Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Rheumatoid Arthritis merupakan salah satu penyakit autoimmun
bersifat sistemik yang menyebabkan peradangan kronik pada jaringan konektif
tubuh. Peradangan terutama terjadi pada persendian lutut, pergelangan kaki,
pangkal paha, bahu, siku, tulang belakang, pergelangan tangan dan kala pada
persendian intervertebrata.
Penyebab tidak diketahui secara pasti tetapi ada beberapa faktor seperti: faktor
genetik, faktor lingkungan, faktor hormonal, infeksi, autoimmune. Manifestasi
klinik dari penyakit ini adalah nyeri dan pembengkakan di persendian,
menurunnya ROM, kekakuan persendian di pagi hari dan malaise.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dari pada peria karena penyakit
ini mempunyai efek merugikan gaya hidup yang signifikan pada wanita yang
mengendong anaknya bertahun-tahun atau individu dengan kerja produktif
bertahun-tahun dan bagi orang setengah baya.

B. Tujuan.
1. Tujuan Umum.
Agar mahasiswa-mahasiswi mampu mengerti dan memahami tentang
penyakit Rheumatoid Arthritis sehingga dapat diterapkan dalam
asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawanan.
2. Tujuan Khusus.
 Agar mahasiswa-mahasiswi mampu menyebutkan pengertian
dari Rheumatoid Arthritis.
 Agar mahasiswa-mahasiswi mampu menjelaskan etiologi dan
pathofisiologi dari Rheumatoid Arthritis.
 Agar mahasiswa-mahasiswi mampu menyebutkan manifestasi
klinik dari Rheumatoid Arthritis.
 Agar mahasiswa-mahasiswi mampu menyebutkan komplikasi
klinik dari Rheumatoid Arthritis.
 Agar mahasiswa-mahasiswi mampu menjelaskan study
diagnostik klinik dari Rheumatoid Arthritis.
 Agar mahasiswa-mahasiswi mampu menjelaskan manajemen
medik dari Rheumatoid Arthritis.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian.
Rheumatoid Arthritis merupakan salah satu penyakit autoimmun
bersifat sistemik yang menyebabkan peradangan kronik pada jaringan konektif
tubuh.

B. Etiologi.
Penyebab Rheumatoid Arthritis belum diketahui secara pasti, tetapi ada
beberapa faktor :
 Infeksi.
 Peneliti terus menerus melakukan penelitian untuk
menyelidiki kemungkinan infeksi potogen yang spesifik terutama virus
yang mana sebagai pencetus.
 Autoimmun.
 RA dikarakteristikan dengan adanya autoantibodi yang
berlawanan dengan immunoglobolin G. Autoantibodi mengubah Ig G
yang dikenal sebagai faktor rheumatoid dan menyatukan Ig G yang
terbentuk dari complex immun yang mengaktifkan sistem comptement
dan menyebabkan peradangan.
 Faktor genetik.
 Faktor keluarga mungkin sebagai penyebab timbulnya
suatu penyakit. Disini terjadi peningkatan pada human leukocyte
antigem (HLA) yang dikenal dengan HLA – DR 4 yang mana terjadi
pada orang dengan RA. Hal ini mungkin bahwa antigen HLA boleh
jadi meningkat pada keturunan lainnya apabila tidak mengidentifikasi
faktor lingkungan seperti adanya virus yang memulai proses penyakit.
 Faktor lingkungan.
 Dimana gejela meningkat pada saat musim dingin dan
kelembaban udara tinggi.
 Faktor hormonal .
 Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dari pada
laki-laki.

C. Pathofisiologi.
Serangan RA ini bervariasi mulai dari akut sampai yang sangat serius, yang
mana terjadi pada jari tangan dan kaki disertai dengan rasa nyeri sendi dan
kekakuan sendi yang merupakan gejala awal dan terjadi pada lebih dari 70%
pasien. Gejala awal ini juga mempengaruhi membran sinovial persendian yang
merupakan salah satu jaringan major. Peradangan ditandai dengan adanya
edema kekakuan dan nyeri serta terbatasnya gerakan sendi. Sendi yang
terkena akan menjadi kemerahan dan panas. Bila peradangan berlanjut maka
sinovial akan menebal dan berproliferasi ke dalam dan ke luar sendi yang
berhubungan dengan pembentukan pannus pada sinovial. Bisanya lebih dari
satu sendi terjadi peradangan dan sendi yang terkena misalnya tangan,
pergelangan tangan, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Peradngan sendi
biasanya simetris bilateral yang dikarakteristikan dengan bantuan diagnosa
dari RA. Penyakit ini cendrung bersifat keturunan. Peradangan pada tulang
berkembang kejaringan tulang lainnya yang berkelanjutan terutama pada
kartilago.
PATHWAY

Faktor genetik Hormonal Infeksi Lingkungan

Penurunan faktor immun

Caira sinovial akan menebal

Peradangan pada ligamen tendon dan sendi

Nyeri
Kemerahan Fibrosis
Edema Kontraktur
Kekakuan

- Arthritis Septik
- Anklyosis Sensi
D. Manifestasi Klinik.
Kriteria dari American Rheumatism Association (ARA) yang direfisi tahun
1987, adalah :
1. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien
merasa kaku pada persendian dan disekitarnya sejak bangun tidur dan
sekurang-kurangnya 1 jam sebelimperbaikan maksimal.
2. Arthritis pada 3 daerah.Terjadi pembekakan
jaringan lunak atau persendian (soft tisue swelling) atau lebih efusi, bukan
pembesaran tulang (hiperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3
sendi secara bersama dalam observasi seorang doketer. Terdapat 14
persendian yang memenuhi kriteria, yaitu interfalang proksimal,
metakarpofalang, pergelangan tangan, siku pergelangan kaki, daan
metatarsofalang kiri dan kanan.
3. Artritis pada persendian tangan. Sekurang-
kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti tertera di
atas.
4. Artritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang
sama (tidak mutlak bersifat simetris) pada kedua sisi secara serentak
(symmetrical polyarthritis simultaneously).
5. Nodul reumatoid, yaitu nodul subkutan pada
penonjolan tulang atau permukaan ektensor atau daerah jukstaartrikular
dalam observasi seorang dokter.
6. Faktor reumatoid serum positif. Terdapat titer
abnormal faktor reumatoid serum kyg diperiksa dengan yang memberikan
hasil positif kurang dari 5% kelompok kontrol.
7. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas
pada pemeriksaan sinar rontgen tagan posteroanterior atau pergelangan
tangan, yang harus menunjukan adanya erosi aatau dekalsifikasi tulang
yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.
E. Komplikasi.
 Kondisi degeneratif jantung :
Cardiomyophaty, CHF, pericarditis.
 Gagal ginjal kronik.
 Kehilangan ROM pada beberapa tulang.
 Anemia.
 Ankylosis.
 Arthiritis septic.
 Deformitas sendi.
 Atropi otot.
F. Data Penunjang.
Test Lab :
 Hct dan Hb
Hct < 35% dan Hb < Rgr Indikasi amenia.
 RBC : < 35 juta sel/ml Indikasi
anemia.
- WBC : Peningktan pada differential cells Indikasi
peradangan.
 Laju sedimen Critrosit : dari sedang sampai
berat yakni :
Pria : 15 mm/jam (N = 0-9 mm/jam).
Wanita : 25 mm/jam (N = 0-20 mm/jam).
 Biopsy jaringan synovial.
 Perubahan yang menyebabkan
peradangan : Calcium hydroxyapatite crystals.
 Analisa cairan synovial.
 Cairan bersih/keruh, meningkatnya
jumlah WBC dan mempunyai immune complex.
X – rays : Peningkatan tulang, Oesteophytes, penipisan tulang,krista
tulang dan subluxed tulang.

G. Manajemen Medik.
Umum :
 Istirahatkan sendi yang spesifik.
 Istirahatkan sistemik : tidur siang 1-2
jam/hari dan malam 8-10 jam/hari.
 Terapkan kompres hangat dan dingin.
 Latihan Therapy fisik sesuai kondisi pasien.
 Therapy okupasi untuk membantu klien
beradaptasi dengan terbatasnya gerakan sendi, otot/jaringan
lainnya.

H. Therapy Pembedahan.
a. Sinovektomi.
 Untuk mengurangi nyeri.
 Mempertahankan keseimbangan otot dan
tulang.
b. Artroplasti.
- Untuk memperbaiki sendi dengan menempatkan tulang atau protesa.
c. Atrodesis.
 Untuk menyatukan sendi.
 Untuk mengurangi deformitas.
 Untuk keseimbangan sendi.
d. Tenorafi.
 Penjahitan tendon.

Therapy Obat
OBAT-OBAT YANG DIGUNAKAN PADA PENYAKIT
RHEUMATOID ARTHRITIAS

Obat Kerja, Penggunaan dan Indikasi Implikasi Keperawatan


Salisilat Kerja : Anti inflamasi, analgesik Pemberian bersama makanan
Aspirin dan antipiretik untuk mencegah iritasi
Kolin magnesium trisalisilat Bentuk salisilat terasetilasi lambung.
Kolin salisilat merupakan inhibitor agregasi Pemeriksaan dilakukan untuk
Salsalat trombosit. menilai tinnitus, intoleransi
Digunakan dalam fase awal lambung, pendarahan GI dan
penyakit pemberian dengan dosis purpura.
anti inflamsi akan menghasilkan
kadar salisilat 20-30 mg/di dalam
darah.

Anti Inflamasi Non – Steroid


Derivat Asam Propionat Kerja : Anti imflamasi, analgesik, Pada pemberian jangka
Ibuprofen (Motrin) antiperetik, inhibitor panjang, lakukan pemantauan
Flurbiprofen (Ansaid) agregasi trombosit. untuk mendeteksi reaksi yang
Ketoprofen (Orudis, Oruvail) Efek antiinflamasi timbul dalam merugikan pada traktus GI,
Nopriksen (Noprosyn) waktu sekitar 4 minggu. sistem cardiovaskuler, renal,
Oksaprozin (Daypro) Semua OAINS berkhasiat untuk hematologik dan kulit.
pengobatan jangka pendek Produk aspirin harus
Fenomat serangan akut gout OAINS dihindari.
Meklofenamat (Meclomen) digunakan sebagai preparat Berikan asetaminofen untuk
Dirazol alternatif penganti salisilat untuk keluhan sakit kepala, demam.
Fenilbutazon (Butazoludin) terapi first line pada beberapa
Oksifen butazon (Tandearil) jenis reumatik
Oksikam
Piroksikam (Feldene)
Derivat Asam Asetat
Diklofenak (Voltaren)
Derifat Indene
Indometasin (Indocin)
Sulindac (Clinoril)
Tolmetin (Tolectin)
Asam Piranokarboksilat
Etodolac (Lodine)
Noftilalkanon
Nabumatone (Relafen)
Anti Malaria
Hydrocloroquin (Plaquenil) Kerja : Anti Inflamasi. Sebelum therapi dimulai
Chlorognin (Aralen) Efeknya : Gangguan GI, edema lakukan perawatan mata dan
Quinecine (Atobrine) retina. Hal ini bisa 6 jam kemudian dilakukan
terjadi kebutaan. lagi. Dan mungkin distop
Dan terjadi pada saat tertentu bila terjadi
perubahan toleransi : perubahan warna kulit.
perubahan warna
pada kulit (kuning)

Preparat Imunosupresi
Metotreksat Kerja : Digunakan pada RA atau
Azatioprin (Imuran) SLE yang tidak
Siklofosfamid (Cytoxan) responsif terhadap
terapi konvensional.
Golongan obat ini memiliki
potensi teratogenik.
Kerjanya diperkirakan terjadi
akibat efek sitotoksikyg
menghambat limfosit atau
makrofag dan dengan demikian
mempengaruhi inflasi sendi.
Kortikosteroid
Prednison (Deltasone) Kontikosteroid digunakan dalam
Prednison (Delta - Cortef) pengobatan RA yang aktif.
Hidrokortison (Cortef) Penggunaan kontikosteroid
dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan berbagai akibat
yang merugikan Amitan kerjanya
cepat dalam minggu pertama.
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian.
 Mengkaji sendi – sendi bilateral.
Observasi : Kesimetrisan, tanda-tanda peradangan, angu-
lasi atau deviasi dan kelemahan.
 Mengkaji ROM.
Observasi : Kelakuan/rigiditas sendi dan ligament serta
pemendekan atau penebalan ligament atau tendon.
 Mengkaji jari-jari tangan dan kaki.
Observasi : Gejala Raynaud’s (perubahan warna pada jari tangan
dan kaki).
 Mengkaji sensasi.
Observasi : Mati rasa, gelisa, nyeri sendi (expresi meringis, mena-
rik diri).
 Mengkaji kelenjar parotis.
Observasi : Adanya pembesaran uniloteralatau bilateral.
 Mengkaji bunyi napas dan perkusi semua lobus.
Observasi : Bunyi napas berkurang pada 1 atau 2 lobus, per-
kusi apakah ada cairan.
 Mengkaji bunyi usus (4 kuadran).
Observasi : Terdengar jelas atau kabur.
 Mengkaji abdomen.
Observasi : Ukuran abdomen sama atau membesar, abdo-
men teraba lunak saat dipalpasi, perkusi terde-
ngar bunyi lemah atau tumpul.
 Mengkaji ginjal
Observasi : Urine jernih, keruh atau sedikit berda-
rah, membanding kan intake dan output urine.

2. Diagnosa.
 Kerusakan mobilisasi fisik b/d peradangan sendi, deformitas.
DS : Pasien mengatakan tulang sendinya kaku dan terasa sakit.
DO : Edema, kemerahan, panas dan kaku saat dipalpasi,
sendi membesar dan terjadi deformitas, otot tulang dan
tendon memendek, dan otot menjadi lemah.
 Self care deficit b/d deformitas sendi, peradangan/RA sistemik.
DS : Pasien mengatakan tidak bisa membuka botol,
memegang pisau atau alat-alat dapur lainnya, tidak dapat
mengancing bajunya, menyisir rambut dan naik turun tangga.
DO : Deformitas jari - jari, ROM pergelangan tangan terbatas serta jari -
jari kaku.
 Intoleransi terhadap aktivitas b/d anemia dan kelelahan.
DS : Pasien mengatakan terasa lemah saat bangun, napasnya menjadi
pendek dan dan cepat.
DO : Duduk dengan berbahu bungkuk, wajah kelihatan lelah, kulit dan
konjungtiva pucat, serta dasar kuku pucat.
 Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d peradangan dan deformitas
sendi.
DS : Pasien mengatakan nyeri bertambah saat beraktifitas dan berkurang
bila diberikan analgesik.
DO : Pasien menarik tangan saatn palpasi, skala nyeri lebih kurang 6 - 8
(pada skala 1-10).
 Gangguan konsep diri dan perubahan peran b. d deformitas.
DS : Pasien mengatakan tangan dan kakinya jelek ehingga selalu
memakai sarung tangan atau sepatu.
DO : Selalu mengenakan pakaian yang berlengan panjang untuk
menutupi nodul - nodul pada siku / persendian
dan ketidakmampuan melakukan tugas di rumah.
 Gagguan Pola tidur b/d nyeri dan kekakuan sendi.
DS : Sering terbangun malam hari dan sulit untuk kembali tertidur, lalah
saat bangun dan mulai merasakannyeri bila bangun dari tidur.
DO : Selalu menggunakan sedative pada malam hari sejak beberapa
tahun yang lalu saat penyakit mulai membalik.
 Gangguan pertukaran gas b/d Pneumonitis dan Anemia.
DS : Pasien mengatakan napas menjadi pendek walaupun pada aktivitas
ringan, dada terasa sesak.
DO : RR 24-26 x / menit saat ambulansi, menggunakan otot tambahan
saat inspirasi, membuka mulut lebar – lebar bila mengambil napas,
batuk keras, mucus jernih, bunyi napas berkurang pada lobus
bawah, Hct < 12 gr indikasi anemia, kulit dan dasar kuku pucat.
 Potensail injury b/d perdarahan GI.
DS : Kadang batuk berdarah dan air di toilet berwarna pink.
DO : Kadar Hct dan Hb menunjukan kemungkinan kehilangan darah.

3. Perencanaan.
Diagnosa I.
Goal : Pasien akan dapat mengembalikan ROM sendinya secara normal
setelah diberi therapy.
Intervensi dan rasional :
 Mengkaji ROM sendi, mobilitas,deformitas
sendi akan tanda-tanda peradangan.
 Jelaskan therapy yang berhubungan dengan
sendi dan ROM seperti kompres panas dan dingin dan penggunaan
bungkusan parafin.
R/ Dengan mengerti terapy mendorong pasien untuk menggunakan alat
bantu mobilisasi, alternatif penggunaan kompres panas/dingin untuk
mengatasi peradangan, kompres dengan parafin untuk meningkatkan
aliran darah ke tempat yang sakit.
 Lakukan konsultasi dengan therapy
fisik/okupasi untuk membuat program latihan individu.
R/ Tim kesehatan yang profesionaldapat memberikan pelayanan yang
penting membantu perawatan.

 Kolaborasi dengan ahli fisiotherapy untuk


memberikan latihan ROM.
R/ Menjamin kelancaran dalam perawatan.
 Gunakan splints/berikan alat bantu untuk
ambulasi seperti tongkat atau kru.
R/ Splints/digunakan untuk membantu mengisterahatkan sendi yang
radang seperti menggunakan tongkat dan kru bila BB berlebihan.
 Ganti posisi tiap 4 jam dan gunakan
punggung saat pasien miring.
R/ Untuk mencegah kelelahan otot dan mengurangi kelakuan sendi.
Diagnosa II.
Goal : Pasien akan dapat melakukan aktivitas sensinya sehari-hari dengan
bantuan alat yang diberikan.
Intervensi dan rasional :
 Mengkaji kemempuan pasien dalam
melakukan ADLnya sendiri dan kaji efek saat melakukan ADL terhadap
TTV dan kekuatan.
R/ Memberikan iformasi untuk meningkatkan perawatan individu.
 Mengkaji perawatan diri pasien dan ADLnya
bila perlu.
R/ Menyediakan bantuan bila pasien membutuhkan energi untuk
aktivitas tambahan.
 Berikan pelayanan modifikasi seperti mistar
tangan dan lain-lain.
R/ Modifikasi perleengkapan untuk membantu sendi dan otot
mempertahankan fungsinya.
 Anjurkan pasien melakukan ambulasi tiap 4-
6 jam dan bantuan pasien tingkatkan waktu dan jarak latihan.
R/ Ambulansi mempertahankan fungsi tubuh.
Diagnosa III.
Goal : Pasien akan memperoleh kembali tingkat Hb yang normal dan
anemia teratasi.
Intervensi dan rasional :
 Mengkaji konjungtiva dan kuku terhadap
warna, cek data Hct dan Hb dan kaji keluhan tentang kelelahan dan
kapan terjadinya.
R/ Anemia dapat diketahui dengan adanya tanda pucat pada konjungtiva
dan kuku.
 Beri periode istirahat 30 menit lama pada
pagi hari dan malam hari.
R/ Isterahat yang cukup membantu mempertahankan dan
mengembalikan kekuatan yang hilang.
 Anjurkan pasien untuk istirahat malam 8-10
jam dan biarkan tidurnya tidak terganggu.
R/ Istirahat yang terus-menurus membantu memperbaaiki jaringan
tubuh daan menyediakan energi yang cukup.
 Sediakan waktu istirahat dan aktivitas
selama sehari.
R/ Aktivitas membantu meningkatkan kekuatan otot.
 Anjurkan pasien untuk intake makanan
tinggi zat besi, dan konsultasikan dengan ahli gizi untuk menyediakan
makanan yang disukai pasien.
R/ Makanan yang tinggi zat besi membantu meningkatkan penyimpanan
pada tubuh untuk mengatasi anemia.
 Kolaborasikan teraphy pemberian zaat besi
dan efek dari terhapy.
R/ Obat-obatan ferrous glukonat yang diberikan dapat mengembalikan
secara tepat level zat besi.
Diagnosa IV.
Goal : Pasien akan mengalami peningkatan toleransi terhadap aktivitas
sehari-hari.
Intervensi dan rasional :
 Kaji keluhan nyeri : beratnya, sifatnya dan
duras.
R/ Nyeri biasanya berhubungan dengan adaanya inflamasi.
 Biarkan pasien mengambil posisi yang
nyaman pada waktu tidur/duduk di kursi.
R/ Tirah baring diperlukan untuk membatasi nyeri.
 Berikan massase yang lembut
R/ Meningkatkan relaksasi/mengurangi tegangan otot .
 Beri obat analgesik/anti inflamasi non-
steroid sesuai pesanan.
R/ Obat ini dapat mengurangi nyeri.
 Monitor respon pasien/reaksi obat termasuk
efek sampingnya.
R/ Semua obat mempunyai respon spesifik dan efek samping.
Diagnosa V.
Goal : Pasien akan mengembangkan body image yang positif.
Intervensi dan rasional :
 Kaji keprihatinan tentang body image,
defermitos dan kebiasaan peran.
R/ Body image berhubungan dengan batas fisik individu.
 Anjurkan pasien untuk mengatakan
perasaannya mengenai deformitas sendi, keterbatasan penampilan peran.
R/ Dengan mengungkapkan perasaan dapat membuat pasien merasa
lebih tenang.
 Anjurkan anggota keluarga pasien untuk
mempertahnkan komunikasi terbuka dengan pasien.
R/ Komunikasi terbuka dapat mengurangi stress.
 Anjurkan pasien untuk partisipasi aktif
dalam kebiasaan peran dan tanggung jawab.
R/ Membantu pasien mempertahankan harapan positif.
 Diskusikan keprihatinan pasien dengan
anggota tim kesehatan dapat memberikan bimbingan spesial
berhubungan dengan keahliannya
Diagnosa VI.
Goal : Pasien dapat mengembalikan fungsi normal ginjal.
Intervensi dan rasional :
 Kaji pola tidur pasien beberapa hari/minggu.
R/ Sebagai indikator untuk meningkatkan/mengubah pola tidur.
 Anjurkan mandi air hangat sebelum tidur.
R/ Air panas meningkatkan sirkulasi dan merealisasikan sendi yang
mengalami peradangan.
 Lakukan massage/pijitan sebelum tidur.
R/ Merealisasikan otot yang lemah.

 Atur posisi pasien di tempat tidur dan bantal


di belakang kedua kaki.
R/ Penempatan bantal mensupport punggung untuk mengurangi
ketegangan otot.
 Atur dan bersihkan sprey tempat tidur dan
segera ganti kalau basah.
R/ Sprey yang kering mencegah iritasi kulit serta mencegah tekanan
pada kulit.

4. Implementasi.
Sesuai dengan intervensi.

5. Evaluasi.
Hasil yang diharapkan :
1. Fungsi ROM
kembali normal setelah therapy.
Data : Dapat melakukan ROM dengan sempurna.
2. Pasien melakukan
ADLnya sendiri dan dapat menggunakan perlengkapan modifikasi.
Data : Pasien mengenakan pakaian, menyikat gigi, menyisir
rambut tanpa dibantu.
3. Pasien dapat
mengatasi anemia, kelelahan dan tidak enak badan.
Data : Peningkatan Htc 40% dan Hb > 12 gr. Pasien
mengatakan lebih segar dan kelelahan berkurang.
4. Rasa nyeri pasien
minimum hanya diatasi dengan pengobatan dan obat.
Data : Nyerinya hilang setelah therapy fisik.
5. Pasien dapat
meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari.
Data : Mengikuti pengobatan, pasien dapat berjalan 2-3 mili setiap
hari.
6. Pasien dapat
mengembangkan body image yang positif.
Data : Pasien berjalan dengan kepala ke atas, biasanya dengan
senyum.
6. Pendididkan Kesehatan.
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa RA merupakan penyakit kronis yang
dapat dikontrol dengan therapy teratur.
2. Menjelaskan tentang rencana kerja dan efek samping dari obet RA.
3. Segeraklasifikasi dengan dokter tentang efek samping obat RA.
4. Ajarkan pasien tentang penggunaan kompres panas dan dingin.
5. Ajarkan pasien dan keluarga tentang cara memodifikasi dalam self care
pasien di rumah sesuai kondisinya.
6. Ajarkan tentang teknikrelaksasi.
7. Ajarkan tentang makanan yang dibutuhkan untuk keseimbangan dan
seterusnya dan makanan-makanan yang tinggi zat besi.
BAB III
PENUTUP

Rheumatoid Arthritis merupakan salah satu penyakit autoimmun bersifat


sistemik yang menyebabkan peradangan kronik pada jaringan konektif tubuh.
Peradangan ditandai dengan adaanya edema, kekuatan dan nyeri serta terbatasnya
gerakan.
Penyakit ini lebih seringterjadi pada wanita dari pada pria karena penyakit ini
mempunyai efek merugikan gaya hidup yang signifikan pada wanita yang
menggendong anaknya bertahun-tahun atau individu dengan kerja produktif
bertahun-tahun dan bagi orang setengah baya.
Pengobatan Rheumatoid Arthritis dapat dimulai secara dini. Tujuan utama
dari pengobatan ini adalah :
 Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan.
 Untuk mempertahankan fungsi sendi dan
kemampuan maksimal dari penderita.
 Untuk mencegahdan atau memperbaiki
deformitas yang terjadi pada sendi.
Isterahat juga penting karena Rheumatoid Arthritis biasanya disertai rasa
lelah yang hebat. Latiahan-latihan spesifik dapat bermanfaat dalam
mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada
semua sendi yang sakit, setidaknya dua kali sehari.
DAFTAR PUSTAKA

Reeves J. Charlene, (2001) “Keperawatan Medikal Bedah” Penerbit Salemba


Medica, Jakarta.

Mourad Leona, dkk, (1991), “Orthopedic Disordes” Mosbys-Year Book.

Lewis Mantik Sharon, dkk, (1992) “Medical Surgical Nursing : Assessment dan
Management Of Clinical Problems” Third Edition : By Mosby-Year
Book.

Corwin J. Elizabeth, (1997) “Keperawatan Medical Bedah” Vol 3 : Penerbit


Buku Kedokteran : Jakarta : EGC.

Mansjoer Arif, dkk (1999) “Kapita Selekta Kedokteran”, Edisi Ketiga : Jilid I.
MAKALAH

SISTEM MUSKULUSKELETAL

Nama : Maria Ermelinda Nobho


Nim : Po. 0320103019
Smt/Tkt : II/II Reguler
Topik : Rheumatoid Arthritis

POLITEKNIK KESEHATAN KUPANG


JURUSAN KEPERAWATAN
2005

Anda mungkin juga menyukai