Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kasus

Efusi Pleura Bilateral pada Seminoma Testis


dengan Metastasis ke Paru

Disusun Oleh :
Deviat Astriana Amir
11.2018.018

Pembimbing :
dr. Andreas A. L., SpB,SpBTKV
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Periode 18 Maret- 25 Mei 2019
RSPAD Gatot Soebroto
Fakultas Kedokteran UKRIDA
Jakarta
2019

1|RSPAD Gatot Soebroto


BAB I

PENDAHULUAN
Efusi pleura merupakan kondisi di mana terdapat akumulasi cairan berlebih pada
cavitas pleuralis yang disebabkan oleh meningkatnya produksi atau berkurangnya absorpsi
cairan pleura. Cairan biasanya bersumber dari pembuluh darah atau pembuluh limfe, kadang
juga disebabkan karena adanya abses atau lesi yang didrainase ke cavitas pleuralis. Efusi
pleura merupakan manifestasi dari banyak penyakit, mulai dari penyakit paru sampai
inflamasi sistemik atau malignansi.1 Efusi pleura merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain, jarang merupakan penyakit primer, secara normal ruang pleura mengandung
sejumlah kecil cairan (5-15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan
pleura bergerak tanpa adanya friksi.2
Menurut World Health Organization (WHO), efusi pleura merupakan suatu gejala
penyakit yang dapat mengancam jiwa. Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia,
bahkan menjadi masalah utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk
Indonesia. Estimasi kejadian efusi pleura di Amerika Serikat, dilaporkan sebanyak 1,3 juta
kasus pertahun, dengan kasus efusi yang banyak disebabkan oleh gagal jantung kongestif,
malignansi, dan emboli paru. Prevalensinya di dunia dilaporkan sebanyak 320 kasus per
100.000 orang di negara industri, dengan distribusi etiologi berhubungan dengan
penyakitnya. Di Indonesia, tuberkulosis paru merupakan penyebab utama efusi pleura,
disusul oleh keganasan. Menurut Depkes RI, kasus efusi pleura mencapai 2,7% dari penyakit
infeksi saluran napas lainnya. Tingginya angka kejadian efusi pleura disebabkan
keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini.3
Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, dipsneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi
yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Diagnosis efusi pleura dapat
ditegakkan melalui anamnesis serta pemeriksaan fisik,dan juga pemeriksaan foto X-Ray,
diagnosis yang pasti melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa cairan pleura.
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan kausal,
thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis.4 Efusi pleura ganas
merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita keganasan dan
terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura merupakan
manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura
primer atau metastatik.5

2|RSPAD Gatot Soebroto


BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama Tn. Farhan Alfikri Wijaya


Tanggal lahir 19 Agustus 1999
Umur 19 Tahun
Pekerjaan Pelajar
Alamat Pekayon Pasar Rebo – Jaktim
Jenis Kelamin Laki-laki
Agama Islam
Bangsa Jawa
Pendidikan SMA
Status Perkawinan Belum Menikah

2.2 ANAMNESIS
Diambil dari : Auto-anamnesis Tanggal Masuk : 25 April 2019 Jam: 03.00
a. Keluhan Utama :
Sesak napas yang memberat sejak 1 hari SMRS
b. Keluhan Tambahan :
Post AFF WSD tanggal 23 April 2019
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
10 Bulan SMRS, pasien di rujuk ke RSPAD dengan diagnosa penyakit
Seminoma testis dari RS Dharmais.
Dua bulan SMRS, pasien di rawat bersama oleh dr. SpU dan dr.SpP pada
tanggal 28 Januari 2019 – 26 Februari 2019.
Satu minggu SMRS, tanggal 12 april 2019 pasien dilakukan pemasangan
Water Sealed Drainage (WSD).
Dua hari SMRS, pasien dilakukan tindakan pelepasan WSD pada tanggal 23
April 2019.
Satu hari SMRS, pasien datang dengan keluhan sesak napas yang semakin
memberat post AFF WSD, sesak dirasakan memberat saat berbaring dan membaik
saat duduk, sesak tidak disertai dengan pernapasan cuping hidung, dan suara mengi,

3|RSPAD Gatot Soebroto


nyeri dada juga dirasakan oleh pasien saat batuk, nyeri dada tidak menjalar. Pasien
mengatakan dalam 6 bulan terakhir ini BB turun sebanyak 10 Kg dan juga pasien
merasakan kurang nafsu makan dan minum dalam sehari hanya ±2000cc. Pasien
mengatakan ada mual dan muntah sebelum datang ke IGD RSPAD, muntah sebanyak
2X berisi air dan makanan. Pasien menyangkal demam (-), keringat malam (-), batuk
berdarah (-). Pasien mengatakan BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien
menyangkal merokok , dan minum alkohol.
d. Penyakit Dahulu
(-) Wasir (-) Appendisitis (-) Struma tiroid
(-) Batu Ginjal/sal kemih (+) Tumor (+) PJB
(-) Hernia (-) Penyakit prostat (-) Perdarahan otak
(-) Typhoid (-) Diare kronis (-) Gastritis
(-) Batu empedu (-) DM (-) Hipertensi
(-) Tifus abdominalis (-) Kelainan kongenital (-) Peny. Vaskular
(-) Ulkus Ventriculi (-) Colitis (-) ISK
(-) Tuberculosis (-) Tetanus (-) Volvulus
(-) Invaginasi (-) Hepatitis (-) Abses hati
(-) Penyakit Degenerative (-) Fistel (-) Patah tulang

Lain : (-) Operasi (-) Kecelakaan

e. Riwayat Keluarga
Di keluarga tidak ditemukan keluhan yang sama dengan pasien, tidak ada riwayat
diabetes melitus, hipertensi, asma, dan sakit jantung di keluarga.
f. Riwayat pribadi dan sosial
Alkohol (-)
Merokok (-)

4|RSPAD Gatot Soebroto


2.3 ANAMNESIS SISTEM (REVIEW OF SYSTEM)

Kulit ( - ) Bisul ( - ) Rambut ( - ) Keringat malam ( - ) turgor


( - ) Kuku ( - ) Kuning / ikterus ( - ) Sianosis

Kepala ( - ) Trauma ( - ) Sakit Kepala ( - ) Nyeri pada sinus

Mata ( - ) Merah ( - ) Nyeri


( - ) Sekret ( - ) Kuning / Ikterus
( - ) Trauma ( - ) Ketajaman Penglihatan

Telinga ( - ) Nyeri ( - ) Gangguan Pendengaran


( - ) Sekret ( - ) Tinnitus

Hidung ( - ) Rhinnorhea ( - ) Tersumbat


( - ) nyeri ( - ) Gangguan Penciuman
( - ) Sekret ( - ) Epistaksis
( - ) trauma ( - ) Benda asing / foreign body

Mulut ( - ) Bibir ( - ) lidah


( - ) Gusi ( - ) Mukosa

Tenggorokan ( - ) Nyeri tenggorokan ( - ) Perubahan Suara

Leher ( - ) Benjolan ( -) Nyeri leher

Thorax ( jantung dan paru-paru)


( + ) Sesak napas ( - ) Mengi
( + ) Batuk ( - ) Batuk darah
( + ) Nyeri dada ( - ) Berdebar-debar

Abdomen ( Lambung / Usus)


( + ) Mual ( + ) Muntah
( - ) Diare ( - ) Konstipasi
( - ) Nyeri epigastrium ( - ) Nyeri kolik

5|RSPAD Gatot Soebroto


( - ) Tinja berdarah ( - ) Tinja berwarna dempul
( - ) Benjolan
Saluran Kemih

(-) Disuria (-) Hematuria (-) Kolik

(-) Hesistancy (-) Nokturia (-) Retensio urin

(-) Kencing batu (-) Urgency

Saraf dan otot


( - ) Riwayat Trauma ( - ) Nyeri ( - ) Bengkak

Ekstremitas ( - ) Bengkak ( - ) Deformitas


( - ) Nyeri ( - ) Sianosis

Berat Badan
Berat badan rata-rata : 50 kg
Berat badan tertinggi : 60 kg
Berat badan sekarang : (-) tetap (-) naik (+) turun (40 Kg)

I. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : sakit berat


Kesadaran : compos mentis
Tanda- tanda vital
TD : 133/80 mmHg N: 110 x/mnt RR: 30x/menit S: 37,9oC

Kepala : normocephalic
Mata : pupil isokor, konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Telinga : normotia, membran timpani utuh, refleks cahaya baik, sekret (-),
serumen (-)
Hidung : normosepta, sekret -
Tenggorokan : tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis
Leher : kelenjar getah bening dan colli membesar kanan

6|RSPAD Gatot Soebroto


Thorax :
Paru-paru
Inspeksi: bentuk cembung, tidak ada deformitas atau asimetri, sela iga tidak
melebar,tidak terjadi retraksi abnormal ruang sela iga bawah pada saat
inspirasi, tidak ada bagian dada yang tertinggal pada gerakan respirasi,
gerakan dada simetris, jenis pernapasan abdominothoracal, ada bekas
operasi ganti katub jantung. Pernapasan cepat, pendek dan dangkal.
Perkusi : Redup (dullnes) kedua lapang paru.
Pada paru kanan perkusi redup pada sela iga 4,5,6
Pada paru kiri perkusi redup pada sela 4 dan 5
Palpasi : tidak ada nyeri pada bagian dada ketika ditekan, sela iga normal tidak
melebar maupun mengecil, gerakan simetris, taktil fremitus melemah
pada kedua basal paru
Auskultasi: suara napas vesikuler melemah sampai menghilang, wheezing-/- dan
ronki-/-.
Jantung
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba kuat angkat pada sela iga 4, garis midklavikula kiri
Batas atas: sela iga 2 garis sternalis kiri
Perkusi Batas kiri: sela iga 5, 2 cm sebelah lateral dari garis midklavikula kiri
Batas kanan: sela iga 4, garis sternalis kanan
Auskultasi BJ I-II normal, murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:
Inspeksi : perut membuncit, tidak supel
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
Palpasi : nyeri (-), benjolan (-), Bekas luka operasi (-), perbesaran organ sulit
dinilai
Auskultasi : bising usus sulit dinilai
Colok dubur (atas indikasi)
Tidak
Alat kelamin (atas indikasi)
Tidak dilakukan

7|RSPAD Gatot Soebroto


Ekstremitas (lengan & tungkai)
Tonus : hipotonus / hipertonus/normotonus
Massa : hipotrofi / hipertrofi / atrofi/normotrofi
Sendi : gerakan baik, tidak nyeri

Kekuatan : +++++ +++++ Sensori : +++++ +++++


+++++ +++++ +++++ +++++

Edema : _ _ Cyanosis : _ _
_ _ _ _

Status pulsasi : teraba, reguler, kuat angkat.


Lain-lain
Refleks Kanan Kiri
Refleks Tendon + +
Bisep + +
Trisep + +
Patela + +
Achiles + +
Kremaster + +
Refleks kulit + +
Refleks patologis - -

II. Foto Klinis Pasien

8|RSPAD Gatot Soebroto


III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium Tanggal: 25 April 2019
Hematologi

Hemoglobin 10,0 g/dL 13,0 – 18,0 g/dL

Hematokrit 30 % 40 – 52%

Eritrosit 4,1 juta/uL 4.3 – 6.0 juta/uL

Leukosit 16.640/uL 4.800 – 10.800/uL

Trombosit 415.000/uL 150.000 – 400.000/uL

MCV 74 fL 80 – 96 fL

MCH 24 pg 27 – 32 pg

MCHC 33 g/dL 32 – 36 g/dL

Jenis Nilai Nilai Rujukan


Pemeriksaan Pasien
Kimia Klinik 20-50 mg/dL
Ureum 83

Kreatinin 1,69 0,5-1,5 m/dL

eGFR 67,68 mL/mnt/1.73m2

GDS 85 <140 mg/dL

Natrium 137 135 – 147


mmol/L
Kalium 5,5 3,5 –
5,0mmol/L

9|RSPAD Gatot Soebroto


Jenis Pemeriksaan Saat ini Nilai rujukan

Kimia Klinik
Analisa gas darah

pH 7,417 7,37-7,45

pCO2 25,5 33-44 mmHg

pO2 122,5 71-104mmHg

Bikarbonat 16.6 22-29mmol/L

Kelebihan Basa -6,4 (-2) – 3 mmol/L

Saturasi 98,4% 94-98%

b. Foto Rontgen Thorax PA

Gambar 1: Foto Rontgen Thorax Efusi Bilateral ec Keganasan

10 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
Hasil pemeriksaan :

Klinis : Dyspnea

Foto Thorax AP :
- Posisi Asimetris
- Tampak perselubungan di apikolaterobasal hemitoraks bilateral terutama kanan yang
menutupi batas kanan-kiri jantung, hemidiafragma dan sinus kostofrenikus kanan-kiri
- Jantung ukuran sulit dinilai
- Aorta dan mediastinum superior sulit dinilai
- Trakea deviasi minimal ke sisi kiri. Hilus kanan suram, kiri tertutup bayangan jantung
- Tampak infiltrat di kedua lapang paru
- Tulang-tulang yang tervisualisasi optimal kesan intak
- Tampak multiple wire di setinggi vertebrae T2,T3, T4

Kesan :
- Efusi pleura bilateral terutama kanan
- Infiltrat di kedua lapang paru, DD/Pneumonia
- Multiple wire di setinggi vertebrae T2,T3.dan T4
IV. DIAGNOSIS
Efusi pleura bilateral e.c keganasan
V. DIAGNOSIS BANDING
Efusi pleura bilateral ec Susp Pneumonia
VI. PENATALAKSANAAN
- Oksigen 4-5 L/menit Nasal Kanul
- IVFD Asering 20 tpm
- Inj. Ranitidine 50 mg IV
- Inj. Ondansentron 4 mg IV
- Punksi Pleura
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia
Ad funtionam : Malam
Ad sanationam : Malam

11 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura


Pleura terbentuk dari dua membran serosa, yakni pleura visceral yang melapisi paru
serta pleura parietal yang melapisi dinding toraks bagian dalam. Pada hakikatnya kedua
lapis membran ini saling bersambungan di dekat hilus, yang secara anatomis disebut
sebagai refleksi pleura. Pleura visceral dan parietal saling bersinggungan setiap kali
manuver pernapasan dilakukan, sehingga dibutuhkan suatu kemampuan yang dinamis
dari rongga pleura untuk saling bergeser secara halus dan lancar. Ditinjau dari permukaan
yang bersinggungan dengannya, pleura parietal terbagi menjadi empat bagian, yakni
bagian kostal, diafragama, mediastinal, dan servikal.6
Terdapat faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya kontak antar membran maupun
yang mendukung pemisahan antar membran. Faktor yang mendukung kontak antar
membran adalah: (1) tekanan atmosfer di luar dinding dada dan (2) tekanan atmosfer di
dalam alveolus (yang terhubung dengan dunia luar melalui saluran napas). Sementara itu
faktor yang mendukung terjadi pemisahan antar membran adalah: (1) elastisitas dinding
toraks serta (2) elastisitas paru. Pleura parietal memiliki persarafan, sehingga iritasi
terhadap membran ini dapat mengakibatkan rasa alih yang timbul di regio dinding torako-
abdominal (melalui n. interkostalis) serta nyeri alih daerah bahu (melalui n. frenikus).7

Gambar 2 :
Anatomi Pleura Pada Paru Normal (Kanan) dan Paru yang Kolaps (Kiri)

12 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
Antara kedua lapis membran serosa pleura terdapat rongga potensial, yang terisi oleh
sedikit cairan yakni cairan pleura. Rongga pleura mengandung cairan kira-kira sebanyak
0,3 ml kg-1 dengan kandungan protein yang juga rendah (sekitar 1 g dl-1). Secara umum,
kapiler di pleura parietal menghasilkan cairan ke dalam rongga pleura sebanyak 0,01 ml
kg-1 jam-1. Drainase cairan pleura juga ke arah pleura parietal melalui saluran limfatik
yang mampu mendrainase cairan sebanyak 0,20 ml kg-1 jam-1. Dengan demikian rongga
pleura memiliki faktor keamanan 20, yang artinya peningkatan produksi cairan hingga 20
kali baru akan menyebabkan kegagalan aliran balik yang menimbulkan penimbunan
cairan pleura di rongga pleura sehingga muncul efusi pleura.7

Gambar 3:
Desain Morfofungsional Rongga Pleura
(s.c : kapiler sistemik; p.c : kapiler pulmoner)

Gambar 3 adalah bentuk kompartmen pleuropulmoner yang tersimplifikasi. Terdapat


lima kompartmen, yakni mikrosirkulasi sistemik parietal, ruang interstisial parietal,
rongga pleura, intestisium paru, dan mikrosirkulasi visceral. Membran yang memisahkan
adalah kapiler endotelium, serta mesotel parietal dan visceral. Terdapat saluran limfatik
yang selain menampung kelebihan dari interstisial juga menampung keleibhan dari
rongga pleura (terdapat bukaan dari saluran limfatik pleura parietal ke rongga pleura yang
disebut sebagai stomata limfatik. Kepdatan stomata limfatik tergantung dari regio
anatomis pleura parietal itu sendiri. Sebagai contoh terdapat 100 stomata cm-2 di pleura

13 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
parietal interkostal, sedangkan terdapat 8.000 stomata cm-2 di daerah diafragma. Ukuran
stomata juga bervariasi dengan rerata 1 m (variasi antara 1 – 40 m).7

Sama seperti proses transudasi cairan pada kapiler, berlaku pula hukum Starling untuk
menggambarkan aliran transudasi (Jv) antara dua kompartmen. Hukum ini secara
matematis dinyatakan sebagai berikut:8

Jv = Kf [(PH1 – PH2) -  (1 - 2)]

Kf merupakan koefisien filtrasi (yang tergantung kepada ukuran pori membran


pemisah antara dua kompartmen), PH dan  berturut-turut adalah tekanan hidrostatik dan
koloidosmotik, serta  merupakan koefisien refleksi (=1 menggambarkan radius dari zat
terlarut lebih besar dari pori sehingga zat terlarut tak akan mampu melewati pori,
sebaliknya =0 menggambarkan seluruh zat terlarut lebih kecil ukurannya dari pori yang
mengakibatkan aliran zat terlarut dapat berlangsung secara bebas).

Gambar 4:
Gambar (a) merupakan hipotesis Neggard (1927) yang menggambarkan hipotesis
tentang pembentukan serta drainase cairan pleura. Hipotesis ini terlalu sederhana
karena mengabaikan keberadan interstisial dan limfatik pleura; sedangkan (b)
merupakan teori yang saat ini diterima berdasarkan percobaan terhadap kelinci.

14 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
Filtrasi cairan pleura terjadi di plura parietal (bagian mikrokapiler sistemik) ke rongga
interstitium ekstrapleura. Gradien tekanan yang kecil mendorong cairan ini ke rongga
pleura.6 Nilai  antara intersitisium parietal dengan rongga pleura relatif kecil (=0,3),
sehingga pergerakan protein terhambat dan akibatnya kandungan protein cairan pleura
relatif rendah (1 g dl-1) dibandingkan dengan interstisium parietal (2,5 g dl-1).Sementara
itu drainase cairan pleura sebagian besar tidak melalui pleura visceral (sebagaimana yang
dihipotesiskan oleh Neggard), sehingga pada sebagian besar keadaan rongga pleura dan
interstisium pulmoner merupakan dua rongga yang secara fungsional terpisah dan tidak
saling berhubungan. Pada manusia pleura visceral lebih tebal dibandingkan pleura
parietal, sehingga permeabilitas terhadap air dan zat terlarutnya relatif rendah. Saluran
limfatik pleura parietal dapat menghasilkan tekanan subatmosferik -10 cmH2O.8

3.2 Definisi Efusi Pleura


Efusi pleura didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana terdapatnya cairan yang
berlebih jumlahnya di dalam cavum pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara pembentukan dan reabsorbsi (penyerapan) cairan pleura ataupun adanya cairan di
cavum pleura yang volumenya melebihi normal. Dalam keadaan normal, jumlah cairan
dalam rongga pleura sekitar 5-15 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan
plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5
gr/dl. Cairan dalam jumlah yang berlebih dapat mengganggu pernapasan dengan
membatasi peregangan paru selama inhalasi. Dalam keadaan normal, rongga pleura berisi
sedikit cairan untuk sekedar melicinkan permukaan pleura parietalis dan visceralis
yang saling bergerak karena pernapasan. Cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura
parieatalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di pleura visceralis yang
bertekanan rendah dan diserap juga oleh kelenjar limfe dalam pleura parietalis dan pleura
visceralis.9
Ada dua tipe penyebab utama dari efusi pleura, yaitu efusi pleura transudatif dan
eksudatif. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh beberapa kombinasi dari peningkatan
tekanan hidrostatik atau berkurangnya tekanan onkotik kapiler; misalnya gagal jantung,
sirosis, dan sindrom nefrotik. Efusi pleura eksudatif disebabkan oleh proses lokal yang
mengakibatkan perubahan pada pembentukan dan penyerapan cairan pleura; peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan eksudasi cairan, protein, sel, dan komponen serum
lainnya Penyebab yang paling sering terjadi, yaitu pnemonia, malignansi, dan pulmonary
embolism, infeksi virus, dan tuberculosis.2

15 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
3.3 Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO), efusi pleura merupakan suatu gejala
penyakit yang dapat mengancam jiwa. Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia,
bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk
Indonesia.3
Estimasi kejadian efusi pleura di Amerika Serikat, dilaporkan sebanyak 1,3 juta kasus
pertahun, den yang banyak disebabkan oleh gagal jantung kongestif, malignansi, dan
emboli paru. Prevalensinya di dunia dilaporkan sebanyak 320 kasus per 100.000 orang di
negara industri, dengan distribusi etiologi berhubungan dengan penyakitnya. Di
Indonesia, tuberkulosis paru merupakan penyebab utama efusi pleura, disusul oleh
keganasangan kasus efusi.3 Faktor resiko terjadinya efusi pleura diakibatkan karena
lingkungan yang tidak bersih,sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat penduduk,
kondisi sosial ekonomi yang menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang
dan kurangnya masyarakat tentang pengetahuan kesehatan.2
3.4 Gejala Klinis

Gejala yang paling sering timbul adalah sesak. Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak
berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Gejala yang paling sering timbul adalah sesak.
Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul.2
Diagnosis efusi pleura dapat ditegakkan melalui anamnesis serta pemeriksaan fisik yang
teliti, disertai pemeriksaan penunjang dengan menggunakan X-Ray Chest tetapi, diagnosis
yang pasti melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa cairan pleura.2
3.5 Patofisiologi
Banyak studi tentang efusi pleura yang telah dilakukan. Efusi pleura sering kali
mencerminkan penyakit di tempat lain yang menyebar ke rongga pleura dengan proses
infeksi, inflamasi, metastasis atau edema. Cairan masuk atau keluar dari rongga pleura terjadi
karena perbedaan tekanan yang timbul akibat gerakan pernapasan dan aliran darah. Namun,
banyaknya proses seluler yang aktif menyebabkan cairan masuk ke rongga pleura secara
berlebihan. Penyebabnya dapat secara genetik, lingkungan, dan infeksi yang menyebarke
pleura. Cairan pleura dapat menumpuk karena hal-hal berikut:10
(a) Peningkatan tekanan hidrostatik di sirkulasi mikrovaskular. Studi mengatakan bahwa
peningkatan tekanan pada pembuluh kapiler adalah pemicu penting dalam terjadinya
efusi pleura pada penderita gagal jantung.

16 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
(b) Penurunan tekanan onkotik dalam sirkulasi mikrovaskular karenahipoalbuminemia
yang meningkatkan penumpukan cairan dalam rongga pleura.
(c) Peningkatan tekanan negatif pada rongga pleura juga membuat meningkatnya
akumulasi cairan pada rongga pleura. Hal ini dapat terjadi pada ateletaksis
(d) Peningkatan permeabilitas kapiler akibat mediator inflamasi. Hal tersebut
mengakibatkan lebih banyak protein dan cairan yang masuk dalam rongga pleura,
contohnya pada pneumonia.
(e) Gangguan drainase limfatik dari permukaan pleura karena penyumbatan oleh tumor
dan fibrosis.

Tabel 1 : Perbedaan penyebab cairan efusi pleura


Cairan efusi pleura Keterangan
Transudat (Protein < 30 gr/L, BJ Saat ini
<1,015)
Gagal Jantung Peninggian tekanan hidrostatis
Sirosis Hepatis Tekanan koloid osmotik rendah

Eksudat (> 30gr/L, BJ>1,015)


Keganasan Obstruksi limfe dan vena
Infeksi Permeabilitas kapiler meningkat
Penyakit kolagen Reaksi inflamasi
Infark paru Kerusakan kapiler

3.6 Etiologi
Kriteria klasifikasi dari penyebab efusi pleura merupakan:2
a. Efusi Tuberkulosis Efusi pleura didiagnosis sebagai tuberkulosis apabila terdapat 1 dari
kriteria sebagai berikut: terdapatnekrosis perkijuan pada biopsi pleura, pewarnaan Ziehl-
Neelsen atau kultur Lowenstein dari cairan pleura positif. Pada pemeriksaan histologi
ditemukan granuloma tanpa nekrosis perkijuan dengan pemeriksaan sputum BTA positif.
b. Efusi Parapneumoni Didefinisikan sebagai efusi pleura disertai demam dan batuk dan
terdapat efusi pleura bersifat eksudatif
c. Efusi Maligna Efusi maligna didiagnosis dengan analisis sitologi atau histologi terdapat
Sel adenocarcinoma atau sel mesentelial.

17 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
d. Efusi Cardiac Efusi cardiac terdiagnosis apabila carian bersifat transudat serta terdapat
tanda klinis gagal jantung pada pasien
e. Efusi sirosis hepatis Efusi sirosis terdiagnosis apabila cairan bersifat transudat serta
terdapat tanda klinis sirosis hepatis pada pasien.
f. Efusi uremik Efusi uremik terdiagnosis pada penderita dengan gagal ginjal dan ureum
tinggi, atau pada pasien dengan ureum tinggi tanpa penyebab yang jelas
g. Efusi SLE (Systematic Lupus Eritematous) Efusi pada SLE adalah efusi yang terjadi pada
pasien penderita SLE dengan kultur bakteri negative
3.7 Diagnosis
Pada anamnesis, pasien dengan efusi pleura biasanya memiliki sesak, batuk, nyeri dada
yang bersifat tajam. Riwayat gagal jantung, gagal ginjal, dan penyakit hati dapat
mengarahkan kepada efusi pleura yang bersifat transudat. Sedangkan riwayat kanker dapat
mengarah pada efusi akibat keganasan. Pembengkakan pada ekstermitas, atau deep vein
thrombosis menunjukkan efusi yang berhubungan dengan embolisme paru. Riwayatinfeksi
seperti pneumonia menununjukkan efusi parapneumonik.2 Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan fremitus taktil yang menurun terutama pada daerah basal. Perkusi tumpul,
kemudian suara nafas vesikular yang menurun atau tidak ada sama sekali pada paru yang
terdapat efusi. Suara pleural friction rub mungkin juga terdengar selama akhir inspirasi.
Pemeriksaan radiografi posteroanterior dan lateral menjadi standar pada diagnosis
radiologi paru. Pada posisi berdiri atau duduk tegak, cairan bebas pada rongga pleura akan
memenuhi lateral kubah diafragma yang menyebabkan gambaran sudut kostofrenikus yang
tumpul.10
Torakosintesis dengan analisis cairan dapat mempersempit diagnosis diferensial dari
efusi. Setelah cairan disedot, cairan tersebut akan dianalisis untuk biokimia, mikrobiologi dan
analisis sitologi. Dengan menggunakan kriteria Light, maka efusi dapat dibedakan menjadi
transudat dan eksudat. Kriteria Light memiliki sensitivitas sebesar 90,1-100% dengan
spesifisitas 83,3-97,2%.2
Tabel 2: Kriteria Light
Rasio Protein Cairan Pleura Rasio laktat Serum laktat
dehidrogenase dehidrogenase
cairan pleura

Transudat ≤0,5 ≤0,6 ≤200 U/L

Eksudat >0,5 >0,6 >200U/L

18 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
Tabel 3 : Tampilan makroskopik cairan efusi pleura

Jernih, kekuningan (tanpa darah) Tumor jinak


Tumor ganas
Tuberculosis
Seperti susu
Tidak berbau (kilus) Pasca trauma
Berbau (nanah) empiema

Hemoragik
Keganasan
Trauma

3.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan kausal,
thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis4
a. Thorakosintesis Sebagai terapi terapeutik evakuasi ini bertujuan mengeluarkan
sebanyak mungkin cairan patologis yang tertimbun dalam rongga pleura (sebaiknya
tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi), sehingga diharapkan paru pada
sisi yang sakit dapat mengembang lagi dengan baik, serta jantung dan mediastinum
tidak lagi terdesak ke sisi yang sehat, dan penderita dapat bernapas dengan lega
kembali. Sebagai terapi diagnostik dilakukan dengan mengambil sedikit cairan pleura
untuk dilihat secara fisik (warna cairan) dan untuk pemeriksaan biokimia (uji Rivalta),
serta sitologi.11
b. WSD (Water Sealed Drainage) ini merupakan suatu sistem drainage yang
menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura.
Adapun indikasi pemasangan WSD pada pasien ini adalah adanya efusi pleura yang
massif. Pada pasien sudah direncanakan dilakukan tindakan pleurodesis untuk
mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi. Pleurodesis merupakan
tindakan melengketkan pleura parietalis dengan pleura visceralis dengan zat kimia
(tetracycline, bleomisin, thiotepa, corynebacterium parvum) atau tindakan

19 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
pembedahan. Tindakan dilakukan bila cairan sangat banyak dan selalu terakumulasi
kembali.11
c. Pleurodesis berasal dari kata Yunani yaitu pleura artinya selaput yang meliputi
dinding luar paru dan dinding dalam toraks dan desis artinya melekatkan. Pleurodesis
bertujuan untuk melekatkan pleura viseral dan pleura parietal sehingga mencegah
akumulasi baik udara pada pneumotoraks ataupun cairan pada efusi pleura di dalam
rongga pleura.12 Pleurodesis adalah pilihan tindakan pada pasien-pasien efusi pleura
karena keganasan yang mengalami perbaikan setelah dilakukan thorakosintesis dan
terjadi re-ekspansi paru yang baik pada radiografi dada pasca tindakan. Sampai saat
ini kombinasi tindakan efektif untuk menangani efusi pleura karena
keganasan.Keberhasilan pleurodesis selain dilihat dari perspektif pasien:13
(a) Keberhasilan lengkap bila gejala membaik dalam jangka waktu yang lama dan
tidak ada reakumulasi cairan pada pemeriksaan foto toraks sampai pasien
meninggal dunia.(b)Keberhasilan sebagian bila gejala sesak timbul karena efusi
pleura dan reakumulasi cairan pleura ( < 50% pada pemeriksaan foto toraks).

3.9 Prognosis
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari kondisi
tersebut. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobatan lebih dini akan lebih
jauh terhindar dari komplikasi daripada yang tidak mendapatkan pengobatan dini.

20 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 RESUME
Tn.FAW, berusia 19 tahun, datang dengan keluhan sesak napas yang semakin memberat
post AFF WSD, sesak dirasakan memberat saat berbaring dan membaik saat duduk, sesak
tidak disertai dengan pernapasan cuping hidung, dan suara mengi, nyeri dada juga dirasakan
oleh pasien saat batuk, nyeri dada tidak menjalar. Pasien mengatakan dalam 6 bulan terakhir
ini BB turun sebanyak 10 Kg dan juga pasien merasakan kurang nafsu makan dan minum
dalam sehari ±2000cc. Pasien mengatakan ada mual dan muntah sebelum datang ke IGD
RSPAD, muntah sebanyak 2X berisi air dan makanan. Sebelumnya pasien pernah di rawat
dengan diagnosis Ca Seminoma Testis yang sudah mengalami Metastasis ke Paru.

Pada saat pemeriksaan fisik, dari frekuensi napas 30 kali/menit, pergerakan dada
simetris cepat, pendek dan dangkal. Saat di palpasi, vocal fremitus paru kanan kiri melemah
di bagian basal.Saat diperkusi, terdengar ketok redup / (dullnes) pada paru kanan sela iga
4,5,6 dan paru kiri sela iga 5,6. Pada auskultasi ditemukan penurunan suara napas vesikuler
pada paru kanan dan kiri. Ditemukan juga pembesaran KGB di supraclavicula dan colli
dekstra, dan pada pemeriksaan abdomen sulit dinilai karna perut membuncit dan tegang. Dari
hasil pemeriksaan darah lengkap didapatkan Penurunan kadar HB 10,0 (normal 13,0 – 18,5
g/dl), HT 30% (normal 40-52%), Eritrosit 4,1 (normal 4,3-6,0 juta/uL), MCV 74 (normal 80-
96fL), MCH 24 (normal 27-32 pg), Ureum 83 (normal 20-50 mg/dl), Kreatinin 1,69 (normal
0,5-1,5 mg/dl), eGFR 67,68 mL/mnt/1.73m2, dan Bikarbonat 16,6 (normal 22-29 mmol/L).
Peningkatan kadar Leukosit 16.640 (normal 4.800 – 10.800/uL), Trombosit 415.000/uL
(normal 150.000- 400.000/uL), pCO2 25,5 (33-44 mmHg), PO2 122,5 (71-104mmHg), dan
Kelebihan -6,4 (normal (-2)-3 mmol/L). Pada foto thorax AP ditemukan perselubungan yang
hampir menutupi seluruh lapang paru kanan dan kiri. Pada kasus ini pasien telah di lakukan
aspirasi sebelumnya dengan cairan sebanyak ±1200cc pada paru kanan pada tanggal 30-
Januari 2019, sedangkan paru kiri sebanyak ±900cc pada tanggal 31-Januari 2019. Pada
analisis cairan ditemukan warna merah keruh kesan eksudat.

Disamping itu pada pasien juga diberikan terapi penunjang lainnya berupa pemberian
oksigen nasal kanul 4-5 liter/menit untuk mengatasi keluhan sesak. Pasien juga diberikan
cairan berupa IVFD Asering sebanyak 20 tpm, diet tinggi protein dan kalori untuk
pemenuhan nutrisi pasien, pemberian anti emetik berupa Ranitidine 50 mg IV, Ondansentron

21 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
4 mg IV untuk keluhan mual muntahnya, dan juga diberi antibiotik berupa Ceftriaxone 1gr
IV. Pasien telah direncanakan untuk di konsulkan ke dr.SpP .

4.2 DISKUSI

Pada kasus ini pasien laki-laki 19 tahun, mengeluh sesak nafas yang semakin
memberat sejak 1 hari SMRS, sesak semakin memberat saat posisi berbaring dan membaik
saat posisi duduk. Tidak ada pernapasan cuping hidung dan juga suara mengi. Keluhan sesak
ini timbul akibat terjadinya timbunan cairan dalam rongga pleura yang akan memberikan
kompresi patologis pada paru sehingga ekspansinya terganggu dan sesak tidak disertai bunyi
tambahan karna tetap normal. Makin banyak timbunan cairan maka sesak terasa semakin
berat.

Pasien juga mengeluh batuk yang berlangsung sepanjang hari, kemudian memberat
sejak munculnya keluhan sesak nafas. Batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan, bila dahak
keluar biasanya berwarna kuning kental. Batuk tidak disertai dengan panas badan maupun
berkeringat malam hari. Batuk darah disangkal oleh pasien. Batuk pada efusi pleura mungkin
disebabkan oleh rangsangan pada pleura oleh karena cairan pleura yang berlebihan , proses
inflamasi ataupun massa pada paru-paru.

Pasien juga mengeluh adanya mual,muntah, penurunan nafsu makan dan berat badan
tanpa alasan semenjak muncul keluhan batuk. Pasien mengaku tidak mengalami demam baik
sebelum maupun selama munculnya keluhan-keluhan diatas. Keluhan penurunan berat badan
tanpa disertai demam biasanya ditemukan pada efusi pleura karena keganasan dan pasien
juga mempunyai riwayat di rawat di RSPAD dengan diagnosis Ca seminoma testis.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kedua dinding dada cembung,vokal fremitus


melemah, perkusi dullnes sampai flat, bunyi pernapasan menurun sampai menghilang,
pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada trakhea. Semua
abnormalitas yang ditemukan pada pasien disebabkan karena timbunan cairan pada kedua
rongga pleura. Pemeriksaan fisik pada pasien juga di temukan pembesaran kelenjar getah
bening supraclavicula, dan colli dekstra, dan pada pemeriksaan abdomen sulit dinilai.
Pembesaran kelenjar getah bening supraclavicula dan colli dekstra menunjukkan
kemungkinan adanya proses metastasis dari suatu keganasan baik dari paru maupun di luar
paru, namun pada kasus ini penulis lebih mencurigai adanya massa tumor diparu akibat
terjadinya metastasis. Timbulnya efusi pleura pada neoplasm yakni : menumpuknya sel-sel
tumor akan meningkatkan permeabilitas pleura terhadap air dan protein, adanya massa tumor

22 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah vena dan getah bening sehingga rongga
pleura gagal dalam memindahkan cairan dan protein dan adanya tumor membuat infeksi lebih
mudah terjadi dan selanjutnya hipoproteinemia.

Pada pemeriksaan darah lengkap di temukan adanya Penurunan kadar HB 10,0


(normal 13,0 – 18,5 g/dl), HT 30% (normal 40-52%), Eritrosit 4,1 (normal 4,3-6,0 juta/uL),
MCV 74 (normal 80-96fL), MCH 24 (normal 27-32 pg), Ureum 83 (normal 20-50 mg/dl),
Kreatinin 1,69 (normal 0,5-1,5 mg/dl), eGFR 67,68 mL/mnt/1.73m2, dan Bikarbonat 16,6
(normal 22-29 mmol/L). Peningkatan kadar Leukosit 16.640 (normal 4.800 – 10.800/uL),
Trombosit 415.000/uL (normal 150.000- 400.000/uL). Pada pemeriksaan analisis gas darah di
dapatkan pCO2 25,5 (33-44 mmHg), PO2 122,5 (71-104mmHg), dan Kelebihan -6,4 (normal
(-2)-3 mmol/L).

Untuk konfirmasi dugaan akan adanya efusi pleura maka mutlak diperlukan
pemeriksaan foto thorax (PA). Suatu perselubungan yang menutupi gambaran paru normal
dari diafragma (bila posisi pasien duduk atau berdiri) adalah suatu tanda jelas dari efusi
pleura. Batas perselubungan ini akan membentuk suatu kurva dengan permukaan daerah
lateral dan medial sama tinggi. Kelainan dapat unilateral atau bilateral tergantung dari
etiologi penyakitnya. Pada kasus ini telah dilakukan pemeriksaan foto thorax PA dan
ditemukan adanya perselubungan pada kedua thorax dengan kesan Efusi pleura bilateral
terutama kanan, Infiltrat di kedua lapang paru, DD/Pneumonia, Multiple wire di setinggi
vertebrae T2,T3.dan T4.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat dan eksudat. Efusi transudat terjadi karena
penyakit lain bukan primer paru seperti pada gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindroma
nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis
konstriktiva, mikaedema, glomerulonefritis, obstruksi vena kava superior, emboli pulmonal,
atelektasis paru, hidrotoraks, dan pneumotoraks. Sedangkan pada efusi eksudat, terjadi bila
ada proses peradangan yang menyebabkan permabilitas kapiler pembuluh darah pleura
meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering
adalah akibat M. tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain
seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia
atipik (virus, mikoplasma, legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis
lupus (karena Systemic Lupus Eritematous), pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain
seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi.1

23 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
Etiologi dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis. Torakosentesis
adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sel iga ke dalam
rongga dada di bawah pengaruh pembiusan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk
diagnostik maupun terapeutik.10

Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan kausal,


thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis. Pada kasus ini karena
pasien mengalami efusi pleura maka dilakukan thorakosintesis yaitu berupa evakuasi cairan
pleura sebanyak 2100 cc pada hari yang berbeda , yang berguna sebagai terapi terapeutik
dan diagnostik. Sebagai terapi terapeutik evakuasi ini bertujuan mengeluarkan sebanyak
mungkin cairan patologis yang tertimbun dalam rongga pleura (sebaiknya tidak melebihi
1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi), sehingga diharapkan paru pada sisi yang sakit dapat
mengembang lagi dengan baik, serta jantung dan mediastinum tidak lagi terdesak ke sisi yang
sehat, dan penderita dapat bernapas dengan lega kembali. Sebagai terapi diagnostik dilakukan
dengan mengambil sedikit cairan pleura untuk dilihat secara fisik (warna cairan) dan untuk
pemeriksaan biokimia (uji Rivalta), serta sitologi.10

24 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
Daftar Pustaka

1. Dwianggita P, Etiologi Efusi Pleura pada Pasie Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah, Denpasar, Bali Tahun 2013 .DOAJ September-Desember 2016; 7(1): 57-67
2. Puspita I, Soleha TU, Berta G, Penyebab Efusi Pleura di Kota Metro pada Tahun
2015. J AgromedUnila Juni 2017; 4(1) : 25-32
3. Lantu MG, Loho E, Ali RH, Gambaran Foto Thorax pada Efusi Pleura di Bagian
SMF Radiologi FK Unsrat RSUP Prof. DR.R.D. Kandou Manado periode November
2014-Oktober 2015. eCl 2016; 4(1) : 272-274
4. McGrath E. Diagnosis of Pleural Effusion: A Systematic Approach. American Journal
of Critical Care 2011; 20: 119-128
5. American Thoracic Society. Management of malignant pleural effusions. Am J Respir
Crit Care Med 2004; 162: 1987-2001
6. Khairani A, Syahruddin E, Partakusuma LG. Karakteristik Efusi Pleura di Rumah
Sakit Persahabatan. J Respir Indo. 2012; 32:155-60
7. O’Rahilly R, Muller F, Carpenter S, Swenson R. Basic human anatomy: A regional
study of human strucutre. [Internet]. Cited: 2019 May 6. Available from:
http://www.dartmouth.edu/~humananatomy/index.html
8. Miserocchi G. Physiology and pathophysiology of pleural fulid turnover. Eur Respir
J, 1991; 10:219-25
9. Halim, Hadi. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD
FKUI; hal. 1056-60.
10. Hooper C, Lee G, Maskell N. Investigation of a unilateral pleural effusin in adults.
JInternationalof Respiration Medicine. 2013;65(2): 145-54.
11. Hanley, Michael E., Carolyn H. Welsh. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary
Medicine. 1st edition. McGraw-Hill Companies.USA:2003. E-book
12. Soehardiman D, Yahya WSP, Pleura pada Efusi Pleura Ganas. J Respir Indo. 2014;
34 (4): 218-228

13. Simanjuntak ES, Efusi Pleura Kanan yang disebabkan oleh Karsinoma Mammae
Dekstra Metastase ke Paru. Medula. 2014; 2 (1): 22-29

25 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o

Anda mungkin juga menyukai