ABSTRAK
Sistem pengenalan dini (early warning system) penurunan kondisi pasien adalah komponen pertama dari rantai
keselamatan (“Chain of survival). Early Warning Score (EWS) adalah suatu alat untuk memprediksi penurunan kondisi
pasien yang secara rutin didapatkan dari pemeriksaan tekanan darah, nadi, kesadaran, sistem pernapasan dan lain-lain,
ang diharapkan dapat mengatasi keadaan yang mengancam jiwa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan
tingkat pengetahuan perawat dengan kepatuhan pelaksanaan early warning system di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Dradjat Prawiranegara Serang. Jenis penelitian ini analitik desain cross sectional yang dilakukan di
ruang rawat inap RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang dari bulan Februaril sampai Maret 2022 dengan jumlah
sampel 76 perawat. Alat pengumpulan data adalah kuesioner dan lembar observasi. Analisis menggunakan univariat
dengan distribusi frekuensi dan analisis bivariat dengan uji chi-square. Hasil penelitian didapatkan 69,7% mempunyai
pengetahuan kurang baik dan 72,4% kurang patuh melaksanakan EWS dan code blue. Hasil analisis bivariat
menunjukkan terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan pelaksanaan EWS (0,011). Berdasarkan hasil
penelitian ini diharapkan kepada Bidang Diklat RSUD Dradjat Prawiranegara Serang untuk mengadakan inhouse
training EWS untuk perawat sehingga pelaksanaan EWS dapat dilaksanakan lebih optimal.
Kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan Hubungan Pengetahuan Perawat dengan
berdisiplin. Kepatuhan petugas profesional (perawat) Kepatuhan Pelaksanaan Early Warning System
adalah sejauh mana perilaku seorang perawat sesuai
dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan Kepatuhan individu baru dapat menjadi optimal jika
perawat ataupun pihak rumah sakit (Niven, 2012). perubahan perilaku terjadi melalui proses
Observasi terhadap responden dilaksanakan sebanyak 3 internalisasi, dimana perilaku yang baru itu
kali kepada masing-masing responden. Berdasarkan dianggap bernilai positif bagi diri individu dan
table 2 diketahui sebagian besar responden kurang diintegrasikan dengan nilai-nilai lain dari hidupnya.
patuh melaksanakan EWS dan code blue yaitu Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 20 perawat dengan
sebanyak 55 (72,4%) responden. pengetahuan kurang baik sebagian besar 43 (81,1%)
kurang patuh dalam melaksanakan EWS dan code blue.
EWS merupakan suatu strategy dimana perawat Jika dibandingkan dengan perawat dengan pengetahuan
mampu mengidentifikasi keadaan pasien memburuk baik lebih sedikit kurang patuh dalam melaksanakan
EWS dan code blue 12 (52,2%) dari 23 perawat ruang yang sesuai termasuk melakukan assessment ulang
rawat inap. secara detail, meningkatkan monitoring pasien,
melapor ke kepala perawat atau dokter jaga,
Hasil uji statistik dengan tingkat kepercayaan 95% melaporkan ke dokter penanggung jawab pasien atau
diperoleh nilai p sebesar 0.011 (p< α) yang berarti H 0 jika diperlukan aktivasi Medical emergency team/code
ditolak artinya terdapat hubungan yang bermakna blue team apabila memenuhi kriteria pemanggilan.
antara pengetahuan dengan pelaksanaan EWS dan code Diharapkan dengan sistem ini kegawatan secara dini
blue. Sedangkan Nilai Odd Ratio (OR) sebesar 3,942 dapat dikenali, dan dapat dilakukan resusitasi segera
(1,353 – 11,480) artinya bahwa perawat dengan serta perawatan pasien sesuai dengan level
pengetahuan kurang baik berisiko 3,942 kali lebih kegawatannya, apakah dapat dilakukan perawatan
besar melaksanakan EWS dan code blue kurang baik. lanjutan di bangsal atau harus dilakukan perawatan di
HCU atau ICU. Secara umum Early warning dan Code
Niven (2012) menyebutkan proses internalisasi blue system rumah sakit akan meningkatkan
kepatuhan perilaku dapat dicapai jika petugas atau kemampuan petugas kesehatan dalam mengenali tanda
pimpinan tersebut merupakan seseorang yang dapat kegawatan dan aktivasi sistem emergency,
dipercaya (kredibilitasnya tinggi) yang dapat membuat mempercepat Response time, meningkatkan kualitas
individu memahami makna dan penggunaan perilaku resusitasi dan penatalaksanaan paska resusitasi,
tersebut serta membuat mereka mengerti akan sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan
pentingnya perilaku tersebut bagi kehidupan mereka mortalitas pasien kritis di rumah sakit.
sendiri. Memang proses internalisasi ini tidaklah
mudah dicapai sebab diperlukan kesediaan individu Alur early warning system pasien dewasa dimulai saat
untuk mengubah nilai dan kepercayaan mereka agar dilakukan monitoring vital sign oleh perawat jaga dan
menyesuaikan diri dengan nilai atau perilaku yang baru dilakukan pemeriksaan terhadap 7 parameter fisiologis.
(Teori The Health Belief Model). Parameter ini adalah laju pernapasan, saturasi oksigen,
penggunaan suplementasi O2, tekanan darah sistolik,
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan temperatur, laju jantung, dan kesadaran, dengan
semakin kurang pengetahuan responden tentang EWS masing-masing memiliki skor 1. Setelah menentukan
dan Code Blue, maka responden menunjukakan skoring EWS pasien kemudian dilakukan
semakin tidak patuh. Hal ini sangat relevan dengan pengeompokan sesuai skor yang didapat. Pada pasien
teori The Health Belief Model. Teori ini dituangkan stabil di bangsal dengan 0, maka monitong dan
dalam lima segi pemikiran dalam diri individu, yang evaluasi dilakukan secara berkala setiap 8 jam. Jika
mempengaruhi upaya yang ada dalam diri individu skor 1 – 4 termasuk katagori risiko rendah, yang
untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya, yaitu selanjutnya dilakukan assessment oleh perawat senior
perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan/ (respon time maksimal 5 menit), eskalasi perawatan
diketahui), perceived severity (bahaya yang dirasakan), (manajemen nyeri, demam, trapi oksigen, dll), jika
perceived benefit of action (manfaat yang dirasakan diperlukan assessmenet dilakukan oleh dokter jaga dan
dari tindakan yang diambil), perceived barrier to action konsultasi pada dokter penanggung jawab pasien. Pada
(hambatan yang dirasakan akan tindakan yang keadaan ini monitoring dan evaluasi ditingkatkan
diambil), cues to action (isyarat untuk melakukan setiap 4 jam. Jika mendapatkan skor 5-6 respon yang
tindakan). Hal tersebut dilakukan dengan tujuan self harus dilakukan adalah assessment segera oleh dokter
efficacy atau upaya diri sendiri untuk menentukan apa bangsal dengan respon time maksimal 5 menit, eskalasi
yang baik bagi dirinya. Ditinjau dari proses terjadinya perawatan dan terapi, juga dengan meningkatkan
perubahan perilaku dalam Health Belief Model (HBM), frekuensi monitoring minimal 1 jam, dengan
perilaku akan berubah salah satunya yaitu jika individu mengkonsultasika pada dokter penanggung jawab
diberikan pemahaman tentang keuntungannya. pasien, jika diperlukan dipindahkan ke area yang
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan juga bahwa sesuai/ area dengan fasilitas bed side monitor (HCU).
sangat sedikit responden yaitu sebesar 11, 1% dengan Jika skor 7 atau lebih ( katagori risiko tinggi), maka
pengetahuan baik namun dapat patuh melaksanakan respon selanjutnya adalah melakukan resusitasi
EWS terhadap pasien. Analisis peneliti bahwa hal ini (bebaskan jalan napas, support oksigenasi dan
dapat terjadi dikarenakan proses internalisasi motivasi sirkulasi) dan monitoring secara kontinyu, mengambil
sudah terjadi pada responden tersebut, motivasi troli emergensi termasuk defibrillator, aktivasi/ telpon
merupakan suatu proses emosi dan proses psikologis tim medis reaksi cepat, memanggil dokter jaga bangsal
dan bukan logis. Motivasi pada dasarnya merupakan dan mengkonsultasika pada dokter penanggung jawab
proses yang tidak disadari (Swanburg, 2009). Jadi pasien. Jika pasien mengalami henti jantung (nadi
dalam individu responden tersebut sudah timbul karotis tidak teraba, lakukan resusitasi jantung paru
motivasi sepenuh hati untuk melaksanakan EWS. (RJP), aktivasi henti jantung pada tim medis
emergency.
Early Warning Score (EWS) adalah suatu alat yang
dikembangkan untuk memprediksi penurunan kondisi TME akan menganalisis informasi dan mengaktifkan
pasien yang secara rutin didapatkan dari pemeriksaan tim code blue yang terdekat pada lokasi dengan respon
tekanan darah, nadi, kesadaran, sistem pernapasan dan time maksimal 5 menit. Jika terdapat gejala dan tanda
lain-lain. Dengan pengenalan secara dini kondisi yang lain diluar 7 parameter fisologis dan tim primer
mengancam jiwa diharapkan dapat dilakukan respon menyatakan terdapat tanda yang mengancam jiwa
secara langsung, maka dapat pula mengaktifkan code pelaksanaan asuhan keperawatan yang profesional.
blue kegawatan medis. Manajemen paska resusitasi Perawat salah satu komponen utama pemberi layanan
adalah menenutukan level of care pasien (LOC) dengan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran penting
nilai 0, 1, 2, 3, kemudian mentransportasikan ke area karena terkait langsung dengan pemberi asuhan
yang sesuai. Pasien dengan LOC 0, yaitu pasien keperawatan kepada pasien sesuai dengan kemampuan
dengan kondisi stabil dilakukaan perawatan di bangsal yang dimiliki. Perawat sebagai bagian dari tim
umum, pasien dengan LOC 1 yaitu pasien dengan pelayanan kesehatan dan perawat merupakan bagian
potensial penurunan kondisi terapi masih cukup stabil dari tim yang mengadakan kontak terbanyak dengan
dilakukan perawatan di bangsal uumum dengan pasien, sehingga memegang peranan dalam
pengawasan khusus dari tim spesialis. Pasien dengan menentukan patient safety dalam melakukan
LOC 2 pasien yang memerlukan observasi ketat dan monitoring dan deteksi dini terhadap kegawatan serta
intervensi termasuk support untuk single organ aktifasi keadaan kritis untuk mencegah kejadian henti
dilakukan perawatan di high care unit (HCU). Pasien jantung.
dengan LOC 3 yaitu pasien dengan support pernapsan
lanjut atau support pernapasan dasar dengan sekurang- Walaupun sudah ada panduan melakukan early
kurangnya support 2 organ sistem lainnya dilakukan warning system, tapi masih banyak perawat yang
perawatan di ruang perawatan intesif (ICU). Pasien mendokumentasikan early warning system belum
dengan problem stadium terminal/ do not resuscitate optimal, dan motivasi untuk melakukan early warning
(DNR) dilakukan perawatan lanjutan sesuai standar system masih kurang. Menurut Notoatmodjo (2007)
prosedur pasien paliatif. Kesimpulannya penentuan yang mengutip dari Lewin perilaku ketaatan pada
LOC sangat berperan untuk menentukan tindakan individu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
perawatan yang terbaik sehingga dapat mncegah pasien pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
pada kondisi perburukan/ henti jantung. setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu.
Pengetahuan merupakan hal yang sangat
Kualitas pelayanan kesehatan yang bermutu tentunya mempengaruhi terbentuknya perilaku seseorang.
hanya dapat dihasilkan oleh sumber daya yang Pengetahuan perawat tentang early warning system
berkualitas, sarana dan prasarana yang mendukung, yang rendah yang dapat menimbulkan kesadaran yang
serta sistem manajerial dan kepemimpinan yang rendah pula yang berdampak dan berpengaruh pada
efektif. Manusia adalah kunci keberhasilan suatu perilaku perawat dalam melakukan monitoring
organisasi. Rumah sakit, sumber daya manusia, baik terhadap pasien akibatnya dapat terjadi komplikasi
tenaga kesehatan maupun non kesehatan adalah kasus gawat darurat dan bahkan terjadi henti nafas dan
penggerak utama institusi pemberi jasa pelayanan henti jantung.
kesehatan. Perawat sebagai suatu profesi, secara
profesional harus mampu memberikan pelayanan
keperawatan yang berkualitas serta mampu mencapai manajemen post operas
tingkat kepuasan dan memenuhi harapan klien melalui
Kepatuhan Pelaksanaan
EWS OR
Total Nilai p
Pengetahuan Kurang ( 95% CI)
Patuh
Patuh
n % N % n % 0.011 3,942
Kurang Baik 43 81,1 10 18,9 53 100,0 (1,353 –
Baik 12 52,2 11 47,8 23 100,0 11,480)
Jumlah 55 72,4 21 27,6 76 100,0
Kesimpulan
Saran
Bagi bidang diklat RSUD Dradjat Prawiranegara prediction in emergency department patients
Bidang Diklat RSUD Dradjat Prawiranegara Serang with community-acquired pneumonia: results
untuk mengadakan inhouse training EWS untuk from a 6-year prospective cohort study. BMJ
perawat dan drill secara berkala dan berkelanjutan. open, 6(9), e011021. doi:10.1136/bmjopen-
2015-011021
Bagi peneliti selanjutnya untuk mengembangkan
penelitian pada hal lain seperti Re Desain Early
warning dan code blue sistem dengan metode FMEA
(Failure Mode Effect Analysis).
DAFTAR PUSTAKA