningkatnya pengguna obat imunosupresan dan
diabetes serta penggunaan ruangan umum bersama (communal). 1

Nenoff dkk.mengemukakan bahwa riwayat keluarga merupakan faktor


predisposisi dalam onikomikosis. Pasien yang memiliki gen autosomal dominan
dalam keluarga akan lebih rentan terhadap infeksi jamur T. rubrum sehingga lebih
mudah ditemukan infeksi pada keluarga dengan gen yang sama. Hal ini juga
selaras dengan penelitian Faergemann dimana ditemukan bahwa keluarga yang
menderita onikomikosis dapat berlanjut hingga lebih dari dua generasi. Penelitian
lain menemukan bahwa individu dengan leukocyte antigen DR4 (HLA-DR4) dan
HLA-DR6 memiliki kekebalan terhadap infeksi onikomikosis.4

Peningkatan insidens onikomikosis meningkat berbanding lurus dengan


peningkatan usia, hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan dimana

14
ditemukan bahwa 20% penderita onikomikosis berada pada usia > 60 tahun dan
diperkirakan separuh penderita onikomikosis berusia > 70 tahun. Berdasarkan
studi observasional yang dilakukan di sebuah panti werdha Selandia baru,
ditemukan bahwa 47,7 % keluhan kulit yang dialami merupakan onikomikosis.
Angka onikomikosis pada lansia diperkirakan karena pada lansia sudah terjadi
penurunan faktor imun, peningkatan penderita diabetes, gangguan pembuluh
darah perifer, riwayat trauma berulang, penurunan kemampuan merawat
kebersihan kuku.

Secara umum onikomikosis lebih sering terjadi pada pria dan jarang
ditemukan pada anak atau usia muda karena kecepatan pertumbuhan kuku. Anak
atau usia muda lebih kecil kemungkinan mengalami jamur pada kulit kaki. Namun
ditemukan bahwa pada anak lebih sering ditemukan jamur pada kuku tangan yang
biasanya ditemukan bersamaan dengan jamur pada kepala (tinea capitis). Saat ini
sering ditemukan infeksi pada kuku tangan yang disebabkan Candida, khususnya
pada usia diantara 12 – 16 tahun. Pada anak dan remaja hal ini kemungkinan
terjadi karena adanya riwayat keluarga, seringnya aktivitas olahraga, dan
perubahan hormonal selama masa pubertas.4

Pasien diabetes mellitus memiliki resiko menderita onikomikosis 3x lebih


tinggi daripada non diabetes. Hal ini terjadi karena adanya neuropati perifer dan
terganaggunya pembuluh darah perifer yang selanjutnya menyebabkan mikro
trauma berulang pada kuku, penurunan sistem imun yang mendukung tumbuhnya
jamur.4

Faktor Resiko Onikomikosis


Resiko yang tidak dapat diubah Riwayat keluarga / genetik
Usia
Jenis kelamin pria
Faktor lokal Trauma pada kuku yang berulang
Deformitas pada kuku
Riwayat infeksi jamur kulit berulang
Psoriasis kuku
Gangguan pembuluh darah perifer
Kondisi medis sistemik Infeksi HIV
Diabetes
Penggunaan obat imunosupresan
Gagal ginjal dengan dialisis

15
Table 1 Faktor Resiko Onikomikosis4

Etiologi

Onikomikosis dapat disebabkan oleh dermatofita (tine unguium), kapang atau ragi
non dermatofita. Infeksi kuku pada negara barat banyak disebabkan oleh
dermatofita, sedangkan pada negara dengan tingkat kelembapan tinggi dan cuaca
yang panas, jamur atau ragi non dermatofita lebih umum ditemukan.[elewski].
Setiap organisme memiliki mekanisme penetrasi yang berbeda sehingga
memunculkan manifestasi klinis yang berbeda. Sebagai contonhya, T. rubrum dan
Epidermophyton floccosum umumnya mengindeksi dari daerah distal dan lateral
kuku, sedangkan T. mentagrophytes dan kapang non dermaofita menginvasi nail
plate bagian superfisial yang bermanifestasi berupa WSO. Sebaliknya Candida
spp. Menginvasi bagian subkutikuler yang menyebabkan distrofi kuku pada
bagian proksimal.

Berdasarkan sumber infeksi, golongan dermatofita dapat dibagi menjadi 3


yaitu antropophilic (manusia), zoophilic (ditularkan oleh hewan), dan geophilic
(dari tanah). Secara garis besar ada tiga jenis anthropophilic yang menyebabkan
infeksi antara manusia yaitu Tricophyton, Epidermophyton, dan Microsprum spp.

Etiologi Onychomycosis
Tinea Unguium Epidemophyton floccosum
Microsporum canis
Tricophycton mentagrophytes
Tricphyton rubrum
Tricophyton tonsurans
Candida Onychomycosis Candida albicans
Candida guiliermondii
Candida lusitaniae
Candida parapsilosis
Candida tropicalis
Onychomycosis non dermatofita Acremonium spp.
Aspergillus falvus
Aspergillus fumigatus
Aspergillus terreus
Aspergillus versicolor
Fusarium spp.
Scopulariopsis spp.

16
Scytalidium spp.
Table 2 Etiologi Onychomycosis4

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis onikomikosis dipengaruhi oleh pola invasi jamur terhadap


kuku, dandikenal menjadi 5 klasifikasi onikomikosis sebagai berikut:

1. Distolateral Subungual Onychomycosis (DLSO)


Merupakan tipe yang paling banyak ditemukan. Pada onikomikosis
subungual distal dan lateral jamur melakukan invasi melalui hiponikium di
bagian distal atau lipat kuku lateral lalu menuju ke lempeng kuku yang
menyebar ke bagian proksimal. Secara klinis, kuku tampak kusam dan
perubahan warna (diskromasi) menjadi putih kekuningan, coklat hingga
hitam di bagian distal maupun lateral, onikolisis dan hiperkeratosis
subungual. OSDL juga sering disertai dengan dermatofitoma yaitu
penebalan kuku bentuk longitudinal atau oval berwarna kekuningan atau
putih yang berisi jamur.3,5
2. White Superficial Onychomycosis (WSO)
Varian klinis ini jarang ditemukan dan sering terdapat pada pasien
imunokompromais. OS terjadi apabila jamur menginvasi langsung lapisan
superfisial lempeng kuku, ditandai dengan bercak atau garis transversal
berwarna putih keruh berbatas tegas dan dapat berkonfluens.3,5
3. Proximal Subungual Onychomycosis (PSO)
Infeksi jamur dimulai dari lipatan kuku proksimal melalui kutikula yang
meluas ke distal, tampak area berwarna putih di bawah lipatan kuku
proksimal, onikolisis, hiperkeratosis, dan bercak atau garis transversal.3,5
4. Onikomikosis distrofik total (ODT)
Terbagi menjadi dua varian, antara lain onikomikosis total distrofik primer
yang ditemukan pada kandidiasis mukokutan kronik atau
imunokompromais dan onikomikosis total distrofik sekunder merupakan
kondisi lanjut dari keempat bentuk onikomikosis sebelumnya. Pada OTD,
kuku tampak penebalan difus, warna kuning kecoklatan, disertai
pembengkakan falangs distal.3,5

17
5. Endonyx onikomikosis (EO)
Pada onikomikosis endoniks, jamur menginfeksi lapisan superfisial
lempeng kuku dan berpenetrasi hingga lapisan dalam. Secara klinis, kuku
tampak berwarna putih seperti susu dan adanya pelepasan kuku secara
lamelar.3,5

Gambaran Klinis Jamur tersering Jamur lain


DLSO Onikolisis dan Tricophyton T.
penebalan subungual rubrum mentagrophytes
Diskolorasi kuning
kecoklatan
WSO Warna keputihan Tricophyton Aspergillus
pada lempeng kuku mentagrophytes terreus
Acremonium
potronii
Fusarium
oxysporum
PSO Hiperkeratotik Tricophyton
subungual rubrum
Onikolisis proksimal
Leukonikia
Onikomikosi Kuku menebal dan Dapat merupakan
s distrofik distrofik hasil akhir dari
total DLSO, WSO,
OPS
Endonyx Varian DLSO, invasi
Onikomikosi lempeng kuku masif
s dengan tanpa terkena
dasar kuku, opak dan
putih (susu).

Diagnosis

Anamnesa dan pemeriksaan klinis sulit untuk memastikan diagnosis, maka


pemeriksaan penunjang perlu untuk dilakukan demi menegakkan diagnosis dan
menetahui etiologi penyakit.5

Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan yaitu :

1. Pemeriksaan mikroskopik langsung


2. Kultur untuk identifikasi mikroorganisme penyebab
3. Pemeriksaan dermoskopi dan histopatologis

18

Table 3Manifestasi Klinis Onikomikosis3,5


Pemeriksaan mikroskopik langsung dilakukan dengan pengambilan sampel
pada kerokan kuku lalu diberi KOH 20 – 30 % dalam air atau DMSO 36 – 40%
utnuk mempermudah melisiskan keratin sehingga tampak hifa, spora,
pseudohifam dan blastospora. Pada mikroskop langsung bila penyebabnya
dermatofita maka kita dapat meilhat dua garis lurus sejajar yang transparan
(double countour) terususun atas hifa bersepta ataupun bercabang, kadang juga
dapat ditemukan spora berderet di ujung hifa. Candida akan tampak sebagai spora
yang bulat atau lonjong. Bila tampak bergerombol maka disebut blastospora,
kadang juga tampak budding yeast dan atau pseudohifa yang mirip untaian sosis.

Pemeriksaan kultur merupakan baku emas dalam menegakkan diagnosis


onikomikosis. Penggunaan Agar Sabouraud merupakan media tumbuh yang
secara universal dapat mengisolasi semua jenis jamur.

Bila secara klinis kecurigaan onikomikosis besar, tetapi hasil sediaan


mikroskopik langsung maupun biakan negatif, pemeriksaan histopatologi dapat
membantu. Dapat dilakukan biopsi kuku atau nail clippings dengan pewarnaan
periodic acid-shiff (PAS) untuk membantu memastikan bahwa jamur terdapat
didalam lempeng kuku dan bukan komensal atau kontaminan diluar lempeng
kuku.

Tatalaksana

Terapi onikomikosis bertujuan untuk mengeradikasi jamur dari kuku dengan di


konfirmasi pemeriksaan mikroskopis ataupun kultur dan mencapai kesembuhan
secara klinis. Beberapa prinsip dalam memilih terapi onikomikosis antara lain: (a)
tipe onikomikosis, keterlibatan matriks kuku, lokasi kuku (tangan atau kaki),
jumlah kuku yang terinfeksi, agen penyebab, derajat keparahan, efek samping
obat, interaksi obat, kemudahan penggunaan dan harga obat5

Modalitas terapi khususnya yang telah diketahui meliputi obat jamur


sistemik (terbinafine, itrakonazol, flukonazol), obat jamur topical (amorolfine,
siklopiroks), terapi bedah (avulsi kuku), terapi laser, fotodinamik, iontophoresis
dan ultrasound, serta kombinasi dari modalitas terapi di atas. Beberapa studi
melaporkan bahwa banyak kasus onikomikosis gagal dengan monoterapi, karena

19
disebabkan oleh pertumbuhan kuku yang lambat dan konsentrasi obat yang
kurang adekuat di kuku. Sebaliknya terapi kombinasi obat jamur sistemuk dan
topical menunjukkan angka resolusi lebih tinggi disbanding monoterapi, karena
kombinasi terapi meningkatkan efek fungisidal, mengurangi resistensi dan
kekambuhan serta meningkatkan toleransi dan keamanan obat.6

Terapi Antijamur Topikal

Penetrasi obat topikal pada lempeng kuku dipengaruhi oleh kondisi keratin kuku
yang keras dan padat, sehingga untuk meningkatkan penetrasi obat tersebut dibuat
formulasi sediaan topikal nail lacquer. Bentuk sediaan ini mampu untuk
menfasilitasi pengiriman obat secara transungual pada lempeng kuku, dan bila
mengering akan membentuk suatu biofilm yang akan mendepositkan kandungan
obat penetrasi ke kuku dan membantu hidrasi pada kuku.15 Penetrasi obat secara
transungual dapat ditingkatkan melalui metode mekanik dengan cara abrasi kuku,
metode kimia dengan menggunakan agen yang bersifat keratolitik, atau metode
fisik dengan menggunakan laser, sinar UV, atau terapi fotodinamik.5

Terapi antijamur topikal dalam sediaan nail lacquer antara lain


efinaconazol, tavaborol, siklopiroks, danamorolfin.Siklopiroks 8% nail lacquer
diaplikasikan tiap 24 jam, sedangkan amorolfin 5% nail lacquer diaplikasikan tiap
48 jam, selama 6-12 bulan. Amorolfin memiliki angka kesembuhan mikologis
sekitar 38%-54% lebih tinggi daripada siklopiroks setelah terapi 6 bulan.5

Obat Antijamur Sistemik

Obat sistemik yang dapat digunakan untuk terapi onikomikosis adalah


terbinafin, itrakonazol, flukonazol, dan memiliki spektrum luas yaitu dermatofita,
kandida dan kapang. Berbagai penelitian dilakukan untuk menilai kelebihan dan
kekurangan masing-masing obat. Terbinafin merupakan antijamur bersifat
fungisidal, dan derivat azol bersifat fungistatik.5

Terbinafin diberikan dengan dosis 250 mg/hari selama 6 minggu, untuk


kuku jari tangan dan selama 12 minggu untuk kuku jari kaki. Sedangkan
itrakonazol efektif diberikan dalam bentuk dosis denyut yaitu 400 mg/hari selama

20
7 hari dengan periode bebas obat selama 3 minggu (1 dosis denyut). Pemberian 2
dosis denyut efektif untuk infeksi kuku jari tangan dan 3 dosis denyut efektif
untuk kuku jari kaki. Flukonazol digunakan sebagai alternatif itrakonazol dan
terbinafin. Suatu analisis literatur menunjukkan dosis pemberian flukonazol 150
mg tiap minggu selama 12 minggu hingga 12 bulan memberikan hasil yang efektif
untuk tinea unguium dan onikomikosis non dermatofita.5

Terapi Bedah (Avulsi Kuku)

Avulsi kuku dapat mengurangi massa jamur dan meningkatkan penetrasi


terapi antijamur sehingga menjadi pilihan bagi lesi yang resisten terhadap
antijmaur topikal dan sistemik. Avulsi kuku dengan tindakan bedah dapat
dipertimbangkan bila kelainan hanya pada 1-2 kuku, terdapat kontra indikasi
terhadap obat sistemik, dan telah resisten terhadap obat. Tindakan bedah ini
sebaiknya tetap dikombinasi dengan obat antijamur sistemik.5

Terapi Laser

Terapi laser memanfaatkan energi cahaya menjadi energi panas dan


mekanik untuk menghancurkan jamur tanpa merusak jaringan sekitar,
mengganggu kemampuan replikasi dan pertahanan hidup melalui mekanisme
apoptosis, denaturasi enzim-enzim yang penting dalam aktivitas jamur dan
meningkatkan sirkulasi jaringan sehingga menstimulasi proses imunologis. Pada
terapi laser ini, banyak dilaporkan keberhasilan untuk terapi onikomikosis yaitu
laser panjang gelombang yang dekat dengan spektrum inframerah (780-3000 nm),
salah satunya adalah laser Long Pulse Neodymium: Yttrium-Aluminium-Garnet
1064nm (LP Nd-YAG 1064nm).5

Terapi Fotodinamik

Terapi fotodinamik menggunakan spektrum cahaya tampak untuk mengaktivasi


photosensitizer yang menghasilkan Reactive Oxygen Species (ROS) yang
mematikan jamur.5

Terapi Iontoforesis

21
Iontoforesis menggunakan arus listrik rendah untuk meningkatkan transpor obat
pada lempeng kuku sehingga masuk ke bantalan kuku dan matrik kuku.5

Komplikasi dan Prognosis

Beberapa faktor mempengaruhi prognosis pada onikomikosis. Lansia (usia > 60


tahun), trauma kuku berulang, riwayat onikomikosis berulang, imunokompromais,
gangguan pembuluh darah perifer, diabetes tidak terkontrol, gambaran klinis
(hyperkeratosis subungual > 2 mm, keterlibatan kuku > 50 %, pertumbuhan kuku
yang lambat, onikolisis berat, paronikia, keterlibatan matriks kuku, jenis
onikomikosis distrofik total), organisme penyebab disertai infeksi sekunder.
Apabila terdapat beberapa faktor diatas maka prognosis dapat dikatakan buruk.5

Pencegahan

Pada pasien dengan riwayat onikomikosis sebaiknya menjalani terapi hingga


tuntas karena bila tidak selesai maka memudahkan terajadinya erupsi berulang.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari munculnya infeksi
jamur kuku antara lain: menjaga kebersihan dengan menjaga kuku tetap pendek
dan bersih, hanya berkunjung ke tempat manicurist / pedicurist yang berlisensi
atau bila perlu membawa alat pembersih pribadi yang telah dibersihkan, jangan
menggaruk atau menyongkel kuku dan area sekitar kuku, jangan menggunakan
sabun, handuk, dan barang pembersih secara bersama – sama, cuci tangan hingga
kering setelah kontak dengan kuku yang telah terinfeksi lalu keringkan setelah
dicuci, cuci bersih kaus kaki, sarung tangan dan handuk setelah digunakan dan
bila perlu di rebus (suhu 60 ºC), jangan menggunakan sepatu atau alas kaki yang
terlalu ketat, gunakan sepatu dengan sirkulasi baik, jangan berjalan tanpa alas kaki
pada fasilitas public (kolam renang, spa, ruang pakaian, gym, kamar mandi, ketika
mencoba alas kaki di took usahakan menggunakan kaus kaki, gunakan spray atau
sanitasi alas kaki setiap hari, gunakan kaus kaki yang dapat menyerap kelembapan
atau jemur sepatu setiap 2 – 3 hari setelah penggunaan.6

22
BAB III
RINGKASAN

Keadaan Pasien Kajian Pustaka Kesimpulan


Bercak kekuningan Manifestasi klinis
Secara klinis dapat
pada ungual digiti IV Onikomikosis sub tipe
ditetapkan bahwa pasien
manus dekstra > 50% DLS (onikolisis,
menderita onikomikosis
Berawal dari proksimal diskolorasi kuning
tipe DLSO sesuai dengan
ke distal kecoklatan) temuan anamnesis
Kuku dengan lesi lebih pemeriksaan fisik dan
rapuh didukung kajian teori
Tidak ada saranaPenegakkan diagnosis Penegakan diagnosa
diagnosa mikroskopis /diperlukan onikomikosis tidak sesuai
kultur pemeriksaan penunjang KAJIAN teori karena tidak
mikroskopis dilakukan pemeriksaan
penunjang mikroskopis
ataupun kultur
Ibu mengalami Riwayat keluarga  Hal ini dapat
keluhan serupa onikomikosis menunjukkan sumber
infeksi (tertular ibu)
 Menggambarkan
kemungkinan hygiene
pasien dan keluarga
rendah
 Sesuai kajian teori
bahwa riwayat keluarga
merupakan faktor resiko
terjadinya onikomikosis

Pemilihan terapi avulsi Terapi kombinasi Pemilihan terapi avulsi


dengan pertimbangan menghasilkan tingkat kurang tepat karena hanya
kepatuhan obat pasien kekambuhan yang monoterapi sehingga
rendah lebih rendah meningkatkan kemungkinan
kekambuhan pasien.

23
Daftar Pustaka

1. Kang S, Amagai M, Bruckner A. Fitzpatrick’s Dermatology. Ninth Edit. United


States: McGraw-Hill Education; 2019.

2. Widasmara D, Ajie AB, Rofiq A. PEMERIKSAAN DERMOSKOPI UNTUK


EVALUASI MORFOLOGI KUKU PADA PASIEN ONIKOMIKOSIS [Internet].
Malang; 2022 [cited 2022 Sep 27].

3. Anugrah R. Diagnostik dan Tatalaksana Onikomikosis. Cermin Dunia Kedokteran


[Internet]. 2016 [cited 2022 Sep 27];43(9):675–8. Available from:
https://media.neliti.com/media/publications/397346-diagnostik-dan-tatalaksana-
onikomikosis-fc8c303b.pdf

4. Rigopoulos D, Elewski B, Richert B. Onychomycosis: diagnosis and effective


management. Hoboken, NJ: Wiley; 2018.

5. Adiguna MS. Onychomycosis Overview. Universitas Padjajaran; 2017 p. 2–9.

6. Ameen M, Lear JT, Madan V, Mohd Mustapa MF, Richardson M, Hughes JR, et
al. British Association of Dermatologists’ guidelines for the management of
onychomycosis 2014. British Journal of Dermatology. 2014 Nov 19;171(5):937–
58.

24

Anda mungkin juga menyukai