Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

POLISITEMIA VERA
ISCHEMIC HEART DISEASE

Disusun untuk memenuhi tugas Stase Komprehensif


di RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan

Diajukan Kepada:
dr. Nyoman Agung, SpPD

Disusun Oleh :
Diky Sukma Wibawa
H2A008014

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2014
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas
Nama : Nn. U
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Podo GG 9 - Kedungwuni
No. CM : 193640
Ruang : Matahari
Tanggal Masuk : 16 Januari 2014

B. Keluhan Utama : Sesak nafas

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 10 menit yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Menurut keluarga pasien, sesak terjadi secara
tiba-tiba saat pasien sedang tidur. Pasien tiba-tiba les-lesan seperti mau
pingsan. Bibir serta ujung-ujung jari berwarna biru. Sebelumnya pasien tidak
melakukan aktivitas fisik yang berat. Keluhan lain seperti pusing, mual,
muntah, nyeri dada tidak dirasakan. BAK dan BAB normal.
Sebelumnya dalam 1 bulan ini, pasien pernah periksa ke dokter dengan
keluhan dada berdebar-debar, sesak nafas dan nyeri dada tidak dirasakan
pasien.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat sakit yang sama : + 1 bulan ini
 Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal
 Riwayat sakit gula / DM : Disangkal
 Riwayat penyakit jantung : Disangkal
 Riwayat asma / peny. Paru : Disangkal

2
E. Riwayat Penyakit Keluarga
 Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa
 Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal
 Riwayat sakit gula/ DM : Disangkal
 Riwayat asma : Disangkal
 Riwayat sakit jantung : Disangkal

F. Riwayat Kebiasaan
 Riwayat minum obat-obatan : Disangkal
 Riwayat merokok : Disangkal
 Riwayat mengkonsumsi alkohol : Disangkal

G. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan seorang pelajar. Ayah pasien adalah seorang buruh.
Biaya pengobatan menggunakan BPJS. Kesan ekonomi cukup.

H. Anamnesis Sistem
 Keluhan utama : Sesak nafas
 Kepala : Sakit kepala (-), pusing (-), nggliyer (-), jejas (-),
leher kaku (-)
 Mata : Penglihatan kabur (-), pandangan ganda (-),
pandangan berputar (-), berkunang-kunang (-)
 Hidung : Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)
 Telinga : Pendengaran berkurang (-), berdenging (-),
keluar cairan (-), darah (-).
 Mulut : Bibir pucat kebiruan (+), luka pada sudut bibir
(-), bibir pecah-pecah (-), gusi berdarah (-), mulut
kering (-).
 Tenggorokan : Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).
 Sistem respirasi : Sesak nafas (+), batuk (-), dahak (-), batuk darah
(-), mengi (-), tidur mendengkur (-)
 Sist. kardiovaskuler : Sesak nafas saat beraktivitas berat (-), nyeri

3
dada (-), berdebar-debar (+), keringat dingin (-)
 Sist. gastrointestinal: Mual (-), muntah (-), perut mules (-), diare (-),
nafsu makan menurun (-), BB turun (-).
 Sis muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-).
 Sis genitourinaria : BAK normal
 Ekstremitas: Atas : Ujung jari biru (+), jari tabuh (+), kesemutan(-),
bengkak (-), sakit sendi (-), panas (-), berkeringat
(-), palmar eritema (-).
Bawah : Ujung jari biru (+), jari tabuh (+), gemetar (-),
kesemutan di kaki (-), sakit sendi (-).
 Sist. neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (-), mengigau (-), emosi tidak
stabil (-), kesemutan (-)
 Sist Integumentum : Kulit kuning (-), gatal (-), kelainan kulit (-)

II. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 Januari 2013 :
1. Keadaan Umum
Tampak sesak
Kesadaran compos mentis, GCS E4M6V5 = 15
2. Status Gizi
BB: 47 kg, TB: 158 cm
BMI= 18,8 kg/m2
Kesan : Normoweight
3. Tanda Vital
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 90x/menit, cukup, irama reguler
Respirasi : 34x/menit
Suhu : 36,7° C (peraxiller)
4. Kulit
Ikterik (-), petekie (-), turgor cukup, hiperpigmentasi (-), kulit kering (-),
kulit hiperemis (-), vesikel (-)
5. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah dicabut (-), luka (-)

4
6. Wajah
Simetris, moon face (-)
7. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-), mata cekung (-/-), perdarahan
subkonjungtiva(-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+) normal,
arcus senilis (-/-), katarak (-/-)
8. Telinga
Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), gangguan fungsi
pendengaran (-/-)
9. Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), fungsi pembau baik
10. Mulut
Bibir sianosis (+), bibir kering (-), stomatitis (-), mukosa basah (-) gusi
berdarah (-), lidah kotor (-), lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), papil
lidah atrofi (-)
11. Leher
Simetris, deviasi trachea (-), KGB membesar (-),
tiroid membesar (-), nyeri tekan (-).
12. Thoraks
Normochest, simetris, retraksi supraternal (-), retraksi intercostalis (-),
spider nevi (-), sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah bening
aksilla (-), rambut ketiak rontok (-)
Cor
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis kuat angkat di ICS V, 2 cm ke medial
linea midclavicularis sinistra.
 Perkusi : Batas jantung
kiri bawah : ICS V, 2 cm medial linea
midclavicularis sinistra
kanan bawah : ICS V linea parasternal dextra
kanan atas : ICS II linea sternalis dextra
pinggang : SIC III linea parasternalis sinistra
Kesan : Kardiomegali

5
 Auskultasi : BJ I-II reguler, bising (-), gallop (-)
Pulmo
Depan
 Inspeksi : simetris statis dinamis, retraksi (-)
 Palpasi : simetris, ICS melebar (-), tidak ada yang tertinggal
Sterm fremitus kanan = kiri
 Perkusi : sonor seluruh lapang paru
 Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+),Wheezing (-/-),ronki
basah kasar (-/-), ronki basah halus (-/-)
Belakang:
 Inspeksi : simetris statis dinamis, retraksi (-)
 Palpasi : simetris, ICS melebar (-), tidak ada yang tertinggal
Sterm fremitus kanan = kiri
 Perkusi : sonor seluruh lapang paru
 Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), ronki
basah kasar (-/-), ronki basah halus (-/-)
13. Punggung
Kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok costovertebra (-)
14. Abdomen
Inspeksi : datar, spider nevi (-), sikatriks (-), striae (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : pekak beralih (-), pekak sisi (-), timpani di semua kuadran
abdomen
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tak teraba, lien tak teraba,
turgor kembali cepat
15. Genitourinaria
Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)
16. Kelenjar getah bening
Tidak membesar

6
17. Ekstremitas
Keterangan Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Edema (-/-) (-/-)
Reflek fisiologik (+/+) (+/+)
Reflek patologik (-/-) (-/-)
Capilary refill >2“ >2“
Clubbing finger +/+ +/+
Sianosis +/+ +/+

18. Integumen
Ikterik (-), Ujud kelainan kulit (-)

III.PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Hematologi
Darah Rutin (16-1-2014)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Lekosit 6320 4800 – 10800
Hemoglobin 20,0 14 – 18
Hematokrit 64 42 – 52
Trombosit 89.000 150000 – 450000
LED 1 jam 1 0 - 20
LED 2 jam 5 0 – 20
Eosinofil 0 2–4
Basofil 0 0–1
Neutrofil batang 0 2-6
Neutrofil segmen 66 50 – 70
Limfosit 88 25 – 40
Monosit 6 2–8

7
B. Radiologi
Rontgen Thorax (20-1-2014)
Cor : CTR > 50
Pulmo : Corakan bronkovaskuler kasar, infiltrat (-)
Kedua sinus kostofrenikus lancip
Kesan : Kardiomegali

EKG

8
- Sinus Rhytme
- Ventrikel rate : 99 x/mnt
- Gel P : P Pulmonal
P mitral
- Kompleks QRS : 0,12 sec
- Morfologi : Segmen ST depresi di lead II, III, aVF

IV.DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis
1. Sesak nafas
2. Bibir pucat kebiruan
3. Berdebar-debar
4. Ujung jari biru
5. Jari tabuh

Pemeriksaan Fisik
6. Kardiomegali
7. Clubbing finger
8. Ekstrimitas sianosis

Pemeriksaan Penunjang
9. Darah rutin (Hb: 20,0; Ht 64; Trombosit: 89.000)
10. Rontgen Thoraks (kardiomegali)
11. EKG (ST depresi V1, V2 dan AVF, P Pulmonal, P Mitral)

V. DIAGNOSIS
9
1. Polisitemia vera
2. Ischemic heart disease

VI.PLANNING
1. Polisitemia vera
Ip Dx: Tanda klinis dan Pemeriksaan darah rutin
Ip Tx: Flebotomi 250 cc
Ip Mx: Hb dan Ht
Ip Ex: -

2. Ischemic heart disease


Ip Dx: EKG
Ip Tx: ISDN 1 x 5 mg sublingual
Ip Mx: KU dan TV
Ip Ex: -

VII. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad malam
- Quo ad sanam : dubia ad malam
- Quo ad functionam : dubia ad malam

VIII. PROGRESS NOTE


Subjective Objective Assessment Planning
16/1/2014 TD = 110/70 - Polisitemia O2 masker nrm 10 lpm
S = sesak mmHg Vera Konsul dr. Setyasno
nafas (+), N = 90 x/mnt - IHD SpPD
nyeri perut (+) RR = 34x/mnt - Flebotomi 250 cc
Lab. - Inf. RL 20 tpm
Hb 20 - Captropil 3 x 25mg
Ht 64 - Spironolacton 1 x
25mg
17/1/2014 TD = 110/60 - Polisitemia O2 masker nrm 10 lpm
S = sesak mmHg Vera Konsul dr. Agung SpPD
nafas (+) N = 86 x/mnt - IHD Rontgen Thorax
RR = 32x/mnt - Flebotomi 250 cc
- Inf NaCl 20 tpm
- Inj. ceftriaxon 2 x 1gr

10
- Fasorbid 3 x 5 mg
- lansoprazol 1 x 1
- Clopidogrel 1 x 1
18/1/2014 TD = 100/70 - Polisitemia Cek ulang DR
S = sesak mmHg Vera - Flebotomi 250 cc
nafas (-) N = 82 x/mnt - IHD - Inf NaCl 20 tpm
RR = 22x/mnt - Inj. ceftriaxon 2 x 1gr
Lab. - Fasorbid 3 x 5 mg
Hb 20,6 - lansoprazol 1 x 1
Ht 66 - Clopidogrel 1 x 1
19/1/2014 TD = 110/70 - Polisitemia - Inf NaCl 20 tpm
S = sesak mmHg Vera - Inj. ceftriaxon 2 x 1gr
nafas (-) N = 82 x/mnt - IHD - Fasorbid 3 x 5 mg
RR = 22x/mnt
- lansoprazol 1 x 1
Lab.
- Clopidogrel 1 x 1
Hb 18,8
Ht 59
20/1/2014 TD = 110/70 - Polisitemia - Flebotomi 250 cc
S = sesak mmHg Vera - Inf NaCl 20 tpm
nafas (-) N = 80 x/mnt - IHD - Inj. ceftriaxon 2 x 1gr
RR = 22x/mnt
- Fasorbid 3 x 5 mg
- lansoprazol 1 x 1
- Clopidogrel 1 x 1
21/1/2014 TD = 110/70 - Polisitemia - Flebotomi 250 cc
S = sesak mmHg Vera - Inf NaCl 20 tpm
nafas (-) N = 84 x/mnt - IHD - Inj. ceftriaxon 2 x 1gr
RR = 22x/mnt
- Fasorbid 3 x 5 mg
- lansoprazol 1 x 1
- Clopidogrel 1 x 1
22/1/2014 TD = 110/70 - Polisitemia - Flebotomi 250 cc
S = sesak mmHg Vera - Inf NaCl 20 tpm
nafas (-) N = 80 x/mnt - IHD - Inj. ceftriaxon 2 x 1gr
RR = 22x/mnt
- Fasorbid 3 x 5 mg
- lansoprazol 1 x 1
- Clopidogrel 1 x 1
23/1/2014 Pasien
meninggal
pukul 00.30

11
TINJAUAN PUSTAKA

POLISITEMIA VERA
A. Definisi
Polisitemia vera, merupakan suatu penyakit atau kelainan pada sistem
mieloproliferatif yang melibatkan unsur-unsur hemopoetik dalam sumsum
tulang. Mulainya diam-diam tetapi progresif, kronik dan belum diketahui
penyebabnya. Seperti diketahui pada orang dewasa sehat, eritrosit, granulosit,
dan trombosit yang beredar dalam darah tepi diproduksi dalam sumsum
tulang.1
B. Epidemiologi
Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berumur 40-60 tahun,
walaupun kadang-kadang ditemukan + 5% pada mereka yang berusia lebih
muda. Angka kejadian polisitemia vera ialah 7 per satu juta penduduk dalam
setahun. Penyakit ini dapat terjadi pada semua ras/bangsa, walaupun
didapatkan angka kejadian yang lebih tinggi di kalangan bangsa Yahudi. Pada
pria didapatkan dua kali lebih banyak dibandingkan pada wanita.
C. Etiologi
Polisitemia Vera merupakan penyakit kronik progresif dan belum
diketahui penyebabnya, suatu penelitian sitogenetik menemukan adanya
kelainan molekular yaitu adanya kariotip abnormal di sel induk hemopoisis
yaitu kariotip 20q, 13q, 11q, 7q, 6q, 5q, trisomi 8, dan trisomi 9.
Penemuan mutasi JAK2V617F tahun 2005 merupakan hal yang penting
pada etiopatogenesis Polisitemia vera, dan membuat diagnosis Polisitemia
Vera lebih mudah. JAK2 merupakan golongan tirosin kinase yang berfungsi

12
sebagai perantara reseptor membran dengan molekul signal intraselulur.
Dalam keadaan normal proses eritropoisis dimulai dengan ikatan eritropoitin
(EPO) dengan reseptornya (EPO-R), kemudian terjadi fosforilasi pada protein
JAK, yang selanjutnya mengaktivasi molekul STAT ( Signal Tranducers and
Activator of Transcription), molekul STAT masuk kedalam inti sel dan terjadi
proses transkripsi. Pada Polisitemia vera terjadi mutasi yang terletak pada
posisi 617 (V617F) sehingga menyebabkan kesalahan pengkodean quanin-
timin menjadi valin-fenilalanin sehingga proses eritropoisis tidak memerlukan
eritropoitin. sehingga pada pasien Polisitemia Vera serum eritropoetinnya
rendah yaitu < 4 mU/mL, serum eritropoitin normal adalah 4-26 mU/mL.(6,7)
Hal ini jelas membedakan dari Polisitemia sekunder dimana
eritropoetin meningkat secara fisiologis (sebagai kompensasi atas kebutuhan
oksigen yang meningkat), atau eritopoetin meningkat secara non fisiologis
pada sindrom paraneoplastik yang mensekresi eritropoetin.(2,5,8)
Peningkatan hemoglobin dan hematokrit dapat disebabkan karena
penurunan volume plasma tanpa peningkatan sel darah merah disebut
polisitemia relatif, misalnya pada dehidrasi berat, luka bakar dan reaksi alergi.8

D. Patofisiologi
Perubahan-perubahan anatomi utama berasal dari peningkatan volume
darah dan pengentalan yang dihasilkan oleh eritrositosis. Bendungan yang
melimpah pada semua jaringan dan alat tubuh merupakan ciri khas polisitemia
vera. Hati membesar dan sering mengandung fokus-fokus metaplasi mieloid.
Limpa juga agak membesar, mencapai 250 sampai 300 gram, dan sangat
kenyal. Sinus-sinus limpa dipadati oleh sel darah merah, seperti juga semua
pembuluh darah limpa. Pembuluh darah utama secara seragam melebar,
biasanya karena pengentalan darah yang kekurangan oksigen.
Akibat peningkatan kekentalan dan bendungan vaskuler, trombosis dan
infark sering terjadi paling sering mengenai jantung, limpa dan ginjal.
Perdarahan terjadi pada kira-kira sepertiga penderita, mungkin karena
pelebaran pembuluh darah dan kelainan fungsi trombosit. Biasanya mengenai
saluran pencernaan, orofaring atau otak. Meskipun dikatakan perdarahan ini
kadang-kadang terjadi spontan, lebih sering terjadi setelah berbagai trauma

13
minor ataupun tindakan bedah. Ulkus peptikum dinyatakan pada kira-kira
seperlima penderita.
Polisitemia vera sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang
lambat, terjadi karena sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon sel
induk darah yang abnormal. Berbeda dengan keadaan normalnya, sel induk
darah yang abnormal ini tidak membutuhkan eritropoetin untuk proses
pematangannya (eritropoetin serum < 4 mu/mL).(UI)
Penyakit polisitemia vera juga berkaitan dengan proliferasi berlebihan
prekursor eritroid, granulositik dan megakariositik. Di sini eritrositosis
merupakan manifestasi primer. Konsentrasi eritropoetin dalam serum pada
polisitemia vera rendah tetapi tidak menghilang. Prekursor eritroid pada pasien
Polisitemia berespon terhadap eritropoetin dan mungkin hipersensitif terhadap
kerja hormon ini. Sel sumsum tulang dari pasien polisitemia vera membentuk
koloni prekursor eritroid dalam biakan tanpa ditambahkan eritropoetin.
Fenomena ini jarang dijumpai pada penyakit lain. Banyak dari pembentukan
koloni eritroid endogen pada polisitemia vera ini dihambat oleh penambahan
antibodi terhadap eritropoetin, yang mengisyaratkan peningkatan kepekaan
terhadap eritropoetin. Namun sebagian pembentukan sel darah merah pada
polisitemia vera mungkin autonom dalam kaitannya dengan eritropoetin.
Selain itu terdapat peningkatan progenitor mieloid dan megakariositik di
sumsum tulang, yang mengisyaratkan bahwa panmielosis pada polisitemia
vera ditandai oleh ekspansi cadangan sel prekursor.
Di dalam sirkulasi darah tepi pasien polisitemia vera didapati peninggian
nilai hematokrit. Terjadinya peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap plasma
dapat mencapai > 49% pada wanita (kadar Hb > 16 mg/dL) dan > 52% pada
pria (kadar Hb > 17 mg/dL), serta di dapati pula peningkatan jumlah total
eritrosit (hitung eritrosit > 6 juta/mL).
Mekanisme yang diduga menyebabkan peningkatan proliferasi sel induk
hematopoitik adalah :
a. Tidak terkontrolnya proliferasi sel induk hematopoitik yang bersifat
Neoplastik.
b. Adanya faktor mieloproliferatif abnormal yang mempengaruhi proliferasi
sel induk hematopoitik normal

14
c. Peningkatan sensitivitas sel induk hematopoitik terhadap eritropoitin,
Interleukin 1,3, GMCSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating
Factor), Stem cell factor.

Adapun perjalanan klinis pasien polisitemia vera adalah :


a. Fase eritrositik atau fase polisitemia.
Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini di dapatkan peningkatan
jumlah eritrosit yang dapat berlangsung hingga 5-25 tahun. Pada fase ini
dibutuhkan flebotomi secara teratur untuk mengendalikan viskositas darah
dalam batas normal.
b. Fase burn out ( terbakar habis ) atau spent out ( terpakai habis ).
Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien
memasuki periode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang
timbul anemia tetapi trombositosis dan leukositosis biasanya menetap.
c. Fase mielofibrotik
Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan
perjalanan klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasi
mieloid. Kadang-kadang terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati,
kelenjar getah bening dan ginjal.
d. Fase terminal
Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan
oleh kompilasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena meilofibrosis
terjadi pada kurang dari 15%.

15
E. Klasifikasi
Klasifikasi Polisitemia Vera tergantung volume sel darah merah yaitu
Polisitemia Relatif dan Polisitemia Aktual atau Polisitemia Vera, dimana pada
Polisitemia Relatif terjadi penurunan volume plasma tanpa peningkatan yang
sebenarnya dari volume sel darah merah, seperti pada pada keadaan dehidrasi
berat, luka bakar, reaksi alergi.
Sedangkan secara garis besar Polisitemia dibedakan atas Polisitemia
Primer dan Polisitemia sekunder. Pada Polisitemia Primer terjadi peningkatan
volume sel darah merah tanpa diketahui penyebabnya, sedangkan Polisitemia
sekunder, terjadinya peningkatan volume sel darah merah secara fisiologis
karena kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat seperti pada
penyakit paru kronis, penyakit jantung kongenital atau tinggal didaerah
ketinggian dll, disamping itu peningkatan sel darah merah juga dapat terjadi
secara non fisiologis pada tumor yang menghasilkan eritropoitin seperti tumor
ginjal, hepatoma, tumor ovarium dll.9
Klasifikasi Eritrositosis9
I. Primary (Autonomaus )
A. Polycythemia vera
B. Polycythemia familial primer
II. Secondary.
A.Physiologically appropriate (decreased tissue oxygenation )
1. High altitude
2. Chronic lung disease
3. Alveolar Hypoventilation.
4. Cardiovascular right-to-left shunt
5. High oxygen affinity Hemoglobinopathy
16
6. Carboxyhemoglobinemia ( Smokers erythrocytosis )
7. Congenital Decreased 2,3 – diphosphoglycerate
B.Physiologically inappropriate erythropoietin
1. Tumor producing erythropoietin
a. Renal cell carcinoma
b. Hepatocelular carcinoma
c. Cerebellar hemangioblastoma
d. Uterine leiomyoma
e. Ovarian carcinoma
f. Pheochromocytoma
2. Renal diseases
a. Cysts
b. Hydronephrosis
3. Adrenal cortical hypersecretion
4. Exogenous androgens
5. Unexplained (essential )

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Polisitemia Vera terjadi karena peningkatan jumlah total
eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan
menyebabkan penurunan kecepatan aliran darah sehingga dapat menyebabkan
trombosis dan penurunan laju transport oksigen. Kedua hal tersebut akan
mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat
timbul karena terganggunya oksigenasi organ yaitu berupa 1:
1. Hiperviskositas
Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah
yang kemudian akan menyebabkan :
 Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan
menimbulkan eritrostasis sebagai akibat penggumpalan eritrosit.
 Penurunan laju transport oksigen
Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan.
Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ
sasaran (iskemia/infark) seperti di otak, mata, telinga, jantung, paru, dan
ekstremitas.

17
2. Penurunan shear rate
Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi
hemostasisprimer yaitu agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan
mengakibatkan timbulnya perdarahan walaupun jumlah trombosit >
450.000/mm3. Perdarahan terjadi pada 10 - 30 % kasus Polisitemia Vera,
manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis dan perdarahan
gastrointestinal.
3. Trombositosis (hitung trombosit > 400.000/mm3).
Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada Polisitemia Vera
tidak ada korelasi trombositosis dengan trombosis.
4. Basofilia
Lima puluh persen kasus Polisitemia Vera datang dengan gatal
(pruritus) di seluruh tubuh terutama setelah mandi air panas, dan 10%
kasus polisitemia vera datang dengan urtikaria suatu keadaan yang
disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat
meningkatnya basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung
terjadi karena peningkatan kadar histamin.
5. Splenomegali
Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien Polisitemia vera.
Splenomegali ini terjadi sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis
ekstramedular
6. Hepatomegali
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% Polisitemia Vera.
Sebagaimana halnya splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat
sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.
7. Gout
Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan
splenomegali adalah sekuentrasi sel darah makin cepat dan banyak dengan
demikian produksi asam urat darah akan meningkat. Di sisi lain laju fitrasi
gromerular menurun karena penurunan shear rate. Artritis Gout dijumpai
pada 5-10% kasus polisitemia .
8. Defisiensi vitamin B12 dan asam folat
Laju siklus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisiensi
asam folat dan vitamin B12. Hal ini dijumpai pada ± 30% kasus
18
Polisitemis Vera karena penggunaan untuk pembuatan sel darah,
sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12
(Unsaturated B12 Binding Capacity) dijumpai meningkat > 75% kasus.
9. Muka kemerah-merahan (Plethora)
Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir, konjungtiva
hiperemis sebagai akibat peningkatan massa eritrosit.
10. Keluhan lain yang tidak khas seperti : cepat lelah, sakit kepala, cepat lupa,
vertigo, tinitus, perasaan panas.
11. Manifestasi perdarahan (10-20 %), dapat berupa epistaksis, ekimosis,
perdarahan gastrointestinal menyerupai ulkus peptikum. Perdarahan terjadi
karena peningkatan viskositas darah akan menyebabkan ruptur spontan
pembuluh darah arteri. Pasien Polisitemia Vera yang tidak diterapi
beresiko terjadinya perdarahan waktu operasi atau trauma. 9
Tanda dan gejala Polisitemia Vera 10
Signs and Symptoms of Polycythema vera
More Common Less Common
 Hematocrit level > 52 %  Bruising/epistaxis
in whit men, > 47 % in  Budd-chiari Syndrome
blacks and women  Erythromelalgia
 Hemoglobin Level > 18  Gout
g / dL in white men, > 16  Hemorrhagic Events
g / dL in blacks and  Hepatomegaly
women
 Ischemic digit
 Plethora
 Thrombotic events
 Pruritus after bathing
 Transient Neuralgic
 Splenomegaly
Complaints (headache, tinnitus
 Weight loss Dizziness, blurred)
 Sweating  Atypical chest pain

Tanda dan gejala yang predominan terbagi dalam 3 fase


1. Gejala awal (early symptoms )
Gejala awal dari Polisitemia Vera sangat minimal dan tidak selalu ada
kelainan walaupun telah diketahui melalui tes laboratorium. Gejala awal

19
biasanya sakit kepala (48 %), telinga berdenging (43 %), mudah lelah (47 %),
gangguan daya ingat, susah bernafas (26 %), hipertensi (72 %), gangguan
penglihatan (31 %), rasa panas pada tangan / kaki (29 %), pruritus (43 %),
perdarahan hidung, lambung (24 %), sakit tulang (26 %).
2. Gejala akhir (later symptom) dan komplikasi
Sebagai penyakit progresif, pasien Polisitemia Vera mengalami
perdarahan / trombosis, peningkatan asam urat (10 %) berkembang menjadi
gout dan peningkatan resiko ulkus peptikum.
3. Fase Splenomegali (Spent phase )
Sekitar 30 % gejala akhir berkembang menjadi fase splenomegali.
Pada fase ini terjadi kegagalan Sum-sum tulang dan pasien menjadi anemia
berat, kebutuhan tranfusi meningkat, hati dan limpa membesar.

G. Diagnosis
Polisitemia Vera merupakan Penyakit Mieloproliferatif, sehingga dapat
menyulitkan dalam menegakkan diagnosis karena gambaran klinis yang
hampir sama, sehingga tahun 1970 Polycythenia Vera Study Group
menetapkan kriteria diagnosis berdasarkan Kriteria mayor dan Kriteria
minor.1.2
Kriteria Diagnosis menurut Polycythemia Vera Study Group 1970 1
Kriteria Mayor Kriteria Minor
1. Massa eritrosit : laki-laki 1. Trombositosis > 400.000 /
>36 ml / kg, perempuan > mm3
32 ml / kg 2. Lekositosis > 12.000 / mm3
2. Saturasi Oksigen > 92 % 3. Aktivasi Alkali fosfatase
3. Splenomegali lekosit >100 ( tanpa ada
demam / infeksi )
4. B 12 serum > 900 pg / ml
atau UBBC (Unsaturated
B12 Binding Capasity ) >
2200 pg / ml
Diagnosa Polisitemia Vera
1. 3 kriteria mayor, atau
2. 2 kriteria mayor pertama + 2 kriteria minor

20
Beberapa kriteria ( alkali fosfatase lekosit, B12 serum,UBBC) dianggap kurang
sensitif, sehingga dilakukan revisi kriteria diagnostik Polisitemia Vera sebagai
berikut 1:
Kriteria kategori A :
A1. Peningkatan massa eritrosit lebih dari 25 % diatas rata-rata angka normal.
A2. Tidak ada penyebab polisitemia sekunder.
A3. Splenomegali
A4. Petanda klon abnormal (Kariotipe abnormal ).
Kriteria kategori B :
B1. Trombositosis : > 400.000/mm3
B2. Leukositosis : >12.000/mm3 (tidak ada infeksi).
B3. Splenomegali pada pemeriksaan radio isotop atau ultrasonografi
B4. Penurunan serum eritropoitin.
Diagnosis Polisitemia Vera : Kategori A1 +A2 dan A3 atau A4 atau
Kategori A1 + A2 dan 2 kriteria kategori B.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Eritrosit
Untuk menegakkan diagnosis polisitemia vera, peninggian massa eritrosit
haruslah didemonstrasikan pada saat perjalanan penyakit ini. Pada hitung
sel jumlah eritrosit dijumpai > 6 juta/mL, dan sediaan apus eritrosit
biasanya normokrom, normositik kecuali jika terdapat defisiensi besi.
Poikilositosis dan anisositosis menunjukkan adanya transisi ke arah
metaplasia meiloid di akhir perjalanan penyakit ini.
2. Granulosit
Granulosit jumlahnya meningkat terjadi pada 2/3 kasus policitemia,
berkisar antara 12-25 ribu/mL tetap dapat sampai 60 ribu?mL. Pada dua
pertiga kasus ini juga terdapat basofilia.
3. Trombosit
Jumlah trombosit biasanya berkisar antara 450-800 ribu/mL, bahkan dapat
> 1 juta/mL. Sering didapatkan dengan morfologi trombosit yang
abnormal.

21
4. B12 Serum
B12 serum dapat meningkat, hal ini dijumpai pada 35 % kasus, tetapi
dapat pula menurun, yaitu pada + 30% kasus, dan kadar UB12BC
meningkat pada > 75% kasus policitemia.
5. Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostik, kecuali bila ada
kecurigaan terhadap penyakit mieloproliferatif lainnya seperti adanya sel
blas dalam hitung jenis leukosit. Sitologi sumsum tulang menunjukkan
peningkatan selularitas normoblastik berupa hiperplasi trilinier seri
eritrosit, megakariosit, dan mielosit. Sedangkan dari gambaran
histopatologi sumsum tulang adanya bentuk morfologi megakariosit yang
patologis/abnormal dan sedikit fibrosis merupakan petanda patognomonik
policitemia.
6. Pemeriksaan JAK2V617F ditemukan 90% pasien Polisitemia Vera dan
50% pasien Trombositosis Esensial dan Mielofibrosis Idiopatik.7.8
7. Pemeriksaan sitogenetik
Pada pasien policitemia yang belum mendapat pengobatan P53 atau
kemoterapi sitostatik dapat dijumpai kariotip 20q-,=8,+9,13q-,+1q. Variasi
abnormalitas sitogenetik dapat dijumpai selain bentuk tersebut di atas
terutama jika pasien telah mendapatkan pengobatan P53 atau kemoterapi
sitostatik sebelumnya.

H. Diagnosa Banding
1. Polisitemia Sekunder
Biasanya tidak disertai dengan penambahan jumlah lekosit dan
trombosit, pada pemeriksaan saturasi oksigen dalam eritrosit menurun
(pada PV normal). Kadar alkali fosfatase normal (pada PV meningkat).
Pada polisitemia sekunder biasanya didapatkan kelainan dasar penyakit
seperti kelainan jantung bawaan, arterio venous shunt, penyakit paru
obstruktif menahun. Penyebab lain yang jarang dijumpai seperti tumor
otak, tumor ginjal, cushing sindrome, dan lain-lain. Hipoksemia
biasanya disertai dengan sianosis dan clubbing.

22
Pada polisitemia sekunder biasanya tidak disertai dengan
penambahan jumlah leukosit dan trombosit. Oleh karenanya M:E rasio
dalam sumsum tulang berubah. Pemeriksaan saturasi oksigen dalam
eritrosit di dapatkan penurunan, sedangkan kadar LAF normal.
2. Polisitemia Relatif
Tidak disertai peninggian jumlah lekosit dan trombosit. Terjadi
akibat berkurangnya volume plasma karena dehidrasi atau renjatan
hipovolemik, tidak terdapat peninggian jumlah leukosit dan trombosit.
3. Leukemia Granulositik kronika stadium awal
Terdapat peninggian kadar hb tetapi jumlah eritrosit jarang
melebihi angka 6 juta/mL, biasanya jumlah leukosit M:E rasio akan
berubah sampai 8:1.
4. Polisitemia Stres
Biasanya ditemukan pada laki-laki dengan hipertensi yang labil.
Secara klinis sukar dibedakan dengan polisitemia vera stadium awal,
untuk mengetahuinya diperlukan observasi yang agak lama. Pada
Polisitemia stres pada riwayat penyakitnya didapatkan adanya riwayat
stres emosional.
5. Sindroma Pickwichian
Polisitemia yang terjadi pada obesitas, dimana akan dijumpai
sedikit peningkatan jumlah eritrosit, penurunan kapasitas vital,
hipertensi, tidak ada splenomegali. Terjadinya polisitemia disebabkan
karena adanya hipoventilasi alveoli sebagai akibat diafragma yang
kurang dapat bergerak bebas.
6. Mielofibrosis mieloid metaplasia
Biasanya didapatkan eritrosit bentuk tetesan dan pada pemeriksaan
sumsum tulang akan menghasilkan suatu “dry tap”.
7. Hyper thyroidisme
Secara klinis dapat menyerupai polisitemia vera karena ada
perasaan panas dan hiperhidrosis.
I. Tatalaksana
Penatalaksanan Polisitemia Vera yang optimal masih kontroversial,
tidak ada terapi tunggal untuk Polisitemia Vera. Tujuan utama terapi adalah
mencegah terjadinya trombosis. PVSG merekomendasikan plebotomoi pada
23
semua pasien yang baru didiagnosis untuk mempertahankan hematokrit <45%
untuk mengontrol gejala. Untuk terapi jangka panjang ditentukan berdasarkan
status klinis pasien.6
Setelah penemuan mutasi JAK2V617F mulailah berkembang terapi
anti JAK2V617F seperti yang dilaporkan tahun 2007 pada pertemuan
American Society of Hematology. Obat ini dapat menghambat mutasi
JAK2V617F. Suatu alternatif anti JAK2 yang digunakan sekarang adalah
Tirosin Kinase Inhibitor seperti Imatinib dan Erlotinib.3
1. Prinsip pengobatan
a. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus
(individual) dan mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
b. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang
belum terkendali.
c. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
d. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada
pasien usia muda.
e. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau
kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan :
 Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai
gejala trombos
 Leukositosis progresif
 Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia
problematik
 Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar
dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit
diatasi.
2. Media Pengobatan
a. Flebotomi
Indikasi flebotomi :
 Polisitemia vera fase polisitemia
 Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55%
(target Ht ≤ 55%)

24
 Polisitemia sekunder non fisiologis bergantung pada derajat
penatalaksanaan terbatas gawat darurat sindrom paraneoplastik.
Tujuan flebotomi :
 Mempertahankan Ht ≤ 42 % pada wanita dan ≤ 47 % pada pria.
 Mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate.
Prosedur flebotomi :
 250 – 500 cc darah dikeluarkan dengan blood donor collection set
standar setiap 2 hari. Pada pasien dengan usia lebih dari 55 tahun
atau penyakit vascular aterosklerotik yang serius, flebotomi hanya
boleh dilakukan dengan prinsip isovolemik yaitu mengganti plasma
darah yang dikeluarkan dengan cairan pengganti plasma, untuk
mencegah timbulnya bahaya iskemia serebral atau jantung karena
status hipovolemik.
 Sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500 mL darah (normal
total body iron ± 5 g). defisiensi besi merupakan efek samping
pengobatan flebotomi berulang. Gejala defisiensi besi seperti
glositis, keilosis, disfagia dan astenia cepat hilang dengan
pemberian preparat besi.
b. Kemoterapi Sitostatika
Indikasi kemoterapi sitostatika :
 Hanya untuk polisitemia vera.
 Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 2 kali sebulan.
 Trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis.
 Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antitistamin.
 Splenomegali simtomatik atau mengancam ruptur limpa.
Prosedur pemberian kemoterapi sitostatik :
 Hidroksiurea (Hydrea @
500 mg/tablet) dengan dosis 800-1200
mg/m2/hari atau diberikan sehari 2 kali dengan dosis 10-15 mg/kg
BB/kali, jika telah tercapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian
intermiten untuk pemeliharaan.
 Klorambusil (Leukeran @
2 mg/tablet) dengan dosis induksi 0,1 – 0,2
mg/kg BB/hari selama 3 – 6 minggu dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kg
BB tiap 2 – 4 minggu.

25
 Busulfan (Myleran @
2 mg/tablet) 0,06 mg/kg BB/hari atau 1,8
mg/m2/hari, jika telah mencapai target dapat dilanjutkan dengan
pemberian intermiten untuk pemeliharaan.
Pemberian obat dihentikan jika hematokrit :
 Pada pria ≤ 47% dan memberikannya lagi jika > 52%
 Pada wanita ≤ 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.
c. Fosfor Radioaktif ( P32 )
P32 pertama kali diberikan dengan dosis ± 2-3 mCi/m 2 secara iv,
apabila diberikan peroral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika
setelah 3-4 minggu pemberian P32 pertama :
 Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu.
 Tidak mendapatkan hasil, dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis
pertama dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.
d. Kemoterapi biologi ( Sitokin )
Tujuan pengobatan terutama untuk mengontrol trombositemia
(hitung trombosit > 800.000/mm3). Produk biologi yang digunakan
Interferon  (Intron –A@ 3 dan 5 juta IU, Roveron –A @ 3 dan 9 juta IU)
digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang tidak dapat
dikendalikan. Dosis yang dianjurkan 2 juta IU/m2/ subkutan atau IM 3 kali
seminggu.
Kebanyakan klinisi mengkombinasikan dengan sitostatik
siklofosfamid (Cytoxan@ 25 mg dan 50 mg/tablet) dengan dosis 100
mg/m2/hari, selama 10 – 14 hari atau target telah tercapai (hitung trombosit
< 800.000 / mm3) kemudian dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
100 mf/m2 1-2 kali seminggu.
e. Pengobatan Suportif
 Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-699 mg/hari oral pada
pasien dengan penyakit yang aktif dengan memperlihatkan fungsi
ginjal.
 Pruritus dan urtikaria dapat diberikan antitistamin, jika diperlukan
dapat diberikan Psoralen dengan penyinaran ultraviolet range A
(PUVA).
 Gastritis atau Ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.

26
 Antiagregasi trombosit analgrelide turunan dari quinazolin disebutkan
juga dapat menekan trombopoesis.
3. Pembedahan Pada Pasien Polisitemia
a. Pembedahan Darurat
Sedapat-dapatnya ditunda atau dihindari. Dalam keadaan darurat,
dilakukan flebotomi agresif dengan pronsip isovolemik dengan mengganti
plasma yang terbuang dengan plasmafusin 4% atau cairan plasma
ekspander lainnya, bukan cairan isotonis/ garam fisiologis, suatu prosedur
yang merupakan tindakan penyelamatan hidup (life-saving).
Splenektomi sangat berbahaya untuk dilakukan pada semua fase
polisitemia, dan harus dihindari karena dalam perjalanan penyakitnya jika
terjadi fibrosis sumsum tulang organ inilah yang diharapkan sebagai
pengganti hemopoesisnya.
b. Pembedahan Berencana
Pembedahan berencana dapat dilakukan setelah pasien terkendali
dengan baik. Lebih dari 75% pasien dengan polisitemia vera tidak
terkendali atau belum diobati akan mengalami perdarahan atau komplikasi
trombosis pada pembedahan. Kira-kira sepertiga dari jumlah pasien
tersebut akan meninggal. Angka komplikasi akan menurun jauh jika
eristrositosis sudah dikendalikan dengan adekuat sebelum pembedahan.
Makin lama telah terkendali, makin kecil kemungkinan terjadinya
komplikasi pada pembedahan. Darah yang didapat dari flebotomi dapat
disimpan untuk transfusi autologus pada saat pembedahan.
J. Komplikasi
1. Trombosis
Terjadi disebabkan oleh karena hiperviskositas, arteriosklerosis dan
trombositosis.
2. Perdarahan
Disebabkan karena regangan pembuluh darah akibat adanya hipervolemia
dan gangguan fungsi trombosit.
3. Gagal Jantung
Disebabkan karena beban jantung terlalu berat akibat dari hipervolemia,
hiperviskositas, hipertusi dan kemungkinan infrak miokard akibat
trombosis.
27
4. Leukimia Mieloblastik
Sering terjadi pada pasien yang diberikan terapi dengan radioterapi atau
fosfor radioaktif.
5. Mielofibrosis
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang dapat khemoterapi
intensif.
6. Gout dan nefrolithiasis
Disebabkan karena tingginya kadar asam urat.
K. Prognosis
Sekitar 30% penderita meninggal karena komplikasi trombosis, yang
biasanya mempengaruhi otak dan jantung. Disamping itu, 10 sampai 15% lagi
meninggal karena berbagai komplikasi perdarahan.
Pada penderita yang tidak mendapatkan pengobatan, kematian
diakibatkan kelainan vaskuler, yang terjadi setelah beberapa bulan diagnosis
dibuat. Tetapi bila massa sel darah merah masih bisa dipertahankan mendekati
normal melalui flebotomi, kelangsungan hidup median 10 tahun dapat
diusahakan.
Prognosis polisitemia vera pada umumnya adalah cukup baik, kecuali
apabila sering terjadi komplikasi trombosis, penderita tidak kooperatif
terhadap terapi yang diberikan atau apabila ada tanda-tanda gagal jantung.
Penggunaan P32 dan terapi mielosupresif dengan obat alkilasi,
walaupun dapat mengontrol penyakit, menyebabkan peningkatan insidensi
leukemia akut, dan saat ini terapi tersebut jarang digunakan. Terapi modern
kemungkinan menyebabkan perubahan perjalanan penyakit. Dahulu sebagian
besar pasien meninggal akibat penyulit kardiovaskular. Leukemia akut dapat
timbul pada 2% pasien yang tidak mendapat obat alkilasi atau radioterapi.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Prenggono D.Polisitemia vera. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi
IV. Penerbit IPD FKUI. 2006:702-705.
2. Tefferi A. Polycthemia Vera :A Comprehensive Review and Clinical
Recommendations.Mayo Clin Proc.2003;78:174-194.
3. George TI. Polycythemia Vera.In Chconic Myeloproliferative Syndromes.
Wintrobes Atlas of Clinical Hematology.2007;2:104-108.
4. Paquette R.Hiller E.The Myieloproliferative Syndromes. Modern
Hematology.2007:2:137-150Hillman, Robert S.Polycythemia.Hematology in
clinical Practice. 2005 4:137-143.
5. Supandiman I,Sumahtri R.Polisitemia Vera.Pedoman diagnosis dan terapi
Hematologi Onkologi Medik.2003:83-90.
6. Levine RL, Gilliland DG.Myeloproliferative Disorders. Blood.2008;112:2190-
2198.
7. Mazza, Joseph J.Polycythemia Vera. Myeloproliferative Diseases. Manual of
Clinical Hematology.2002:3; 137-142.
8. Hillman.Robert S.Kenneth A. Polycythemia. Hematology in Clinical
Practice.2005;4:1-25.
9. Stuart B J,Viera AJ.Polycythemia Vera.Polycythemia :primary an Secundary.
Practical diagnosis of hematologyc disordrers.2000:3;221-22
10. Mazza, Joseph J.Classification. Myeloproliferative Diseases. Manual of
Clinical Hematology.2002:3;93-98.
11. Schafer AI. Molecular basis of the diagnosis and treatment of Polycythemia
Vera an Essensial Thrombocythemia.Blood.2006;107:4214-4222.

29

Anda mungkin juga menyukai