Anda di halaman 1dari 6

PENATALAKSAAN PASIEN SAFETY DI AREA GAWAT DARURAT DAN KRITIS

Oleh : Rita Nurliyaningsih

Penatalaksanaan di Unit Gawat Darurat dan Kritis

Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. Sesuai dengan
pasal 32 UU RI no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan menyebutkan bahwa dalam keadaan
darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan
pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih
dahulu,dalam pelayanan kesehatan wajib memenuhi standart mutu, keamanan dan
keselamatan dengan ketentuan perundang-undangan.

Instalasi gawat darurat sebagai salah satu unit pelayanan rumah sakit yang
berfungsi melayani pasien gawat darurat medis merupakan high clinical risk areas. Masalah
asuhan klinis di igd bila tidak dikenal dengan baik dapat nerugikan pasien, staf medis,
ataupun organisasi rumah sakit

Instalasi perawatan intensif adalah ruang perawatan yang terpisah yang berada
dalam rumah sakit. Dimana ruangan ini dikelola khusus untuk perawatan pasien dengan
kegawatan yang mengancam nyawa akibat penyakit, pembedahan, atau trauma dengan
harapan dapat disembuhkan dan menjalani kehidupan sosial melalui terapi intenisf yang
menunjang (suport fungsi vital tubuh) pasien tersebut selama masa kegawatan. Terapi
suportif dilakukan dengan obat obatan dan alat kesehatan canggih meliputi fungsi
pernafasan, sirkulasi, sistem syaraf pusat, sistem pencernaan, ginjal, dan lain lain. Dengan
tujuan supaya ancaman kematian dapat dikurangi dan harapan sembuh dapat ditingkatkan.

Asuhan keperwatan di instalasi perawatan intensif mempunyai tujuan antara lain


mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan monitoring
yang ketat disertai kemampuan untuk menginterprestasikan setiap data yang di dapat dan
melakukan tindakan lanjut

Indikasi pasien yang dirawat di instalasi perawatan intensif adalah pasien yang
memerlukan pengawasan ketat dan pengobatan dengan titrasi, pasien dengan masalah
kardiovaskuler, pasien gagal nafas, pasien yang membutuhkan intubasi endotrakheal
segera serta ventilator mekanik. Unit perawatan intensif dalam melayani pasien dengan
melibatkan banyak SDM dari tenaga medis, non medis, tekhnisi, analis, serta tenaga
administrasi., serta banyak menggunakan peralatan dan obat-obatan. Kondisi ini yang
memicu kemungkinan terjadinya medikal error dalam pelaksanaanya.
Meskipun penyedia layanan kesehatan tidak mengharapkan untuk membuat
kesalahan, namun kesalahan masih terjadi, dan beberapa kesalahan telah mengakibatkan
cedera serius atau kematian.Setiap tahun, sekitar 1,3 juta pasien yang terluka karena
kesalahan mereka selama rawat inap, 1 dan lebih dari 100 000 kematian akibat kejadian
yang tidak diharapkan. Efek dari kesalahan yang dilakukan manusia mungkin lebih signifikan
bagi pasien yang dalam kondisi kritis atau sedang menjalani perawatan intensif. Pasien
dalam kondisi kritis tidak hanya membutuhkan pengobatan dan juga intervensi yang
mengandung banyak resiko namun juga pasien kritis mempunyai hak untuk terhindar dari
medical error. Dari 5 juta pasien dirawat di unit perawatan kritis dalam 1 tahun, akan
mengalami resikomedical error terjadi pada pasien kritis. Dari 1/5 (seperlima) ( 19 % ) dari
kesalahan pemberian obat dalam perawatan kritis berpotensi mengancam nyawa , dan
hampir setengah ( 42 % ) lama hari rawatnya bertambah karena medical error Scott ett
all ( 2006).

Sasaran penerapan pasien safety menurut JCI :

1) Mengidentifikasi pasien dengan benar


Kebijakan atau prosedur secara kollaboratif dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi. Kesalahan dalam mengidentifikasi
pasien dapat terjadi hampir di semua aspek/ tahapan diagnosis dan
pengobatan. Proses ident ifikasi pasien dalam layanan kesehatan atau
rumah sakit di lakukan di pintu pertama rumah sakit, yaitu instalasi
gawat darurat. Ketepatan saat mengidentifikasi sangat berpengaruh
untuk menentukan intervensi selanjutnya, bahkan keberhasilan saat
identifikasi juga menentukan keberhasilan dari pengobatan yang pasien
lakukan. Maksud dari sasaran ini adalah untuk melakukan 2 kali
pengecekan .Pertama untuk mengidentifikasi pasien sebagai individu
yang akan menerima pelayanan atau pengobatan : kedua, untuk
kesesuaian pelayanan dan pengobatan terhadap individu / pasien.
Menurut Fitra, N ( 2008) proses identifikasi di instalasi gawat darurat juga
memperngaruhi kepuasan pasien dan keluarga. Baik dan buruknya proses identifikasi
dan triase di IGD dapatt dijadikan sebagai tolak ukur kualitas dari rumah sakit pemberi
layanan. Tindakan triase merupakan tindakan untuk memilah pasien berdasarkan
kondisi kegawat daruratan medis pasien, sehingga pasien yang true emergensi akan
mendapatkan penanggulangan gawat darurat medis secara memadai. Dari segi
petugas kesehatan yang ada di igd faktor yang mempengaruhi lama waktu triase di
IGD adalah kepuasan SDM terhadap insentif, supervisi dan pengembangan karir
2) Peningkatan komunikasi yang efektif
Banyak hasil penelitian positif yang menunjukan keefektifan dari
komunikasi efektif . Klien yang datang ke IGD adalah klien yang sedang
ada masalah kesehatanyya dan sebagian sulit untuk di ajak komunikasi,
tetapi ketika pasein sulit untuk diajak komunika si ada keluarga yang
sedang menunggu dalam kondisi cemas mendampingi keluarganya yang
sakit. Menurut Raharjo S, 2006 salah satu konstribusi terjadinya masalah klinis di Igd
yaitu hambatan komunikasi pasien atau atau keluarga pasien dengan staff medis.
Menurut staff Igd hambatan komunikasi pasien atau keluarga pasien diakibatkan
adanya perbedaan pemahaman sistem rujukan rumah sakit. Belum lengkapnya
ketersediaan SOP menjadi faktor pemicunya. Tindakan innitial assesment harus
dilkaukan dengan tepat, faktor ketrampilan tindakan triase staff Igd mempengaruhi
masalah pelayanan asuhan ke pasien.
Komunikasi terapeutik merupakan cara yang efektif untuk
mempengaruhi tingkah laku manusia dan bermanfaat dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan di rumah sakit, sehingga komunikasi
terus dikembangkan secara terus menerus ( Kariyo, 1998). Komunikasi
SBAR dan ISBAR menjadi sebuah pedoman baru cara berkomunikasi.
Dengan komunikasi ini sasaran dari pasien safety akan lebih mudah
dapat terwujud. Komunikasi ini dilakukan saat p elaporan kondisi
pasien,serah pasien antar shift, dan serah terima pasien antar ruanagan.
SBAR, S : situataion = kondisi terkini yang terjadi pada pasien, B :
background = informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi
pasien terkini A : Assesment = hasil pengkajian kondisi pasien terkini R :
recommendation = apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi pasien saat
ini.
3) Meningkatkan keamanan obat -obatan yang harus di w aspadai
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien,
manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan
pasien. Obat obatan yang perlu di waspadai (high alert medication)
adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan / kesalahan
serius (sentinel evvent), obat yang beresiko tinggi menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan (adverse evvent) seperti obat -obatan
yang terlihat mirip ( Nama obat rupa, ucapan mirip/ NORUM), obat
obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah
pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja ( misalnya kalium
klorida 2 meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida
lebih pekat dari 0,9% dan magnesium sulf at (50% atau lebih pekat).
Kesalahan ini dapat terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi
dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak
diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan dalam kondisi gawat
darurat. Cara yang paling untuk mengurangi atau mengeliminasi
kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan
obat obatan yang perlu di waspad ai termasuk memindahkan elektrolit
konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.
Sistem administrasi pengobatan Bar code ( Bar code medication system /
BCMA) merupakan sistem berbasis tekhnologi barcode yang dikombinasikan dengan
koneksi internet melalui server dan sentral komputerisasi yang digunakan untuk
meningkatkan akurasi data administrasi medis di unit pelayanan kesehatan. Prodek ini
pertama kali di kembangkan di kansas, USA, pada 1995 dan pada perkembangannya
tekhnoogi ini digunakan sebagai sistem penunjang data di rumah sakit dan
memberikan manfaat dalam meningkatkan angka keselamatan pasien (wideman,
2009)

4) Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar


Salah lokasi, salah prosedur, pasien salah saat operasi adalah peristiwa
yang mengkhawatirkan yang sangat umum terjadi di rumah sakit.
Kesalahan ini akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak
adekuat antara anggota tim bedah, kurang atau tidak melibatkan pasien
di dalam penandaan lokasi operasi (site marking), dan tidak ada
prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Disamping itu assesmen pasien
yang tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka
antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan
tulisan tangan yang tidak terbaca dan pemakai an singkatan adalah
faktor-faktor konstribusi yang sering terjadi.
Penandaan lokasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan pada tanda
yang mudah dikenali.
Budaya keselamatan pasien sangat mempengaruhi pelayanan yang
diberikan. Tim medis / perawat dengan bud aya keselamatan pasien yang
tinngi seluruhnya telah melaksanakan pelayanan dengan baik. Semakin
tinggi tingkat budaya keselamatan pasien oleh perawat akan
berpengaruh terhadap tingkat pelaksanaan pelayanan dan akhirnya akan
berdampak pada menurunnya angka KTD di rumah sakit.(Agustina, et all,
2013)
5) Mengurangi resiko infeksi akibat perawatan kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar
dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk
mengatasi infeksi yang berhubun gan dengan pelayanan kesehatan
merupakan keprihatianan besar bagi pasien maupun para profesional
pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk
pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih infeksi pada aliran
darah (blood stream in fections), dan pneumonia yang dihubungkan
dengan ventilasi mekanis.
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi infeksi lain adalah cuci
tangan yang tepat. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk
mengembangkan kebijakan yang menyesuaikan dan men gadopsi
petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk
implementasi petunjuk di rumah sakit.

6) Mengurangi resiko cedera pasien akibat terjatuh


Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi
pasien rawat inap. Dalam konteks populasi atau masyarakat yang di
layani, pelayanan yang disediakan , dan fasilitasnya, rumah sakit perlu
mengevaluasi resiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk
mengurangi resiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk
riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol , gaya jalan
dan keseimbangan , serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh
pasien
REFERENSI

Ariyani, A. (2009). ANALISIS PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PERAWAT YANG


MEMPENGARUHI SIKAP MENDUKUNG PENERAPAN PROGRAM PATIENT SAFETY DI
INSTALASI PERAWATAN INTENSIF RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2008
(Doctoral dissertation, program Pascasarjana Universitas Diponegoro).

Bea, I. F., Pasinringi, S. A., & Noor, N. B. (2013). GAMBARAN BUDAYA KESELAMATAN
PASIEN DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN TAHUN 2013.

Beach, C., Croskerry, P., & Shapiro, M. (2003). Profiles in patient safety: emergency care
transitions. Academic Emergency Medicine, 10(4), 364-367.

Chalfin, D. B., Trzeciak, S., Likourezos, A., Baumann, B. M., Dellinger, R. P., & DELAY-ED
study group. (2007). Impact of delayed transfer of critically ill patients from the emergency
department to the intensive care unit*. Critical care medicine, 35(6), 1477-1483.

Darmawan, I. (2009). Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Dengan Kepuasan


Klien Dalam Mendapatkan Pelayanan Keperawatan di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr
Soedarso Pontianak Kalimantan Barat (Doctoral dissertation, Universitas Diponegoro).

Donchin, Y., Gopher, D., Olin, M., Badihi, Y., Biesky, M. R., Sprung, C. L., ... & Cotev, S.
(1995). A look into the nature and causes of human errors in the intensive care unit. Critical
care medicine, 23(2), 294-300.

ELVIA, Z., Kasim, D. D. F., & Kes, M. (2009). Evaluasi program keselamatan pasien di IGD
Rumah Sakit Pusat Persahabatan (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).

Girard, T. D., Kress, J. P., Fuchs, B. D., Thomason, J. W., Schweickert, W. D., Pun, B. T., ...
& Ely, E. (2008). Efficacy and safety of a paired sedation and ventilator weaning protocol for
mechanically ventilated patients in intensive care (Awakening and Breathing Controlled trial):
a randomised controlled trial. The Lancet, 371(9607), 126-134.

KESEHATAN, D. B. K. D. A., & RI, D. K. (2008). TANGGUNG JAWAB APOTEKER


TERHADAP KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY).

Leonard, M., Graham, S., & Bonacum, D. (2004). The human factor: the critical importance
of effective teamwork and communication in providing safe care. Quality and Safety in
Health Care, 13(suppl 1), i85-i90.

Maccioli, G. A., Dorman, T., Brown, B. R., Mazuski, J. E., McLean, B. A., Kuszaj, J. M., ... &
Peruzzi, W. T. (2003). Clinical practice guidelines for the maintenance of patient physical
safety in the intensive care unit: Use of restraining therapiesAmerican College of Critical
Care Medicine Task Force 20012002. Critical care medicine, 31(11), 2665-2676.

Pronovost, P. J., Berenholtz, S. M., Goeschel, C., Thom, I., Watson, S. R., Holzmueller, C.
G., ... & Sexton, J. B. (2008). Improving patient safety in intensive care units in Michigan.
Journal of critical care, 23(2), 207-221.

Poon, E. G., Keohane, C. A., Yoon, C. S., Ditmore, M., Bane, A., Levtzion-Korach, O., ... &
Gandhi, T. K. (2010). Effect of bar-code technology on the safety of medication
administration. New England Journal of Medicine, 362(18), 1698-1707.

Anda mungkin juga menyukai