PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Untuk mencapai pembangunan nasional diperlukan upaya penyelengaraan kesehatan
yang bermutu yang dilakukan individu, kelompok, masyarakat, lembaga pemerintah atau
swadaya masyarakat yang lebih mengutamakan promosi kesehatan serta pencagahan penyakit.
Upaya pemeliharaan yang mencangkup dua aspek kuratif dan rehabilitatif, sedangkan upaya
peningkatan kesehatan juga mencangkup dua aspek yaitu Prepentif dan promotif (Notoadmojo,
2003 : 02).
Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2002 Kesehatan yang baik atau
kesejahteraan adalah suatu kondisi dimana tidak hanya bebas dari penyakit, namun juga harus
sehat dan sejahtera antara mental dan sosial.
Empat faktor yang mempengaruhi kesehatan yakni keturunan, pelayanan kesehatan,
perilaku dan lingkungan. Faktor pelayanan kesehatan meliputi ketersediaan klinik kesehatan dan
fasilitas kesehatan lainya, faktor perilaku meliputi antara lain perilaku mencari pengobatan dan
perilaku hidup bersih dan sehat, sedangkan faktor lingkungan antara lain kondisi lingkungan
yang sehat dan memenuhi persyaratan (HL.Blum dalam Notoatmodjo, 2003 : 146).
Negara Indonesia sebagai Negara berkembang memiliki beragam permasalahan yang
kompleks dari segala unsur, perkembangan jaman memaksa seseorang untuk ikut berperan aktif
dalam perkembangannya. Sehingga untuk kelangsungan hidup seseorang harus bekerja keras
demi kelangsungan hidupnya hingga tak jarang seseorang yang terpaksa bekerja sebagai kuli
panggul, mengangkat beban berat hingga resiko mudah terkena penyakit yang bersifat progesif
termasuk salah satunya adalah hernia. Selain itu banyaknya kasus tentang penyakit yang
berkembang mengenai prevalensi penderita hernia baik anak-anak maupun dewasa
ini (Notoadmojo, 2003 : 02).
Hernia, atau yang lebih dikenal dengan turun berok, adalah penyakit akibat turunnya
usus atau colon seiring melemahnya lapisan otot dinding perut. Penderita hernia, memang
kebanyakan laki-laki, terutama anak-anak. Kebanyakan penderitanya akan merasakan nyeri, jika
terjadi infeksi di dalamnya, misalnya, jika anak-anak penderitanya terlalu aktif (http://askep-
kesehatan. Jurnal keperawatan indoesia.com/2009/01/Herrniascrotalis.html).
Hernia berasal dari bahasa Latin, herniae, yaitu menonjolnya isi suatu rongga
melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga yang lemah itu
membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi di daerah
perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari usus (http://askep-kesehatan. Jurnal keperawatan
indoesia.com/2009/01/Herrniascrotalis.html).
Hernia yang terjadi pada anak-anak, lebih disebabkan karena kurang sempurnanya
procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis atau buah zakar. Sementara
pada orang dewasa, karena adanya tekanan yang tinggi dalam rongga perut dan karena faktor
usia yang menyebabkan lemahnya otot dinding perut (http://askep-kesehatan. Jurnal keperawatan
indoesia.com/2009/01/Herrniascrotalis.html).
Penyakit hernia banyak diderita oleh orang yang tinggal didaerah perkotaan yang
notabene yang penuh dengan aktivitas maupun kesibukan dimana aktivitas tersebut
membutuhkan stamina yang tinggi. Jika stamina kurang bagus dan terus dipaksakan maka,
penyakit hernia akan segera menghinggapinya (Sjamsuhidayat, 2004: 523 ).
Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada
fasia muskuloaponeurotik dinding perut, baik secara kongenital atau didapat, yang memberi jalan
keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut. Hernia merupakan
protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga
bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari
lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut (Sjamsuhidayat, 2004: 523 ).
Sedangkan menurut Sue Hinclift, Hernia adalah protusio (penonjolan) abnormal suatu
organ atau bagian suatu organ melalui lubang (apertura) pada stuktur disekitarnya, umumnya
protusio organ abdominal melalui celah dari dinding abdomen (Sue Hinchliff, 2000 : 206).
Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga dimana
organ tersebut seharusnya berada yang didalam keadaan normal tertutup (Suster nada, 21 juli
2007).
Menurut World Health Organization (WHO), penderita hernia tiap tahunnya
meningkat. Didapatkan data pada decade tahun 2005 sampai tahun 2010 penderita hernia segala
jenis mencapai 19.173.279 penderita (12.7%) dengan penyebaran yang paling banyak adalah
daerah Negara-negara berkembang seperti Negara-negara Afrika, Asia tenggara termasuk
Indonesia, selain itu Negara Uni emirat arab adalah Negara dengan jumlah penderita hernia
terbesar di dunia sekitar 3.950 penderita pada tahun 2011(http://askep-kesehatan.jurnal kesehatan
provinsi.com/2009/01/. Jambi independent.html).
Berdasarkan data dari Departermen Kesehatan Republik Indonesia di Indonesia
periode Januari 2010 sampai dengan Februari 2011 berjumlah 1.243 yang mengalami gangguan
hernia, termasuk berjumlah 230 orang (5,59%) terjadi pada anak-anak (http://askep-
kesehatan.jurnal kesehatan provinsi.com/2009/01/. Jambi independent.html).
Sedangkan di Rumah Sakit Raden Mataher Jambi sepanjang periode Januari 2010
sampai dengan Januari 2011 dari keseluruhan pasien rawat inap dengan penyakit bedah
didapatkan data 430 pasien adalah pasien dengan herniotomy (http://askep-kesehatan.jurnal
kesehatan provinsi.com/2009/01/. Jambi independent.html).
Berdasarkan data penyakit hernia dari medical record Rumah sakit umum Mayjen. H.
A. Thalib Kabupaten Kerinci didapatkan data pasien hernia pada tahun 2008 sebanyak 49
(55,22%), tahun 2009 sebanyak 17 (15%), sedangkan pada tahun 2010 jumlah pasien yang
mengalami hernia adalah sebanyak 56 (56,56%).
Sedangkan berdasarkan hasil observasi dan pengambilan data khususnya diruangan
bedah, hernia menduduki urutan keenam dari sepuluh penyakit terbesar diruangan bedah. Pada
bulan Januari sebanyak 6 orang (10,18%), pasien yang meenjalani operasi di bulan februari
sebanyak 7 orang (12,44%), Maret 13 orang (13,8%, April 7 orang (14%) dan pada bulan Mei
tercatat 6 (13,3%) orang menderita hernia.
Peran perawat pada kasus hernia meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan
langsung kepada klien yang mengalami hernia dan post operasi herniotomy, sebagai pendidik
memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi adanya infeksi setelah operasi
dan kejadian berulang dan perawatan herniotomy, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat
berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien herniotomy melalui metode ilmiah.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
bagaimana penatalaksanaan, perawatan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan bagaimana
asuhan keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Hernia Scrotalis Post Operasi
Herniotomy.
1.2.Ruang Lingkup
Dalam penulisan ini, penulis membatasi bagaimana cara menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan hernia scrotalis pasca operasi di instalasi rawat inap ruang
bedah Rumah Sakit Umum Daerah May.H.A Thalib Kabupaten Kerinci.
1.3.Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengalaman yang nyata tentang asuhan ke-perawatan “Pada Pasien
Dengan Diagnosa Medis Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II” dan sebagai
pemahaman tentang penangan pasien Hernia Post Herniotomy serta mengetahui komplikasi yang
mungkin muncul pada pasien post herniotomy dan pencegahan terhadap komplikasi.
1.3.2. Tujuan Khusus
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien “An. A Dengan Diagnosa
Medis Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah
Sakit Umum Daerah May. H.A. Thalib Sungai Penuh”, Penulis mampu:
a. Untuk mengetahui dan memahami tanda gejala dan penatalaksanaan pada pasien Hernia
Scrotalis dan pemulihan agar dapat beraktifitas sesuai fungsinya semula.
b. Untuk memahami perawatan pasien post operasi herniotomy untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang meliputi infeksi luka post operasi dan hernia berulang.
c. Mengidentifikasi data yang menunjang masalah keperawatan pada pasien pasien An. A
Dengan Diagnosa Medis Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di ruang rawat
inap bedah Rumah Sakit Umum Daerah Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci.
d. Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis Hernia
Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II (dua) di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit
Umum Daerah Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci.
e. Menyusun rencana keperawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis Hernia
Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II (dua) di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit
Umum Daerah Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci.
f. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis
Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit
Umum Daerah Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci.
g. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis Hernia
Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit Umum
Daerah Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci.
h. Mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat serta penyelesaian masalah (solusi)
dalam melaksanakan asuhan kepe-rawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis
Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit
Umum Daerah Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci.
1.4.Manfaat Penulisan
1.4.1. Bagi Perawat
Untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta meningkatkan dalam
melaksanakan penerapan proses asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi, dan evaluasi secara sistematis khususnya pada pasien dengan Hernia Scrotalis
Post Operasi.
1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan agar penulisan ini dapat dilakukan
dengan melihat permasalahan lain yang berkaitan dengan kasus yang telah penulis selesaikan.
1.4.3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan bagi semua lapisan tim kesehatan atau
pelaksanaan asuhan keperawatan khususnya dibidang keperawatan maupun tim kesehatan lain
tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Hernia Scrotalis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar
2.1.1. Definisi
Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada
fasia muskuloaponeurotik dinding perut, baik secara kongenital atau didapat, yang memberi jalan
keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut (Mansjoer dkk,
2002:313).
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek
atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut (Sjamsuhidayat, 2004: 523).
Sedangkan menurut Sue Hinclift (2000), Hernia adalah protusio (penonjolan)
abnormal suatu organ atau bagian suatu organ melalui lubang (apertura) pada stuktur
disekitarnya, umumnya protusio organ abdominal melalui celah dari dinding abdomen (Sue
Hinchliff, 2000:206).
Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga dimana
organ tersebut seharusnya berada yang didalam keadaan normal tertutup (Suster nada, 21 juli
2007).
Sedangkan Hernia Scrotalis adalah penonjolan hernia yang terjadi pada kantong
scrotum sering terjadi pada anak-anak karena kelainan kongenital (bawaan). Operasi hernia
adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengembalikan isi hernia pada posisi semula
dan menutup cincin hernia (Long, 1996 : 246).
Menurut Oswari (2000) mengungkapkan hernia Scrotalis adalah hernia isi perut yang
tampak/masuk di daerah kantung scrotum (region genitalis). Hernia Scrotalis merupakan
penonjolan yang keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak
lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis
dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus ( Sjamsuhidayat, 2004 :
527 )
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hhernia
menurut Sjamsuhidayat (2004), Hernia Scrotalis adalah hernia yang melalui atau menekan area
Scrotum yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk ke
dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dan menekan testis.
Sedangkan Herniotomi adalah pembedahan kantong hernia sampai ke lehernya,
kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi kantong
hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong. (Sjamsuhidayat, 2004:531 )
2.12. Anatomi Fisiologi
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar
dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan dengan enzim
dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut sampai anus.
Gambar.1.1. Anatomi pencernaan.
Berikut ini adalah bagian-bagian dari anatomi struktur sistem pencernaan. Struktur
pencernaan adalah:
1. Mulut
Mulut merupakan permulaan saluran pencernaan, selaput lendir mulut ditutup epithelium yang
berlapis-lapis. Dibawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput
ini kaya akan pembuluh darah dan memuat ujung akhir saraf sensoris didalam rongga mulut.
2. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dan kerongkongan (esofagus).
Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak
mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak persimpangan
antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan hidung.
3. Esofagus/Kerongkongan
Esofagus merupakan saluran pencernaan yang menghubungkan tekak dengan lambung, 25cm,
mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah ± panjangnya lambung.
4. Gaster/Lambung
Lambung merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di
daerah spingter. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan osofagus
melalui orifisium pilorik, terletak dibawah diafragma didepan pankreas dan limpa, menempel di
sebelah kiri fundus uteri.
Gambar.1.2. Usus (colon)
5. Usus halus
Merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal dari pilorus dan berakhir
pada sekum, panjangnya ± 6 meter, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan
dan absorbsi hasil pencernaan. Usus halus dibagi tiga bagian, yaitu:
a) Duodenum/Usus 12 jari, panjang ± 25cm berbentuk seperti tapal kuda melengkung kekiri,
bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang disebut papilla vateri, disini terdapat muara
saluran empedu dan saluran pankreas. Empedu dibuat dihati untuk dikeluarkan di duodenum
melalui duktus koleduktus yang fungsinya mengemulsikan lemak dengan bantuan lipase.
Pankreas menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida dan
tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida.
b) Yeyunum/Jejunum, terletak di regio abdominalis media sebelah kiri dengan panjang ± 2-3
meter.
c) Ileum, terletak di regio abdominalis bawah dengan panjang ± 4-5 meter, lekukan yeyenum dan
ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantara lipatan peritonium yang
berbentuk kipas atau yang dikenal sebagai mesenterium.
6. Usus besar/Intestinum mayor
Usus besar/Intestinum mayor 1,5m, lebarnya ± 5-6cm. Bagian-bagian usus besar yaitu kolon
asenden panjangnya 13cm, apendik (usus buntu), kolon tranversum panjangnya ± 38cm, kolon
desenden panjangnya ± 25cm, kolon sigmoid, anus.
7. Peritonium (selaput perut)
Peritonium terdiri dari dua bagian yaitu: peritonium parietal yang melapisi dinding rongga
abdomen dan peritonium viseral yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga
abdomen. Fungsi peritonium:
a) Menutupi sebagian dari rongga abdomen dan pelvis.
b) Membentuk pembatas yang halus sehingga organ yang ada dalam rongga peritonium tidak
saling bergesekan.
c) Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding posterior
abdomen.
d) Kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi.
Bagian – bagian hernia:
1) Kantong hernia
Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua hernia memiliki kantong,
misalnya hernia incisional, hernia adiposa, hernia intertitialis.
2) Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya usus, ovarium, dan
jaringan penyangga usus (omentum).
3) Pintu hernia
Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia.
4) Leher hernia
Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.
2.1.3. Etiologi
Hernia dapat terjadi karena lubang embrional yang tidak menutup atau melebar, atau
akibat tekanan rongga perut yang meninggi. Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya hernia antara lain sebagai berikut:
1. Kongenital
Terjadi akibat prosesus vaginalis peritonium disertai dengan annulus inguinalis yang cukup
lebar, terutama ditemukan pada bayi. Lemahnya dinding rongga perut. Dapat ada sejak lahir atau
didapat kemudian dalam hidup. Adapun penyebab kongenital atau bawaan dapat dibagi menjadi
dua berdasarkan kelainannya:
a) Hernia congenital sempurna. Bayi sudah menderita hernia kerena adanya defek pada tempat –
tempat tertentu.
b) Hernia congenital tidak sempurna. Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi dia
mempunyai defek pada tempat-tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan (0 – 1 tahun)
setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan
intraabdominal (mengejan, batuk, menangis).
2. Prosesus vaginalis yang terbuka, yang disebabkan oleh:
a) Pekerjaan mengangkat barang-barang berat.
b) Batuk kronik, bronchitis kronik, TBC.
c) Hipertropi prostat dan konstipasi.
d) Pekerja keras
3. Kelemahan otot dinding perut, yang disebabkan oleh:
a) Usia tua, sering melahirkan.
b) Perubahan defek setelah appendiktomy
4. Aquisial, aquisial adalah hernia yang terbuka disebabkan karena adanya defek bawaan tetapi
disebabkan oleh fakor lain yang dialami manusia selama hidupnya, antara lain :
a) Tekanan intraabdominal yang tinggi. Banyak dialami oleh pasien yang sering mengejan yang
baik saat BAB maupun BAK.
b) Konstitusi tubuh. Orang kurus cenderung terkena hernia jaringan ikatnya yang sedikit.
Sedangkan pada orang gemuk juga dapat terkena hernia karena banyaknya jaaringan lemak pada
tubuhnya yang menambah beban kerja jaringan ikat penyokong pada LMR.
c) Banyaknya preperitoneal fat banyak terjadi pada orang gemuk.
d) Distensi dinding abdomen karena peningkatan tekanan intraabdominal.
2.1.5. Patofisiologi
Pada hernia karena kelainan kongenital yang terjadi bawaan lahir, kanalis inguinalis
dalam kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke – 8 dari kehamilan, terjadinya desensus
vestikulorum melalui kanal tersebut. Penurunan testis itu akan menarik peritoneum ke daerah
scrotum sehingga terjadi tonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonea.
Bila bayi lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak
dapat melalui kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup, karena testis
yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka kanalis inguinalis yang kanan lebih sering
terbuka. Dalam keadaan normal, kanal yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan
(Soeparman, dkk. 2001).
Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel. Bila kanal terbuka terus,
karena prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital.
Biasanya hernia pada orang dewasa ini terjadi karena usia lanjut, karena pada umur tua otot
dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh
mengalami proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup (Soeparman, dkk.
2001).
Namun karena daerah ini merupakan locus minoris resistance, maka pada keadaan yang
menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat seperti batuk – batuk kronik, bersin yang kuat
dan mengangkat barang – barang berat, mengejan. Kanal yang sudah tertutup dapat terbuka
kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan
keluar melalui defek tersebut. Akhirnya menekan dinding rongga yang telah tertekan akibat
trauma, hipertropi prostat, asites, kehamilan, obesitas dan kelainan kongenital dan dapat terjadi
pada semua. Pria lebih banyak dari wanita, karena adanya perbedaan proses perkembangan alat
reproduksi pria dan wanita semasa janin.
Potensial komplikasi terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong
hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Terjadi penekanan terhadap cincin
hernia, akibat semakin banyaknya usus yang masuk, cincin hernia menjadi sempit dan
menimbulkan gangguan penyaluran isi usus. Timbulnya edema bila terjadi obtruksi usus yang
kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian terjadi nekrosis. Bila terjadi penyumbatan
dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah, konstipasi. Bila inkarserata dibiarkan, maka
lama kelamaan akan timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi
nekrosis. Juga dapat terjadi bukan karena terjepit melainkan ususnya terputar. Bila isi perut
terjepit dapat terjadi shock, demam, asidosis metabolik, abses (Soeparman, dkk. 2001).
Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara lain
obstruksi usus sederhana hingga perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat menimbulkan
abses lokal, fistel atau peritonitis.
Hernia eksternal merupakan protrusi abnormal organ intra-abdominal melewati defek faskia pada
dinding abdominal. Hernia yang sering terjadi adalah inguinal, femoral, umbilical, dan
paraumbilikal (Soeparman, dkk. 2001).
Hernia indirek bersifat congenital dan disebabkan oleh kegagalan penutupan prosesus
vaginalis (kantong hernia) sewaktu turun ke dalam skrotum. Kantong yang dihasilkan bisa
meluas sepanjang kanalis inguinalis; jika meluas kedalam skrotum maka disebut hernia lengkap.
Karena processus vaginalis terletak didalam funikulus spermatikus, maka prosessus ini
dikelilingi oleh muskulus kremater dan dibentuk oleh pleksus venosus pampiniformis, duktus
spermatikus dan arteria spermatika. Lubang interna ke dalam kavitas peritonealis selalu lateral
terhadap arteria epigastrica profunda dngan adanya hernia inguinalis indirek, sedangkan lubang
interna medial terhadap pembuluh darah ini bila hernianya direk (R. Sjamsuhidajat, 1997).
Hernia inguinalis dan scrotalis sering timbul pada pria dan lebih sering pada sisi kanan
dibandingkan sisi kiri. Peningkatan tekanan intra abdomen akibat berbagai sebab, yang
mencakup pengejanan yang mendadak, gerak badan yang terlalu aktif, obesitas, batuk menahun,
asites, mengejan pada waktu buang air besar, kehamilan dan adanya massa abdomen yang besar,
mempredisposisi pasien ke perkembangan hernia (R. Sjamsuhidajat, 1997).
Peningkatan tekanan intra abdomen ini akan mendorong bagian dari usus dan lambung
ke dalam kanalis ini, atau bahkan kedalam scrotum. Faktor yang dipandang berperan kausal
adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, dan kelemahan otot dinding perut karena usia.
Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonatus kurang lebih 90% prosesus
vaginalis tetap terbuka sedangkan pada bayi umur satu tahun sekiar 30% prosesus vaginalis
belum tertutup. Tetapi kejadian hernia pada umur ini hanya beberapa persen. Tidak sampai 10%
anak dengan prosesus vaginalis paten menderita hernia. Pada anak dengan hernia unilateral dapat
dijumpai prosesus vaginalis paten kontralateral lebih dari separo, sedangkan insidens hernia tidak
melebihi 20%. Umumnya disimpulkan bahwa adanya prosesus vaginalis yang paten bukan
merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia tetapi diperlukan faktor lain seperti anulus
ingunalis yang cukup besar.
Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik, hipertrofi
prostat, konstipasi, dan asites sering disertai hernia ingunalis.
Insidens hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya penyakit
yang meninggikan tekanan intraabdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya(Kozier
& Erb. 2004) .
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus
turut kendur. Sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih
transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus kedalam
kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan
N.Ilioinguinalis dan N.Iliofemoralis setelah apendektomi (Kozier & Erb. 2004).
Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum disebut hernia skrotalis.
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut lateral pembuluh epigastrika inferior.
Disebut indirek karena keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu anulus dan kanalis inguinalis;
berbeda dengan hernia medialis yang langsung menonjol melalui segitiga Hesselbach dan
disebut sebagai hernia direk.
Pada pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk lonjong sedangkan
hernia medial berbentuk tonjolan bulat. Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh
kelainan bawaan berupa tidak menutupnya prosesus vaginalis peritonium sebagai akibat proses
penurunan testis ke skrotum. Hernia geser dapat terjadi disebelah kanan atau kiri. Sebelah kanan
isi hernia biasanya terdiri dari sekum dan sebagian kolon asendens, sedangkan sebelah kirinya
terdiri dari sebagian kolon desendens. Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa
benjolan di lipat paha yang timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat,
dan menghilang waktu istirahat baring. Pada bayi dan anak-anak adanya benjolan yang hilang
timbul di lipat paha biasanya diketahui oleh orang tua. Jika hernia mengganggu dan anak atau
bayi sering gelisah, banyak menangis dan kadang-kadang perut kembung, harus dipikirkan
kemungkinan hernia strangulata (R. Sjamsuhidajat, 1997).
Defek pada dinding abdomen dapat kongenital (misalnya: hernia umbilikalis, kanalis
femoralis) atau didapat (misalnya akibat suatu insisi) dan dibatasi oleh peritoneum (kantung).
Peningkatan tekanan intraabdomen lebih lanjut membuat defek semakin lemah dan
menyebabkan beberapa isi intraabdomen (misalnya: omentum, lengkung usus halus), keluar
melalui celah tersebut. Isi usus yang terjebak di dalam kantung menyebabkan inkarserasi
(ketidakmampuan untuk mengurangi isi) dan kemungkinan strangulasi (terhambatnya aliran
darah ke daerah yang mengalami inkarserasi) (Kozier & Erb. 2004).
Pasien datang dengan benjolan di tempat lokasi hernia. Hernia femoralis berada di
bawah dan lateral dari tuberkulum pubikum. Biasanya hernia ini mendatarkan garis-garis kulit di
lipatan paha dan 10 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. 50% kasus
merupakan kasus kegawatdaruratan bedah akibat terobstruksinya isi hernia dan 50% dari kasus
ini membutuhkan reseksi usus halts. Hernia femoralis tidak dapat dikembalikan ke tempat
semula (irreducible). Hernia inguinalis dimulai pada bagian atas dan medial terhadap tuberkulum
pubikum namun dapat turun lebih luas jika membesar, biasanya mempertegas garis-garis lipatan
paha. Sebagian besar ringan dan jarang mengalami komplikasi (Kozier & Erb. 2004).
2.1.8. Penatalaksanaan
Pada hernia inguinalis lateralis responbilitas maka dilakukan tindakan bedah efektif
karena ditakutkan terjadi komplikasi. Pada yang iresponbilitas, maka diusahakan agar isi hernia
dapat dimasukkan kembali. Pasien istirahat baring dan dipuasakan atau mendapat diit halus.
Dilakukan tekanan yang kontinyu pada benjolan misalnya dengan bantal pasir. Baik juga
dilakukan kompres es untuk mengurangi pembengkakan. Lakukan usaha ini berulang-ulang
sehingga isi hernia masuk untuk kemudian dilakukan bedah efektif di kemudian hari atau
menjadi inkarserasi.
Pada inkerserasi dan strangulasi maka perlu dilakukan bedah darurat. Tindakan bedah
pada hernia ini disebut herniotomi (memotong hernia dan herniorafi (menjahit kantong hernia).
Pada bedah efektif manalis dibuka, isi hernia dimasukkan kantong diikat dan dilakukan “bassin
plasty” untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Pada bedah darurat, maka
prinsipnya seperti bedah efektif. Cincin hernia langsung dicari dan dipotong. Usus dilihat apakah
vital/tidak. Bila tidak dikembalikan ke rongga perut dan bila tidak dilakukan reseksi usus dan
anastomois end to end.
1. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga
atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
2. Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional.
Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia adalah
hernioraphy, yang terdiri dari herniotomi dan hernioplasti.
3. Herniotomi
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya. Kantong dibuka dan
isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat
setinggi mungkin lalu dipotong.
4. Hernioplasti
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat
dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting artinya dalam mencegah
terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal berbagai metode hernioplasti seperti
memperkecil anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia
transversa, dan menjahitkan pertemuan muskulus tranversus internus abdominis dan muskulus
oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale
poupart menurut metode Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa musculus transversus
abdominis, musculus oblikus internus abdominis ke ligamentum cooper pada metode Mac Vay.
Bila defek cukup besar atau terjadi residif berulang diperlukan pemakaian bahan sintesis seperti
mersilene, prolene mesh atau marleks untuk menutup defek.
Dalam melaksanakan tindakan penatalaksanaan pada pasien dengan hernia maka yang
hal-hal yang harus diperhatikan antara lain adalah prinsip pembedahan:
a) Herniotomi: eksisi kantung hernianya saja untuk pasien anak.
b) Herniorafi: memperbaiki defek, perbaikan dengan pemasangan jaring (mesh) yang biasa
dilakukan untuk hernia inguinalis, yang dimasukkan melalui bedah terbuka atau laparoskopik.
Setelah dilakukan tindakan pembedahan herniotomy yang harus diperhatikan adalah
perawatan untuk post operasi:
1) Hindari penyakit yang mungkin terjadi yaitu: Perdarahan, Syok, Muntah, Distensi,
Kedinginan, Infeksi, Dekubitus, Sulit buang air kecil.
2) Observasi keadaan klien.
3) Cek Tanda-tanda vital pasien.
4) Lakukan perawatan luka dan ganti balutan operasi sesuai dengan jadwal.
5) Perhatikan drainase.
6) Penuhi kebutuhan nutrisi klien.
7) Mobilisasi diri secara dini terutama pada hari pertama dan hari kedua.
a) Perawatan tidur dengan sikap Fowler (sudut 45o - 60o).
b) Hari kedua boleh duduk (untuk herniotomi hari ke-5).
c) Hari ketiga boleh jalan (untuk herniotomi hari ke-7).
8) Diet dan pemenuhan kebutuhan nutrisi:
a) Hari 0: Bila pengaruh obat anestesi hilang boleh diberi minum sedikit-sedikit
b) Hari 1: Diet Vloiher atau bubur sumsum dan susu cair (herniotomi diet sama dengan post
laparatomi)
c) Hari 2: Diet bubur saring
d) Hari 3: Berturut-turut diet ditingkatkan
d) Sistem Kardiovaskuler
Pada klien post herniotomi biasanya dapat terjadi peningkatan denyut nadi, hal ini disebabkan
dari rasa nyeri akibat luka operasi sehingga mengakibatkan medula oblongata untuk
meningkatkan frekuensi pernapasan dan merangsang epineprin sehingga menstimulasi jantung
untuk memompa lebih cepat selain itu juga dapat terjadi akibat faktor metabolik, endokrin dan
keadaan yang menghasilkan adrenergik sehingga dimanifestasikan peningkatan denyut nadi.
e) Sistem Integumen
Luka operasi akan mengakibatkan kerusakan kontinuitas jaringan dan keterbatasan gerak dapat
mengakibatkan kerusakan kulit pada daerah yang tertekan karena sirkulasi perifer terhambat.
Akibat dari keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan, sering terjadi
pembekakan skrotum setelah perbaikan hernia inguinal lateral ( C.Long, Barbara, 1996 : 247 ).
f) Sistem Muskuloskeletal
Nyeri pada luka operasi timbul akibat terputusnya kontinuitas jaringan serta adanya spasme otot,
terjadi penekanan pada pembuluh darah yang mengakibatkan metabolisme anaerob sehingga
menghasilkan asam laktat, hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan pergerakan ( otot
persendian ) sehingga aktivitas sehari-hari dapat terganggu. Selain itu nyeri akibat luka operasi
dapat mengakibatkan klien mengalami keterbatasan gerak.
g) Sistem Perkemihan
Terjadinya retensi urine dapat terjadi setelah prosedur pembedahan. Retensi terjadi paling sering
setelah pembedahan pada rektum, anus dan vagina setelah pembedahan pada abdomen bagian
bawah, penyebabnya diduga adalah spasme spinkter kandung kemih (Brunner & Suddarth 2002 :
484).
Dalam bab ini akan dibahas tentang asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
dengan Diagnosa Medis Hernia Scrotalis post operasi Herniotomy hari ke II di ruang rawat inap
bedah Rumah Sakit Umum Daerah Mayjen H.A Thalib Sungai Penuh tahun 2011 yang meliputi
pokok bahasan: pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan
evaluasi.
3.1 Pengkajian
Pengkajian Asuhan Keperawatan pada An. A dengan Diagnosa Medis Hernia Scrotalis
Post Operasi Herniotomy Hari ke II di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah
Mayjen H.A Thalib Sungai Penuh, dilakukan pada tanggal 11 Juni 2011 jam 12.00 WIB di
ruang Bedah RSUDMayjen H. A Thalib Sungai Penuh dan data yang didapatkan adalah:
3.1.1 Biodata
Identitas Pasien
Nama : An. A
Jenis Kelamin : Laki-laki.
Umur : 7 Tahun.
Pendidikan : SD.
Alamat : Pulau Sangkar.
Tanggal Masuk RS : 11 Juni 2011.
Ruang/Kamar : Bedah
Golongan Darah : AB.
Tanggal Pengkajian : 14 Juni 2011.
Diagnosa Medis : Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy
Penanggung Jawab
Nama : Tn. H.
Hub dengan pasien : Ayah.
Pekerjaan : Swasta.
Alamat : Pulau Sangkar.
3.1.2 Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada luka operasi, luka terasa panas dan menusuk selain itu juga
keluarga klien mengatakan klien mengeluhkan mual tapi tidak muntah dan tidak ada nafsu
makan dan nyeri diseluruh bagian perut dan sudah 6 hari klien mngeluhkan belum BAB.
3.1.3 Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluarga klien mengatakan sejak 1 bulan yang lalu klien sering mengeluhkan nyeri
pada bagian perut dan sering mual muntah selain itu sering diare atau BAB mencret, dan
beberapa hari sebelum masuk rumah sakit klien mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah
kanan dan bagian kemaluan/scrotum klien membengkak dan terdapat tonjolan. Kemudian oleh
keluarga diperiksakan ke dokter dan oleh dokter dianjurkan untuk operasi, kemudian oleh
keluarga dibawa kerumah sakit Mayjen H.A. Thalib Kerinci pada tanggal 11 Juni
2011, kemudian klien menjalani operasi pada tanggal 12 Juni 2011. Dan pada saat melakukan
pengkajian pada klien post operasi pada hari ke 2 yaitu pada tanggal 14 Juni 2011, didapatkan
keluhan/data.
Paliatif : Keluarga klien mengatakan, klien mengeluhkan nyeri pada luka operasi yaitu pada perut bagian
bawah dibawah pusat (umbilicus), nyeri terasa menusuk, pedih dan panas luka terasa kaku dan
sakit bertambah saat bergerak, selain itu juga klien mengatakan mual tapi tidak muntah.
Quality : Klien mengatakan nyeri terasa menusuk, pedih dan panas, nyeri terasa semakin sakit saat klien
bergerak dan batuk terutama saat klien duduk selain itu klien mengatakan perut terasa penuh
seperti mau muntah tapi tidak bisa muntah.
Region : Klien mnegeluhkan nyeri terasa di luka operasi yaitu di perut bagian bawah, dibawah pusat dan
nyeri menyebar keseluruh bagian perut hingga area kemaluan klien.
Severity : Kelurga klien mengatakan saat ini tidak dapat beraktivitas karena nyeri terutama saat nyeri
kambuh klien tidak mampu untuk bergerak dan hanya menangis dan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas sehari-hari seperti makan, membersihkan diri klien dibantu oleh orang tuanya.
Time : Klien mengatakan nyeri muncul setiap saat terutama saat klien bergerak dan batuk dan sering
muncul pada malam hari.
4. Keadaan Emosi
Status emosi klien kadang labil hal ini karena usia klien yang masih anak usia 7 tahun sehingga
klien sering merasa takut saat di ajak komunikasi oleh perawat, dan pada saat dilakukan
pengkajian yang lebih berperan dalam menjawab pertanyaan penulis adalah orang tua klien,
klein selalu mengungkapkan keluhannya pada orang tuanya.
Terhadap Orang Lain/Lawan Bicara
Klien terkadang hanya pasif saja ketika diajak komunikasi oleh perawat dan penulis dan klien
sering merasa gelisah dan takut ketika ditanyakan keluhannya dan ketika perawat akan
melakukan tindakan keperawatan pada klien, namun keluarga klien sangat kooperatif saat
dilakukan pengkajian.
n Dengan Keluarga
Keluarga klien mengatakan dalam keluarganya hubungan keluarga terjalin baik dan saling
memperhatikan satu sama lainnya termasuk apabila ada anggota keluarga yang sakit keluarga
yang lain ikut mendukung untuk mendapatkan kesembuhan dengan berobat.
3.1.7 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan umum klien lemah, tampak seperti menahan sakit pada luka operasi dan terkadang klien
menangis karena nyeri pada luka operasi, klien bedrest total.
2. Kesadaran
GCS 15 (Respon buka mata 4, Respon motorik 5 dan Respon verbal 6), Tingkat kesadaran
Compos mentis.
3. Tanda-tanda Vital:
TD : 100/70 mmHg S : 373 o C
N : 92 x / menit RR : 24 x/menit
11. Abdomen
Pada inspeksi didapatkan hasil permukaan abdomen simetris kanan dan kiri, tidak ada ascites dan
terdapat luka operasi pada kuadran abdomen bagian bawah tepatnya dibawah umbilicus atas
shimpisis pubis, panjang luka kurang lebih 7cm terdapat jahitan simpul sebanyak 10 simpul,
keadaan luka bersih tidak terdapat pus dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan luka tertutup
kassa steril. Pada auskultasi didapatkan bising usus kurang lebih 8x / menit sedangkan pada
perkusi keempat kuadran abdomen didapatkan suara tympani dan pada palpasi terdapat nyeri
tekan pada semua lapang abdomen terutama sekitar luka operasi yaitu di kuadran abdomen
sebelah bawah, tidak teraba lien dan hepar.
12. Genetalia
Terpasang Cateter, urine keluar dengan warna kuning pekat volume 450cc, tidak terdapat
endapan maupun darah, posisi kateter benar/tanpa hambatan, kateter terpasang hari ke dua
dan area scrotum sebelah kanan memerah dan ada nyeri tekan pada area genetalia klien.
13. Ekstremitas.
a) Ekstremitas atas
Fungsi ekstremitas atas normal dan dapat berfungsi dengan baik dan tidak menggunakan alat
bantu dan ekstremitas sebelah kanan terpasang Infus RL dengan infuset makro, 12 tetes/menit
keadaan infus baik tidak terdapat oedem pada area yang terpasang infus dan tidak ada nyeri pada
lengan, infus terpasang hari ke 3.
b) Ekstremitas bawah
Ekstremitas bawah tidak terdapat kelainan dan dapat berfungsi dengan baik hanya saja klien
tidak mau banyak bergerak karena terasa nyeri pada luka operasi semakin meningkat ketika
bergerak.
c) Skala kekuatan otot
Atas
Kanan Kiri
555 555
555 555
Bawah
Keterangan: Skala kekuatan otot pada kedua kaki dan kedua tangan nilai 5 yaitu dapat bergerak
dengan baik dan mampu menahan gravitasi.
1 2 3 4
1 Pola Nutrisi Dan Klien mengatakan dirumah Kelurga klien mengatakan
Metabolik biasa makan 3x sehari porsi selama di rumah sakit pola
1 piring kadang lebih, makanya klien tidak bisa
dengan jenis menu nasi makan banyak, hanya dapat
putih, sayur-sayuran dan makan makanan lunak atau
laku. Klien mengatakan tidak bubur yang dianjurkan diet
ada makanan yang di rumah sakit dengan diet bubur
hindarinya/tidak di sukainya, tinggi kalori tinggi protein,
dan tidak ada riwayat alergi klien mengatakan tidak nafsu
terhadap makanan makan dan mual tapi tidak
muntah, makan siang ini klien
hanya menghabiskan
seperempat porsi diet dari
rumah sakit, Sehari klien
minum susu yang diberikan
setiap 3 jam sebanyak
setengah gelas kurang lebih
100cc.
2 Pola Eliminasi BAB Klien mengatakan dirumah Orang tua klien selama 5 hari
BAB 1x sehari. Kadang- ini klien belum BAB, klien
kadang 2x dalam sehari. belum BAB karena efek dari
Konsistensi lunak, warna herniasi usus dan karena efek
coklat, bau khas feaces dan operasi sehingga klien belum
tidak ada masalah dalam BAB,
BAB
3 Pola Eliminasi BAK Klien mengatakan sebelum Selama dirumah sakit klien
dirawat dirumah sakit dalam terpasang selang cateter,
sehari kencing 3 – 4 X, dengan volume urine pada
warna urin kuning jernih, urine bag cateter saat
bau khas urin dan tidak pengkajian volume 450cc,
masalah dalam kebiasaan warna kuning pekat, bau khas
eliminasi pasien urine tidak terdapat endapan
darah dan cateter pemasangan
hari ke 2.
4 Pola Istirahat dan Tidur Klien mengatakan dirumah Selama sakit klien
dalam sehari tidur + 10 jam mengatakan kurang bisa tidur,
siang + 2 jam dan tidur pada sering terbangun terutama
malam hari sebanyak 9 jam, pada malam hari karena nyeri
klien lebih banyak tidur pada sering terasa dan suasana
malam hari. Dan tidak ada yang sepi.
masalah dalam pola tidur
klien dirumah.
5 Pola Aktivitas Sehari- Sebelum sakit klien biasa Keluarga klien mengatakan
hari Mobilisasi beraktivitas seperti
klien tidak bisa beraktivitas
kebanyakan anak-anak
sendiri. Klien takut bergerak
seusianya, bersekolah dan dan melakukan aktivitas
bermain seperti biasanya dan
karena nyeri dan
tidak terdapat masalah dalam
cemas/ketakutan yang
pemenuhan berlebihan terhadap luka
kebutuhan activity daily
operasinya. Untuk
living klien seperti makan,
pemenuhanActivity daily
mandi dan yang lainnya living seperti makan, minum
kebersihan dan alih posisi
klien dibantu oleh keluarga
dan perawat.
6 Kebersihan Diri Klien mengatakan dapat Untuk pemenuhan kebersihan
melakukan aktivitas dan diri klien dilakukan oleh
personal hygiene mandiri, orang tua klien dengan cara
mandi sehari 2X kadang- dilap dengan menggunakan
kadang lebih. washlap dan air hangat setiap
pagi dan sore.
3.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 11 Juni 2011 didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 3.2. Pemeriksaan penunjang laboratorium
Pada tanggal pengkajian tanggal 11 Juni 2011, klien An. A mendapatkan terapi sebagai
berikut:
Tabel. 3.3. Program Terapi
Nyeri akut
2 Data subyektif: Intoleransi Aktivitas
a) Klien mengatakan takut bergerak Cidera jaringan/
dan beraktivitas karena luka akan prosedur Infasive
terasa nyeri saat beraktivitas
b) Keluarga klien mengatakan semua
aktivitas klien seperti makan, minum Peningkatan rangsang
dan kebersihan diri dibantu oleh nociceptor
orang tua.
Data Obyektif:
a) Pasien tampak lemah. Nyeri
b) Skala kekuatan otot pada semua
ekstremitas bawah 5, tetapi klien Ketakutan bergerak
tidak mau beraktivitas karena nyeri
pada luka operasi di abdomen.
Malaise
c) Untuk memenuhi ADLnya pasien
dibantu oleh keluarga dan perawat.
Keterbatasan rentang
gerak
Intolerasi
3 Data subyektif: Konstipasi
a) Keluarga klien mengatakan selama Herniasi Usus
dirumah sakit belum BAB, karena
sebelum dan sesudah operasi pasien
puasa. Proses Operasi
b) Pasien mengatakan perut terasa sakit
ingin BAB tapi tidak bisa BAB.
c) Keluarga klien mengatakan klien Immobilisasi
makan dan minum sedikit karena sekunder akibat post
sesudah operasi dianjurkan puasa dan operasi dan efek
makan sedikit-sedikit. anastesi.
Data obyektif:
a) Kurang lebih 6 hari selama di rumah Perubahan pada system
sakit pasien belum bisa BAB pencernaan dan
b) Pemeriksaan palpasi abdomen metabolisme
teraba massa feses dikuadran perut
bagian kiri bawah.
c) Pasien bedrest di tempat tidur.
Penurunan peristaltik
usus
Penumpukan Feses
Konstipasi
Resiko infeksi
3.2.4. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan peningkatan respon rangsang nyeri
(nociceptor) akibat dari adanya prosedur infasive operasi ditandai dengan klien mengatakan
kurang bisa tidur terutama pada malam hari, sering terbangun pada malam hari karena sering
mengeluhkan nyeri muncul pada area perut dan luka operasi, klien tampak pucat dan mata
merah, klien hanya tidur 6 jam pada malam hari dan tampak memegangi area abdomen yang
terdapat luka operasi dan suasana rumah sakit yang bising.
3.2.5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan akibat prosedur invasive/ tindakan
operatif dan adanya proses inflamasi luka post operasi ditandai dengan klien mengatakan luka
terasa panas dan pedih, pada abdomen klien terdapat luka operasi pada kuadran abdomen bagian
bawah tepatnya dibawah umbilicus atas shimpisis pubis, panjang 7cm terdapat jahitan 10 simpul
dan luka tertutup kassa steril, keadaan luka bersih tidak terdapat pus dan tidak oedem, luka
teraba agak hangat dan luka agak kemerahan dan pemeriksaan leukosit: 10.200/ul. Suhu: 373 oC
b) Menganjurkan klien
b) Klien mulai mau bergerak dan
berpartisipasi dalam semua belajar beraktivitas misalnya
aktifitas sesuai kemampuan minum sendiri.
individual.
5 Selasa III a) Mengkaji dan mengob- a) Pasien mengatakan sudah 3 hari
14 Juni 2011 servasi kebiasaan BAB pasien ini belum bisa BAB, perut pasien
15.30wib dan masalah dalam BAB terasa sakit ingin BAB tapi tidak
bisa BAB.
b) Menganjurkan pasien minum
Selasa air banyak 1500– 3000cc b) Palpasi abdomen teraba massa
14 Juni 2011 perhari, dan makan makanan feses di kuadran perut kiri bawah.
15.00wib yang lunak sedikit–sedikit tapi
c) Pasien makan bubur sumsum
sering, diet post operasi.
b. Menganjurkan, memberikan
dukungan dan bantuan
b) Klien mengatakan mulai tidak
seperlunya keluarga/orang takut beraktivitas dan nyeri mulai
pada terdekat klien dalam beerkurang.
aktivitas klien c) Klien mampu beraktivitas
mandiri. Klien tidak cemas lagi
18 Kamis IVa) Mengidentifikasi ulang
a) Keluarga klien mengatakan
16 Juni 2011 penyebab kesulitan tidur klien seudah mulai tidur nyenyak
20.30wib pasien dan masalah dalah pola dan tidak sering terbangun lagi
istirahat tidur karena nyeri sudah berkurang.
Waktu tidur klien dimulai pada
jam 19.30wib dan terbangun pada
pukul 05.30wib
b) Ibu klien mengatakan klien
b) Ciptakan lingkungan yang mulai mampu beradaptasi dengan
nyaman dan tenang dengan lingkungan rumah sakit yang
membatasi pengunjung dan bising dan selalu memulai tidur
mengurangi kebisingan dengan berdo’a
2 Selasa II Subyektif:
14 Juni 2011 a) Keluarga klien mengatakan klien masih takut beraktivitas
17.30wib sendiri.
b) Keluarga klien mengatakan untuk memenuhi semua
kebutuhan aktivitas sehari-hari klien seperti mandi, makan,
minum dan duduk dibantu oleh keluarga.
c) Klien mengatakan belum berani bergerak dan hanya
berbaring saja.
Obyektif:
a) Klien bedrest.
b) Semua aktivitas sehari-hari (activity daily living)seperti
makan, duduk, alih baring dilakukan orang tua klien dan
dengan bantuan perawat.
Analisa:
Masalah keperawatan intoleransi aktivitas belum teratasi.
Planning: Lanjutkan Intervensi
a) Dorong partisipasi klien dalam semua aktifitas sesuai
kemampuan individual.
b) Dorong dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat
dalam latihan gerak.
c) Berikan lingkungan tenang dan mempertahankan tirah
baring.
d) Bantu aktifitas atau ambulasi pasien sesuai dengan
kebutuhan
3 Selasa III Subyektif:
14 Juni 2011 a) Klien mengatakan perutnya mulas ingin BAB tapi belum
17.30wib bisa BAB.
b) Keluarga klien mengatakan sudah beberapa hari ini klien
belum bisa BAB
c) Keluarga klien mengatakan klien makan makanan yang
lunak dan banyak makan buah yang lunak seperti pepaya
agar bisa BAB
Obyektif:
a) Klien belum BAB sejak 6 hari ini
b) Klien Bedrest sehingga tidak banyak bergerak sehingga
memungkinkan feses tertekan.
c) Pada auskultasi abdomen didapatkan peristaltik usus
12x/menit.
Analisa:
Masalah keperawatan konstipasi belum teratasi
Planning: Intervensi dilanjutkan
a) Anjurkan pasien untuk alih posisi tiap 2 jam sekali
b) Anjurkan pada pasien untuk minum banyak 1500–
3000cc tiap hari dan makanan yang mengandung serat.
c) Anjurkan pada pasien makan makanan yang lunak porsi
sedikit-sedikit tapi sering
d) Kaji peristaltik usus setiap pagi dan sesuai kondisi klien
4 Selasa IV Subyektif:
14 Juni 2011 a) Keluarga klien mengatakan, klien sering terbangun
20.30wib tidurnya terutama malam hari karena nyeri muncul dan
sering menangis.
b) Klien mengatakan tidak bisa tidur karena nyari sering
muncul pada malam hari
Obyektif:
a) Tidur klien belum cukup dan klien terlihat sering
menangis malam karena nyeri muncul.
b) Mata klien merah
Analisa:
Masalah keperawatan gangguan pola istirahat dan tidur
belum teratasi
Planning: Intervensi dilanjutkan
a) Identifikasi penyebab kesulitan tidur pasien dan masalah
dalah pola istirahat tidur
b) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang dengan
membatasi pengunjung dan mengurangi kebisingan
c) Ajarkan tekhnik relaksasi dengan nafas dalam sebelum
tidur saat nyeri muncul
d) Anjurkan pasien berdoa terlebih dahulu sebelum tidur
5 Selasa V Subyektif:
14 Juni 2011 Klien mengatakan luka terasa nyeri dan kaku dan terasa
17.30wib panas pada luka.
Obyektif:
a) Terdapat luka post operasi pada hari ke 2, keadaan luka
bersih, tidak terdapat tanda-tanda infeksi seperti oedem dan
pus tapi luka agak memerah, panjang luka kurang lebih
7cm, jahitan sebanyak 10 simpul, jahitan rapi dan luka
tertutup kassa steril.
b) Tanda-tanda vital:
TD : 100/70mmHg
Nadi : 92x/menit
Respirasi : 24x/menit
Suhu : 373oC
Analisa/Assasment:
Masalah keperawatan resiko tinggi infeksi belum terjadi
Planning: Intervensi dilanjutkan
a) Kaji adanya tanda–tanda infeksi dan peradangan meliputi
adanya kemerahan sekitar luka dan pus pada luka operasi.
b) Lakukan medikasi luka steril/bersih tiap hari.
c) Pertahankan tekhnik aseptik antiseptik/kesterilan dalam
perawatan luka dan tindakan keperawatan lainnya.
d) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian therapy
antibiotik
6 Rabu I Subyektif:
15 Juni 2011 a) Klien mengatakan luka operasi terasa nyeri sedikit
09.45wib berkurang dan kaku
b) Klien mengatakan setelah melakukan nafas dalam
berulang kali nyeri sedikit berkurang dan klien mau
melakukan nafas dalam berulang-ulang.
c) Keluarga klien mengatakan klien mau melakukan nafas
dalam dan mempraktekan berulang-ulang saat nyeri
muncul dan klien menangis saat nyeri muncul.
d) Saat dilakukan pengkajian nyeri diberi rentang 1-10 klien
menyebutkan nyeri nya berkurang dari 6 menjadi 4.
Obyektif:
a) Ekspresi wajah klien lebih rileks
b) Klien mau melakukan nafas dalam berulang-ulang
c) Tanda-tanda vital:
TD : 100/70mmHg
Nadi : 92x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 373oC
Analisa:
Masalah keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri teratasi
sebagian.
Planning: Intervensi Dilanjutkan
a) Kaji tanda-tanda vital sesuai kondisi klien
b) Kaji nyeri meliputi lokasi, frekuensi, kwalitas dan skala
nyeri pasien.
c) Anjurkan pada keluarga untuk memberikan massase pada
area abdomen yang nyeri tapi bukan area luka operasi.
7 Rabu II Subyektif:
15 Juni 2011 a) Keluarga klien mengatakan klien sudah mau bergerak
09.45wib sendiri secara perlahan-lahan.
b) Klien mengatakan mulai tidak tahu dan cemas lagi
melakukan pergerakan secara bertahap seperti duduk dan
minum sendiri tapi masih dibantu minimal oleh ibu klien
Obyektif:
Kecemasan klien untuk bergerak berkurang
Aktivitas klien seperti makan, duduk dan beralih posisi
masih dibantu oleh keluarga.
Klien mulai bisa duduk walaupun dibantu
Analisa:
Masalah keperawatan intoleransi aktivitas teratasi sebagian
Planning: Lanjutkan Intervensi
a) Berikan lingkungan tenang dan mempertahankan tirah
baring.
b) Bantu aktifitas atau ambulasi pasien sesuai dengan
kebutuhan
9 Rabu IV Subyektif:
15 Juni 2011 a) Klien mengatakan apabila suasana tidak bising bisa tidur
20.45wib nyenyak
b) Ibu klien mengatakan anaknya masih sering terbangun
malam hari dan menangis tapi masih bisa tidur dan klien
mau berdo’a sebelum tidur.
Obyektif:
a) Klien masih terbangun malam tapi nyeri mulai
berkurang.
b) Klien tampak berdo’a
Analisa/Assasment:
Masalah keperawatan gangguan pola istirahat tidur teratasi
sebagian.
Planning: Intervensi dilanjutkan
a) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang dengan
membatasi pengunjung dan mengurangi kebisingan
b) Ajarkan tekhnik relaksasi dengan nafas dalam sebelum
tidur saat nyeri muncul
c) Anjurkan pasien berdoa terlebih dahulu sebelum tidur
10 Rabu V Subyektif:
15 Juni 2011 Klien mengatakan luka terasa kaku tapi tidak panas dan
09.45wib nyeri mulai sedikit berkurang
Obyektif:
a) Tanda-tanda vital: TD: 100/70 mmHg, nadi 88x/menit,
respirasi: 20x/menit, dan Suhu tubuh klien: 37oC
b) Luka tampak bersih tidak terdapat Pus, tidak tampak
kemerahan dan oedem jahitan luka rapi dan luka tertutup
kassa steril.
Analisa:
Masalah keperawatan resiko tinggi infeksi belum terjadi
Planning:
a) Kaji adanya tanda–tanda infeksi dan peradangan meliputi
adanya kemerahan sekitar luka dan pus pada luka operasi.
b) Lakukan medikasi luka steril/bersih tiap hari dengan
menggunakan cairan NaCl dan Bethadine dengan
perawatan luka bersih.
c) Pertahankan tekhnik aseptik antiseptik/kesterilan dalam
perawatan luka dan tindakan keperawatan lainnya.
11 Kamis I Subyektif:
16 Juni 2011 a) Pasien mengatakan nyeri jauh lebih berkurang, nyeri
11.30wib hanya terasa kadang–kadang
b) Setelah nafas dalam nyeri tidak dirasakan lagi
c) Saat dilakukan pengkajian nyeri diberi rentang 1-10 klien
menyebutkan nyeri nya berkurang dari 4 menjadi 1.
Obyektif:
a) Klien tampak rileks dan ekspresi wajah klien tidak nyeri
lagi.
b) Luka operasi kering dan tidak bengkak.
c) Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah:
100/80mmHg, Nadi: 86x/menit, respirasi 20x/ menit, Suhu
367 oC
Analisa:
Masalah keperawatan gangguan rasa nayaman nyeri teratasi
Planning: intervensi dihentikan
12 Kamis II Subyektif:
16 Juni 2011 a) Keluarga klien mengatakan klien mulai mau berjalan dan
11.30wib bangun sendiri dan kekamar mandi sendiri.
b) Klien mengatakan mulai tidak takut beraktivitas dan
nyeri mulai beerkurang.
Obyektif:
a) Klien mampu beraktivitas mandiri
b) Klien tidak cemas lagi
Analisa/Assasment:
Masalah keperawatan intoleransi aktivitas teratasi
Planning:
Intervensi dihentikan pasien pulang.
13 Kamis IV Subyektif:
16 Juni 2011 a) Keluarga klien mengatakan klien seudah mulai tidur
20.30wib nyenyak dan tidak sering terbangun lagi karena nyeri sudah
berkurang.
b) Ibu klien mengatakan klien mulai mampu beradaptasi
dengan lingkungan rumah sakit yang bising dan selalu
memulai tidur dengan berdo’a
Obyektif:
a) Klien tampak tidur nyenyak
b) Waktu tidur klien dimulai pada jam 19.30wib dan
terbangun pada pukul 05.30wib
Analisa:
Masalah keperawatan gangguan pola istirahat tidur teratasi
Planning:
Intervensi dihentikan pasien pulang
14 Kamis V Subyektif:
16 Juni 2011 a) Klien mengatakan luka sudah tidah begitu nyeri dan kaku
11.30wib b) Keluarga klien mengatakan setiap pagi dan sore tempat
tidur selalu dibersihakan dan pasien tiap pagi dan sore
selalu di lap dengan washlap air hangat
Obyektif:
a) Luka tampak bersih dan tidak ada tanda-tanda infeksi
seperti tidak terdapat oedem dan kemerahan pada luka dan
tidak terdapat pus jahitan luka rapi dan luka bersih tertutup
kassa steril.
b) Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah:
100/80mmHg, Nadi: 86x/menit, respirasi 20x/ menit, Suhu
367 oC
Analisa:
Masalah keperawatan resiko tinggi infeksi teratasi, infeksi
tidak terjadi
Planning:
Intervensi dihentikan pasien pulang
DAFTAR PUSTAKA
Anonim B. (April 2011) Biologyc Safety Of Nursing intervension and Clinicalguide nursing Clasivication
Surgery. Avaibable from http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm?doc_id=5180. Di akses
tanggal 22 Juli 2011.
Anonim C. (2011) Pedoman Perawatan Pasien Post Operasi Laparotomy dan Hernia Scrotalis dan
perawatan Luka lanjutan. Available fromhttp://www.wounds1.com/care/procedure20.cfm/35. Di
akses tanggal 22 Juli 2011
Anonim D. (April 2011) Pain perception and Management. Fundamentals of nursing: Human health and
function system Gastrointestinal.
Availablefromhttp://www.burnsurgery.org/Betaweb/Modules/moisthealing/part_2bc. .htm.Di
akses tanggal 22 Juli 2011.
Biggs WS, Dery WH. (2008) Evaluation and Treatment of Constipation in Infants and
Children.http://www.aafp.org/afp/20060201/469.html. Di akses tanggal 22 Juli 2011.
Kozier & Erb. (2004) Hernia Scrotalis Post Surgery Management dan Wounds. Fundamentals of nursing:
Concepts, process, and practice (7th ed.). New Jersey: Pearson prentice hall. Available
from http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/april 2009. Di akses tanggal 22 Juli
2011.
Oeswari E. (2000) Bedah dan Perawatannya. FKUI. Jakarta
Price. S. A.(2005) Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. (terjemahan). Edisi 6. EGC. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. Jong. Wd. (2005) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2 (terjemahan) EGC.
Jakarta.
Smeltzer S. C. B. G. (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth(terjemahan) Vol
2. EGC. Jakarta.
Wilkinson, J.M. (2000) Nursing diagnosis handbook with NIC interventions and NOC outcomes (7th ed.).
Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall
Health.http://wps.prenhall.com/chet_kozier_fundamentals_7/0,7865,764086-,00.html. Di akses
tanggal 22 Juli 2011.