Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Shigellosis atau disentri basiler tergolong penyakit menular yang
merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian terutama pada
anak usia di bawah 5 tahun khususnya di negara berkembang. Penyebab
terjadinya penyakit ini adalah bakteri Shigella spp. Shigella adalah bakteri
entenik patogen yang dominan sebagai kausa diare bersama-sama
dengan Salmonella dan Vibrio cholerae. Kasus ini paling sering terjadi di
lingkungan dengan sanitasi dan hygiene yang buruk, ketersediaan
sumber air bersih yang kurang, kemiskinan, dan pendidikan rendah.
Penyakit pada anak-anak ini dapat memberikan dampak merugikan
terhadap status gizi anak. Shigellosis memberikan efek negative terhadap
status gizi akibat penurunan asupan nutrisi dan absorpsi usus,
peningkatan katabolisme dan pemecahan nutrient yang digunakan untuk
sintesis jaringan dan pertumbuhan. Sementara malnutrisi dapat menjadi
predisposisi terhadap terjadinya infeksi akibat penurunan kemampuan
barrier proteksi kulit dan mukosa, serta perubahan fungsi respon imun.
Keadaan ini seringkali mengakibatkan penurunan energi disertai
defisiensi mikronutrien.
Survei Kesehatan Nasional yang dilakukan oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan bahwa
sekitar 9,4% kematian pada bayi dan 13,2% kematian pada anak usia 1-4
tahun adalah akibat infeksi diare. Shigella spp. merupakan penyebab
infeksi diare yang dominan untuk negara berkembang. Setiap tahun,
diperkirakan ada sekitar 164,7 juta kasus infeksi diare yang disebabkan
oleh kuman Shigella, dan 163,2 juta di antaranya terjadi di negara
berkembang.
Laporan epidemiologi menunjukkan bahwa 600.000 dari 140 juta
pasien shigellosis meninggal setiap tahun di seluruh dunia. Data di
Indonesia memperlihatkan 29% kematian diare terjadi pada umur 1
sampai 4 tahun disebabkan oleh Disentri basiler. Laporan dari di Amerika
Serikat memperkirakan sebanyak 6000 dari 450.000 kasus diare per
tahun dirawat di rumah sakit,di Inggris 20.000-50.000 kasus per tahun,
sedangkan di Mediterania Timur dilaporkan kematian ± 40.000 kasus
(rata rata case fatality rate 4%).

1.2. Tujuan Umum


Adapun tujuan umum, yaitu untuk program Pemberantasan
Penyakit Menular.

1.3. Tujuan Khusus


Sedangkan tujuan khusus, yaitu :
1. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud
dengan shigellosisserta karakteristiknya,
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana rantai
penularan shigellosis,
3. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana usaha
pengendalianshigellosis,
4. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana usaha
pencegahan shigellosis, dan
5. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana usaha
pemberantasanshigellosis.
BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1. Anatomi dan Fisiologi

1. Mulut
Merupakan tempat dimulainya pencernaan makanan. Di mulut
berlangsung dua jenis pencernaan, yaitu: Pencernaan mekanik
yang dilakukan oloh gigi dan lidah, berupa pengunyahan,
pergerakan otot-otot lidah dan pipi untuk mencampur makanan
dengan air ludah sebelum makanan ditelan. Pencernaan secara
kimia yang dilakukan oleh kelenjar ludah, yaitu pemecahan amilum
menjadi maltosa.
a. Lidah
Berfungsi untuk mencerna makanan secara mekanik,
membantu proses mengunyah, menelan, membedakan
bermacam rasa. Untuk mendukung fungsi mengenali rasa,
pada permukaan lidah terdapat papilla-papila yang di dalamnya
terdapat puting-puting pengecap rasa. Macam rasa yang dapat
dibedakan oleh lidah adalah manis, asam, asin, dan pahit.
Selain itu, lidah juga peka terhadap panas, dingin, dan
tekanan.
b. Kelenjar Ludah
Merupakan kelenjar penghasil ludah atau air liur (saliva) yang
terdiri dari tiga pasang.
1) Kelenjar parotis berada di bawah telinga, yang berfungsi
menghasilkan ludah berbentuk cair.
2) Kelenjar submandibularis berada di rahang bagian bawah,
berfungsi menghasilkan getah yang mengandung air dan
lendir.
3) Kelenjar sublingualis berada di bawah lidah, berperan
menghasilkan getah yang mengandung air dan lender.
4) Ludah dalam pencernaan makanan berperan untuk
memudahkan dalam menelan makanan dengan cara
membasahi dan melumasi makanan. Ludah mengandung
enzim ptyalin (amylase) yang berperan mengubah zat
karbohidrat (amilum) menjadi maltose (gula sederhana).
Enzim ptyalin akan berfungsi maksimal jika berada pada pH
6,8-7 dan padasuhu37°C.
c. Gigi
Berfungsi untuk memotong dan mengoyak makanan yang
masuk ke mulut (sebagai alat pencernaan mekanik). Tujuan
makanan dipotong dan dikoyak menjadi lebih kecil agar mudah
untuk dicerna oleh lambung. Perkembangan gigi dimulai saat
anak berusia sekitar enam bulan. Gigi yang pertama kali
tumbuh disebut gigi susu. Selanjutnya, pada usia 6-14 tahun
gigi susu akan diganti menjadi gigi sulung, selanjutnya akan
berkembang menjadi gigi tetap. Gigi susu terdiri dari 4 gigi
geraham belakang, 2 gigi taring dan 4 gigi seri pada rahang
atas. Pada rahang bawah terdiri dari 4 gigi geraham belakang,
2 gigi seri dan 4 gigi seri. Gigi tetap memiliki rumusan 6 gigi
geraham belakang, 4 geraham depan, 2 gigi taring, dan 4 gigi
seri pada masing-masing rahang, baik rahang atas maupun
rahang bawah.
2. Lambung
Setelah makanan dikunyah di dalam mulut selanjutnya dibawa ke
lambung melalui kerongkongan. Makanan dapat turun ke lambung
atas bantuan kontraksi otot-otot kerongkongan tersebut. Selama di
lambung, makanan akan diproses secara kimiawi menggunakan
enzim-enzim pencernaan, diantaranya:
a. Renin, zat renin ini hanya dimiliki oleh bayi yang fungsinya
untuk mengendapkan protein susu dari air susu ibu (ASI).
b. Pepsin, zat yang satu ini fungsinya untuk memecah protein
menjadi pepton.
c. Asam Klorida (HCI), fungsinya untuk mengaktifkan
pepsinogen menjadi pepsin.
d. Lipase, zat lipase fungsinya untuk memecah lemak menjadi
asam lemak dan gliserol.
3. Usus 12 Jari
Makanan diproses dalam lambung sekitar 3-4 jam, setelah itu
dibawa menuju usus 12 jari dan akan dicerna dengan bantuan
enzim-enzim dari pankreas. Disamping itu juga terdapat empedu
yang dihasilkan oleh hati fungsinya untuk mengemulsikan lemak
kemudian dialirkan ke usus 12 jari.
4. Usus Halus
Setelah itu makanan dibawa ke usus halus untuk diserap
kandungannya, seperti lemak diserap dalam bentuk asam lemak
dan gliserol, Karbohidrat diserap dalam bentuk glukosa, dan
protein diserap dalam bentuk asam amino. Sedangkan vitamin dan
mineral dapat langsung diserap oleh usus halus tanpa dicerna.
5. Usus Besar
Kemudian makanan yang tidak dicerna usus halus akan menuju
usus besar dan menjadi fases. Air yang masih ada dalam usus
besar akan diserap kembali ke usus besar.
6. Anus
Sisa makanan yang tidak diserap akan dibuang melalui anus.

2.2 Pengertian
Disentri didefinisikan dengan diare yang disertai darah dalam
feses, menyebabkan anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat,
dan kerusakan mukosa usus karena bakteri invasive. (Sodikin, 2011)
Disentri adalah penyakit semacam diare dengan gejala umum
buang air besar dengan bentuk kotoran yang cair. Perbedaan disentri dari
diare adalah ada bercak-bercak darah di kotoran. Setiap tahun penyakit
disentri menjadi penyebab kematian satu juta orang di negara
berkembang dan kebanyakan dari mereka adalah anak-anak (Thompson,
2012).
Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya yang disertai
dengan darah dan sering kalii menyebabkan kematian dibandingkan
dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat disebabkan oleh
bakteri (disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba). (Nanda, 2015:
203)

2.3. Klasifikasi
Ada duamacamdisentri yaitu:
1. Disentribasilier
Disentri basilier merupakan penyakit disentri yang disebabkan karena
serangan bakteri seperti Shigella, Eschericia coli
enteroinvasif, dan Salmonella.
2. Disentri amoeba
Disentri amoeba merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Entamoeba histolytica.

2.4. Etiologi
1. Bakteri (Disentribasiler)
a. Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (± 60%)
kasus disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri
yang berat dan mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella.
b. Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
c. Salmonella dan Campylobacter jejuni, terutama pada bayi.
2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoebahystolitica, lebih
sering pada anak usia> 5 tahun.

2.5. Manifestasi Klinis


1. Nyeriabdomen berat
2. Demam tinggi
3. Muntah
4. Anoreksia
5. Toksisitas menyeluruh
6. Mendadak ingin buang air besar dan nyeri saat defekasi
7. Perut kembung dan nyeri
8. Suara usus hiperaktif
9. Nyeri rektum pada pemeriksaan digital
10. Tinja berlendir darah namun beberapa anak tidak pernah menjelek
sampai stadium diare berdarah, sedang pada yang lain tinja pertama
berdarah.

2.6 Patofisiologi
Sifat virulensi dasar yang dimiliki bersama oleh
semua shigellaadalah kemampuannya menginvasi sel epitel kolon. Sifat
ini dikodekan pada plasmid besar (120-140 MD) yang menyebabkan
sintesis kelompok polipeptida yang terlihat pada invasi dan pembunuhan
sel.Shigella yang kehilangan virulensi plasmidnya tidak lagi berperan
sebagai patogen. Escerichia coli yang secara alamiah atau antifisial
mengadung plasmid beperilaku seperti shigella. Disamping sifat virulensi
utama yang dikode plasmid, faktor-faktor yang dikode secara kromosom
juga diperlukan untuk virulensi penuh; beberapa sifat dari kromosom ini
penting untuk semua shigella (misal, sintesis lipopolisakarida) sedang
yang lain hanya penting pada beberapa serotip (misal, sintesis
sigotoksin). Sigotoksin suatu eksotoksin kuat penghambat sintesis protein
dihasilkan dalam jumlah yang berarti hanya oleh serotip 1 S.
Dysenteriae dan E. Coli tertentu (E coli enterohemoragik, atau E coli
penghasil toksin seperti shiga ). Fase diare berair shigellosis dapat
disebabkan oleh enterotoksin unik; enterotoksin shigella 1 (SHET-1),
dikode pada kromosom bakteri dan SHET-2 dikode pada plasmod
virulensi.
Shigella memerlukan amat sedikit inokulum agar menimbulkan
sakit. Penelanan sebanyak 10 organisme S. Dysenteriae serotip 1 dapat
menyebabkan disentri pada beberapa individu yang rentan. Hal ini
berbeda dengan organisme seperti vibriocholerae, yang memerlukan
penelanan 108-1010 organisme agar menimbulkan sakit. Pengaruh
inokulum menjelaskan kemudahan penularan shigella dari orang ke orang
yang berbeda dengan vibriocholerae. (Behrman, 2012)
Patway

Bakteri shingella

Masuk lewat makanan

Mukosa usus

Peradangan

Ulkus Resorbsi/absorbsi tidak


seimbang

Gangguan rasa
Diare Keletihan
nyaman nyeri

Nyeri akut
Resiko Hipertermi
ketidakseimbangan
elektrolit

Intake berkurang
Perdarahan
akut
Nutrisi kurang dari
kebutuhan
2.7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Nanda (2015:204) sebagai berikut :
1. Pemeriksaan tinja
2. Makroskopis : suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan
bentuk trofozoit dalam tinja
3. Benzidin test
4. Mikroskopis : leukosit fecal (pertanda adanya koltis), darah fecal
5. Biakan tinja
6. Media agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD), agar SS
7. Pemeriksaan darah rutin: leukositosis (5000-15000 sel/mm3), kadang-
kadang dapat ditemukan leukopenia.

2.8. Penatalaksanaan
1. Diet Tinggi Kalori/Tinggi Protein.
Biasanya pada penderita disentri mengalami malnutrisi yang biasanya
disebabkan adanya malabsorbsi karbohidrat, vitamin, dan mineral.
Penderita disarankan untuk makan makanan dalam bentuk yang
relatif lembek (dengan tujuan mengurangi kerja usus).
2. Terapi dehidrasi
Terapi dehidrasi berdasarkan derajat dehidrasi.
3. Antibiotik
Pengobatan dengan antibiotik yang tepat akan mengurangi masa
sakit dan menurunkan risiko komplikasi dan kematian. Pilihan utama
untuk disentri basilier adalah Kortimoksazol (Trimetropin 10mg/kg/hari
dan Sulfametoksazol 50mg/kg/hari) dibagi dalam 2 dosis selama 5
hari.
4. Alternatif yang dapat diberikan antara lain:
a. Ampisilin 100mg/kg/hari dibagi dalam 4 dosis
b. Cefixime 8 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis
c. Ceftriaxone 50 mg/kg/hari dalam dosis tunggal IV atau IM
d. Asam nalidiksat 55 mg/kg/hari dibagi dalam 4 dosis
e. Terapi antibiotik untuk disentri amoeba yaitu metronodazol 30-50
mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari.
5. Antipiretik
Antipiretik berfungsi untuk menghambat produksi prostalgladin
yang memacu peningkatan suhu lewat hipotalamus sehingga
dapat menurunkan demam.
(Nanda, 2015:204-205)

2.8 Komplikasi
Menurut Samik Wahab (2012:183) komplikasi dari disentri antara lain :
1. Dehidrasi dengan resiko gagal ginjal atau kematian
2. Sepsis dan koagulasi intravaskular tersebar
3. Hemolisis
4. Anemia
5. Sindrom hemolitik uremik
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
1. Identitas
Identitas klien harus diketahui oleh perawat meliputi nama, umur,
kenis kelamin, alamat rumah, agama, pekerjaan, suku bangsa,
bahasa yang dipakai, status pendidikan, dna pekerjaan klien/asuransi
kesehatan.
2. Riwayat penyakit saat ini
BAB warna kuning kehujauan, bercampur lendir dan darah atau
lendir saja dan bahkan berbusa. Konsistensi encer, frekuensi lebih
dari 3 kali.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, dan penyakit GI lainnya. Serta
penggunaan obat-obatan terkait.
4. Riwayat nutrisi
Perlu dikaji mengenai pola nutrisi yang dikonsumsi oleh seseorang
dan jenis jenis makanan yang dikonsumsi sehari harinya,
5. Riwayat lingkungan
Perlu kita kaji bagaimana lingkungan sekitar seseorang. Apakah
lingkungan dapat dikatakan higienis atau tidak. Seperti keadaan air
untuk mencuci makanan, suhu tempat menyimpan makanan,
kebersihan lingkungan serta kebersihan alat makan.

3.2. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan menurut Nanda (2015:205) adalah
sebagai berikut :
1. Hipertermi berhubungan dengan infeksi dampak sekunder dari diare.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang.
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan distensi pasda lumen.
4. Keletihan berhubungan dengan penurunan absorbsi nutrisi menjadi
energi.
5. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan sekunder terhadap diare.
3.3. Intervensi
Intervensi keperawatan menurut Nanda (2015) sebagai berikut :
1. Hipertermi berhubungan dengan infeksi dampak sekunder dari diare.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
hipertermi dapat teratasi.
b. Kriteria Hasil :
Suhu tubuh dalam rentang normal.
Nadi dan RR dalam rentang normal.
c. Intervensi :
1) Monitor TTV.
2) Selimuti pasien.
3) Berikan kompres hangat pada lipat paha dan aksila.
4) Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebabn demam.
5) Kolaborasi pemberian antipiretik.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
Ketidakseimbanagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat
teratasi.
b. Kriteria Hasil :
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
c. Intervensi :
1) Kaji adanya alergi makanan.
2) Monitor intake dan output.
3) Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan.
4) Anjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering.
5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan distensi pasda lumen.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
Gangguan rasa nyaman dapat teratasi.
b. Kriteria Hasil :
Status lingkungan nyaman.
Status kenyamanan meningkat.
c. Intervensi :
1) Gunakan pendekatan yang menenangkan.
2) Bantu pasien untuk mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan.
3) Ajarkan teknik relaksasi.
4) Dorong keluarga untuk menemani anak.
5) Kolaborasi pemberian obat.
4. Keletihan berhubungan dengan penurunan absorbsi nutrisi menjadi
energi.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
keletihan dapat teratasi.
b. Kriteria Hasil :
Memverbalisasikan peningkatan energi dan merasa lebih baik.
c. Intervensi :
1) Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan.
2) Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.
3) Bantu aktivitas sehari-hari sesuai kenutuhan.
4) Tingkatkan tirah baring dan pembatasan aktivitas (tingkatkan
periode istirahat).
5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan asupan
makanan yang berenergi tinggi.
5. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan sekunder terhadap diare.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam resiko
ketidakseimbangan elektrolit dapat teratasi.
b. Kriteria Hasil :
TTV dalam batasan normal.
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit baik, membran
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
c. Intervensi :
1) Monitor TTV dan status dehidrasi.
2) Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori
harian.
3) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.
4) Berikan cairan IV dalam suhu ruangan.
5) Kolaborasi pemberian cairan IV.
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari materi diatas, dapat disimpulkan bahwa shigellosis atau


basiler disentri merupakan penyakit infeksi bakteri akut yang menyerang
usus besar dengan gejala klinis seperti diare, demam, mual kadang-kadang
muntah, mules serta sakit perut dan pada tinja penderita dijumpai ada
darah, lender dan nanah. Masa inkubasi berkisar antara 1-7 hari (biasanya
sekitar 1-3 hari) setelah eksposur. Cara penularan penyakit ini dapat
melalui beberapa cara, yaitu : Langsung dan tidak langsung. Sehingga
untuk pencegahannya dapat dilakukan personal higienis, penyediaan
fasilitas keperluan MCK yang memadai di setiap kamp pengungsian serta
pengawasan dan pemeriksaan kesehatan berkala pada penghuni RS dan
kamp pengungsian.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, et al. 2012.Nelson ilmu Kesehatan Anak.Edisi 15. Jakarta: EGC

NANDA . 2013. DiagnosaKeperawatan. Jakarta: EGC

NANDA .2015.Diagnosa Keperawatan.Yogyakarta:Mediaction Publisisng

Sodikin. 2011. AsuhanKeperawatanAnak: GangguanSistem Gastrointestinal


danHepatobilier. Jakarta: SalembaMedika

Anda mungkin juga menyukai