Disusun Oleh :
Deviat Astriana Amir
11.2018.018
Pembimbing :
dr. Andreas A. L., SpB,SpBTKV
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Periode 18 Maret- 25 Mei 2019
RSPAD Gatot Soebroto
Fakultas Kedokteran UKRIDA
Jakarta
2019
PENDAHULUAN
Efusi pleura merupakan kondisi di mana terdapat akumulasi cairan berlebih pada
cavitas pleuralis yang disebabkan oleh meningkatnya produksi atau berkurangnya absorpsi
cairan pleura. Cairan biasanya bersumber dari pembuluh darah atau pembuluh limfe, kadang
juga disebabkan karena adanya abses atau lesi yang didrainase ke cavitas pleuralis. Efusi
pleura merupakan manifestasi dari banyak penyakit, mulai dari penyakit paru sampai
inflamasi sistemik atau malignansi.1 Efusi pleura merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain, jarang merupakan penyakit primer, secara normal ruang pleura mengandung
sejumlah kecil cairan (5-15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan
pleura bergerak tanpa adanya friksi.2
Menurut World Health Organization (WHO), efusi pleura merupakan suatu gejala
penyakit yang dapat mengancam jiwa. Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia,
bahkan menjadi masalah utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk
Indonesia. Estimasi kejadian efusi pleura di Amerika Serikat, dilaporkan sebanyak 1,3 juta
kasus pertahun, dengan kasus efusi yang banyak disebabkan oleh gagal jantung kongestif,
malignansi, dan emboli paru. Prevalensinya di dunia dilaporkan sebanyak 320 kasus per
100.000 orang di negara industri, dengan distribusi etiologi berhubungan dengan
penyakitnya. Di Indonesia, tuberkulosis paru merupakan penyebab utama efusi pleura,
disusul oleh keganasan. Menurut Depkes RI, kasus efusi pleura mencapai 2,7% dari penyakit
infeksi saluran napas lainnya. Tingginya angka kejadian efusi pleura disebabkan
keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini.3
Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, dipsneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi
yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Diagnosis efusi pleura dapat
ditegakkan melalui anamnesis serta pemeriksaan fisik,dan juga pemeriksaan foto X-Ray,
diagnosis yang pasti melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa cairan pleura.
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan kausal,
thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis.4 Efusi pleura ganas
merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita keganasan dan
terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura merupakan
manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura
primer atau metastatik.5
2.2 ANAMNESIS
Diambil dari : Auto-anamnesis Tanggal Masuk : 25 April 2019 Jam: 03.00
a. Keluhan Utama :
Sesak napas yang memberat sejak 1 hari SMRS
b. Keluhan Tambahan :
Post AFF WSD tanggal 23 April 2019
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
10 Bulan SMRS, pasien di rujuk ke RSPAD dengan diagnosa penyakit
Seminoma testis dari RS Dharmais.
Dua bulan SMRS, pasien di rawat bersama oleh dr. SpU dan dr.SpP pada
tanggal 28 Januari 2019 – 26 Februari 2019.
Satu minggu SMRS, tanggal 12 april 2019 pasien dilakukan pemasangan
Water Sealed Drainage (WSD).
Dua hari SMRS, pasien dilakukan tindakan pelepasan WSD pada tanggal 23
April 2019.
Satu hari SMRS, pasien datang dengan keluhan sesak napas yang semakin
memberat post AFF WSD, sesak dirasakan memberat saat berbaring dan membaik
saat duduk, sesak tidak disertai dengan pernapasan cuping hidung, dan suara mengi,
e. Riwayat Keluarga
Di keluarga tidak ditemukan keluhan yang sama dengan pasien, tidak ada riwayat
diabetes melitus, hipertensi, asma, dan sakit jantung di keluarga.
f. Riwayat pribadi dan sosial
Alkohol (-)
Merokok (-)
Berat Badan
Berat badan rata-rata : 50 kg
Berat badan tertinggi : 60 kg
Berat badan sekarang : (-) tetap (-) naik (+) turun (40 Kg)
I. STATUS GENERALIS
Kepala : normocephalic
Mata : pupil isokor, konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Telinga : normotia, membran timpani utuh, refleks cahaya baik, sekret (-),
serumen (-)
Hidung : normosepta, sekret -
Tenggorokan : tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis
Leher : kelenjar getah bening dan colli membesar kanan
Abdomen:
Inspeksi : perut membuncit, tidak supel
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
Palpasi : nyeri (-), benjolan (-), Bekas luka operasi (-), perbesaran organ sulit
dinilai
Auskultasi : bising usus sulit dinilai
Colok dubur (atas indikasi)
Tidak
Alat kelamin (atas indikasi)
Tidak dilakukan
Edema : _ _ Cyanosis : _ _
_ _ _ _
Hematokrit 30 % 40 – 52%
MCV 74 fL 80 – 96 fL
MCH 24 pg 27 – 32 pg
Kimia Klinik
Analisa gas darah
pH 7,417 7,37-7,45
10 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
Hasil pemeriksaan :
Klinis : Dyspnea
Foto Thorax AP :
- Posisi Asimetris
- Tampak perselubungan di apikolaterobasal hemitoraks bilateral terutama kanan yang
menutupi batas kanan-kiri jantung, hemidiafragma dan sinus kostofrenikus kanan-kiri
- Jantung ukuran sulit dinilai
- Aorta dan mediastinum superior sulit dinilai
- Trakea deviasi minimal ke sisi kiri. Hilus kanan suram, kiri tertutup bayangan jantung
- Tampak infiltrat di kedua lapang paru
- Tulang-tulang yang tervisualisasi optimal kesan intak
- Tampak multiple wire di setinggi vertebrae T2,T3, T4
Kesan :
- Efusi pleura bilateral terutama kanan
- Infiltrat di kedua lapang paru, DD/Pneumonia
- Multiple wire di setinggi vertebrae T2,T3.dan T4
IV. DIAGNOSIS
Efusi pleura bilateral e.c keganasan
V. DIAGNOSIS BANDING
Efusi pleura bilateral ec Susp Pneumonia
VI. PENATALAKSANAAN
- Oksigen 4-5 L/menit Nasal Kanul
- IVFD Asering 20 tpm
- Inj. Ranitidine 50 mg IV
- Inj. Ondansentron 4 mg IV
- Punksi Pleura
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia
Ad funtionam : Malam
Ad sanationam : Malam
11 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2 :
Anatomi Pleura Pada Paru Normal (Kanan) dan Paru yang Kolaps (Kiri)
12 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
Antara kedua lapis membran serosa pleura terdapat rongga potensial, yang terisi oleh
sedikit cairan yakni cairan pleura. Rongga pleura mengandung cairan kira-kira sebanyak
0,3 ml kg-1 dengan kandungan protein yang juga rendah (sekitar 1 g dl-1). Secara umum,
kapiler di pleura parietal menghasilkan cairan ke dalam rongga pleura sebanyak 0,01 ml
kg-1 jam-1. Drainase cairan pleura juga ke arah pleura parietal melalui saluran limfatik
yang mampu mendrainase cairan sebanyak 0,20 ml kg-1 jam-1. Dengan demikian rongga
pleura memiliki faktor keamanan 20, yang artinya peningkatan produksi cairan hingga 20
kali baru akan menyebabkan kegagalan aliran balik yang menimbulkan penimbunan
cairan pleura di rongga pleura sehingga muncul efusi pleura.7
Gambar 3:
Desain Morfofungsional Rongga Pleura
(s.c : kapiler sistemik; p.c : kapiler pulmoner)
13 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
parietal interkostal, sedangkan terdapat 8.000 stomata cm-2 di daerah diafragma. Ukuran
stomata juga bervariasi dengan rerata 1 m (variasi antara 1 – 40 m).7
Sama seperti proses transudasi cairan pada kapiler, berlaku pula hukum Starling untuk
menggambarkan aliran transudasi (Jv) antara dua kompartmen. Hukum ini secara
matematis dinyatakan sebagai berikut:8
Gambar 4:
Gambar (a) merupakan hipotesis Neggard (1927) yang menggambarkan hipotesis
tentang pembentukan serta drainase cairan pleura. Hipotesis ini terlalu sederhana
karena mengabaikan keberadan interstisial dan limfatik pleura; sedangkan (b)
merupakan teori yang saat ini diterima berdasarkan percobaan terhadap kelinci.
14 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
Filtrasi cairan pleura terjadi di plura parietal (bagian mikrokapiler sistemik) ke rongga
interstitium ekstrapleura. Gradien tekanan yang kecil mendorong cairan ini ke rongga
pleura.6 Nilai antara intersitisium parietal dengan rongga pleura relatif kecil (=0,3),
sehingga pergerakan protein terhambat dan akibatnya kandungan protein cairan pleura
relatif rendah (1 g dl-1) dibandingkan dengan interstisium parietal (2,5 g dl-1).Sementara
itu drainase cairan pleura sebagian besar tidak melalui pleura visceral (sebagaimana yang
dihipotesiskan oleh Neggard), sehingga pada sebagian besar keadaan rongga pleura dan
interstisium pulmoner merupakan dua rongga yang secara fungsional terpisah dan tidak
saling berhubungan. Pada manusia pleura visceral lebih tebal dibandingkan pleura
parietal, sehingga permeabilitas terhadap air dan zat terlarutnya relatif rendah. Saluran
limfatik pleura parietal dapat menghasilkan tekanan subatmosferik -10 cmH2O.8
15 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
3.3 Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO), efusi pleura merupakan suatu gejala
penyakit yang dapat mengancam jiwa. Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia,
bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk
Indonesia.3
Estimasi kejadian efusi pleura di Amerika Serikat, dilaporkan sebanyak 1,3 juta kasus
pertahun, den yang banyak disebabkan oleh gagal jantung kongestif, malignansi, dan
emboli paru. Prevalensinya di dunia dilaporkan sebanyak 320 kasus per 100.000 orang di
negara industri, dengan distribusi etiologi berhubungan dengan penyakitnya. Di
Indonesia, tuberkulosis paru merupakan penyebab utama efusi pleura, disusul oleh
keganasangan kasus efusi.3 Faktor resiko terjadinya efusi pleura diakibatkan karena
lingkungan yang tidak bersih,sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat penduduk,
kondisi sosial ekonomi yang menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang
dan kurangnya masyarakat tentang pengetahuan kesehatan.2
3.4 Gejala Klinis
Gejala yang paling sering timbul adalah sesak. Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak
berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Gejala yang paling sering timbul adalah sesak.
Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul.2
Diagnosis efusi pleura dapat ditegakkan melalui anamnesis serta pemeriksaan fisik yang
teliti, disertai pemeriksaan penunjang dengan menggunakan X-Ray Chest tetapi, diagnosis
yang pasti melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa cairan pleura.2
3.5 Patofisiologi
Banyak studi tentang efusi pleura yang telah dilakukan. Efusi pleura sering kali
mencerminkan penyakit di tempat lain yang menyebar ke rongga pleura dengan proses
infeksi, inflamasi, metastasis atau edema. Cairan masuk atau keluar dari rongga pleura terjadi
karena perbedaan tekanan yang timbul akibat gerakan pernapasan dan aliran darah. Namun,
banyaknya proses seluler yang aktif menyebabkan cairan masuk ke rongga pleura secara
berlebihan. Penyebabnya dapat secara genetik, lingkungan, dan infeksi yang menyebarke
pleura. Cairan pleura dapat menumpuk karena hal-hal berikut:10
(a) Peningkatan tekanan hidrostatik di sirkulasi mikrovaskular. Studi mengatakan bahwa
peningkatan tekanan pada pembuluh kapiler adalah pemicu penting dalam terjadinya
efusi pleura pada penderita gagal jantung.
16 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
(b) Penurunan tekanan onkotik dalam sirkulasi mikrovaskular karenahipoalbuminemia
yang meningkatkan penumpukan cairan dalam rongga pleura.
(c) Peningkatan tekanan negatif pada rongga pleura juga membuat meningkatnya
akumulasi cairan pada rongga pleura. Hal ini dapat terjadi pada ateletaksis
(d) Peningkatan permeabilitas kapiler akibat mediator inflamasi. Hal tersebut
mengakibatkan lebih banyak protein dan cairan yang masuk dalam rongga pleura,
contohnya pada pneumonia.
(e) Gangguan drainase limfatik dari permukaan pleura karena penyumbatan oleh tumor
dan fibrosis.
3.6 Etiologi
Kriteria klasifikasi dari penyebab efusi pleura merupakan:2
a. Efusi Tuberkulosis Efusi pleura didiagnosis sebagai tuberkulosis apabila terdapat 1 dari
kriteria sebagai berikut: terdapatnekrosis perkijuan pada biopsi pleura, pewarnaan Ziehl-
Neelsen atau kultur Lowenstein dari cairan pleura positif. Pada pemeriksaan histologi
ditemukan granuloma tanpa nekrosis perkijuan dengan pemeriksaan sputum BTA positif.
b. Efusi Parapneumoni Didefinisikan sebagai efusi pleura disertai demam dan batuk dan
terdapat efusi pleura bersifat eksudatif
c. Efusi Maligna Efusi maligna didiagnosis dengan analisis sitologi atau histologi terdapat
Sel adenocarcinoma atau sel mesentelial.
17 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
d. Efusi Cardiac Efusi cardiac terdiagnosis apabila carian bersifat transudat serta terdapat
tanda klinis gagal jantung pada pasien
e. Efusi sirosis hepatis Efusi sirosis terdiagnosis apabila cairan bersifat transudat serta
terdapat tanda klinis sirosis hepatis pada pasien.
f. Efusi uremik Efusi uremik terdiagnosis pada penderita dengan gagal ginjal dan ureum
tinggi, atau pada pasien dengan ureum tinggi tanpa penyebab yang jelas
g. Efusi SLE (Systematic Lupus Eritematous) Efusi pada SLE adalah efusi yang terjadi pada
pasien penderita SLE dengan kultur bakteri negative
3.7 Diagnosis
Pada anamnesis, pasien dengan efusi pleura biasanya memiliki sesak, batuk, nyeri dada
yang bersifat tajam. Riwayat gagal jantung, gagal ginjal, dan penyakit hati dapat
mengarahkan kepada efusi pleura yang bersifat transudat. Sedangkan riwayat kanker dapat
mengarah pada efusi akibat keganasan. Pembengkakan pada ekstermitas, atau deep vein
thrombosis menunjukkan efusi yang berhubungan dengan embolisme paru. Riwayatinfeksi
seperti pneumonia menununjukkan efusi parapneumonik.2 Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan fremitus taktil yang menurun terutama pada daerah basal. Perkusi tumpul,
kemudian suara nafas vesikular yang menurun atau tidak ada sama sekali pada paru yang
terdapat efusi. Suara pleural friction rub mungkin juga terdengar selama akhir inspirasi.
Pemeriksaan radiografi posteroanterior dan lateral menjadi standar pada diagnosis
radiologi paru. Pada posisi berdiri atau duduk tegak, cairan bebas pada rongga pleura akan
memenuhi lateral kubah diafragma yang menyebabkan gambaran sudut kostofrenikus yang
tumpul.10
Torakosintesis dengan analisis cairan dapat mempersempit diagnosis diferensial dari
efusi. Setelah cairan disedot, cairan tersebut akan dianalisis untuk biokimia, mikrobiologi dan
analisis sitologi. Dengan menggunakan kriteria Light, maka efusi dapat dibedakan menjadi
transudat dan eksudat. Kriteria Light memiliki sensitivitas sebesar 90,1-100% dengan
spesifisitas 83,3-97,2%.2
Tabel 2: Kriteria Light
Rasio Protein Cairan Pleura Rasio laktat Serum laktat
dehidrogenase dehidrogenase
cairan pleura
18 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
Tabel 3 : Tampilan makroskopik cairan efusi pleura
Hemoragik
Keganasan
Trauma
3.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan kausal,
thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis4
a. Thorakosintesis Sebagai terapi terapeutik evakuasi ini bertujuan mengeluarkan
sebanyak mungkin cairan patologis yang tertimbun dalam rongga pleura (sebaiknya
tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi), sehingga diharapkan paru pada
sisi yang sakit dapat mengembang lagi dengan baik, serta jantung dan mediastinum
tidak lagi terdesak ke sisi yang sehat, dan penderita dapat bernapas dengan lega
kembali. Sebagai terapi diagnostik dilakukan dengan mengambil sedikit cairan pleura
untuk dilihat secara fisik (warna cairan) dan untuk pemeriksaan biokimia (uji Rivalta),
serta sitologi.11
b. WSD (Water Sealed Drainage) ini merupakan suatu sistem drainage yang
menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura.
Adapun indikasi pemasangan WSD pada pasien ini adalah adanya efusi pleura yang
massif. Pada pasien sudah direncanakan dilakukan tindakan pleurodesis untuk
mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi. Pleurodesis merupakan
tindakan melengketkan pleura parietalis dengan pleura visceralis dengan zat kimia
(tetracycline, bleomisin, thiotepa, corynebacterium parvum) atau tindakan
19 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
pembedahan. Tindakan dilakukan bila cairan sangat banyak dan selalu terakumulasi
kembali.11
c. Pleurodesis berasal dari kata Yunani yaitu pleura artinya selaput yang meliputi
dinding luar paru dan dinding dalam toraks dan desis artinya melekatkan. Pleurodesis
bertujuan untuk melekatkan pleura viseral dan pleura parietal sehingga mencegah
akumulasi baik udara pada pneumotoraks ataupun cairan pada efusi pleura di dalam
rongga pleura.12 Pleurodesis adalah pilihan tindakan pada pasien-pasien efusi pleura
karena keganasan yang mengalami perbaikan setelah dilakukan thorakosintesis dan
terjadi re-ekspansi paru yang baik pada radiografi dada pasca tindakan. Sampai saat
ini kombinasi tindakan efektif untuk menangani efusi pleura karena
keganasan.Keberhasilan pleurodesis selain dilihat dari perspektif pasien:13
(a) Keberhasilan lengkap bila gejala membaik dalam jangka waktu yang lama dan
tidak ada reakumulasi cairan pada pemeriksaan foto toraks sampai pasien
meninggal dunia.(b)Keberhasilan sebagian bila gejala sesak timbul karena efusi
pleura dan reakumulasi cairan pleura ( < 50% pada pemeriksaan foto toraks).
3.9 Prognosis
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari kondisi
tersebut. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobatan lebih dini akan lebih
jauh terhindar dari komplikasi daripada yang tidak mendapatkan pengobatan dini.
20 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 RESUME
Tn.FAW, berusia 19 tahun, datang dengan keluhan sesak napas yang semakin memberat
post AFF WSD, sesak dirasakan memberat saat berbaring dan membaik saat duduk, sesak
tidak disertai dengan pernapasan cuping hidung, dan suara mengi, nyeri dada juga dirasakan
oleh pasien saat batuk, nyeri dada tidak menjalar. Pasien mengatakan dalam 6 bulan terakhir
ini BB turun sebanyak 10 Kg dan juga pasien merasakan kurang nafsu makan dan minum
dalam sehari ±2000cc. Pasien mengatakan ada mual dan muntah sebelum datang ke IGD
RSPAD, muntah sebanyak 2X berisi air dan makanan. Sebelumnya pasien pernah di rawat
dengan diagnosis Ca Seminoma Testis yang sudah mengalami Metastasis ke Paru.
Pada saat pemeriksaan fisik, dari frekuensi napas 30 kali/menit, pergerakan dada
simetris cepat, pendek dan dangkal. Saat di palpasi, vocal fremitus paru kanan kiri melemah
di bagian basal.Saat diperkusi, terdengar ketok redup / (dullnes) pada paru kanan sela iga
4,5,6 dan paru kiri sela iga 5,6. Pada auskultasi ditemukan penurunan suara napas vesikuler
pada paru kanan dan kiri. Ditemukan juga pembesaran KGB di supraclavicula dan colli
dekstra, dan pada pemeriksaan abdomen sulit dinilai karna perut membuncit dan tegang. Dari
hasil pemeriksaan darah lengkap didapatkan Penurunan kadar HB 10,0 (normal 13,0 – 18,5
g/dl), HT 30% (normal 40-52%), Eritrosit 4,1 (normal 4,3-6,0 juta/uL), MCV 74 (normal 80-
96fL), MCH 24 (normal 27-32 pg), Ureum 83 (normal 20-50 mg/dl), Kreatinin 1,69 (normal
0,5-1,5 mg/dl), eGFR 67,68 mL/mnt/1.73m2, dan Bikarbonat 16,6 (normal 22-29 mmol/L).
Peningkatan kadar Leukosit 16.640 (normal 4.800 – 10.800/uL), Trombosit 415.000/uL
(normal 150.000- 400.000/uL), pCO2 25,5 (33-44 mmHg), PO2 122,5 (71-104mmHg), dan
Kelebihan -6,4 (normal (-2)-3 mmol/L). Pada foto thorax AP ditemukan perselubungan yang
hampir menutupi seluruh lapang paru kanan dan kiri. Pada kasus ini pasien telah di lakukan
aspirasi sebelumnya dengan cairan sebanyak ±1200cc pada paru kanan pada tanggal 30-
Januari 2019, sedangkan paru kiri sebanyak ±900cc pada tanggal 31-Januari 2019. Pada
analisis cairan ditemukan warna merah keruh kesan eksudat.
Disamping itu pada pasien juga diberikan terapi penunjang lainnya berupa pemberian
oksigen nasal kanul 4-5 liter/menit untuk mengatasi keluhan sesak. Pasien juga diberikan
cairan berupa IVFD Asering sebanyak 20 tpm, diet tinggi protein dan kalori untuk
pemenuhan nutrisi pasien, pemberian anti emetik berupa Ranitidine 50 mg IV, Ondansentron
21 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
4 mg IV untuk keluhan mual muntahnya, dan juga diberi antibiotik berupa Ceftriaxone 1gr
IV. Pasien telah direncanakan untuk di konsulkan ke dr.SpP .
4.2 DISKUSI
Pada kasus ini pasien laki-laki 19 tahun, mengeluh sesak nafas yang semakin
memberat sejak 1 hari SMRS, sesak semakin memberat saat posisi berbaring dan membaik
saat posisi duduk. Tidak ada pernapasan cuping hidung dan juga suara mengi. Keluhan sesak
ini timbul akibat terjadinya timbunan cairan dalam rongga pleura yang akan memberikan
kompresi patologis pada paru sehingga ekspansinya terganggu dan sesak tidak disertai bunyi
tambahan karna tetap normal. Makin banyak timbunan cairan maka sesak terasa semakin
berat.
Pasien juga mengeluh batuk yang berlangsung sepanjang hari, kemudian memberat
sejak munculnya keluhan sesak nafas. Batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan, bila dahak
keluar biasanya berwarna kuning kental. Batuk tidak disertai dengan panas badan maupun
berkeringat malam hari. Batuk darah disangkal oleh pasien. Batuk pada efusi pleura mungkin
disebabkan oleh rangsangan pada pleura oleh karena cairan pleura yang berlebihan , proses
inflamasi ataupun massa pada paru-paru.
Pasien juga mengeluh adanya mual,muntah, penurunan nafsu makan dan berat badan
tanpa alasan semenjak muncul keluhan batuk. Pasien mengaku tidak mengalami demam baik
sebelum maupun selama munculnya keluhan-keluhan diatas. Keluhan penurunan berat badan
tanpa disertai demam biasanya ditemukan pada efusi pleura karena keganasan dan pasien
juga mempunyai riwayat di rawat di RSPAD dengan diagnosis Ca seminoma testis.
22 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah vena dan getah bening sehingga rongga
pleura gagal dalam memindahkan cairan dan protein dan adanya tumor membuat infeksi lebih
mudah terjadi dan selanjutnya hipoproteinemia.
Untuk konfirmasi dugaan akan adanya efusi pleura maka mutlak diperlukan
pemeriksaan foto thorax (PA). Suatu perselubungan yang menutupi gambaran paru normal
dari diafragma (bila posisi pasien duduk atau berdiri) adalah suatu tanda jelas dari efusi
pleura. Batas perselubungan ini akan membentuk suatu kurva dengan permukaan daerah
lateral dan medial sama tinggi. Kelainan dapat unilateral atau bilateral tergantung dari
etiologi penyakitnya. Pada kasus ini telah dilakukan pemeriksaan foto thorax PA dan
ditemukan adanya perselubungan pada kedua thorax dengan kesan Efusi pleura bilateral
terutama kanan, Infiltrat di kedua lapang paru, DD/Pneumonia, Multiple wire di setinggi
vertebrae T2,T3.dan T4.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat dan eksudat. Efusi transudat terjadi karena
penyakit lain bukan primer paru seperti pada gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindroma
nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis
konstriktiva, mikaedema, glomerulonefritis, obstruksi vena kava superior, emboli pulmonal,
atelektasis paru, hidrotoraks, dan pneumotoraks. Sedangkan pada efusi eksudat, terjadi bila
ada proses peradangan yang menyebabkan permabilitas kapiler pembuluh darah pleura
meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering
adalah akibat M. tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain
seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia
atipik (virus, mikoplasma, legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis
lupus (karena Systemic Lupus Eritematous), pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain
seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi.1
23 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
Etiologi dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis. Torakosentesis
adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sel iga ke dalam
rongga dada di bawah pengaruh pembiusan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk
diagnostik maupun terapeutik.10
24 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o
Daftar Pustaka
1. Dwianggita P, Etiologi Efusi Pleura pada Pasie Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah, Denpasar, Bali Tahun 2013 .DOAJ September-Desember 2016; 7(1): 57-67
2. Puspita I, Soleha TU, Berta G, Penyebab Efusi Pleura di Kota Metro pada Tahun
2015. J AgromedUnila Juni 2017; 4(1) : 25-32
3. Lantu MG, Loho E, Ali RH, Gambaran Foto Thorax pada Efusi Pleura di Bagian
SMF Radiologi FK Unsrat RSUP Prof. DR.R.D. Kandou Manado periode November
2014-Oktober 2015. eCl 2016; 4(1) : 272-274
4. McGrath E. Diagnosis of Pleural Effusion: A Systematic Approach. American Journal
of Critical Care 2011; 20: 119-128
5. American Thoracic Society. Management of malignant pleural effusions. Am J Respir
Crit Care Med 2004; 162: 1987-2001
6. Khairani A, Syahruddin E, Partakusuma LG. Karakteristik Efusi Pleura di Rumah
Sakit Persahabatan. J Respir Indo. 2012; 32:155-60
7. O’Rahilly R, Muller F, Carpenter S, Swenson R. Basic human anatomy: A regional
study of human strucutre. [Internet]. Cited: 2019 May 6. Available from:
http://www.dartmouth.edu/~humananatomy/index.html
8. Miserocchi G. Physiology and pathophysiology of pleural fulid turnover. Eur Respir
J, 1991; 10:219-25
9. Halim, Hadi. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD
FKUI; hal. 1056-60.
10. Hooper C, Lee G, Maskell N. Investigation of a unilateral pleural effusin in adults.
JInternationalof Respiration Medicine. 2013;65(2): 145-54.
11. Hanley, Michael E., Carolyn H. Welsh. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary
Medicine. 1st edition. McGraw-Hill Companies.USA:2003. E-book
12. Soehardiman D, Yahya WSP, Pleura pada Efusi Pleura Ganas. J Respir Indo. 2014;
34 (4): 218-228
13. Simanjuntak ES, Efusi Pleura Kanan yang disebabkan oleh Karsinoma Mammae
Dekstra Metastase ke Paru. Medula. 2014; 2 (1): 22-29
25 | R S P A D G a t o t S o e b r o t o