Anda di halaman 1dari 58

PROPOSAL PENELITIAN

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN


PERAWAT DALAM PELAKSANAAN FOLLOW UP HASIL SKORING EARLY
WARNING SCORES DI RUANG PENYAKIT BEDAH DAN DALAM
RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA

OLEH :

HENDRIKUS REYAAN
NPM : 201943021

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH
YOGYAKARTA
2020

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fasilitas pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit yang
merupakan tempat merawat pasien yang saat ini, semakin kompleks
dengan banyak komorbiditas. Pada waktu tertentu beberapa pasien ini
mungkin memburuk dengan cepat, karena berbagai alasan. Setiap rumah
sakit harus memiliki strategi untuk mengidentifikasi pasien tersebut, dan
mampu memberikan tingkat perawatan yang tepat pada waktu yang tepat.
cenderung meningkatkan keselamatan pasien [CITATION Car12 \l 1033 ]. Di
dunia telah diperkenalkan sistem scoring pendeteksian dini atau peringatan
dini untuk mendeteksi adanya perburukan keadaan pasien atau yang
dikenal dengan penerapan Sistem Early Warning Scores atau EWS.
Early Warning Scores (EWS) atau stilah lain Early Warning Score
System (EWSS) adalah sebuah sistem peringatan dini yang menggunakan
penanda berupa skor untuk menilai perburukan kondisi pasien dan dapat
meningkatkan pengelolaan perawatan penyakit secara menyeluruh. EWSS
dapat mengidentifikasi keadaan pasien yang beresiko lebih awal dan
menggunakan multi parameter. Salah satu parameter yang dinilai adalah
perubahan tanda - tanda vital dan tingkat kesadaran (Patterson et.al 2011
dalam [CITATION Suw \l 1033 ].
Pada penelitian Drower, McKeany, Jogia, & Jull (2013) dalam
[CITATION Sub19 \l 1033 ] menyampaikan Early warning score dapat
memprediksi kejadian henti jantung dalam 48 jam. Penelitian ini
dilaksanakan di New Zeland dinyatakan bahwa implementasi EWS
mampu menurunkan angka kejadian henti jantung di rumah sakit secara
signifikan. Sedangkan pada penelitian [ CITATION Lil16 \l 1033 ], Early
warning score secara valid untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko
meninggal setelah stroke akut dengan tingkat kematian terendah skor EWS
0 - 1 (2%) dan skor tertinggi EWS ≥ 5 (63%), yang mana parameter
fisiologis tersebut sudah dikonversi menjadi skor tunggal, yang dapat

1
memandu perawat dan dokter dalam pengambilan keputusan klinis.
Penelitian lainnya menemukan bahwa penerapan Early Warning Score
menunjukkan adanya penurunan jumlah pasien yang masuk Intensive
Care Unit (ICU) yaitu dari 1,8% menjadi 0,5% [CITATION Mit10 \l 1033 ].
Sistem dalam early warning scoring dikenal dengan sistem
“Melacak dan Memicu”, yang berarti pendeteksian dini untuk melacak
atau menemukan pasien yang mengalami perburukan kondisi dengan hasil
analisa tanda - tanda vital dalam parameter fisiologis sesuai hasil scoring
[CITATION Dhi \l 1033 ]. Sehingga pada EWS ini lebih berfokus pada keadaan
sebelum terjadi kegawatan, sehingga diharapkan dengan tatalaksana yang
lebih dini, kondisi yang mengancam jiwa dapat tertangani lebih cepat atau
bahkan dapat dihindari, dan merespon panggilan Code Blue atau tim
respon cepat sehingga output yang dihasilkan lebih baik. (Firmansyah,
2013)
Early Warning Scores (EWS) ini memiliki kaitannya dengan peran
perawat yang sering melakukan pengkajian dan memonitor keadaan pasien
melalui parameter tanda vital dan kesadaran pasien. Menurut (Kolic,
Crane, McCartney, Perkins, & Taylor, 2015, 70 pasien (18,9%) skor
National Early Warning Scores (NEWS) dihitung secara tidak benar, ada
yang memburuk dari respon klinis dengan peningkatan skor NEWS, yang
diamati pada 274 pasien (74,1%), angka dari skor NEWS yang salah
dihitung dapat berimplikasi pada tindakan yang ditentukan.
Ketepatan skoring perlu di perhatikan, namun deteksi pasien
berisiko di awal perjalanan penyakit mereka membutuhkan penilaian
teratur dan sistematis, sehingga pemantauan penilaian berkelanjutan pasien
atau tindak lanjut seperti mendeteksi kelainan atau memicu respons ini
harus dilakukan cukup sering untuk mengidentifikasi pasien berisiko pada
saat intervensi dapat membuat perbedaan klinis. Perawat sebagai
pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan harus melakukan
pengkajian secara terfokus dan mengobsevasi tanda vital agar dapat
menilai dan mengetahui resiko terjadinya perburukan pasien [CITATION Far17
\l 1033 ].

2
Pemantauan penilaian berkelanjutan pasien dan tindak lanjut atau
yang di kenal dengan istilah Follow up pada early warning score.
Intervensi Tindak lanjut atau Follow up pada early warning score.
merupakan proses tindak lanjut dari pengkajian dan monitoring, untuk
melihat sudah sejauh apa respon klinis itu berdampak atau untuk melihat
sudah sejauh mana tujuan tercapai atau belum, dan memikirkan langkah
selanjutnya dan mengambil tindakan untuk langkah -langkah selanjutnya
[ CITATION Rav16 \l 1033 ]
Dampak atau efek samping pada pasien yang dirawat di rumah
sakit, jika pemantauan penilaian berkelanjutan pasien atau follow up tidak
dilakukan sesuai protokol memungkinkan terjadinya henti jantung, dan
penerimaan ICU yang tidak terduga, atau kematian yang tidak terduga,
yang sering didahului dengan memburuknya tanda - tanda vital. Dalam 51
- 80% dari sering didahului dengan memburuknya tanda-tanda vital. Jika
terdeteksi dini dan diobati secara efektif, diperkirakan bahwa perburukan
lebih lanjut dapat dicegah dan dihindari [ CITATION Pet18 \l 1033 ].
Pelaksanan follow up dalam hal ini pemantauan maupun tindak
lanjut dalam memberikan perawatan optimal pada pasien yang mengalami
perburukan adalah dengan penerapan EWS yang sesuai dengan protokol,
melakukan observasi yang sering kali terabaikan seperti frekuensi
pernapasan, suhu tubuh dan status neurologis. Pengkajian EWS yang
dilakukan oleh perawat dengan benar dapat membuat perawat untuk
mengenali, meningkatkan perawatan dan memberikan respon klinik yang
tepat. Sebagian besar rumah sakit mengikuti pemantauan rutin parameter
dan frekuensi pemantauan sesuai dengan protokol yang ditentukan melalui
skor NEWS agar dapat menilai pasien yang sakit akut termasuk
kemampuan untuk mengenali kapan perawatan perlu ditingkatkan ke kritis
dan tim perawatan [CITATION Kol15 \l 1033 ]
Menurut Philips-Healthcare (2012) ada beberapa faktor yang
terlihat yaitu faktor lingkungan dan pengetahuan. Tingkat pengetahuan
perawat adalah indikator yang penting karena hal ini akan memengaruhi
kemampuan perawat dalam mendokumentasikan EWS dengan akurat dan

3
memastikan bahwa jumlah skor yang diperoleh sudah benar agar respon
klinik yang diambil sesuai untuk keadaan pasien [CITATION Pri \l 1033 ]
Tingkat pengetahuan perawat ini merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi ketrampilan perawat dalam melakukan tindakan asuhan
keperawatan salah satunya dalam penerapan Early Warning Score System
(EWSS). Tingkat pengetahuan yang baik akan memudahkan seorang
perawat mengimplementasikan pengetahuannya dalam menangani kasus
kegawatan di ruang perawatan[ CITATION Suw \l 1033 ]. Pengetahuan
merupakan domain dari perilaku yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang Tingkat pengetahuan kurang merupakan salah satu
faktor yang menjadi penghambat dalam perilaku kepatuhan dalam
kesehatan karena mereka yang mempunyai pengetahuan rendah cenderung
sulit untuk mengikuti anjuran dari petugas kesehatan. [ CITATION Not10 \l
1033 ]
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara
lain seperti Menurut Wawan & Dewi (2010) ada 2 faktor yaitu faktor
internal (pendidikan, pekerjaan dan umur) serta faktor eksternal
(lingkungan, sosial budaya dan informasi). Sedangkan Rahayu (2010) juga
mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara
lain pendidikan, pekerjaan, pengalaman, latihan, minat, sumber informasi,
usia dan kebudayaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Prihati dan Wirawati (2019) dengan
judul penelitian “pengetahuan perawat tentang early warning score dalam
penilaian dini kegawatan pasien kritis” faktor – faktor pertama usia
mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah
usia seseorang maka akan semakin berkembang daya tangkap dan pola
pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh akan semakin baik. Kedua
pendidikan diharapkan mampu mengubah pola pikir seseorang yang pada
berikutnya mempengaruhi pengetahuan dan pengambilan keputusan
seseorang. Pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam
mendapatkan pengetahuan. Ketiga Pelatihan untuk meningkatkan
kemampuan seseorang dapat memperoleh melalui pelatihan. Semakin

4
banyak pelatihan, semakin bertambah pengetahuan seseorang tentang diri
mereka sendiri, kesehatan klien, kemampuan untuk menginterpretasikan
dalam melakukan tindakan keperawatan (Christensen, 2009).
Hasil studi pendahuluan data yang diperoleh dari hasil wawancara,
beberapa perawat Rumah Sakit Panti Rapih, pada runag perawatan
informasi yang diperoleh sebenarnya untuk skoring EWS sudah dilakukan
tetapi scoring ini dilakukan karena rutinitas saja, di mana perawat
memasukkan parameter yang diukur. Pendokumentasi dengan Elektronic
Medical Record (ERM), sehingga penghitungan scoring tidak dilakukan
manual, akibatnya perawat tidak menyadari scoring akhir pasien tersebut,
imbasnya tidak dilakukan follow up sehingga follow up sehingga skoring
EWS masih belum sesuai nilai scoring. Follow up hanya dilakukan pada
pasien dengan skor EWS yang tinggi saja. Disisi lain perawat belum bisa
konsisten dalam melaksanakan protokol sesuai hasil scoring, misalnya
pasien skor merah, penilaian ulang harusnya 30 menit, selain itu perawat
memang sudah memperoleh pelatihan tentang EWS namun belum
diperbaruhi dan di refresh tentang protol EWS. Pelatihan yang sudah
diikuti baik di dalam dan ada juga yang mengikuti di luar rumah sakit.
Pada penelitian ini ruang perawatan yang digunakan adalah
MYPDB, LK 2 PDB, LK 3 PDB, CB 5 PDB, CB 6 PDB, EG 1 PB, EG 2
PB, EG 3 PD dan EG 4 PD. Peneliti memilih ruangan ini karena secara
umum bangsal ini digunakan untuk penyakit dalam dan bedah maupun
keduannya, yang mana pada bangsal ini menggunakan EWS dengan
pedoman Nasional Early Earning Score (NEWS2), sedangkan pada
beberapa ruang perawatan menggunakan EWS yang sesuai dengan kondisi
pasien seperti di ruang anak menggunakan Pediatric Early warning Score
atau di runag maternitas menggunakan Maternity Early Warning Score
yang parameternya cukup berbedah. Dalam hal ini peneliti tertarik untuk
meneliti tentang pelaksanaan Early Warning Scores khususnya dalam hal
follow Up pada ruang perawatan dengan judul “Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Tingkat Pengetahuan Perawat Dalam Pelaksanaan

5
Follow Up Hasil Skoring Early Warning Scores Di Ruang Penyakit Bedah
Dan Dalam Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang
dapat diambil adalah “Apakah terdapat hubungan antara faktor usia, faktor
tingkat pendidikan dan faktor pelatihan dengan tingkat pengetahuan
perawat dalam pelaksanaan follow up hasil skoring early warning scores
di Ruang Perawatan Penyakit Bedah Dan Dalam Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta ?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan proposal skripsi ini adalah untuk
mengetahui faktor - faktor yang berhubungan dengan tingkat
pengetahuan perawat dalam pelaksanaan follow up hasil skoring early
warning scores di Ruang Perawatan Penyakit Bedah Dan Dalam
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan proposal skripsi ini yaitu :
1.3.2.1 Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang follow
up early hasil skoring warning scores
1.3.2.2 Mengetahui gambaran faktor usia, pendidikan dan rentang waktu
pelatihan dan sumber informasi tentang follow up early hasil skoring
warning scores pada perawat
1.3.2.3 Mengetahui hubungan faktor usia dengan pengetahuan tentang
follow up early hasil skoring warning scores
1.3.2.4 Mengetahui hubungan faktor pendidikan dengan pengetahuan
tentang follow up hasil skoring early warning scores
1.3.2.5 Mengetahui hubungan faktor pelatihan dengan pengetahuan tentang
follow up hasil skoring early warning scores

6
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu
pengetahuan khususnya dan memberikan informasi mengenai faktor -
faktor yang berhubungan dengan kemampuan perawat dalam
pelaksanaan follow up hasil skoring early warning scores di ruang
perawatan penyakit bedah dan dalam Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
untuk peningkatan atau perbaikan protokol early warning scores bagi
rumah sakit sehingga dapat membantu dalam meningkatkan mutu
pelayanan dan keselamatan pasien di rumah sakit.
1.4.2.2 Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana
sumber referensi atau bahan bacaan untuk institusi dan mahasiswa
keperawatan dalam melakukan penelitian selanjutnya.
1.4.2.3 Bagi perawat
Hasil penelitian ini diharapkan perawat mampu mengidentifikasi
faktor - faktor berhubungan dengan tingkat pengetahuan perawat
dalam pelaksanaan follow up hasil skoring early warning scores
sehingga kedepannya follow up skoring pada Early Warning Score
dapat dilakukan dengan semestinya sesuai protokol yang berlaku.

7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1.5.1 Bidang Keilmuan
Pada penelitian ini termasuk kedalam bidang keilmuaan kesehatan dan
keperawatan
1.5.2 Sasaran
Pada penelitian ini yang menjadi sasaran adalah semua perawat di ruang
perawatan penyakit bedah dan dalam yaitu MYPDB, Lukas 2, Lukas 3,
CB5, CB6, EG1PB, EG2PB, EG3PD, EG4PD Rumah Sakit Panti
Rapih.
1.5.3 Tempat
Lokasi penelitian ini dilkukan di semua ruang perawatan penyakit
bedah dan dalam yaitu MYPB, Lukas 2, Lukas 3, CB5, CB6, EG 1 PB,
EG 2 PB, EG 3 PD, EG 4 PD Rumah Sakit Panti Rapih.
1.5.4 Waktu
Pelaksaaan penelitian ini dilakukan pada bulan september 2020

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjaun Teori


2.1.1 Konsep Early Warning Score
2.1.1.1 Pengertian Early Warning Score (EWS)
Early Warning Score (EWS) adalah skor peringatan yang di
gunakan pada saat pasien di rawat ditempat tidur dengan
menggunakan sistem “pelacakan dan pemicu” yang dihitung oleh
staf perawat dari tanda-tanda vital yang dicatat, dan bertujuan untuk
menunjukkan tanda-tanda awal kemunduran pasien. Instrument ini
adalah alat tambahan yang bermanfaat untuk memfasilitasi deteksi
pasien yang memburuk, terutama di bangsal rumah sakit pada
penyakit akut di mana pasien sering tidak sehat dan memungkin ada
banyak staf yang tidak berpengalaman sehingga pencegahan dapat
dilakukan dan menggunakan parameter penilaian klinis yang
ditemukan di beberapa sistem sebelumnya [ CITATION Ava11 \l 1033 ].
Early Warning Scoring System adalah sebuah sistem skoring
fisiologis yang umumnya digunakan di unit medikal bedah sebelum
pasien mengalami kondisi kegawatan. Skoring EWSS disertai
dengan algoritme tindakan berdasarkan hasil skoring dari pengkajian
pasien [CITATION McM12 \l 1033 ].
Early Warning Score adalah sistem yang telah dikembangkan
untuk memfasilitasi deteksi dini kerusakan dengan mengkategorikan
keparahan penyakit pasien dan mendorong staf perawat untuk
meminta tinjauan medis pada titik pemicu tertentu, menggunakan
alat komunikasi terstruktur sambil mengikuti algoritma atau protokol
sesuai rencana. EWS ini menggunakan pedoman Nationel Early
Warning Score (NEWS) bermanfaat untuk menstandarkan penilaian
keparahan penyakit akut, memungkinkan respons yang lebih tepat
waktu menggunakan bahasa umum di rumah sakit akut secara
nasional [CITATION The \l 1033 ].

9
Early Warning Score atau Skor Peringatan Dini adalah
instrumen klinis yang dirancang untuk mengingatkan staf medis
akan terjadinya kemunduran klinis. Kerusakan ini sering tetapi tidak
eksklusif dalam kaitannya dengan timbulnya sepsis. Sistem ini sudah
diperkenalan sekitar satu dekade lalu, penguunaan EWS ini cukup
meningkat pesat. Penerapan Sistem Peringatan Dini sederhana atau
skor peringatan dini yang meningkat memicu penilaian formal oleh
perawat, sehingga peringatan bahkan dapat disampaikan secara
otomatis kepada dokter yang bertanggung jawab [ CITATION Doy18 \l
1033 ]
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat di
simpulkan bahwa Early Warning Score adalah sistem yang telah
dikembangkan untuk memfasilitasi dalam mendeteksi dini adanya
perburukan kondisi pasien dengan mengkategorikan tingkat
keparahan penyakit dan mendorong perawat untuk mengevaluasi
adanya nilai yang menonjol atau signifikan pada parameter tersebut.
EWS juga digunakan sebagai alat komunikasi yang terstruktur
dengan berpedoman perencanaan dan algoritma yang sudah ada.

2.1.1.2 Parameter Early Warning Score (EWS)


Skoring EWS dilakukan sejak pasien masuk rumah sakit, selama
proses pengkajian dan selama pasien di ruang perawatan. Parameter
National Early Warning Score (NEWS2), didasarkan pada sistem
penilaian klinis sederhana di mana skor dialokasikan untuk
pengukuran fisiologis. Enam parameter fisiologis tersebut [CITATION
The17 \l 1033 ] antara lain :
a. Laju pernapasan (Respiratory Rate)
Frekuensi pernafasan harus dihitung selama satu menit
agar data akurat. Peningkatan laju pernafasan menjadi tanda
yang berpengaruh kuat terhadap adanya distres dan
kegawatan akut [ CITATION Ali12 \l 1033 ]. Pada skoring EWS,
laju pernafasan kurang dari 8 atau lebih dari 24 kali per

10
menit menjadi tanda (warning) kegawatan untuk segera
ditangani. Penanganan kegawatan dilakukan untuk
mempertahankan kecukupan oksigen ketika terjadi
peningkatan maupun penurunan laju pernafasan [ CITATION
Ava11 \l 1033 ]

b. Saturasi Oksigen (Oxygen Saturation)


Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang
berikatan dengan oksigen dalam arteri, saturasi oksigen
normal adalah antara 97 – 100 % [ CITATION Ali12 \l 1033 ] .
Pada pemeriksaan oksigen tanpa prosedur invasi sering
digunakan di rumah sakit dengan penggunakan oksimetri.
Pada skoring EWS saturasi oksigen menjadi salah satu
parameter yang mengindikasikan adanya distres pernafasan,
yamg merupakan tanda awal dengan berkompensasi
terhadap kurangnya oksigen dalam tubuh (hypoxia) dengan
meningkatkan frekuensi pernafasan (Royal College of
Physicians, 2012).
c. Tekanan Darah Sistolik (Systolic Blood Pressure)
Tekanan darah adalah daya yang di perlukan agar darah
dapat mengalir di dalam pembuluh darah dan beredar
mencapai seluruh jaringan tubuh manusia [ CITATION Pot10 \l
1033 ]. Tekanan darah sistolik merupakan tekanan darah
waktu jantung menguncup atau berkontraksi. Terjadinya
hipotensi mengindikasikan adanya gangguan pada sistem
sirkulasi terkait adanya sepsis, penurunan volume darah,
gagal jantung, gangguan irama jantung, depresi neurologis
dan efek terapi atau medikasi. Peningkatan tekanan darah
sistole diatas 200 mmHg dapat terjadi karena adanya
distres, nyeri atau berdasarkan pada kondisi klinis pasien
[ CITATION Mut12 \l 1033 ] . Pada penggunaan skoring EWS
tekanan darah sistol dibawah 100 mmHg menjadi tanda
awal perburukan [CITATION The17 \l 1033 ]

11
12
d. Denyut Nadi (Pulse Rate)
Denyut nadi adalah suatu gelombang yang teraba pada
arteri bila darah di pompa keluar jantung. Denyut ini mudah
diraba di suatu tempat dimana ada arteri melintas. Frekuensi
nadi dihitung selama satu menit tanpa melakukan aktivitas.
Nadi yang cepat (takikardi) mengindikasikan adanya sepsis
pada sistem sirkulasi dan pembuluh darah, penurunan
volume darah, aritmia, gangguan metabolik seperti
hepertiroid dan dapat terjadi karena gejala simtomatik yang
ditimbulkan dari efek obat antikolonergik [ CITATION San16 \l
1033 ]. Nadi yang lambat juga menjadi indikator penting
klinis pasien. Seperti, depresi neurologis, dan sumbatan
pembuluh darah jantung [CITATION McM12 \l 1033 ].
e. Suhu (Temperature)
Suhu adalah keadaan panas dan dingin yang diukur
dengan menggunakan termometer. Di dalam tubuh terdapat
2 macam suhu, yaitu suhu inti dan suhu kulit. Suhu inti
adalah suhu dari tubuh bagian dalam dan besarnya selalu
dipertahankan konstan. Sedangkan suhu kulit berbeda
dengan suhu inti, dapat naik dan turun sesuai dengan suhu
lingkungan. [CITATION Guy12 \l 1033 ]. Peningkatan suhu
(hipertermi) dan penurunan suhu yang ekstrim (hipotermi)
termasuk dalam dasar parameter sistem EWS yang
merefleksikan sensitivitas suhu tubuh dan menjadi penanda
adanya kerusakan pada sistem organ tubuh [CITATION The17 \l
1033 ]
f. Tingkat Kesadaran (Level Of Consciousness)
Status neurologis dapat dinilai cepat dengan mengkaji
tingkat kesadaran pasien. Pengkajian tingkat kesadaran
menjadi satu kesatuan bersama pengukuran tanda-tanda
vital [ CITATION Rav16 \l 1033 ]. Pada penilain menggunakan
GCS juga bisa menjadikan indikator orang yang terjadi

13
delirium atau bingung (skor < 5 untuk verbal respon)
tingkat kesadarannya secara tiba-tiba, kondisi ini
memerlukan perhatian yang lebih, karena dalam penilaian
NEWS 2 akan berada dalam skor 3 (merah). tubuh. Menurut
Smith, et.al, (2019) oleh karena itu tingkat kebingungan /
delirium yang baru muncul dimasukan menjadi indikator
penilaian, sekarang menjadi ACVPU (new onset Confusion)
:
1 A = Alert adalah pasien sadar penuh, mampu
membuka mata spontan, berespon terhadap suara
dan fungsi motorik baik.
2 C = New Confusion atau Disorientasi / Kebingungan
yang baru muncul, seorang pasien mungkin waspada
tetapi bingung atau disorientasi. Tidak selalu
memungkinkan untuk melakukannya tentukan
apakah kebingungan itu 'baru' ketika seorang pasien
mengalami sakit akut. Presentasi seperti itu
seharusnya selalu dianggap 'baru' hingga
dikonfirmasi sebagai sebaliknya.
3 V = Voice adalah respons terhadap Suara, Pasien
menunjukkan respon saat diajak bicara, walaupun
respon mata, suara dan gerakan tidak berfungsi
penuh. Seperti saat ditanya keluhan, pasien hanya
merintih atau menggerakkan jarinya
4 P = Pain adalah respons terhadap Nyeri, Pasien
berespon terhadap rangsang nyeri, seperti fleksi atau
ekstensi ekstremitas atas.
5 U = Unresponsive adalah Tidak responsif : Pasien
tidak berespon secara verbal, visual maupun
motorik, keaadaan ini sering disebut dengan kondisi
tidak sadar (unconscious).

14
2.1.1.3 Penghitungan Dan Penilaian Skor Early Warning Score (EWS)
Pada perhitungan dan penilaian EWS ini terus berkembang di
dunia terutama di Inggris, parameter yang digunakan bervariasi.
Keragaman ini mengakibatkan kurang konsistensinya dalam
penilaian di masing-masing rumah sakit terhadap perburukan atau
kerusakan klinis pasien. Oleh karena itu dibentuklah standar nasional
yang digunakan untuk menilai pasien yaitu NEWS (National Early
Warning System). NEWS ini mulai dilaksanakan pada tahun 2012 di
Inggris yang meliputi penilaian parameter laju pernafasan, saturasi
oksigen, suplementasi oksigen, suhu / temperatur, tekanan darah
sistolik, denyut jantung dan tingkat kesadaran. Pada Desember 2017
NEWS mengalami perubahan pembaharuan menjadi NEWS 2
[CITATION The17 \l 1033 ].

Tabel 2.1 Skor Parameter Fisiolosi Berdasarkan National Early Warning


Score (NEWS2)
Parameter Skor
Fisiologi 3 2 1 0 1 2 3
Respiration rate ≤8 9-11 12 – 20 21 - 24 ≥ 26
(mn)
Sp02 Scale 1 ≤ 91 92 – 93 94–95 ≥ 96
(%)
Sp02 Scale 2 ≤ 83 84 – 85 86-87 88 – 92 93 – 94 95 – 96 ≥ 97
(%) Udara Oksigen Oksigen Oksigen
Udara atau Oksigen Udara
Oksigen
Tekanan Darah ≤ 90 91 – 100 101-110 111 - 219 ≥ 220
(mmHG)
Nadi (mn) ≤ 40 41-50 51 - 90 91 - 110 111 - 130 ≥ 131
Kesadaran Sadar CVPU
Suhu (oC) ≤ 35 35,1-36,0 36,1-38,0 38,1-39, 0 ≥ 39.1

Perhitungan skor pasien dilakukan pemeriksaan saat


pertama kali datang atau saat monitoring pasien sesuai indikator
parameter fisiologis, hasil kemudian di masukan dalam tabel sesuai
keadaan yang didapat, pada orang yang menggunakan oksigen
disesuaikan dengan apakah dia termasuk SpO2 skala 1, apabila

15
dalam kondisi normal dan SpO2 skala 2, apabila pasien mengalami
COPD atau PPOK [CITATION The17 \l 1033 ]
Untuk penilaian kesadaran yang sebelumnya normal tiba-tiba
terjadi perubahan dalam menanggapi pertanyaan dengan koheren
(nyambung), tidak bingung atau disorientasi. Kondisi ini akan
mendapatkan skor 3 sebanding dengan penilaian GCS yang
mendapatkan skor 4 bukan 5 dalam respon verbal [CITATION The17 \l
1033 ].

Penilaian dengan skor yang didapatkan dari masing-masing


indikator dikumpulkan menjadi satu kemudian ditotal untuk
menuntun ke respon atau intervensi yang sesuai.

2.1.1.4 Kategori Penilaian Early Warning Score (EWS)


Royal College of Physicians (2017) merekomendasikan ada
empat level atau kategori penilaian klinis untuk peringatan klinis
yang membutuhkan penilaian dokter berdasarkan National Early
Warning Score (NEWS2) antara lain :
a Skor rendah skor, skor parameter penilaian skor EWS 1 – 4
b Skor merah tunggal, apabila 1 parameter tunggal dalam
penilaian didapatkan skor 3 pada salah satu indikator
parameter fisiologis, maka penderita diperlakukan dalam
kategori merah.
c Skor menengah, apabila skor 5 atau 6. Skor EWS 5 atau lebih
adalah ambang kunci dan merupakan indikasi potensi
penurunan klinis akut yang serius dan perlunya respons klinis
yang mendesak
d Skor tinggi, apabila skor EWS 7 atau lebih

16
2.1.1.5 Peran Perawat Dalam Penerapan Early Warning Score (EWS)
National Health Service dalam merekomendasikan Skoring
EWS untuk mendokumentasikan hasil observasi pasien. Perawat
berperan penting dalam pelaksanaan skoring EWS di lingkup
pelayanan kesehatan [CITATION Far171 \l 1033 ], yaitu :
a Perawat berperan dalam konteks ini perawat harus memiliki
kemampuan untuk mendokumentasikan hasil observasi
dalam skoring EWS dan mengidentifikasi tingkat kegawatan
pasien serta memprioritaskan pasien yang berisiko tinggi
untuk mendapatkan penanganan medis yang tepat dan akurat.
b Early Warning Score (EWS) digunakan sebagai data
observasi yang memiliki kekuatan hukum. Perawat
berkewajiban untuk melakukan dokumentasi dengan benar
dalam skoring EWS.
c Perawat berperan dalam menjaga komunikasi antar perawat
tetap berjalan secara berkesinambungan (continou). Skoring
EWS bersifat universal, sehingga dapat dibaca dan
dikomunikasikan pada semua tenaga medis. Pengukuran skor
EWS tidak hanya dilakukan oleh perawat tetapi juga dokter.
d Perawat dapat meninjau dan mengevaluasi sistem skoring
EWS yang telah diterapkan. Selain itu perawat dapat berpikir
kritis terhadap pengetahuan baru tersebut dengan
mengembangkan dan melakukan penelitian lebih lanjut
terkait dengan skoring EWS.
e Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan. Untuk dapat
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas,
dibutuhkan kemampuan dalam melakukan skoring dengan
benar.

17
2.1.2 Konsep Follow Up Pada Early Warning Score (EWS)
2.1.2.1 Pengertian Follow Up Early Warning Score (EWS)
Follow Up pada Early Warning Score adalah pemantauan dan
monitoring dapat didefinisikan sebagai penilaian berkelanjutan
pasien dengan maksud mendeteksi kelainan yang dapat memicu
respons, artinya jika kelainan terdeteksi dini maka harus dilakukan
cukup sering untuk mengidentifikasi pasien berisiko pada saat
intervensi dapat membuat perbedaan klinis[ CITATION Pet18 \l 1033 ].

2.1.2.2 Follow Up Berdasarkan Nilai Respon Klinis


Monitoring maupun tindak lanjut (Follow Up) harus
dilakukan sesuai skoring EWS. Menurut The Royal College of
Physicians (2017) pada Nationel Early Warning Score (NEWS2)
merekomendasikan bahwa penilaian klinis ini harus menentukan
urgensi respon klinis dan kompetensi klinis responden, sehingga
monitoring dan tindak lanjut (Follow Up) berdasarkan skor EWS
yaitu :
a Skor EWS yang rendah (1 - 4), Follow Up yang dilakukan
harus segera dinilai oleh perawat terdaftar yang kompeten
atau yang setara, yang harus memutuskan apakah perlu
dilakukan perubahan frekuensi pemantauan klinis atau
peningkatan perawatan klinis.
b Skor merah tunggal (3 dalam satu parameter tunggal) tidak
biasa, tetapi harus meminta peninjauan segera oleh dokter
dengan kompetensi dalam penilaian penyakit akut (biasanya
dokter berbasis bangsal) untuk menentukan penyebabnya,
dan memutuskan frekuensi. pemantauan selanjutnya dan
apakah eskalasi perawatan diperlukan.
c Skor EWS sedang (5 - 6) adalah ambang pemicu utama dan
harus segera ditinjau oleh dokter dengan kompetensi dalam
penilaian penyakit akut - biasanya dokter berbasis lingkungan
atau perawat tim akut, yang harus segera memutuskan apakah

18
eskalasi perawatan ke tim dengan keterampilan perawatan
kritis diperlukan.
d Skor EWS yang tinggi (7 atau lebih) adalah ambang pemicu
utama dan harus meminta penilaian darurat oleh tim klinis /
tim code blue atau perawatan kritis dengan kompetensi
perawatan kritis dan biasanya transfer dari pasien ke area
perawatan dependensi yang lebih tinggi.

Tabel 2.2 Monitoring Dan Tindak Lanjut Berdasarkan Skor Total NEWS 2
[CITATION Smi19 \l 1033 ]
Skor Total Frekuensi
Tindak Lanjut / Respon Klinis
NEWS 2 Monitoring
Skor 0 Minimal 8 - 12 Jam Pengawasan rutin dengan NEWS 2 score
1–4 Minimal 4 - 8 jam a Informasikan / Melaporkan kepada perawat
atau penanggung jawab kesehatan yang
harus menilai pasien
b Perawat atau penanggung jawab kesehatan
memutuskan apakah pengkatan frekuensi
pemantauan dan / atau peningkatan
perawatan klinis (eskalasi) diperlukan
Skor 5 - 6 Meningkatkan a Perawat memberitahukan tim medis yang
frekuensi observasi merawat pasien
Atau setiap 1 jam b Pengkajian dan assesment oleh dokter
dengan kompetensi inti untuk menilai
Skor 3 dalam 1 pasien
parametes c Perawatan klinis dilingkungan dengan
fasilitas monitoring
Skor 7 atau ≥ Pemantauan terus a Perawat untuk segera menginformasikan ke
menerus (Continue) tim medis (Code Blue) yang merawat
terhadap tanda - pasien
tanda vital b Pengkajian dan assesment oleh tim medis
(Code Blue) dengan kompetensi perawatan
klinis yang juga mencakup keterampilan
advanced airway
c Pertimbangkan pengalihan perawatan klinis
ke fasilitas pelayanan perawatan tingkat
tinggi yang lebih atau ICU

2.1.2.3 Indikador Pada Tindak Lanjut Atau Follow Up hasil skoring


Early Warning Score (EWS)

19
Indikador pelaksanaan Early Warning Score (EWS) khususnya
tindak lanjut yang harus di pahami oleh perawat [ CITATION The \l 1033 ]
antara lain :
1 Perawat memahami dan mengisi Perawat memahami dan
mengisi formulir Early Warning System (EWS) sesuai
parameter yang (EWS) sesuai parameter yang ada. ada.
2 Perawat melaporkan hasil skor Perawat melaporkan hasil
skor EWS lebih dari 4 kepada DPJP/ EWS lebih dari 4
kepada DPJP/ dokter jaga.
3 Perawat melakukan observasi / monitoring terhadap pasien
yang mendapatkan pelayanan EWS.
4 Frekuensi monitoring sesuai Frekuensi monitoring sesuai
dengan skor EWS pasien dengan skor EWS pasien tersebut
tersebut
5 Dokter jaga / dokter jaga yang kompoten melakukan
assesmen sesuai dengan assesmen sesuai dengan
kompetensinya kompetensinya
6 Asuhan yang diberikan oleh Asuhan yang diberikan oleh
DPJP /Dokter jaga/perawat DPJP / Dokter jaga/perawat
dicatat di CPPT
7 Kepala Ruang menunjuk satu petugas code blue pada setiap
petugas code blue pada setiap shift di setiap bangsal.
8 Perawat supervisi mencatat nama pasien yang mendapatkan
pelayanan EWS di semua pelayanan EWS di semua bangsal.
9 Perawat supervisi mencatat nama petugas code blue dari
nama petugas code blue dari semua bangsal.
10 Perawat supervisi berkoordinasi dengan dokter jaga untuk
nama dengan dokter jaga untuk nama petugas code blue yang
bertugas petugas code blue yang bertugas dan nama pasien
yang dan nama pasien yang mendapatkan pelayanan EWS

20
11 Adanya edukasi kepada keluarga  dengan adanya edukasi
kepada keluarga pasien yang mendapatkan pasien yang
mendapatkan pelayanan EWS dan Code Blue.

21
2.1.3 Konsep Pengetahuan
2.1.3.1 Pengertian Pengetahuan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengetahuan
adalah segala sesuatu yang diketahui atau kepandaian, yang berarti
mempunyai pengetahuan di bidangnya atau segala sesuatu yang
diketahui berkenaan dengan hal pembelajaran.
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya baik mata,
hidung, telinga, dan sebagainya. Dengan sendirinya, pada waktu
pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra
pendengaran yaitu telinga dan indra penglihatan yaitu mata [ CITATION
Not10 \l 1033 ].

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat di simpulkan bahwa


pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui dan ditemui atau
diperoleh manusia melalui pengamatan indra. Pengindraan tersebut
melalui panca indra manusia yaitu penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba dengan sendiri.

2.1.3.2 Tingkatan Pengetahuan


Tingkatan pengetahuan yang di mencakup dalam domain
kognitif mempunyai enam tingkatan [CITATION Soe10 \l 1033 ] yaitu :
a Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan
tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap
suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.

22
b Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan
dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.
c Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi
atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip,
dan menggunakan rumus statistik dalam menggunakan
prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari
kasus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam
pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
d Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen,
tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja dapat
menggambarkan atau membuat bagan, membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya, dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada.
f Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi

23
atau objek.evaluasi dilakukan dengan menggunakan kriteria
sendiri atau kriteria yang telah ada.

2.1.3.3 Kriteria Tingkatan Pengetahuan


Menurut Nursalam (2016) pengetahuan seseorang dapat di
interpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yang dapat di
kategorikan menjadi tiga kriteria antara lain :
a Pengetahuan Baik : Hasil presentase 76 % - 100 %
b Pengetahuan Cukup : Hasil presentase 56 % - 75 %
c Pengetahuan Kurang : Hasil presentase < 56 %

2.1.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan


Tingkat pengetahuan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut Notoatmodjo (2010) yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri individu. Faktor
eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan diluar diri
individu. Faktor internal meliputi :
a Pendidikan
Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan
seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju impian
atau cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk
berbuat dan mengisi kehidupan agar tercapai keselamatan dan
kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan
informasi berupa hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup[ CITATION Soe10 \l 1033 ]
b Minat
Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau
keinginan yang tinggi terhadap sesuatu dengan adanya
pengetahuan yang tinggi didukung minat yang cukup dari
seseorang sangatlah mungkin seseorang tersebut akan
berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan[ CITATION
Not10 \l 1033 ]

24
c Pengalaman
Pengalaman merupakan sesuatu yang dirasakan dan
ditangkap melalui pancaindra. Pengetahuan yang diperoleh
dari pengalaman yang berulang-ulang dapat membentuk
suatu pengetahuan tertentu. Pengalaman menentukan sikap
atau perilaku individu. Tingkat pengetahuan seseorang
didapat dari pengamatan terhadap peristiwa ataupun
percobaan dan pengalaman yang berulang- ulang [ CITATION
Soe10 \l 1033 ]
d Usia
Usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai
saat berulang tahun. Semakin cukup umur tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat
seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada
orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini
sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya,
makin tua seseorang maka makin kondusif dalam
menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi
(Azwar, 2009 dalam Notoadmojo, 2010).

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan diluar


diri yang mempengaruhi tingkat pengetahuan antara lain :
a Lingkungan
Lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh bagi sifat
dan perilaku individu. Seperti lingkungan bermain,
lingkungan kampus dan lingkungan masyarakat umum.
Didorong dari rasa ingin tahunya individu mencoba
memahami alam dan lingkungannya. Pengetahuan tersebut
terus berkembang dan Faktor sosial ekonomi dan kebudayaan
Sosial ekonomi atau penghasilan sering diasumsikan
untuk menilai hubungan antara tingkat penghasilan terhadap

25
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kebudayaan adalah
perilaku, norma, kebiasaan, nilai dan penggunaan sumber -
sumber didalam suatu masyarakat yang menghasilkan suatu
pola hidup [ CITATION Not10 \l 1033 ].
b Sumber informasi
Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi
perantara dalam penyampaian informasi, merangsang pikiran
dan kemampuan. Media informasi untuk komunikasi massa
terdiri dari surat kabar, majalah, buku dan media elektronik
seperti radio, televisi dan internet. Selain itu sumber
informasi dari media elektronik seperti internet akan berbeda
kebenarannya dimana terdapat banyak situs yang
menampilkan informasi yang berbeda. Pengetahuan mampu
dikembangkan, karena manusia mempunyai bahasa hingga
mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran
yang melatarbelakanginya (Suriasumantri, 2004 dalam
Jalaludin, 2013).

2.1.3.5 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan


Dalam Follow Up Pada Early Warning Score
Pada pelaksaannya ada fakor - faktor yang mempengaruhi
tingkat pengetahuan khususnya dalam hasl ini tentang follow up
pada early warning score. berikut penjelasan untuk setiap faktor
pengetahuan, antara lain :
a Umur
Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja
dari segi kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan
lebih percaya dari pada orang yang belum cukup tinggi
kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman
jiwa (Nursalam, 2011).

26
Pada hasil penelitian tentang tingkat pengetahuan
perawat tentang Early Warning Score, pada variabel usia,
sebagian besar perawat berada pada tahapan usia dewasa
awal (20 – 40 tahun), yaitu sebanyak 90 orang (81,8%)
dengan jumlah perawat yang baru lulus dari pendidikan
keperawatan. Hasil penelitian ini sejalan dengam teori yang
menyatakan bahwa tahapan usia adalah tahapan dimana
individu aktif dalam berkarir dan tahap ini merupakan fase
yang produktif untuk melakukan pekerjaan (Silvana &
Adam, 2016).
b Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan
dalam mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan seorang
perawat bervariasi tergantung pola pendidikan yang
dimiliki. Hal ini berkaitan dengan perkembangan dari ilmu
keperawatan, kedalaman dan luasnya ilmu pengetahuan
akan mempengaruhi kemampuan perawat untuk berpikir
kritis dalam melakukan tindakan keperawatan[CITATION
Eri13 \l 1033 ].

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin


banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya
semakin pendidikan yang kurang akan mengahambat
perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang
baru diperkenalkan (Nursalam, 2011).
Beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh
pendidikan terhadap perkembangan pribadi, menyimpulkan
bahwa pendidikan mempengaruhi kecerdasan individu.
Disebutkan bahwa proses belajar perawat pada prosesnya
akan terus berkembang dan berkesinambungan.
Keperawatan merupakan gabungan dari dua disiplin yaitu
teori pada pendidikan keperawatan dan praktek. Perawat
yang telah menyelesaikan pendidikan akan mengalami masa

27
untuk mengaplikasikan teori yang telah didapat di lapangan
[CITATION Rob11 \l 1033 ].

c Pelatihan
Pelitihan dapat membentuk suatu keterampilan atau
kompetensi dan pengetahuan tertentu. Menurut Ravikirti
(2016), salah faktor pelatihan yang berperan penting dalam
kemampuan mengidentifikasi dan merespons pasien yang
sangat tidak sehat dan implementasi EWS
Program pendidikan dan terkait pelatihan, yang sesuai
untuk rumah sakit, bagi staf klinis karena harus mematuhi
ruang lingkup pedoman praktik profesional mereka dan
mempertahankan kompetensi, dalam mengenali dan
menanggapi pasien dengan kemunduran klinis, termasuk
penggunaan Sistem NEWS, di mana ini berada dalam ruang
lingkup praktiknya. Dalam menggunakan ini staf layanan
kesehatan profesional harus menyadari peran delegasi yang
tepat[ CITATION The \l 1033 ].
Penelitian lain menyimpulkan bahwa seringkali sulit
untuk pengenalan dan penggunaan teknologi EWS
elektronik, yang menjadi sebagai bagian dari kompleks
intervensi kesehatan. Misalnya, solusi elektronik tidak akan
berhasil kecuali disertai dengan pendidikan, pelatihan,
umpan balik, dan evaluasi ulang sebagai bagian dari
perubahan yang dipimpin eksekutif yang dipercaya budaya
manajemen yang mendorong peningkatan kualitas [ CITATION
Nat20 \l 1033 ].

d Lingkungan
Lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh bagi sifat
dan perilaku individu. Seperti lingkungan bermain,
lingkungan kampus dan lingkungan masyarakat umum.
Didorong dari rasa ingin tahunya individu mencoba
memahami alam dan lingkungannya. Pengetahuan tersebut

28
terus berkembang dan tidak selalu dimulai dari “titik nol”
(Jalaludin, 2013).
Lingkungan atau kondisi kerja diidentifikasi sebagai
berkontribusi terhadap masalah kerusakan yang tidak diakui
atau tidak ditindak lanjuti. Semakin lama perawat bekerja,
maka secara tidak langsung perawat akan memiliki
pengetahuan kerja di lingkungan kesehatan yang semakin
banyak [ CITATION Suw \l 1033 ].
e Pengalaman Kerja
Pengetahuan seorang individu diperoleh dari
pengalaman yang dilalui selama hidupnya. Seseorang
dikatakan memiliki pengetahuan yang baik apabila ia
mengetahui, memahami, mengaplikasikan, menganalisis,
menyintesis dan mengevaluasi hal yang dipelajarinya
[ CITATION Not10 \l 1033 ]
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, hasil
interaksi dengan lingkungan (kerja) yang dapat
meningkatkan pengetahuan pada sesuatu. Masa atau lama
kerja perawat juga berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan tentang Early Warning Score System (EWSS).
Semakin lama dan semakin banyak pengalaman yang
didapat, pengetahuannya juga akan semakin meningkat.
Lamanya pengalaman kerja akan memungkinkan
berkembangnya pengetahuan perawat karena beragamnya
kasus pasien dalam kondisi gawat darurat yang dijumpai
selama bertahun - tahun [CITATION Suw \l 1033 ].

29
2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep merupakan suatu uraian dan visualisasi konsep -
konsep maupun variable - variabel yang akan di ukur atau diteliti dengan
tujuan agar memperoleh gambaran secara jelas kearah mana penelitian itu
berjalan, atau data apa yang dikumpulkan [CITATION Soe12 \l 1033 ]
Pada penelitian ini peneliti akan meneliti tentang faktor – faktor
yang berhubungan dengan tngkat pengetahuan perawat dalam
pelaksanaan Follow Up hasil skoring Early warning score di Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Kerangka konsep dalam penelitian ini
bertujuan untuk menunjukkan faktor – faktor yang berhubungan sebagai
variabel independen (bebas) yaitu usia, tingkat pendidikan dan
pengalaman dengan variabel dependen (terikat) yaitu tingkat pengetahuan
perawat dalam pelaksanaan Follow Up hasil skoring Early warning
score. Variabel Confouding yang mempengaruhi pengetahuan lama kerja
/ pengalaman, dan lingkungan.

Variabel Independen Variabel Dependen

1. Usia Tingkat pengetahuan perawat


2. Tingkat Pendidikan dalam pelaksanaan Follow Up
3. Pelatihan hasil skoring Early warning
score.

Variabel Confouding :

1 Lama Kerja /
Pengalaman
2 Lingkungan

Gambar 2.1 Konsep Kerangka Penelitian

30
2.3 Hipotesis
2.3.1 Hubungan antara faktor usia dengan tingkat pengetahuan perawat
tentang Follow Up Hasil Skoring Early Warning Scores di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta
Ho :Tidak Ada hubungan antara faktor usia dengan tingkat pengetahuan
perawat tentang Follow Up Hasil Skoring Warning Early Scores
di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
H1 : Adanya hubungan antara faktor usia dengan tingkat pengetahuan
perawat tentang Follow Up Hasil Skoring Early Warning Scores
di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
2.3.2 Hubungan antara faktor tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan
perawat tentang Follow Up Hasil Skoring Early Warning Scores di
Rumah Sakit Panti Yogyakarta
Ho : Tidak ada hubungan antara faktor tingkat pendidikan dengan
tingkat pengetahuan perawat tentang Follow Up Hasil Skoring
Early Warning Scores di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
H1 :Adanya hubungan signifikan/bermakna antara faktor tingkat
pendidikan dengan tingkat pengetahuan perawat tentang Follow
Up Early Hasil Skoring Warning Scores di Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta.
2.3.3 Hubungan antara faktor pelatihan dengan tingkat pengetahuan perawat
tentang Follow Up Hasil Skoring Early Warning Scores di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta.
Ho : Tidak adanya hubungan antara faktor pelatihan dengan tingkat
pengetahuan perawat tentang Follow Up Hasil Skoring Early
Warning Scores di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
H1 :Adanya hubungan antara faktor pelatihan dengan tingkat
pengetahuan perawat tentang Follow Up Hasil Skoring Early
Warning Scores di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.

31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif Observasinal dengan
desain Correlation dengan yang menggunakan pendekatan cross sectional
yaitu suatu penelitian untuk mempelajari suatu dinamika korelasi antara
faktor- faktor risiko dengan efek dengan suatu pendekatan, observasi atau
dengan pengumpulan data pada suatu saat tertentu [ CITATION Sas111 \l 1033 ].

3.2 Definisi Opersional


Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel atau tentang
apa yang akan diteliti atau diukur oleh variabel yang terkait [CITATION Soe18 \l
1033 ].

Tabel 3.1 Penjelasan Definisi Operasional Variabel Penelitian


No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Data
Variabel Independen
1 Usia Satuan untuk Kuisioner 1. 26 – 35 tahun Rasio
menilai umur bagian A : (Dewasa awal)
seseorang dari usia 2. 36- 45 tahun
lahir sampe responden (Dewasa
pada penelitian akhir)
berdasarkan 3. 46 – 55 (Pra
tahun Lansia)
2 Tingkat Jenjang Kuisioner 1. Diploma III Ordinal
Pendidkan pendidikan bagian A : 2. Profesi Ners
terakhir yang tingkat
telah di capai pendidkan
oleh perawat perawat
3 Pelatihan Kegiatan yang Kuisioner 1. 0 - 2 tahun Interval
dikuti untuk bagian A : 2. 2 - 5 tahun
meningkatkan pelatihan 3. 5 - 10 tahun
ketrampilan yang dikuti 4. Belum pernah
perawat ikuti Pelatihan
berdasarkan
lama waktu
pelatihan yang
di ikuti.

32
Variabel Dependen
1 Tingkat Segala sesuatu Kuisioner 1. Baik : mampu Ordinal
pengetahuan yang dipahami bagian B : menjawab 80%
perawat dan di mengerti tingkat dengan benar
oleh perawat pengetahuan 2. Cukup : mampu
tentang Follow perawat menjawab 60 –
Up Hasil tentang 79 % dengan
Skoring Early follow Up benar
Warning Score hasil skoring 5. Kurang :
Early mampu
warning menjawab <
score yang 59% dengan
berjumlah 20 benar
butir
pernyataan.

3.3 Populasi, Sampel Dan Teknik Sampling


3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas objek
maupun subjek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu
yang sudah ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian
ditarik kesimpulannya [ CITATION VWi14 \l 1033 ]
Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua
Perawat Klinik (PK) II dan III yang berjumlah 163 orang di semua
bangsal perawatan penyakit bedah dan dalam Rumah Sakit Panti
Rapih. Berikut jumlah populasi dengan pembagaian sebagai berikut :
Tabel 3.2 Populasi Perawat Per Ruangan
Ruangan Jumlah Perawat
R. EG 1 PB 20 orang
R. EG 2 PB 21 orang
R. EG 3 PD 21 orang
R. EG 4 PD 21 orang
R. LK 2 PDB 15 orang
R. LK 3 PDB 11 orang
R. MYPDB 12 orang
R.CB 5 PDB 24 orang
R.CB 6 PDB 18 orang
Total 163 orang

(sumber : Data Karyawan Perawat, 2020)

33
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah bagian dari jumlah karakteristik
yang dimiliki oleh pupulasi yang akan di gunakan untuk
penelitian[ CITATION VWi14 \l 1033 ].
Pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah sebanyak 46
yang ditentukan berdasarkan rumus Isaac dan Michael orang
perawat klinik (PK) II dan III di bangsal Maria Yosep, Lukas 3 dan
Carolus 5. Pada penelitian ini adapun kriteria yang digunakan
untuk menentukan sampel yang itu :
3.3.2.1 Kriteria inklusi yang di akan di teliti antara lain :
a Minimal perawat PK II dan PK III
b Perawat yang bersedia menjadi responden
dalam penelitian
3.3.2.2 Kriteria Eksklusi
a Perawat klinik (PK) II dan III yang sedang
menjalani cuti sakit
b Perawat klinik (PK) II dan II yang cuti hamil /
melahirkan

Cara menentukan besar sampel rumus Isaac dan Michael. Rumusnya


sebagai berikut [ CITATION Sas111 \l 1033 ] :

S=
l2.N.P.Q
d2. (N-1)+ l2.P.Q

Keterangan : S= jumlah sampel


l2 = Chi kuadrat (untuk tingkat kesalahan 5% dapat
dilihat pada tabel chi kuadrat adalah 3,841)
N= jumlah populasi
P= peluang benar (0,5)
Q= peluang salah (0,5)
d= perbedaan antara sampel 1% (0,05)

Menghitung Besar Sampel dengan rumus Isaac dan Michael

3,841 x 163 x 0,5 x 0,5

34
S= 0,052 x (163 - 1) + 3,841 x 0,5 x 0,5
156,52075
=
13,6525
= 114,6462

Berdasarkan hasil perhitungan besar sampel diatas diketahu


responden yang digunakan sebagai sampel adalah 114,6462 sehingga
di bulatkan menjadi 115 orang responden.

3.3.3 Teknik Sampling


Teknik sampling adalah suatu cara atau teknik pengambilang
sampel untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam
penelitian (Sugiyono, 2009) dalam [ CITATION VWi14 \l 1033 ].
Pada penelitian ini menggunakan teknik Proportionate Stratified
Random Sampling adalah teknik sampling yang digunakan pada
populasi yang mempunyai susunan bertingkat atau berlapis-lapis.
Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang
tidak homogen dan berstrata secara proporsional [ CITATION Sas111 \l
1033 ]. Jumlah anggota sampel bertingkat (berstrata) dilakukan dengan
cara pengambilan sampel secara proportional random sampling yaitu
menggunakan rumus alokasi proportional dengan rumus (Sugiyono,
2016) :
Ni
ni = xn
N

Keterangan ni : Jumlah anggota sampel menurut stratum


:
Ni : Jumlah anggota populasi menurut startum
N : jumlah populasi seluruhnya
n : Jumlah sampel seluruhnya

35
Tabel 3.3 Besar Proportional Sampel Per Ruangan :

Jumlah R. Sampel = 20 = 14,11 = 14 orang


x
EG 1 PB 163

Jumlah R. Sampel = 21 = 14,81 = 15 orang


x
EG 2 PB 163

Jumlah R. Sampel = 21 = 14,81 = 15 orang


x
EG3 PD 163

Jumlah R. Sampel = 21 = 14,81 = 15 orang


x
EG4 PD 163

Jumlah Sampel = 15 = 10,58 = 11 orang


x
R. LK 2 PDB 163
115
Jumlah Sampel = 11 = 7,76 = 8 orang
x
R. LK 3 PDB 163
115
Jumlah Sampel = 12 = 8,46 = 8 orang
x
R. MY PDB 163
115
Jumlah Sampel = 24 = 16,93 = 17 orang
x
R. CB 5 PDB 163
115
3.4 Jumlah Sampel = 18 = 12,69 = 13 orang
x
R. CB 6 PDB 163
115
Total = 115 Orang
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah kegiatan atau cara yang dilakukan untuk
memperoleh atau menjaring informasi untuk memecahkan masalah yang
akan diteliti. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan pengamatan
(Observasi), wawancara (Interview) dan angket/kuisioner. Data penelitian
dibagi menjadi 2 yaitu data primer yang di peroleh langsung seperti
wawancara maupun observasi dan lain sebagainya dan data sekunder yang
diperoleh tidak langsung seperti studi kepustakaan atau studi dokumentasi
[CITATION Soe18 \l 1033 ]

36
Penelitian ini menggunakan data primer, yaitu data yang diperoleh
langsung dari responden. Data primer meliputi identitas subjek penelitian
meliputi nomor responden, usia, tingkat pendidikan dan pelatihan yang
diikuti dan pernyataan untuk tingkat pengetahuan Perawat tentang Follow
Up hasil Skoring Early Warning Score. Pada pengumpulan ada prosedur
teknik pengumpulan data yang akan dilakukan pada penelitian :
3.4.1 Sebelum melakukan pengumpulan data pene liti mengajukan ijin
kepada kepala ruangan di setiap ruangan yang akan di ambil
sesuai dengan proporsinya.
3.4.2 Selanjutnya kepala ruangan mengidentifikasi terlebih dahulu
calon responden yang akan menjadi subyek penelitian.
3.4.3 Penelitian ini akan di lakukan oleh penelitan dan dibantu oleh
asisten peneliti
3.4.4 Setelah calon responden sudah ditentukan, kemudian peneliti
memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian kepada calon
responden.
3.4.5 Calon responden yang bersedia menjadi responden penelitian
mengisi pernyataan persetujuan sebagai responden (informed
consent).
3.4.6 Peneliti membagikan kuesioner pada responden untuk diisi
3.4.7 Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan
instrumen penelitian berupa kuesioner yang langsung diisi sendiri
oleh responden.
3.4.1 Responden mengisi kuisioner sesuai dengan pemahaman dan
pengetahuan dan tidak di tunggu peneliti sehingga pengumpulan
akan di lakukan oleh asisten peneliti.
3.4.2 Responden mengembalikan kuesioner kemudian asisten peneliti
melakukan pengecekan ulang atas kelengkapan dan apabila ada
pernyataan maupun data karakteristik yang belum terisi asisten
peneliti meminta kembali kepada responden untuk melengkapi.
3.4.3 Asisten peneliti mengembalikan kepada peneli untuk dilakukan
pengelolahan data.

37
38
3.5 Instrument Penelitian
Instrument penelitian adalah alat – alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data [CITATION Soe18 \l 1033 ]. Instrument Peneltian yang
akan di gunakan ini adalah kuisioner yang tentang Follow Up Hasil
Skoring Early Warning Score yang disusun sendiri oleh peneliti
berdasarkan pedomaan cara membuat kuisoner, yang terdiri dari 20 butir
pernyataan dengan menggunakan skala skala Gutman, yang merupakan
skala dengan jawaban “Benar atau Salah”. Penilaian dilakukan jika
responden menjawab sesuai maka akan diberikan nilai 1 jika responden
menjawab tidak sesuai dengan kunci jawaban akan diberikan nilai 0.
Penilaian ini mengunaka rentang nilai adalah 0 - 100.Instrument ini
memuat tentang
3.5.1 Kusioner A yang berisi data dentitas atau data demografi pasien
yang meliputi, nama, jenis kelamin, dan ruangan/bangsal, usia,
tingkat pendidikan terakhir dan pelatihan yang diikuti.
3.5.2 Kuesioner B yang berisi tingkat pengetahuan yang meliputi
pernyataan yang diberikan sebanyak 20 pernyataan tentang
monitoring dan Tindak Lanjut (Follow Up) EWS.

Kuisioner yang digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian


memerlukan uji instrumen yang meliputi uji validitas dan reabilitas
terlebih dahulu sebelum digunakan. Suatu instrumen penelitian dikatakan
berkualitas dan dapat dipertanggung jawabkan jika sudah terbukti validitas
dan reliabilitasnya. Uji kuisioner sebagai instrument sebagai berikut :
3.5.1 Uji Validitas Instrument
Instrumen harus valid karena menjadi alat ukur yang
digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Uji
validitas instrumen yang digunakan adalah validitasi isi dengan
analisis item, yaitu dilakukan dengan menghitung korelasi
antara skor butir instrumen dengan skor total. Apabila nilai
korelasi (r) ≥ 0,3 maka dikatakan item tersebut memberikan
tingkat kevalidan yang cukup, sebaliknya apabila nilai korelasi

39
(r) ≤ 0,3 maka dikatakan item tersebut kurang valid [ CITATION
Sug161 \l 1033 ].

Pada uji validitas ini dilakukan terhadap perawat yang


berjumlah 20 orang, uji ini dilakukan secara acak dan
dilakukan jika sudah melalui uji etik oleh Rumah Sakit Panti
Rapih.
Uji ini menggunakan teknik korelasi dengan menggunakan
program SPSS (Statistical Package for Social Science). Dalam
SPSS di gunakan uji pearson product moment untuk uji
validitas butir.
3.5.2 Uji Reabilitas Instrument
Uji realibilitas digunakan untuk mengetahui apakah alat
pengumpulan data menunjukan tingkat ketepatan, tingkat
keakuratan, kestabilan, atau konsistensi dalam mengungkapkan
gejala tertentu Uji realiabilitas harus dilakukan hanya pada
pernyataan-pernyataan yang sudah memenuhi uji validitas saja
[ CITATION Sug161 \l 1033 ].

Uji reliabilitas dilakukan dengan bantuan program SPSS


(Statistical Package for Social Science). Untuk melihat uji
reabilitas dilihat apad nilai cronbach alpha di SPSS.
Pernyataan kuesioner dikatakan reliabel bila nilai uji korelasi
(r) alpha = 0,7 atau lebih maka dikatakan item tersebut
memberikan tingkat reliable yang cukup, sebaliknya apabila
nilai korelasi (r) alpha ≥ 0,7 maka dikatakan item tersebut
kurang reliable.

3.6 Etika Penelitian


Etika penelitian adalah suatu pedoman yang menunjukan prinsip-prinsip
etik yang diterapkan dalam penelitian dan proposal penelitian sampai pblikasi
hasil[CITATION Soe18 \l 1033 ]. Etika penelitian yang digunakan yaitu :
3.6.1 Menghormati Martabat Manusia (Respect For Human Dignity)

40
Penelitian perlu mempertimbangkan hak – hak subjek
penelitian untuk mendapatkan informasi tentang tujuan penelitian
tersebut. Selain itu upaya untuk menghormati harkat dan martabat
subjek penelitian, peneliti dapat mempersipkan formulir
persetujuan atau inforrm concent. Setiap responden hak untuk
mendapatkan informasi tentang penelitian yang jelas dan berhak
mengundurkan diri tanpa diberikan sanksi apapun apabila calon
responden tidak bersedia menjadi responden penelitian.
3.6.2 Kerahasiaan
Dalam penelitian ini, dijamin keadilan untuk kerahasiaan
informasi dan data yang telah diberikan oleh responden dan hanya
digunakan untuk kepentingan penelitian.
3.6.3 Keadilan (Justice)
Pada prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek
penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama tanpa
membedah-bedahkan jender, agama, etnis dan sebagainya.
3.6.4 Manfaat (Benefits)
Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat
semaksimal mungkin bagi masyarakat pada umumnya dan subjek
penelitian pada khususnya. Dalam manfaat penelitian ini
bermanfaat untuk mengetahui faktor-faktor yang behubungan
dengan tingkat pengetahuan perawat dalam pelaksanaan follow up
hasil skoring early warning score, sehingga nantinya dapat menjadi
masukan dalam pengemabangan maupun perbaikan follow up oleh
perawat terhadap hasil skoring.

3.7 Pengelolahan Data


Analisa data dilakukan melalui pengolahan data yang dilakukan melalui
beberapa tahap yaitu editing, coding, entry, cleaning data dan tabulating data [
CITATION Soe18 \l 1033 ], yaitu :
3.7.1 Editing data

41
Secara umum editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan
perbaikan isi formulir atau kuesioner yang telah di isi. Dalam
penelitian ini yang dilakukan oleh peneliti adalah memeriksa
kembali data responden yang diperoleh atau dikumpulkan.
Kemudian editing dilakukan pada tahap pengumpulan data atau
setelah data terkumpul
3.7.2 Coding data
Bertujuan mengidentifikasi data yang terkumpul dan memberikan
angka. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam melakukan
analisa data. Dalam penelitian ini yang dilakukan oleh peneliti
adalah setelah kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan
pengkodean atau coding, yakni memberikan kode pada hasil jawaban
pertanyaan masing-masing responden.
3.7.3 Entry data
Setelah semua isian kuesionerterisi penuh dan benar, dan juga sudah
melewati pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah
memproses data agar dianalisis. Proses data dilakukan dengan cara
mengentry data dari kuesioner ke perangkat komputer dengan
menggunakan software SPSS versi 21.
3.7.4 Cleaning data
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry
untuk melihat kemungkinan ada kesalahan kode, ketidaklengkapan,
dan kemudian dilakukan koreksi. Setelah semua data diolah, peneliti
melakukan pengecekan kembali untuk memastikan tidak ada
kesalahan kode atau ketidaklengkapan.
3.7.5 Tabulating data
Memasukkan data dalam tabel distribusi frekuensi yang disajikan
dalam presentase sehingga diperoleh data dari masing-masing
variabel. Dalam penelitian ini peneliti melakukan tabulasi data
menggunakan software SPSS versi 21.

42
3.8 Analisis Data
3.7.1 Analisa Data Univarit
Analisis Univariat adalah seluruh variable yang akan
digunakan dalam analisa ditampilkan dalam distribusi frekuensi
[CITATION Soe18 \l 1033 ].

Analisa Univariat ini untuk melihat distribusi frekuensi dan


presentasenya dari masing - masing variable independen dan
dependen dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package
for Social Science).

3.7.2 Analisa Data Bivariat


Analisa bivariat adalah tekhnik analisa yang dilakukan terhadap
dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi [CITATION
Soe18 \l 1033 ].

Analisis bivariat ini dilakukan untuk mengetahui cross


tabulation dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package
for Social Science). Analisis hubungan akan dilakukan menggunakan
tabulasi silang dan uji statistik Chi Square dengan tingkat
kemaknaan alpha (~a) = 0,05% jika tidak memenuhi syarat, maka
menggunakan uji alternatif yaitu uji Fisher. Dari uji statistik tersebut
dapat diketahui tingkat signifikan hubungan antara kedua variabel
tersebut. Kemudian untuk hasil uji statistik Chi Square yaitu nilai p,
dibandingkan dengan (~a) = 0,05% maka interpretasi yang diperoleh
sebagai berikut :
3.7.2.1 Jika p ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima,
terdapat hubungan yang signifikan / bermakna
3.7.2.2 Jika p ≥ 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, tidak
terdapat hubungan yang signifikan / bermakna.

43
DAFTRA PUSTAKA

Alimul , A., & Hidayat. (2012). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia:


Aplikasi (1 ed.). (D. Sjabana, Ed.) Jakarta: Salemba Medika.
Avard , B., McKay , H., Slater , N., Lamberth, P., Daveso, K., & Mitchell , I.
(2011). Training Manual for The National Early Warning Score and
associated Education Programme. Australia: The Australian Capital
Territory or The Health Directorate, .
Dhiah , A., & Dwi, D. (2020). Persepsi Perawat Terhadap Penerapan Early
Warning Score (Ews) Di Rsud Banyumas. Jurnal Ilmu Keperawatan
Dan Kebidanan, 11(1), 120-125.
Doyle, D. J. (2018). Clinical Early Warning Scores: New Clinical Tools in
Evolution : Review Article. The Open Anesthesia Journal, 12, 26-33.
doi:10.2174/2589645801812010026
Duncan, K. D., & McMullan, C. (2012). Early Warning Systems: The Next
Level of Rapid Response. Nursing., 42(2), 38-44.
doi:10.1097/01.NURSE.0000410304.26165.33
Eriawan, R. D., Wantiyah, & Ardiana . (2013). Hubungan Tingkat
Pengetahuan Perawat dengan Tindakan Keperawatan pada Pasien Pasca
Operasi denganGeneral Aenesthesia di Ruang Pemulihan IBS RSD dr.
Soebandi Jember. Jurnal Pustaka Kesehatan, 1(1), 54-61.
Farenden, Gambel, & Welch. (2017). Impact of Implementation of the National
Early Warning Score on Patients and Staff. Observational Study, 78(3),
132-136. doi:10.12968/hmed.2017.78.3.132
Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2012). Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Jalaludin. (2013). Filsafat ilmu pengetahuan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kolic, I., Crane, S., McCartney, Perkins, Z., & Taylor, A. (2015). Factors
affecting response to National Early Warning Score (NEWS).
European Resuscitation Council, 90, 85-90. doi:10.1111/ane.12452
Liljehult , J., & Christensen, T. (2016). Early warning score predicts acute
mortality in stroke patients. Acta Neurol Scand, 133, 1-7.
doi:10.1111/ane.12452
Mitchell , I. A., McKay, H., Leuvan, C. V., Berry, R., McCutcheon, C., Avard,
B., . . . Lambe, P. (2010). A Prospective Controlled Trial of the Effect
of a Multi-Faceted Intervention on Early Recognition and Intervention

44
in Deteriorating Hospital Patients. Resuscitation, 81, 658-666.
doi:10.1016/j.resuscitation.2010.03.001
Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
National Institute For Health And Care Excellen. (2020). National Early
Warning Score Systems That Alert to Deteriorating Adult Patients In
Hospital. NICE, 1-18. Retrieved from
https://www.nice.org.uk/advice/mib205/resources/national-early-
warning-score-systems-that-alert-to-deteriorating-adult-patients-in-
hospital-pdf-2285965392761797
Notoadmojo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoadmojo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Petersen, J. A. (2018). Early Warning Score Challenges and opportunities in
the care of deteriorating patients. Danish Medical Journal, 65(2), 1-13.
Philips-Healthcare. (2012). Well-implemented Early Warning Score can help
Rapid Response Teams in improving outcomes. Royal Philips
Electronics, 1-24. Retrieved from https://www.usa.philips.com/c-
dam/b2bhc/us/topics/early-warning-
scoring/RapidResponseTeam_white_paper_452296285921_LR.pdf
Potter, & Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and
Practice (Edisi 7 ed., Vol. 3). Jakarta: ECG.
Prihati, D. R., & Wirawati, M. K. (2019). Pengetahuan Perawat Tentang Early
Warning Score Dalam Penilaian Dini Kegawatan Pasien Kritis. Jurnal
Keperawatan LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal, 11(4),
237-242.
Ravikirti. (2016). Early Warning Scoring System for Early Recognition of and
Timely Intervention in Deteriorating Patients in the Hospital. Journal
of The Association of Physicians of India, 64(5), 59-61.
Robinson, K., & Vaughan, B. (2011). Knowledge for nursing pract ice.
Wildwood Aveneu: A Division of Reed Educational and Professional
Publishing Ltd.
Royal College of Physicians. (2017). In National Early Warning Score
(NEWS) 2 Standardising the assessment of acute-illness severity in the
NHS. London: Great Britain.

45
Sandi, I. N. (2016). Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Frekuensi Denyut Nadi.
Sport and Fitness Journal, 4(3), 1-6.
Sasroasmoro, S., & Ismael, S. (2011). Dasar - Dasar Metodologi Penelitian
Klinis (4 ed.). Jakarta: Agung Seto.
Smith, et.al. (2019). The National Early Warning Score 2 (NEWS2). ClinIcal
Medicine, 19(3), 260. doi:10.7861/clinmedicine.19-3-260
Subhan, N., Giwangkencana, G. W., Prihartono, M. A., & Tavianto, D. (2019).
Implementasi Early Warning Score pada Kejadian Henti Jantung di
Ruang Perawatan RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung yang Ditangani
Tim Code Blue Selama Tahun 2017. Jurnal Anastesi Perioperatif, 7(1),
33-41.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: PT Alfabet.
Sujarweni, V. W. (2014). Metologi Penelitian Keperawatan. Jakarta : Penerbit
Gava Media.
Suwaryo, P. A., Sutopo, R., & Utoyo, B. (2019). Pengetahuan Perawat Dalam
Menerapkan Early Warning Score System (Ewss) Di Ruang Perawatan.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 15(2), 64-74.
The National Clinical Effectiveness Committee. (2013). In National Early
Warning Score National Clinical Guideline No. 1. Ireland: An Roinn
Slainte Department of Health.
Wawan , A., & Dewi, M. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan , Sikap
dan Perilaku. Yogyakarta: Nuha Medika.

46
Lampiran 1

LEMBAR INFORMASI RESPONDEN

Responden yang saya hormati,


Di Bangsal Perawatan Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Hendrikus Reyaan
NIM : 201943021
Prodi / Institusi : Sarjana Keperawatan Program Transfer / STIKes Panti Rapih

Sehubungan dengan akan dilaksanakan penelitian tentang Faktor - Faktor Yang


Berhubungan Dengan Tingkat Pengetahuan Perawat Dalam Pelaksanaan Follow
Up Hasil Skoring Early Warning Scores Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor – faktor yang
berhubungan dengan tingkat pengetahuan perawat tentang Follow Up Early
Warning Score (EWS). Penelitian ini berupa survey dan tidak akan menimbulkan
bahaya maupun kecacatan bagi responden. Jawaban yang diberikan akan dijamin
kerahasiannya dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian.
Kuesioner ini terdiri dari dua jenis yaitu Kuesioner A yang berisi tentang data
demografi responden dan Kuesioner B tentang Tingkat pengetahuan dalam
pelaksanaan Follow Up Hasik Skoring Early Warning Score (EWS). Bersama
lembar penjelasan ini saya selaku peneliti memohon kesediaan rekan sejawat
untuk berpartisipasi dalam mengisi kuesioner pada penelitian ini dengan
menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan. Atas bantuan dan
partisipasinya saya ucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

Hendrikus Reyaan
Lampiran 2

PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ____________________________

Ruangan / Bangsal : _____________________________

Saya menyatakan bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini.


Saya telah mendapatkan informasi bahwa peneliti telah mendapatkan izin untuk
melaksanakan penelitian dan tidak akan merugikan saya selama menjadi
responden dalam penelitian ini.

Pada penelitian ini, peneliti akan menjamin kerahasiaan dari identitas serta data
yang akan saya berikan. Semua data yang diperoleh peneliti akan dijamin
kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk keperluan pengolahan data
penelitian. Adapun kegiatan yang saya lakukan adalah mengisi kuesioner yang
telah dibuat oleh peneliti yang terdiri atas kuesioner data responden dan kuesioner
tentang pengetahuan Follow Up Hasil Skoring Early Warning Score (EWS).
Keikutsertaan saya sebagai responden adalah sukarela serta saya memiliki hak
untuk mundur dari penelitian tanpa ada sanksi.

Saya telah membaca dan memahami lembar persetujuan ini dan saya melakukan
secara sadar dan tanpa paksaan.

Yogyakarta,___/___/2020

Responden

(______________________)
Lampiran 3

Kuisioner Penelitian

Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Pengetahuan Perawat


Tentang Pelaksanaan Follow Up Hasil Skoring Early Warning Score

Petunjuk Pengisian :

Yth Bpk / Ibu / Saudara / Saudari isilah pernyataan dibawah ini dengan
cara menuliskan jawaban pada kolom benar dan salah dengan memberikan tanda
centang (√) pada jawaban yang menurut anda benar.

Kuisioner A

Idetitas Responden
Nama :
Ruangan / Bangsal :
Jenis Kelamin :  Laki – Laki  Peremppuan
Umur Responden :
Tingkat Pendidikan :  Doploma III Keperawatan
 Profesi Ners
Apakah saudara pernah :  Ya, pernah (Jika pernah berapa tahun lalu anak
mengikuti pelatihan mengikuti) :
EWS ?  0 - 2 tahun yang lalu
 2 - 5 tahun yang lalu
 5 - 10 tahun yang lalu
 Belum pernah
Kuisoner B

Tingkat Pengetahuan Perawat Dalam Pelaksanaan Follow Up


Hasil Skoring Early Warning Score

No Pernyataaan Benar Salah


1 Monitoring dan tindak lanjut (follow up) EWS
adalah langkah penilaian untuk mengecek kondisi
perburukan pasien serta tindakan yang akan akan
di ambil selanjutnya.
2 Monitoring dan tindak lanjut (follow up) EWS
boleh dilakukan oleh semua tingkatan perawat
klinik
3 Jika diperoleh hasil skoring EWS Nol (0)
Pengawasan rutin minimal 24 jam dengan NEWS2
score
4 Jika total skor NEWS2 4 maka Perawat atau
penanggung jawab kesehatan memutuskan apakah
pengkatan frekuensi pemantauan dan/atau
peningkatan perawatan klinis (eskalasi) diperlukan
5 Jika total skor NEWS2 hanya 3 maka perawat
tidak perlu menginformasikan / Melaporkan
kepada perawat atau penanggung jawab kesehatan
yang harus menilai pasien.
6 Diperoleh total hasil Skor NEWS2 5 maka
pemantauan dilakukan minimal 2 Jam sekali
7 Pada kategori merah atau kategori risiko tinggi
pada NEWS2 perlu dilakukan pengkajian ulang
lagi dan dapat dilakukan lebih ≥ 20 menit
8 Hasil skor NEWS2 7 maka perawat segera
menginformasikan ke tim medis (Code Blue) untuk
dilakukan tindakan selanjutnya
9 Jika kondisi pasien tidak membaik selama 30
menit setelah dilakukan tindakan resusitasi maka
perlu rujuk perawatan intensif (ICU)
10 Jika skor NEWS2 7 atau lebih maka pengkajian
dan assesment oleh tim medis (Code Blue) dengan
kompetensi perawatan klinis yang juga mencakup
keterampilan advanced airway
11 Didapatkan total Skor NEWS2 3 dalam 1
parametes maka monitoring 4 – 8 jam sekali dan
pengkajian dan assesment oleh perawat
penanggung jawab.
12 Jika pasien dengan kondisi terminal dan hasil
skoring EWS 5 maka pemantauan tetap minimal 1
jam sekali
13 Tingkat kebingungan / delirium yang baru muncul
dimasukan menjadi indikator penilaian NEWS2
dan diberilam skore 3 dan perlu monitoring
berkelanjutan
14 Perawat melaporkan hasil skor, perawat
melaporkan hasil skor EWS lebih dari 4 kepada
DPJP.
15 Skor NEWS 5 atau 6 adalah ambang kunci dan
merupakan indikasi potensi penurunan klinis akut
yang serius dan perlunya respons klinis yang
mendesak
16 Hasil skoring NEWS2 harus tercatat dengan baik
secara berkelanjutan walaupun pasien dilakukan
perawatan lanjutan di ICU dengan monitoring
invasif maupun non invasif
17 Pasien di kategorikan resiko tinggi, dan pasien
tidak responsive dan tingkat kesadaran pain, SpO2
< 85 maka dilakukan penanganan segera dan
mengubungi dokter DPJP
18 Code Blue diaktifkan ketika pasien tidak berespon
saat diberi rangsangan
19 Memantau kondisi pasien setiap 1 jam merupakan
tindakan yang akan dilakukan ketika menemukan
pasien dikategorikan risiko tinggi dan diberikan
label merah
20 Pada pasien skor NEWS2 7 atau lebih dokter
penanggung jawab pelayanan (DPJP) harus
mempertimbangkan segala kemungkinan termasuk
CPR (Cardiopulmonry resucitation ataupun
penggunaan ventilasi mekanik (ventilator).
Lampiran 4

Kunci Jawaban Pernyataan Kuisioner Penelitian


Tingkat Pengetahuan Perawat Dalam Pelaksanaan Follow Up
Hasil Skoring Early Warning Score

No Jawaban No Jawaban
1. B 11 S
.
2. S 12 B
.
3. B 13 B
.
4. S 14 B
.
5. S 15 B
.
6. S 16 B
.
7. B 17 B
.
8. B 18 S
.
9. B 19 B
.
10. B 20 B
.

Keterangan : B = Benar
S = Salah

Note : Jika sesuai dengan kunci jawaban diberikan nilai 1, jika tidak sesuai
kunci jawaban di berikan nilai 0

Jumlah Total Jawaban Benar


Perhitungan Nilai : ¿ X 100 %
JumlahTotal Soal
Lampiran 5

LEMBAR KONSULTASI PRAKTIKUM


MK METODOLOGI PENELITIAN

Judul Penelitian : “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat


Pengetahuan Perawat Tentang Pelaksanaan Follow Up Hasil
Skoring Early Warning Scores di Ruang Perawatan Penyakit
Bedah Dan Dalam Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta”
Pembimbing : Ibu Eva Marti, Ns., M.Kep

No Hari / Materi Tanda Tangan


Saran Pembimbing
Tanggal Konsultasi Pembimbing
1 Jumat, 15 Pengantar 1 Memperdalam lagi untuk
Mei 2020 praktikum dam judul yang mau di ambil
bimbangan judul 2 Perdalam lagi materi EWS
penelitian dengan membaca refensi
dan studi pendahuluan
2 Rabu, 20 Konsul BAB 1 1 Pada latar belakang harus
Mei 2020 Pendahuluan disesuaikan dengan topik
2 Paparkan materi follow
up EW, dampak jika EWS
tidak di follow up dengan
benar, follow EWS yang
benar seperti apa, factor
yang dapat mempengaruhi
perawat dalam melakukan
follow up EWS, hasil
studi pendahuluan terkait
dengan gambaran selama
perawat dalam melakukan
EWS
3 Rumusan masalah harus
spesifik dengan latar
belakang
4 Pada tujuan pastikan dulu
factor apa yang akan
diteliti dan Dilihat
sistematika kalimatnya
5 Tentukan sasaran dan
tempat penelitian yang
mana yang mau di ambil
3 Jumat, 22 Revisi BAB I 1 Dilihat sistematika
Mei 2020 Pendahuluan kalimatnya untuk tujuan
dan penyusunan dengan
tepat
2 Tentukan perawat dan
lokasi yang mau dilakukan
penelitian dimana
4 Sabtu, 23 Konsul 1 Ururtan teori yang mau di
Mei 2019 Kerangkan BAB bahas dimulai dari umum
II : Tinjauan ke khusus (EWS, Follow
pustaka Up dan konsep tingkat
pengetahuan)
2 Pada bagian Faktor-faktor
yang berhubungan dengan
tingkat pengetahuan di
pertajam lagi dan berikan
ulasan faktor - faktor yang
mempengaruhi follow up
EWS dan berikan
penelitian terkait.
5 Rabu, 27 Konsul BAB II 1 Perhatikan urutan
Mei 2020 penomoran dengan benar
2 Kutipan yang digunaka
diberikan referensi
3 Tentukan yang menjadi
variabel confounding
4 Tentutkan variabel yang
mau di teliti dan tidak
boleh sama dengan yang
lain
5 Bedahan antara Hipotesisi
H0 dan H1
6 Jumat, 29 Konsul BAB III 1 Rangcangan penelitian di
Mei 2020 mulai dari dasar dengan
kuantitatif, observasinal,
desain korelasi
pendekatan cross
sectional
2 Defisini operasional pada
pelatihan harus di perjelas
untuk hasil ukur apakah
mau menggunakan sudah
atau belum mengikuti dan
menggunakan rentang
waktu pelatihan yang
diikuti
3 Tambahkan segala
sesuatu yang dipahami
tentang follow Up hasil
skoring EWS
4 Jumlah populasi dan
sampel yang harus
ditentukan
5 Saran bisa menggunakan
teknik sampling yaitu
Proportionate Stratified
Random Sampling jadi
diambil sesuai proporsi
tiap ruangan
6 Pengumpulan data harus
di jelaskan bagaimana
cara menggumpulkan apa
nanti peneliti sendiri atau
ada asisten peneliti dan
cara pembagiannya
bagaimana.
7 Instrument penelitian
dijelaskan siapa yang
membuat instrument, cara
penilaianya bagaimana
dan rentang skornya
berapa.
7 Senin, 1 Revisi BAB III 1. Definisi operasional pada
Juni 2020 usia sebaiknya di sesuikan
dengan tahapan usia
perkembangan
2. Populasi menggunakan
seluruh bangsal perawatan
3. Uji validitas dan reabilitas
dijelaskan akan di
lakukan dimana dan siapa
yang akan di uji serta
jumlahnya berapa orang
8 Rabu, 3 Konsul 1. Kuisioner fokus saja pada
Juni 2020 Kuisioner Follow Up EWS
Penelitian

Yogyakarta, 06 Juni 2020


Pembimbing Praktikum,
(……………………..)

Anda mungkin juga menyukai