Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit ini

diperkirakan menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global dan prevalensinya

hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju ( WHO, 2003).

Penyakit ini merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan jantung. Selain

mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya gagal ginjal

maupun penyakit serebrovaskular (Depkes, 2006). Hipertensi merupakan faktor risiko

primer penyakit jantung dan stroke. Pada saat ini hipertensi adalah faktor risiko ketiga

terbesar yang menyebabkan kematian dini. Hipertensi menyebabkan 62% penyakit

kardiovaskular dan 49% penyakit jantung. Penyakit ini telah membunuh 9,4 juta

warga dunia setiap tahunnya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah

hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang membesar.

Pada 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar 29% atau sekitar 1,6 miliar orang di

seluruh dunia mengalami hipertensi (Tedjasukmana, 2012).

1
2

WHO menyebutkan, 40% negara ekonomi berkembang memiliki penderita

hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35 %. Kawasan Afrika memegang posisi

puncak penderita hipertensi sebanyak 46%. Sementara kawasan Amerika sebanyak

35 %, 36% terjadi pada orang dewasa menderita hipertensi (Candra, 2013). Untuk

kawasan Asia, penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya. Hal ini

menandakan satu dari tiga orang menderita tekanan darah tinggi. Menurut Khancit,

pada 2011 WHO mencatat ada satu miliar orang terkena hipertensi. Di Indonesia,

angka penderita hipertensi mencapai 32% pada 2008 dengan kisaran usia diatas 25

tahun. Jumlah penderita pria mencapai 42,7% , sedangkan 39,2% adalah wanita

( Candra, 2013). Di Indonesia angka kejadian hipertensi berkisar 6-15% dimana

masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan terutama

daerah pedesaan. Sementara itu, berdasarkan data NHANES (National Health and

Nutrition Examination Survey) memperlihatkan bahwa risiko hipertensi

meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Data NHANES 2005-2008

memperlihatkan

kurang lebih 76,4 juta orang berusia ≥20 tahun adalah penderita hipertensi, berarti

1 dari 3 orang dewasa menderita hipertensi (Candra, 2013).

Menurut Data Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, hipertensi termasuk

dalam 5 besar penyakit terbanyak. Pada tahun 2011, penderita hipertensi sebanyak

6755 orang dan mengalami peningkatan pada tahun 2012 dengan jumlah penderita

sebanyak 20.116 orang (Dinkes, 2011, 2012). Hipertensi adalah penyebab kematian
3

utama ketiga di Indonesia untuk semua umur, yaitu mencapai 17-21 % dari

proporsi penduduk dan kebanyakan tidak terdeteksi (Depkes, 2008). Di Indonesia,

angka kejadian hipertensi itu berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskedas)

Departemen Kesehatan RI tahun 2007 mencapai sekitar 31% dan angkanya pun

meningkat 2-3 kali lipat. Data pasien hipertensi di Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo (RSCM) yang mengunjungi poli rawat jalan maupun rawat inap

periode tahun 2010-2012 sebanyak lebih dari 15.000 kunjungan penderita

( Girsang, 2013).

Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi hipertensi pada

penduduk umur >18 tahun tertinggi adalah Natuna (53,3%), Mamasa (50,6%),

Katingan (49,6%), Wonogiri (49,5%), Hulu Sungai Selatan (48,2%), Rokan Hilir

(47,7 %), Kuantan Senggigi (46,3%), Bener Meriah (46,1%), Tapin (46,1%), dan

Kota Salatiga (45,2%). Sedangkan 10 kabupaten/kota yang mempunyai

prevalensi hipertensi pada penduduk umur >18 Tahun terendah adalah Jayawijaya

(6,8%),

Teluk Wondama (9,4%), Bengkulu Selatan (11,0%), Kepulauan Mentawai

(11,1 %), Tolikara (12,5%), Yahukimo (13,6%), Pegunungan Bintang (13,9%),

Seluma (14,6%), Sarmi (14,6%), dan Tulang Bawang (15,9%). Di Bengkulu

dimana kejadian hipertensi pada tahun 2007 sekitar 23,7 % dan pada tahun 2013

menurun menjadi 21,3 % (Rikesdas, 2013).


4

Efek dari hipertensi tersebut bagi individu berdampak pada kemandirian

pasien dalam melakukan aktivias sehari-hari, dimana dalam keadaaan sakit pasien

tidak dapat melakukan aktivias secara mandiri. Penyakit ini jika tidak terkontrol,

akan menyerang target organ dan dapat menyebabkan serangan jantung, stroke,

gangguan ginjal, serta kebutaan. Beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit

hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar

terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih

besar terkena serangan jantung sehingga diperlukan tindakan untuk dapat

mengatasi penyakit ini (WHO, 2005). Salah satu tindakan yang dapat

memperbaiki status kesehatan seseorang adalah dengan memberikan tindakan

asuhan keperawatan yang holistik, dimana asuhan keperawatan dilakukan dengan

keyakinan bahwa setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat diri

sendiri sehingga membantu individu memenuhi kebutuhan hidup, memelihara

kesehatan dan kesejahteraannya (Dorothy, 2006).

Survey yang dilakukan di rumah sakit M. yunus Bengkulu dalam

penanganan pasien dalam melakukan asuhan keperawatan dimana asuhan

keperawataan yang ada meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi dan evaluasi perawat hanya berfokus dalam pemberian obat saja

tampa melakukan pemeriksaan fisik secara utuh dengan pasien, sehingga sulit

bagi pasien untuk mencapai kesembuhan yang optimal. Maka dari itu dalam kasus

ini penulis ingin melakukan tindakan keperawatan holisti yang berjudul “Asuhan

Keperawatan Pada Pasien Ny. I, dengan Hipertensi di ruangan kenanga RSUD.


5

DR. M. Yunus Bengkulu tahun 2015.


B. Batasan Penulisan
Ruang lingkup penulisan makalah ini terbatas pada pemberian asuhan

keperawatan pada klien Tn. Y dengan hipertensi di Ruang teratai RSUD M.

Yunus Bengkulu meliputi tahap pengkajian, perencanaan, diagnosa,

implementasi, dan evaluasi.


C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada klien dengan hipertensi, secara

komprehensip meliputi aspek bio, psiko, sosio, spiritual.

2. Tujuan khusus

Melalui pendekatan proses keperawatan aspek bio, psiko, sosio, spiritual

diharapkan mahasiswa:

1. Mendeskripsikan hasil pengkajian terhadap klien dengan hipertensi

2. Mendeskripsikan perumusan diagnosa keperawatan sesuai dengan

prioritas masalah.

3. Mendeskripsikan perencanaan dan rasional dalam praktek nyata sesuai

dengan masalah yang diprioritaskan.

4. Mendeskripsikan implementasi dalam praktek nyata sesuai dengan

masalah yang telah diprioritaskan.


6

5. Mendeskripsikan evaluasi hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan

pada klien hipertensi.

D. Manfaat penulisan

1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan

praktek pelayanan keperawatan khususnya dengan hipertensi

2. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan


Laporan studi kasus ini memberikan sumbangan kepada mahasiswa

keperawatan sebagai referensi untuk menambah wawasan dan bahan masukan

dalam kegiatan belajar mengajar yang berkaitan dengan asuhan keperawatan

pada klien dengan hipertensi

3. Bagi Profesi Keperawatan

Laporan studi kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

dan informasi tentang asuhan keperawatan pada klien dengan hipertensi

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan curah

jantung dan/atau kenaikan pertahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2002).

Menurut The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation

and Treatment of The Blood Pressure (2004) dikatakan hipertensi jika tekanan
7

darah sistolik yang lebih besar atau sama dengan 140 mmHg atau peningkatan

tekanan darah diastolik yang lebih besar atau sama dengan 90 mmHg.

Umumnya tekanan darah normal seseorang 120 mmHg/80 mmHg.

Hasil pemeriksaan tersebut dilakukan 2 atau lebih pemeriksaan dan dirata-

rata.
B Etiologi Hipertensi 1 Stres
atau perasaan tertekan.
Stress merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi dimana

hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf

simpatis. Peningkatan saraf simpatis dapat menaikan tekanan darah secara

intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat

mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum

terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi

dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan

pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota

( Dunitz, 2001).
2 Kegemukan (Obesitas).
Perubahan struktur dan fungsi vaskuler berhubungan dengan patogenesis

hipertensi pada obesitas. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para

ahli melaporkan terjadinya penurunan komplians arteri, penurunan

distensibilitas dan penurunan fungsi endotel pada penderita obes

dibandingkan kontrol. Meskipun data tersebut menjelaskan potensi

hipertensi pada obesitas, tetapi mekanisme terjadinya hipertensi pada


8

obesitas masih belum jelas diketahui (Subardja, 2004).


3 Kebiasaan merokok.

Adapun hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan

menyebabkan peningkatan tekana darah karena nikotin akan diserap

pembulu darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembulu darah

hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan memberi

sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin ( Adrenalin). Hormon

yang kuat ini akan menyempitkan pembulu darah dan memaksa jantung

untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Selain itu,

karbon monoksida dalam asap rokok menggantikan oksigen dalam darah.

Hal ini akan menagakibatkan tekana darah meningkat karena jantung

dipaksa memompa lebih cepat untuk memasukkan oksigen yang cukup

kedalam orga dan jaringan tubuh (Astawan, 2002).

4 Kurang berolahraga.
Aktivitas sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi, dimana pada orang

yang kuat aktvitas akan cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung

yang lebih tingi sehingga otot jantung harus bekerja lebih keras pada tiap

kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung memompa maka makin

besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Amir, 2002 ).


5 Kelainan kadar lemak dalam darah (Dislipidemia).
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan

peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi

lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL,
9

trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL (Dunitz, 2001).


6 Konsumsi berlebihan garam, alkohol, dan makanan yang berlemak tinggi.

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi

apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat

gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam

yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun

penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan

garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan

peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume

sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya berkaitan

dengan peningkatan tekanan sistolik (Amir,2002).

C Anatomi fisiologi sistem sirkulasi


1 . Jantung
a. Anatomi Fisiologi jantung

Gambar 2.1 Anatomi Janung

( Sloane, 1994)
1) Dinding jantung
10

Dinding jantung tersusun dari tiga lapisan, yaitu :


a) Epikardium
Epikardium tersusun dari lapisan sel-sel mesothelial yang berada

di atas jaringan ikat.


b. Miokardium
Miokardium terdiri dari jaringan otot jantung yang berkontraksi

untuk memompa darah.


c. Endokardium
endokardium tersusun dari lapisan endothelial yang terletak di

atas jaringan ikat.


2) Ruang Jantung
Ruang jantung terdiri dari 4 bagian, yaitu :
a) Atrium kanan
Atrium kanan terletak dalam bagian superior kanan jantung,

menerima darah dari seluruh jaringan kecuali paru-paru yang

dibawa oleh vena kava superior, inferior, dan sinus koroner.

Atrium kanan berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah dan

penyalur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik yang mengalir ke

ventrikel kanan.
b) Atrium kiri
Atrium kiri terletak di bagian superior kiri janrung, berukuran

lebih kecil dari atrium kanan, tetapi dindingnya lebih tebal.

Atrium kiri menerima darah teroksigenasi dari 4 vena pulmonalis

yang berasal dari paru-paru. Atrium kiri memiliki dinding yang

tipis dan bertekanan rendah.


c) Ventrikel kanan
Ventrikel kanan terletak di bagian inferior kanan pada apeks

jantung. Darah meninggalkan ventrikel kanan melalui trunkus

pulmonar dan mengalir melewati jalur yang pendek ke paru-paru.


11

Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit yang unik guna

menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang cukup untuk

mengalirkan darah ke dalam arteri pulmonalis.


d) Ventrikel kiri
Ventrikel kiri terletak di bagian inferior kiri pada apeks jantung.

Tebal dindingnya 3 kali tebal dinding ventrikel kanan. Darah

meninggalkan ventrikel kiri melalui aorta dan mengalir ke seluruh

bagian tubuh kecuali paru-paru. Ventrikel kiri memiliki otot-otot

yang tebal dengan bentuk yang menyerupai lingkaran sehingga

mempermudah pembentukan tekanan tinggi selama ventrikel

berkontraksi.
Ventrikel kanan dan kiri berfungsi untuk mendorong darah ke luar

jantung menuju aorta dan arteri pulmonalis yang membawa darah

meninggalkan jantung.
e) Katup jantung
(1) Katup atrioventrikularis
Katup trikuspidalis dan Katup mitralis
(2) Katup semilunaris
Katup aorta dan Katup pulmonalis
Keempat katup jantung ini berfungsi untuk mempertahankan aliran

darah searah melalui bilik-bilik jantung. 2. Anatomi fisiologi pembuluh darah


12

Gambar 2.2 Anatomi pembuluh darah (Sherwood, 2003).


Pembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran darah keseluruh

tubuh. Berikut bagian-bagian darah pembuluh darah :

a Arteri
Arteri terdiri dari beberapa bagian yaitu :
Arteri Kepala dan Leher, arteri vertebralis, arteri basilaris, arteri

subklavia: terdiri dari dekstra yaitu cabang dari arteri anonima dan sinitra

cabang dari arkus aorta, arteri Rongga perut terdiri dari : arteri seliaka, A.

splinika, A. mesenterika superior, A. renalis, A. spermatika dan Ovarika,

A. mesenterika Inferior dan A. marginalis dan arteri dinding Abdomen


b Aorta
13

Merupakan pembuluh darah arteri terbesar keluar dari jantung bagian

ventrikel sinistra melalui aorta asendes membelok kebelakang melalui

radiks pulmonalis sinistra, turun sepanjang kolumna vertebralis menembus

diafragma, turun ke abdomen. Jalan arteri ini terdiri dari 3 bagian yaitu

aorta asenden, arkus aorta dan aorta desenden. Aorta asenden mempunyai

cabang yaitu aorta torakalis dan aorta abdominalis. Aorta adalah pembuluh

arteri utama yang berfungsi menghubungkan jantung dengan semua organ

utama tubuh (otak, perut, ginjal, dll).


c Vena
Pembuluh darah vena adalah kebalikan dari arteri yang membawa

darah dari alat-alat tubuh kembali ke jantung. Vena terbesar adalah vena

pulmonalis. Pembuluh darah vena yang terdapat dalam tubuh yaitu, Vena

ke jantung meliputi : Vena cava superior, inferior dan pulmonalis, vena

yang bermuara pada vena cava superior yaitu vena aurikularis posterior,

vena retromadibularis, vena jugularis eksterna posterior, vena

supraskapularis, vena jugularis anterior, Vena kulit kepala : vena troklearis

dan vena supraorbitalis, vena temporalis superfisialis, aurikularis posterior

dan oksipitalis, Vena wajah: fasialis, profunda fasialis, transversa fasialis,

Vena pterigoideus : Vena maksilaris, fasialis, lingualis, oftalmika, Vena

tonsil dan palatum, vena punggung, vena yang bermuara pada vena cava

interior, anastomisis portal sistemik, Vena dinding pelvis, vena anggota

gerak atas dan vena anggota gerak bawah. Vena berfungsi membawa

darah
14

kembali ke atrium jantung.


d Kapiler
Pembuluh darah yang paling kecil sehingga disebut dengan pembuluh

rambut. Kapiler terdiri dari:


1. Kapiler arteri
2. Kapiler vena

Kapiler darah berfungsi sebagai medium untuk penyaluran makanan,

mineral, lemak, glukosa, dan asam amino ke jaringan. Juga merupakan

medium untuk mengangkat bahan buangan (Black, J. M. & Hawks, J. H.

2005).

D Patofisiologi hipertensi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan Total Peripheral

Resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang

tidak terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi (Corwin,

2001) . Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan

darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan

mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem

pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari

sistem reaksi cepat seperti refleks kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks

kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium,

dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem pengendalian reaksi

lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga

intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian

dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang

dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan


15

berbagai organ (Corwin, 2001).


Patofisiologi hipertensi primer terjadi melalui mekanisme :

1. Curah jantung dan tahanan perifer

Peningkatan curah jantung terjadi melalui dua cara yaitu peningkatan

volume cairan atau preload dan rangsangan saraf yang mempengaruhi

kontraktilitas jantung. Curah jantung meningkat secara mendadak akibat

adanya rangsang saraf adrenergik. Barorefleks menyebabkan penurunan

resistensi vaskuler sehingga tekanan darah kembali normal. Namun pada

orang tertentu, kontrol tekanan darah melalui barorefleks tidak adekuat

sehingga terjadi vasokonstriksi perifer (Williams et al, 1998). Peningkatan

volume sekuncup yang berlangsung lama terjadi apabila terdapat

peningkatan volume plasma berkepanjangan akibat gangguan penanganan

garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam berlebihan. Peningkatan

pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal

dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan

volume plasma menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga

terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata

preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik (Murni,

2011). Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat

berpengaruh terhadap normalitas tekanan darah. Tekanan darah ditentukan

oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil.

Peningkatan konsentrasi sel otot halus berpengaruh pada peningkatan

konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus


16

mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang dimediasi oleh

angiotensin dan menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang

irreversible. (Gray et al, 2005).

Peningkatan resistensi perifer disebabkan oleh resistensi garam

(hipertensi tinggi renin) dan sensitif garam (hipertensi rendah renin).

Penderita hipertensi tinggi renin memiliki kadar renin tinggi akibat jumlah

natrium dalam tubuh yang menyebabkan pelepasan angiotensin II.

Kelebihan angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi dan memacu

hipertrofi dan proliferasi otot polos vaskular. Kadar renin dan angiotensin

II yang tinggi pada hipertensi berkorelasi dengan kerusakan vaskular.

Sedangkan pada pasien rendah renin, akan mengalami retensi natrium dan

air yang mensupresi sekresi renin. Hipertensi rendah renin akan diperburuk

dengan asupan tinggi garam (Chris at al, 2010) Jantung harus memompa

secara kuat dan menghasilkan tekanan lebih besar untuk mendorong darah

melintasi pembuluh darah yang menyempit pada peningkatan Total

Periperial Resistence. Keadaan ini disebut peningkatan afterload jantung

yang berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Peningkatan

afterload yang berlangsung lama, menyebabkan ventrikel kiri mengalami

hipertrofi. Terjadinya hipertrofi mengakibatkan kebutuhan oksigen

ventrikel semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa

darah lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi,


17

serat-serat otot jantung mulai menegang melebihi panjang normalnya yang

akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup

(Wibowo, 2011).

2). Sistem renin-angiotensin

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan

ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem renin-angiotensin merupakan

sistem endokrin penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin

disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus

underperfusion, penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf

simpatetik Mekanisme terjadinya hipertensi melalui terbentuknya

angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme

( ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam pengaturan

tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati,

kemudian oleh hormon renin yang diproduksi ginjal akan diubah menjadi

angiotensin I (dekapeptida tidak aktif). Angiotensin I diubah menjadi

angiotensin II (oktapeptida sangat aktif) oleh ACE yang terdapat di

paruparu. Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah

karena bersifat sebagai vasokonstriktor melalui dua jalur, yaitu:

a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH

diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal

untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya

ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh


18

( antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.

Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan

dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume

darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron

merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal untuk

mengatur volume cairan ekstraseluler. Aldosteron mengurangi ekskresi

NaCl dengan cara reabsorpsi dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi

NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume

cairan ekstraseluler yang pada akhirnya meningkatkan volume dan

tekanan darah.

3). Sistem saraf simpatis


Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor pada medula otak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis

dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan

abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls

yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada

titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang merangsang

serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, di mana dengan

dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.


19

Sirkulasi sistem saraf simpatis menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi

arteriol. Sistem saraf otonom memiliki peran penting dalam

mempertahankan tekanan darah. Hipertensi terjadi karena interaksi antara

sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama dengan faktor

lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.30

Hipertensi rendah renin atau hipertensi sensitif garam, retensi natrium

dapat disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik simpatis atau

akibat defek pada transpor kalsium yang berpapasan dengan natrium.

Kelebihan natrium menyebabkan vasokonstriksi yang mengubah

pergerakan kalsium otot polos (Anggi, 2010).

4). Perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah

Perubahan struktural dan fungsional sistem pembuluh darah perifer

bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah terutama pada usia

lanjut. Perubahan struktur pembuluh darah meliputi aterosklerosis,

hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan relaksasi otot polos

pembuluh darah, yang mengakibatkan penurunan kemampuan distensi dan

daya regang pembuluh darah.23 Sel endotel pembuluh darah juga

memiliki peran penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung

dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida

nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada

kasus hipertensi primer (Anggi, 2010).


20

Bagan. 2.1 patofisiologi hipertensi (Williams & Wilkins; 1998).


E Manifestsi klinis

Sebagian besar manifestasi klinis timbul setelah mengalami

hipertensi bertahun-tahun, dan berupa :


1 Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah,

akibat peningkatan tekanan darah intrakranium


2 Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi
3 Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan

saraf pusat
4 Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
5 Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan

kapiler
F Klasifikasi hipertensi :
a Berdasarkan Nilai Tekanan Darahnya
Pada tahun 2004, The Joint National Commitee of Prevention,

Detection, Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (JNC-7)

mengeluarkan batasan baru untuk klasifikasi tekanan darah, <120/80

mmHg adalah batas optimal untuk risiko penyakit kardiovaskular.

Didalamnya ada kelas baru dalam klasifikasi tekanan darah yaitu pre-

hipertensi. Kelas baru prehipertensi tidak digolongkan sebagai penyakit


21

tapi hanya digunakan untuk mengindikasikan bahwa seseorang yang masuk

dalam kelas ini memiliki resiko tinggi untuk terkena hipertensi, penyakit

jantung koroner dan stroke dengan demikian baik dokter maupun penderita

dapat mengantisipasi kondisi ini lebih awal, hingga tidak berkembang

menjadi kondisi yang lebih parah.

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah menurut WHO / ISH

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah Darah Sistolik


(mmHg) Diastolik (mmHg)

Hipertensi berat ≥ 180 ≥ 110

b Berdasarkan Etiologinya

Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :

1 Hipertensi Primer atau Esensial

Hipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial atau

idiopatik adalah hipertensi yang tidak


diketahui
22

etiologinya/penyebabnya. Paling sedikit 90% dari semua penyakit

hipertensi dinamakan hipertensi primer.

2 Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat

suatu penyakit, kondisi dan kebiasaan. Karena itu umumnya hipertensi

ini sudah diketahui penyebabnya. Umumnya penyebab Hipertensi

sekunder dapat disembuhkan dengan pengobatan kuratif, sehingga

penderita dapat terhindar dari pengobatan seumur hidup yang sering

kali tidak nyaman dan membutuhkan biaya yang mahal.

3 Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi didefinisikan sebagai kondisi peningkatan tekanan

darah yang disertai kerusakan atau yang mengancam kerusakan terget

organ dan memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan

atau keparahan target organ. Hipertensi ini ditandai nilai tekanan darah

yang tinggi yaitu ≥ 180 mmHg/120 mmHg dan ada atau tidaknya

kerusakan target organ pada hipertensi.

4 Hipertensi emergensi (darurat)

Ditandai dengan tekanan darah Diastolik > 120 mmHg, disertai

kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih

penyakit/kondisi akut. Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan

timbulnya sequele atau kematian.

5 Hipertensi urgensi ( mendesak )


23

Hipertensi mendesak ditandai dengan tekanan darah diastolik >120

mmHg dan dengan tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ

sasaran. Tekanan darah harus diturunkan secara bertahap dalam 24 jam

sampai batas yang aman memerlukan terapi oral hipertensi. Penderita

dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit.

Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang tidak terang

dan tekanan darah diukur kembali dalam 30 menit.

G Tes diagnostik

Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:

Tes darah rutin yang terdiri dari :


a. Glukosa darah (sebaiknya puasa) : normal pada hipertensi essensial, pada

kasus hipertensi yang menyerang organ ginjal, hasil gula darah puasa

meningkat diatas 150 mg/dl.

b. Kolesterol LDL dan HDL serum : meningkat diatas 45 mg/dl

c. Urinalisis : tidak mengalami gangguan terkecuali pada pasien dengan

hiperensi sekunder mengalami gangguan pada pola eliminasi

urin.

d. Elektrokardiogram : Normal, pada kasus komplikasi yang menyerang

organ jantung, hasil EKG menunjukkan adanya pembesaran jantung.

(Yogiantoro,

2006).

H Penatalaksanaan medis
24

1 Penatalaksanaan farmakologis

a Terapi Tunggal

Penggunaan satu macam obat anti hipertensi untuk pengobatan

hipertensi dapat direkomendasikan bila nilai tekanan darah awal

mendekati nilai tekanan darah sasaran. Menurut JNC-7 nilai tekanan

darah awal mendekati nilai tekanan darah sasaran apabila selisihnya

kurang dari 20 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan kurang darah

sistolik dan kurang dari 10 mmHg untuk tekanan darah diastolik. Hal

ini meliputi penderita hipertensi tahap 1 dan tekanan darah

sasaran<140/90 mmHg.

b Terapi Kombinasi

Bila menggunakan terapi obat kombinasi, biasanya dipilih obat – obat

yang dapat meningkatkan efektivitas masing – masing obat atau

mengurangi efek samping masing-masing obat. Memulai terapi

dengan kombinasi dua obat direkomendasikan untuk penderita

hipertensi tahap 2 atau penderita hipertensi yang nilai tekanan darah

sasarannya jauh dari nilai tekanan darah awal (≥ 20 mmHg untuk

tekanan darah sistolik dan ≥ 10 mmHg untuk tekanan darah diastolik).

Contohnya kombinasi obat hipertensi adalah : ACE inhibitor – kalsium

antagonis, ACE inhibitor – diuretik, ACE inhibitor – beta bloker, beta

bloker– diuretik, beta bloker – kalsium antagonis.

2 Penatalaksanaan non
farmakologis ( diet)
25

Penatalaksanaan non farmakologis (diet) sering sebagai pelengkap

penatalaksanaan farmakologis, selain pemberian obat-obatan antihipertensi

perlu terapi dietetik dan merubah gaya hidup (Yogiantoro, 2006).

I. Komplikasi

Salah satu alasan mengapa kita perlu mengobati tekanan darah tinggi adalah

untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi yang dapat timbul jika

penyakit ini tidak disembuhkan. Beberapa komplikasi hipertensi yang umum

terjadi sebagai berikut:

a. Stroke
Pada penderita hipertensi dapat mengakibatkan stroke yang merupakan

stroke iskemik, yang disebabkan karena trombosis intra-arterial atau

embolisasi dari jantung dan arteri besar. Sisanya 20% disebabkan oleh

pendarahan (haemorrhage), yang juga berhubungan dengan nilai tekanan

darah yang sangat tinggi.

b. Penyakit jantung koroner


Nilai tekanan darah menunjukan hubungan yang positif dengan resiko

terjadinya penyakit jantung koroner (angina, infark miokard atau kematian

mendadak), meskipun kekuatan hubungan ini lebih rendah daripada

hubungan antara nilai tekanan darah dan stroke. Kekuatan yang lebih

rendah ini menunjukan adanya factor – factor resiko lain yang dapat

menyebabkan penyakit jantung koroner.


c. Gagal jantung
26

Bukti dari suatu studi epidemiologik yang bersifat retrospektif menyatakan

bahwa penderita dengan riwayat hipertensi memiliki resiko enam kali

lebih besar untuk menderita gagal jantung dari pada penderita tanpa

riwayat hipertensi. Data yang ada menunjukan bahwa pengobatan

hipertensi, meskipun tidak dapat secara pasti mencegah terjadinya gagal

jantung, namun dapat menunda terjadinya gagal jantung selama beberapa

decade.
d. Hipertrofi ventrikel kiri
Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon kompensasi terhadap

peningkatan afterload terhadap jantung yang disebabkan oleh tekanan

darah yang tinggi. Pada akhirnya peningkatan massa otot melebihi suplai

oksigen, dan hal ini bersamaan dengan penurunan cadangan pembuluh

darah koroner yang sering dijumpai pada penderita hipertensi,

dapat menyebabkan terjadinya iskemik miokard.


e. Penyakit vaskular
Penyakit vaskular meliputi abdominal aortic aneurysm dan penyakit

vaskular perifer. Kedua penyakit ini menunjukan adanya atherosklerosis

yang diperbesar oleh hipertensi. Hipertensi juga meningkatkan terjadinya

lesi atherosklerosis pada arteri carotid, dimana lesi atherosklerosis yang

berat seringkali merupakan penyebab terjadinya stroke.


f. Retinopati
Hipertensi dapat menimbulkan perubahan vaskular pada mata yang

disebut retinopati hipersensitif. Perubahan tersebut meliputi bilateral

retinalfalmshaped haemorrhages, cotton woll spots, hard exudates dan


27

papiloedema. Pada tekanan yang sangat tinggi (diastolic >120 mmHg,

kadang-kadang setinggi 180 mmHg atau bahkan lebih) cairan mulai bocor

dari arteriol – arteriol kedalam retina, sehingga menyebabkan padangan

kabur, dan bukti nyata pendarahan otak yang sangat serius, gagal ginjal

atau kebutaan permanent karena rusaknya retina.


g. Kerusakan ginjal
Dalam waktu beberapa tahun hipertensi parah dapat menyebabkan

insufiensi ginjal, kebanyakan sebagai akibat nekrosis febrinoid insufisiensi

arteri – ginjal kecil. Pada hipertensi yang tidak parah, kerusakan ginjal

akibat arteriosklerosis yang biasanya agak ringan dan berkembang lebih

lambat. Perkembangan kerusakan ginjal akibat hipertensi biasanya

ditandai oleh proteinuria.


K. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan hipertensi


a) Identitas
Nama, umur (lebih sering terjadi pada pasien umur 45 tahun keatas),

jenis kelamin (sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan),

tanggal masuk, agama, pendidikan, kultur, alamat, tanggal pengkajian,

tanggal masuk Rumah Sakit, nomor register medik, diagnosa medik,

Dx medik.
b) Keluhan Utama
Pasien merasakan nyeri pada daerah kepala dan tengkuk, pada kasus

hipertensi berat pasien dapat merasakan nyeri pada tungkai serta

dispnea.
c) Riwayat kesehatan
28

1) Riwayat kesehatan sekarang


Pasien biasanya mengatakan sakit pada daerah kepala, pusing, mata

berkunang-kunang nafsu makan berkurang, pada sebagian kasus

hipertensi berat pasien merasakan dyspnea dan adanya penggunaan

otot bantu pernafasan.


2) Riwayat kesehatan masa lalu
Pasien biasanya memiliki kebiasaan merokok, dan sering

mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung garam dan

kolestrol, pasien memiliki riwayat obesitas dengan kurangnya pola

aktivitas sehari-hari, pada sebagian kasus hipertensi sekunder pasien

memiliki riwayat penyakit lain yang menyertai penyakit hipertensi

seperti penyakit ginjal dan DM serta penyakit jantung.


3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien dengan hipertensi, memiliki riwayat kesehatan

keluarga yang terkena hipertensi dan adanya penyakit keturunan yang

dapat menyebabkan seseorang menderita hipertensi sekunder.


d) Riwayat Psikososial
Riwayat psikososial pasien terdiri dari :
Pada pasien dengan hipertensi ringan pasien hampir tidak mengalami

gangguan psikososial, berbeda pada pasien dengan hipertensi berat

yang lebih memberikan efek pada kondisi psikososial pasien yang

berupa adanya perubahan kepribadian pada pasien berupa pasien

menjadi ansietas, depresi, euphoria dan marah kronis. Dalam hal ini,

hipertensi berat juga dapat memberikan dampak kepada keluarga


29

dimana secara langsung pasien tidak dapat bekerja dan berakivitas

mandiri serta pasien perlu mendapatkan perawatan dirumah sakit yang

dapat membebani keuangan keluarga.


e) Riwayat spiritual
Nilai keagamaan pada pasien dengan hipertensi ringan biasanya dalam

keadaan baik dikarenakan pada pasien ini seluruh sistem organ masih

berfungsi dengan baik, dalam beberapa kasus seperti hipertensi sekunder

dan hipertensi berat, kebanyakan pasien menjadi depresi dan mengalami

gangguan spiritual.
f) ADL

1. Nurisi

Makanan yang biasa dikonsumsi mencakup makanan tinggi natrium

sperti makanan awitan, tinggi lemak, tinggi kolestrol, mual, muntah,

perubahan berat badan (meningkatkan/menurun) riwayat pengguna

diuretik.

2. Eliminasi

Biasanya pada pasieen dengn hipertensi tidak mengalami gangguan

pada pola eliminasi kecuali hipertensi yang diderita sudah menyerang

target organ seperti ginjal dan akan mengakibatkan gangguan pada

proses eliminasi urin.

3. Personal hygine
30

Pada pasien dengan hipertensi ringan tidak mengalami gangguan

pada proses personal hyginenya, dalam beberapa kasus pada pasien

dengan hipertensi berat dengn komplikasi mengakibatkan pasien

mengalami gangguan dalam pemenuhan personal hyginenya,

contihnya pada pasien dengan stoke yang menyerang organ otak

mengaakibatkan pasien mengalami kelumpuhan sehingga pasien

tidak dapat melakukan pola aktivitas personal hygine dengan mandiri.

4. Istirahat tidur

Aktivitas istirahat pada hipertensi ringan, aktivitas pasien dalam

keadaan baik, pada kasus hipertensi berat terjadinya kelelahan fisik,

letih, nafas pendek,

gaya hidup monoton dengan frekuensi jantung meningkat,

perubahan trauma jantung dan takipnea.

g. Review of system (Doengoes, 1999).


1. Pemeriksaan fisik umum
Pada pasien dengan hipertensi biasanya memiliki berat badan yang

normal atau melebihi indek masa tubuh, berat badan normal,

tekanan darah >140/100 mmhg, nadi >100 x/menit, frekuensi nafas

16-20 x/menit pada hipertensi berat terjadi pernafasan takipnea,

ortopnea, dyspnea nocturnal paroksimal, suhu tubuh 36,2-37 C pada

hipertensi berat suhu tubuh dapat menurun dan mengakibatkan

pasien hipotermi, Keadaan umum pasien compos mentis pada kasus


31

hipertensi berat dengan komplikasi dapat mengakibatkan pasien

mengalami gangguan kesadaran dan sampai pada koma, contohnya

stroke hemoragik
2. Sistem pengelihatan
Pada pasien dengan hipertensi memiliki sistem pengelihatan yang

baik, pada kasus hipertensi berat pasien mengalami pengelihatan

kabur dan dapat terjadinya anemis pada konjungtiva.


3. Sistem pendengaran
Pada kasus hipertensi, pasien tidak mengalami gangguan pada

fungsi pendengaran dan fungsi keseimbangan.


4. Sistem wicara
Pasien dengan hipertensi ringan tidak mengalami gangguan pada

sistem wicara. Pada kasus hipertensi berat terjadinya gangguan

pola/isi bicara dan orientasi bicara.


5. Sistem pernafasan
Secara umu baik dengan frekuensi nafas 16-20x/menit dengan

irama teratur, pada kasus hipertensi tertentu seperti hipertensi berat

pasien mengalami gangguan sistem pernafasan seperti takipne,

dyspnea dan ortopnea, adanya distress pernafasan/ penggunaan otot

otot pernafasan pada hipertensi berat, frekuensi pernafasan > 20

x/menit Dengan irama pernafasan tidak teratur, kedalaman nafas

cepat dan dangkal, adanya batuk dan terdapat sputum pada batuk

pasien sehingga mengakibatkan sumbatan jalan nafas dan terdapat

bunyi mengi.
6. Sistem kardiovaskuler
a. Sirkulasi perifer
32

Secara umum keadaan sirkulasi perifer pada pasien dengan

hipertensi ringan dalam keadaan normal dengan frekuensi nadi

60-100 x/menit, irama teratur. Pada kasus hipertensi berat

frekuensi nadi pasien dapat mencapai > 100 x/menit, irama tidak

teratur dan lemah, TD > 140/100 mmhg, terjadinya distensi vena

jugularis dan pasien mengalami hipotermi, Warna kulit pucat

( sianosis). Udema terjadi dengan hipertensi sekunder dari ginjal,

pada hipertensi berat, kecepatan pengisihan kapiler dapat

menurun sehingga capilarirefil > 3 detik.


b. Sirkulasi jantung
Pada kasus hipertensi ringan, sirkulasi jantung dalam keadaan

normal dengan kecepatan denyut jantung apikal teratur dan

terdapat bunyi jantung tambahan (S3), adanya nyeri dada pada

kasus hipertensi sekunder dengan komplikasi kelainan jantung.

7. Sistem hematologi
Pasien mengalami gangguan hematologi pada hiperensi berat yang

ditandai dengan keadaan umum pucat, perdarahan yang

mengakibatkan stroke dikarenakan obstruksi dan pecahnya

pembuluh darah.
8. Sistem syaraf pusat
Pada hipertensi ringan adanya rasa nyeri pada daerah kepala dan

tengkuk, kesadaran compos mentis, pada hipertensi berat kesadaran

dapat dapat menurun menjadi koma, refleks fisiologi meliputi

refleks biceps fleksi dan triceps ekstensi, serta refleks patologis


33

negative.
9. Sistem pencernaan
Sistem pencernaan pada pasien hipertensi dalam keadaan baik, pada

kasus hipertensi berat dengan komplikasi menyerang organ pada

abdomen mengakibatkan pasien mengalami nyeri pada daerah

abdomen.
10. Sistem Endokrin
Pada pasien dengan hipertensi tidak mengalami gangguan pada

sistem endokrin.

11. Sistem urogenital


Terjadinya perubahan pola kemih pada hipertensi sekunder yang

menyerang organ ginjal sehingga menyebabkan terjadinya

gangguan pola berkemih yang sering terjadi pada malam hari.


12. Sistem integument
Turgor kulit buruk pada hipertensi berat dan adanya udema pada

hipertensi sekunder di daerah ekstremitas.


13. Sistem muskulo skeletal
Pada hipertensi ringan pasien tidak mengalami gangguan [ ada

sistem musculoskeletal, tetapi pada hipertensi berat pasien

mengalami Kesulitan dalam bergerak dan kelemahan otot.


2. Diagnosa keperawatan
a. Pola nafas tidak efekif berhubungan dengan hiperventilasi
b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan vascular serebral
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

inadekuat
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan dan

natrium oleh ginjal


34

e. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipoksemia

jaringan
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
g. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan (Nanda, NIC NOC,

2010).
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Tanggal Pengkajian pasien 4 Desember 2013 diruang kenanga Kelas II

dengan Diangnosa medis hipertensi dan AKI. Tanggal Masuk rumah sakit 4

Desember 2013 dengan nomor register 8233


1. Idenitas klien
Paien dengan nama Ny. I jenis kelamin perempuan, usia 34 tahun beragama

islam, riwayat pendidikan terakhir SMA dan pekerjaan wiraswasta. Alamat

pasien Ny. I Arga makmur dengan status sudah menikah


2. Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama : pasien mengatakan nyeri kepala. Pengkajian

dilakukan pada tanggal 4 Desember 2013 pukul 13.00 Wib


b. Riwayat kesehatan sekarang : Pasien mengatakan nyeri pada bagian

kepala. susah untuk makan, meriang, demam naik turun, pasien tampak

meriang. Keadaan nyeri dapat dikategorikan sebagai berikut, dengan P:

peningkatan tekanan intrakranial, Q : nyeri seperti dituuk-tusuk R : di

daerah kepala pada bagian frontal dan pada bagian tengkuk, S : 3, T : lebih

kurang 5 menit. Pasien mengalami mual dan diikuti dengan keadaan

pasien yang sulit untuk bergerak, hal ini dapat dilihat dari kemampuan
35

Keterangan :

pasien tidak dapat mempertahankan posisi berdiri dalam

waktu lama. Pasien memiliki oedema pada area tangan dan

saat pengkajian didapatkan hasil TTV pasien : TD : 160/90

mmhg, T : 36,9 C, N : 78x/menit, dan RR

: 22 x/menit
c. Riwayat kesehatan masa lalu : pasien pernah dirawat dirumah sakit

dengan keluhan lupus dan pasien juga memiliki riwaya penyakit ginjal.
d. Riwaya kesehatan keluarga :
Bagan 3.1

: Laki-Laki

: Perempuan ------ : tinggal serumah


: Lk / Pr Meninggal : pasien I (Pasien )

: Menikah

e. Tidak ada keluarga yang pernah menderita penyakit yang menjadi faktor

resiko terjadinya penyakit pada pasien I.


f. Riwayat psikososial
1. Adakah orang terdekat dengan pasien : Ada, istri pasien
36

2. Pola komunikasi : Baik, pasien memiliki komunikasi yang baik

dengan istri dan keluargaa besar pasien


3. Dampak penyakit pasien pada keluarga : dampak penyakit pasien pada

keluarga adalah dapat dilihat dari sisi aktivitas keluarga yang

terganggu akibat menjaga pasien dirumah sakit dan berdampak pula

dari sisi ekonomi keluarga pasien dimana pasien merupakan kepala

rumah tangga dan juga merupakan tulang punggu keuarga.


4. Mekanisme koping terhadap stress : Dibantu keluarga
5. Sistem kepercayaan :
Nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan : tidak ada
g. Kondisi Lingkungan Rumah : Kondisi lingkungan rumah pasien baikdan

tidak memiliki hubungan dengan kondisi atau penyakit yang diderita

pasien saat ini.


3. Pola kebiasaan
a. Pola nutrisi
Pasien I mengatakan pola kebiasaan pasien dirumah dan dirumah sakit

yang diantaranya adalah pola nutrisi : makan 2 x sehari dirumah dengan

porsi makan tidak dihabiskan dirumah sakit pasien belum dapat dikaji pola

asupan nurisinya dikarenakan pasien baru masuk ruangan. Di rumah,

pasien tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi obat sebelum makan

sedangkan di rumah sakit pasien dianjurkan untuk meminum obat

hipertensi dan obat-obatan sebelum makan yang diantaranya adalah

ambroxol 15 mg, amlodipin 100 mg, Caco3 50 gram. Pada pasien I

memiliki diet khusus untuk konsumsi makanan dirumah sakit yang

berbeda dengan pola kebiasaan nutrisi pasien dirumah yang tidak

terkonntrol.dalam mengkonsumsi makanan pasien tidak menggunakan ala


37

bantu makan NGT.


b. Pola eliminasi
Pasien mengatakan frekuensi BAK dirumah sakit adalah 4 x sehari dengan

warna urin kuning dan jumlah urin yang keluar sediki dan tidak ada

keluhan nyeri pada saat mengeluarkan urin, berbeda dengan frekuaensi

BAK dirumah lebih kurang 2 x sehari dan pengeluaran urin sedikit dengan

warna urin kuning dan tidak ada keluhan saat mengeluarkan urin. Dalam

pengeluaran BAB pada pasien I dirumah pasien mengalami kesulitan

dalam pengeluaran BAB ketika dirumah sakitdengan frekuensi 1x atau

tidak sama sekali dengan konsistensi feses padat, berbeda dengan keadaan

pasien sebelum masuk rumah sakit, dimana frekuensi pengeluaran feses

dirumah 2 x sehari dengan konsisensi padat dan tidak ada keluhan ketika

BAB.
c. Personal hygine kebiasaan kebersihan diri pribadi pasien dirumah sakit

dengan frekuensi mandi 1 x sehari, menggosok gigi 1 x sehari dan

mencuci rambut 1 x sehari dan hal tersebut dilakukan dengan dibantu oleh

keluarga pasien dalam menyiapkan peralatan mandi kebersiha diri pasien

sedangkan ketika dirumah pasien melakukan aktivitas kebersihan diri

secara mandiri dengan frekuensi mandi 2 x sehari dan menggosok gigi

serta mencuci rambut 2 x

sehari.
d. Pola istirahat tidur
Tidak ada perbedaan pola tidur dirumah dan dirumah dakit bagi pasien

dimana waktu tidur dirumah dan dirumah sakit pada pasien I dam yaitu 6-

8 jam dengan tidak adanya keluhan saat tidur.


38

e. Pola aktivitas
Dirumah sakit pasien memiliki kesulitan dalam melakukan aktivitas yang

berat, pasien dapat melakukan aktivitas mandiri dalam kegiatan yang

ringan seperti personal hygine, ketika dirumah pasien biasanya melakukan

pekerjaan yang berat sendiri seperti menguruh warung manisan dirumah

dengan dibantu oleh suami I.


f. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Pasien I tidak merokok, tetapi dalam keadaan pola konsumsi makanan

pasien dirumah tidak terkontrol dan menjadi faktor resiko penyakit yang

diderita pasien saat ini.

4. Pengkajian fisik
a. Pemeriksaan fisik umum
Ketika dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien Y pada tanggal 25-11-

2014 didapakan hasil berat badan pasien 56 kg dengan tinggi badan 153

CM dan tekanan darah pasien 160/90 mmhg, nadi pasien 78x/menit.

Frekuensi nafas pasien 20 x/menit suhu tubuh pasien dalam batas normal

dengan 36,9 C dan kesadaran pasien kompos mentis.


b. Sistem pengelihatan
Posisi mata klien I simetris antara kiri dan kanan dengan kelopak mata

normal, konjungiva pasien ananemis serta pupil pasien berespon terhadap

cahaya, fungsi pengelihatan pasien baik


c. Sistem pendengaran
39

Keadaan daun telinga pasien simetris antara kiri dan kanan dengan kondisi

telinga tengah sedikit kotor, tidak terdapatnya cairan dalam telinga dengan

fungsi pendengaran pasien baik. Tidak terdapat gangguan keseimbangan

pada psien I.
d. Sistem wicara
Pasien ketika ditanyai seputar identitasnya pasien dapat menjawab dengan

baik dan tidak mengalami gangguan dalam menyampaikan jawaban dari

pertanyaan yang diberikan.

e. Sistem pernafasan
Keadaan jalan nafas pasien baik, tidak mengalami sumbatan dari cairan

dan benda padat, tidak adanya penggunaan otot bantu nafas pada pasien

dengan frekuensi pernafasan 20 x/menit dengan irama teratur dan

kedalaman pernafasan normal. Pasien juga mengalami batuk tampa

seputum, tidak adanya darah ketika pasien batuk dan suara nafas klien

vaskuler.
f. Sistem kardiovaskuler
Frekuensi nadi pasien 78 x/mnt dengan irama regular dan lemah dengan

tekanan darah 160/90 mmhg, tidak terdapatnya distensi vena jugularis

dengan temperatur kulit 36,9 C. warna kulit gelap dengan adanya edema

pada ekstremitas bawah dengan kapilarirefil pasien < 3 detik.


g. Sirkulasi jantung pasien yang diperiksa oleh penulis yaitu kecepatan
denyut apical teratur dengan bunyi jantung S1, S2 normal dengan irama
teratur dan pasien tidak

mengalami nyeri dada.


h. Sistem hematologi
Dalam sistem hematologi pasien pucat tetapi tidak mengalami perdarahan,
40

i. Sistem syaraf pusat


Pasien I mengalami nyeri atau pusing kepala dengan kualitas nyeri seperti

tertusuk benda tajam dan region nyeri di daerah frontal kepala dengan

skala nyeri 4 dan durasi waktu terjadinya nyeri lebih kurang 5 menit.

Tingkat kesadaran pasien kompos mentis dengan nilai GCS adalah 15

menit, reflex fisiologis pasien yang terdiri dari biceps dan triceps secara

berturut turut adalh fleksi dan ekstensi dan tidak adanya refleks patologis

yang terjadi.
j. Sistem pencernaan
Keadaan sistem pencernaan pasien baik dengan keadaan mulut pasien

yang berupa gigi utuh serta keadaan lidah bersih, pasien tidak mengalami

muntah serta tidak mengalami nyeri pada bagian abdomen, konsistensi

feses padat dan ketika dilakukan palpasi pada bagian abdomen tidak

terabanya pembesaran hepar dan keadaan abdomen kembung


k. Sistem Endokrin
Ketika dilakukan pemeriksaan fisik pada bagian sistem endokrin,

didapatkan hasil tidak adnya pembesaran kelenjar tiroid dan tidak adanya

bau keton pada nafas serta tidak terdapatnya luka gangren


l. Sistem urogenital terdapatnya perubahan pola kemih yang ditandai dengan
4 x sehari dalam BAK dengan warna urin kuning dan tidak adanya
distensi kandung kemih,

tidak adanya keluhan sakit pinggang pada pasien I.


m. Sistem integument keadaan turgor kulit pasien baik dengan warna kulit

gelap dan keadaan kulit terdapat luka tidak ada dan gatal-gatal pada kuli

tidak ada serta kondisi kuli pasien baik. Tidak adanya kelainan pada kulit
41

dan terjadinya udem pada daerah kulit yang terpasan infus dan pada

daerah ekstremitas atas dan bawah, keadaan tekstur rambut pasien baik

dan kebersihan

rambut pasien baik.


n. Sistem muskulo skeletal pasien mengalami gangguan kesulitan dalam
bergerak dikarenakan keadaan pasie yang lemah, yang ditandai dengan
pasien sering berbaring di tempa tidur dan sulit untuk melakukan kegiatan
yang berat.
l. Data penunjang
25-11-2014 : 00:52
Tabel 3.1

No Yang diperiksa Hasil Nilai rujukan Satuan


1. GDS 101 70-120 Mg/dl
2. Ureum 35 20-40 Mg/dl
3. Creatin 1,6 0,5-1,2 Gr/dl
4. Hematocrit 32 Lk:37-47% Gr/dl
Pr : 40-54 %
5. Hb 11,6 Lk:13,00-18,0 Gr/dl
Pr : 12,0-16,0
6. Leukosit 11.600 4000-10.000 Mm3
7. Trombosit 470.000 150.000-400.000 Sel/mm3

B. Penatalaksanaan
Infus RL = 20 tts/menit, Drip ondan/kolop 1 ampul
Glukosa 10% 30 tts/menit
1. Obat
Parenteral
Tabel 3.2
42

No Obat Dosis 25-11-14 26-11-14 27-11-14


1. Ranitidin 25 mg/ml 2x1 ampul 09.00 09.00 12.00
21.00 21.00 24.00
2. Ceftriaxone 10 mg/ml 2x1 ampul 09.00 09.00 12.00
12.00 21.00 24.00
3. Furosemide 10 mg/ml 1x1 ampul 12.00 12.00 12.00
4. Ketorolac 10 mg/ml 3x1 ampul 12.00 12.00
20.00 20.00
04.00
4. Ondan 10 mg/ml 3x1 ampul 12.00 12.00
20.00 20.00
04.00
2. Obat oral
Tabel 3.3

No Obat Dosis 25-11-14 26-11-14 27-11-14


1. Amlodipin 100 mg/ml 1x1 tablet 21.00 21.00
2. As. Folat 1 mg 3x1 tablet 09.00 06.00 06.00
14.00 12.00 12.00
17.00 17.00
3. Caco3 50 gr 3x1 tablet 09.00 06.00 06.00
14.00 12.00 12.00
17.00 17.00
4. Ambrokol 15 mg 3x1 tablet 09.00 06.00 06.00
14.00 12.00 12.00
17.00 17.00

Analisa data
Tabel 3.4
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

N Data penunjang Etiologi Masalah


o
1. DS : Pasien mengatakan pusing dan Peningkatantekanan Nyeri akut
nyeri pada daerah kepala dengan intra kranial
P : Peningkatan tekanan intrakranial
DO: Lidah ditusuk-tusuk
Q : seperti pasien tampak kotor
Makan 3xsehari dengan porsi tidak
R : Di daerah kepala
habis.
S : 3 Pasien tampak lemah
T : 5 menit
DO : Pasien terkadang meringis
TTV : N : 78 x / menit
TD : 160/90 mmhg
P : 20x/menit
S : 36,9 C
3. Diagnosa
DS : Pasien mengatakan
medis lemah
: Hipertensi sulit
+ AKI Kelemahan dalam Intoleransi
untuk bangun dan berjalan beraktiitas aktifitas
2. ke kamar
DS: Pasien mandimual
mengatakan oleh keluarga
muntah Intake dan output Nutrisi kurang
Tonus otot
dan tidak nafsu makanpasien lemah tidakadekuat dari kebutuhan
Pola aktifitas pasien di rumah tubuh 43
sakir buruk.

1. Nyeri akut b/d peningkatan vaskularitas cerebral


2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Intake inadekuat
3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik

C. PERENCANAAN

Tabel 3.5

No Diagnosa NOC NIC Rasional


1 Nyeri akut Indikator Manajemen Nyeri :
berhubunga Pengendalian 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengetahui
n dengan Nyeri: secara komprehensif termasuk perkembangan nyeri
agen cidera 1: Tidak pernah lokasi, karakteristik, durasi, dan tanda-tandanyeri
biologi 2: Jarang frekuensi, kualitas dan faktor sehingga dapat
3: Kadang-kadang presipitasi menentukan intervensi
4: Sering selanjutnya
5: Selalu 2. Mengetahui respon
2. Observasi reaksi nonverbal dari pasien terhadap nyeri
Outcomes: ketidaknyamanan 3. Menumbuhkan sikap
1. Mengenali 3. Gunakan teknik komunikasi saling percaya
awitan nyeri terapeutik untuk mengetahui
44

2. Menggunakan pengalaman nyeri pasien


tindakan 4. Dukungan yang cukup pencegahan 4. Bantu pasien dan keluarga
dapat menurunkan
3. Melaporkan untuk mencari dan menemukan
reaksi nyeri pasien
nyeri dapat dukungan 5.
Menurukan rasa nyeri
dikendalikan 5. Kontrol lingkungan yang dapat pasien mempengaruhi
nyeri seperti
Indikator suhu ruangan, pencahayaan dan 6. Dapat menurukan
Tingkat Nyeri: kebisingan tingkat nyeri pasien
1: Sangat berat 6. Kurangi faktor presipitasi nyeri 7.
Mengetahui
2: Berat perkembangan nyeri
3: Sedang 7. Kaji tipe dan sumber nyeri dan menentukan
4: Ringan untuk menentukan intervensi intervensi selanjutnya
5: Tidak ada 8. Menurunkan
8. Ajarkan tentang teknik non ketegangan otot, sendi
Outcomes: farmakologi dan melancarkan
1. Ekspresi nyeri peredaran darah pada wajah sehingga dapat
2. Gelisah atau 9. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
ketegangan mengurangi nyeri 9. Analgetik berfungsi otot sebagai
depresan
3. Durasi episode system syaraf pusat nyeri sehingga mengurangi
4. Merintih dan 10. Tingkatkan istirahat atau menghilangkan
menangis nyeri
5. Gelisah 10. Istirahat yang cukup
dapat mengurangi
rasa nyeri 11. Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, 11. Pasien tidak merasa berapa lama nyeri akan cemas
dan takut
sebab-sebab nyeri berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur

Medication Management

12. Ikuti lima benar obat


12. Menghindari kesalahan dalam
13. Verifikasiresepatau pemberian obat obatsebelum
memberikanobat

14. Monitortanda- tanda 13. Memastikan tidak


vitaldanlaboratoriumnilaisebel terjadi kesalahan
45

um pemberianobat , yang dalam pemberian obat


sesuai 14. Informasi yang tepat
15. Bantupasien dalamminum obat membantu dalam
keefektifan intervensi

Penatalaksanaan Analgesik : 15. Memenuhi kebutuhan


dengan mendukung
16. Tentukan lokasi, karakteristik,
partisipasi dan
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat kemandirian pasien
17. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi
16. Sebagai acuan dalam
18. Cek riwayat alergi pemberian dosis obat
yang tepat
17. Menghindari
kesalahan dalam
pemberian obat
19. Tentukan pilihan analgesik 18. Menghindari adanya
tergantung tipe dan beratnya kemerahan, gatal
nyeri gatal dan efek lain
dari konsumsi obat
20. Monitor vital sign sebelum dan yang salah
sesudah pemberian analgesik 19. Mengurangi nyeri
pertama kali yang dirasakan
sehingga dapat
menentukan
intervensi selanjutnya
21. Evaluasi efektivitas analgesik, 20. Mengetahui
tanda dan gejala (efek perubahan status
samping) kesehatan setelah
pemberian obat

21. Memberikan
informasi untuk
membantu dalam
menentukan pilihan/
keefektifan intervensi

2 ketidak Indikator Status Manajemen Nutrisi seimbangan


Gizi: 1. Kaji adanya alergi makanan
nutrisi 1: Tidak adekuat 1. Mengetahui intake kurang dari 2: Sedikit adekuat
masukan pasien dan menentukan
kebutuhan 3: Cukup adekuat intervensi yang
tubuh 4: Adekuat 2. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai
berhubunga 5: Sangat adekuat untuk menentukan jumlah 2.
Meningkatkan
46

n dengan kalori dan nutrisi yang keseimbangan nutrisi dibutuhkan pasien. intake
yang Outcomes: yang adekuat
tidak 1.Makanan oral, 3. Anjurkan pasien untuk adekuat
pemberian meningkatkan intake Fe 3. Meningkatkan
makanan 4. Anjurkan pasien untuk kesehatan pasien lewat slang, meningkatkan protein dan 4. Dapat
meningkatkan atau nutrisi vitamin C intake yang adekuat
parenteral 5. Berikan substansi gula
total 5. Meningkatkan gula
2. Asupan cairan 6. Yakinkan diet yang dimakan darah oral atau IV mengandung tinggi serat 6.
Mempermudah untuk mencegah konstipasi melancarkan
defekasi
7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah 7. Nutrisi yang adekuat dikonsultasikan
dengan ahli dapat meningkatkan
gizi) status kesehatan
8. Ajarkan pasien bagaimana 8. Mempertahankan membuat catatan makanan
nutrisi pasien yang
harian. adekuat
9. Monitor jumlah nutrisi dan 9. Mepertahankan kandungan kalori keseimbangan
nutisi
10. Berikan informasi tentang 10. Pengetahuan yang kebutuhan nutrisi cukup
dapat
meningkatkan
11. Kaji kemampuan pasien untuk motivasi pasien mendapatkan nutrisi yang 11.
Menjaga kebutuhan dibutuhkan nutrisi
Monitoring Nutrisi
12. BB pasien dalam batas normal
12. Meningkatkan
13. Monitor adanya penurunan keseimbangan nutrisi berat badan

14. Monitor tipe dan jumlah 13. Penurunan berat aktivitas


yang biasa dilakukan badan menunjukkan
47
48

1.Berpartisipasi menyebabkan dalam aktivitas terkurasnya energy


yang berlebih terutama
fisik tanpa 5. Monitor respon kardivaskuler
dari sisi psikologis
disertai terhadap aktivitas (takikardi,
peningkatan pasien
tekanan darah, disritmia, sesak nafas,
nadi dan RR diaporesis, pucat, perubahan 5. Aktivitas yang ditandai
2.Mampu melakukan hemodinamik) dengan respon patologis aktivitas sehari 6.
Monitor pola tidur dan lamanya dari kardiovaskuler
hari (ADLs) tidur/istirahat pasien menandakan adanya secara mandiri
kelemahan fisik yang
3.Keseimbangan patologik aktivitas dan
istirahat 7. Kolaborasikan dengan Tenaga 6. Tingkat tirah baring yang Rehabilitasi
Medik dalam tinggi berpengaruh merencanakan progran terapi
terhadap energy yang
yang tepat. dimiliki pasien untuk
8. Bantu klien untuk beraktivitas
mengidentifikasi aktivitas yang 7. Program terapi yang
adekuat memberikan mampu dilakukan
dampak tercapainya
rehabilitasi medis yang 9. Bantu untuk memilih aktivitas baik konsisten
yang sesuai dengan 8. Aktivitas yang ringan dan
kemampuan fisik, psikologi dapat dilakukan pasien dan sosial.
merupakan terapi awal
untuk latihan fisik
10. Bantu untuk mengidentifikasi pasien
dan mendapatkan sumber yang 9. Terapi aktivitas fisik yang
diperlukan untuk aktivitas baik memberikan
yang diinginkan dampak yang baik
11. Bantu untuk mendpatkan alat terhadap latihan fisik bantuan aktivitas
seperti kursi pada pasien roda, kruk
10. Indentifikasi dini pasien dalam
12.Bantu untuk 15. mengidentifikasi
Sediakan penguatan positif
memberikan melakukan aktivitas
informasi aktivitas
yang disukai
bagi yangberaktivitas
yang aktif fisik
tepat terhadap tindakan keperawatan yang
akan datang 13. Jadwal latihan yang
11. Alat bantu teratur mempermudah
13. Bantu klien untuk membuat mempermudah untuk
latihan yang efektif
jadwal latihan diwaktu 16. luang Bantumembantu
pasienpasien dalampada
untuk melatih aktivitas fisik 14.
pasien
Bantu pasien/keluarga mengembangkan
untuk mengidentifikasi
motivasi kekurangan
diri dan 12. Aktivitas yang disukai
dalam beraktivitas penguatan pasien dini
14. Identifikasi memudahkan
terhadap kelemahan
fisik pada pasien
membantu menemukan
17. Monitor respon fisik, emosi,
terapi yang tepat pada
sosial dan spiritual pasien

15. Penguatan positif yang


adekuat berpengaruh
terhadap pemberian
motivasi dalam
beraktifitas optimal
16. Motivasi dan penguatan
pasien mengikuti terapi
fisik yang akan
dilakukan
17. Respon fisik yang pasif 49
menandakan keadaan
fisik pasien lemah dan
harus dilakukan
tindakan keperawatan

D. IMPLEMENTASI

Tabel 3.6

Nama Pasien : Ny. I Dx. Medis : Hipertensi, AKI

Umur : 25 tahun Ruangan : Kenanga


NO Hari/ NO. Implementasi Respon hasil Paraf tanggal Diagnosa
1. Selasa, I 1. Mengkaji nyeri pada 1. Pasien mengatakan nyeri,
25 Nov pasien nyeri dengan sekala 3 di
2014 daerah kepala, nyeri seperti

3.
50

4. Memberikan dorongan 4. Pasien ditusukmengerti


tusuk dengan
untukdurasi
pada pasien untuk 3melakukan
menit aktivitas yang
melakukan
2. Mengkaji TTVaktivitas
pasien 2. ringan
TTV : dan dapat dilakuka
TD : 160/90 mmhg
T : 36,9 C
N : 78 x/menit Tabel 3
RR : 20 x/menit
3. Pasien tampak meringis NO
3. Mengobservasi respon
non verbal terhadap t
nyeri 1. K
NO Hari/ NO. Diagnosa Implementasi 4. Pasien dapt melakukan
Respon hasil Paraf 2
4. Mengajarkan tehnik teknik nafas dalam
tanggal nafas dalam N
1. Rabu, I 1.5. Mengkaji nyeritehnik
Mengajarkan 1.5. Pasien
Pasienmengatakan
dapat melakukan
nyeri, 2
26 Nov teknik
nyeri distraksi
dengan sekala 3 di
distraksi 6. daerah
Obat keterolak 1 ampul
2014 6. Kalaborasi pemberian kepala, nyeri seperti
berhasil
ditusuk diberikan
tusuk dengan durasi
analgesic keterolak 1
ampul 3 menit
2. TTV :
2. Mengkaji TTV Pasien
1. TD : 140/90
Pasien mmhg
mendapatkan
1. Mengkaji masukan
Tmasukan
: 36,7 Cnutrisi dari infus,
nutrisi pasien
2. II Nair: putih
80 x/menit
dan makanan
2. RR : 21 x/menit
Pasien mengerti dan
2. Menganjurkan pasien 3. Pasien tampak
melakukan meringis
instruksi
untuk menghabiskan perawat
3. Mengobservasi respon
makanan 3. Makanan pasien tersedia
non verbal terhadap
3. Mengkalaborasikan sesuaimelakukan
keadaan pasien
nyeri 4. Pasien tehnik
pemberian makanan
4. Memotovasi pasien
rendah garam pada ahli nafas dalam
melakukan
gizi tehnik nafas
Mengkalaborasikan obat 5.4. PasienObat ondan 1 ampul
4. dalam melakukan teknik
5. Memotivasi pasien berhasil
distraksi diberikan
untuk mengurangi mual
melakukan
muntah (ondanteknik1 ampul)
5. distraksi pada RL 10 %
Memberikan 6.5. Obat
RL 10keterolak
% dalam120 tts/mnt
ampul
6. Kalaborasi pemberian berhasildiberikan
berhasil diberikan
6. analgesic
Memonitor keterolak 1
penurunan
ampul
berat badan pasien 6. BB : 57 Kg

1. Mengkaji respon 1. Masukan nutrisi pasien


1. Mengkaji masukan
pasien terhadap 1. berasal
Pasien dari
berbaring di tempa
infus, nutrisi
nutrisi pasien
aktivitas tidur
dan makanan
2. II 2. Memonitor nutrisi dan 2. Nafsu makan pasien
2. Menganjurkan
sumber energi pasien
yang 2. meningkat
Pasien tidak menghabiskan
tetapi pasien
3. III untuk menghabiskan
adekuat porsi makanan
belum menghabiskan porsi
3. makanan
Melakukan instruksi 3. makannya
Pasien mengerti tentang
tirah baring pada anjuran tirah
3. Makanan yangbaring
pasien
3. Mengkalaborasikan
pasien konsumsi sesuai dengan diit
51

D. IMPLEMENTASI

Nama Pasien : Ny. I Dx. Medis : Hipertensi, AKI


T : 36,7 C
Umur : 34 tahun Ruangan N : : 80
Kenanga
x/menit
RR : 21 x/menit
3. Pasien tampak rileks
3. Mengobservasi respon
non verbal terhadap
nyeri 4. Obat keterolak 1 ampul
4. Kalaborasi pemberian berhasil diberikan
analgesic keterolak 1
ampul
1. Nafsu makan pasien
1. Menganjurkan pasien meningkat dan pasien
2. II untuk menghabiskan menghabiskan porsi
makanan makannya
2. Makanan yang pasien
2. Mengkalaborasikan konsumsi sesuai dengan
pemberian makanan diit pasien
rendah garam pada ahli
gizi 3. Obat ondan 1 ampul
3. Mengkalaborasikan berhasil diberikan
obat untuk mengurangi
mual muntah (ondan 1
ampul)
4. Memberikan glukosa 10 4. RL 10 % dalam 20 tts/mnt
% berhasil diberikan
5. Memonitor BB pasien 5. BB : 57 Kg

1. Mengkaji respon pasien 1. Pasien tampak bangun


terhadap aktivitas dari tempat tidur

2. Memonitor nutrisi dan


3. III sumber energi yang 2. Pasien menghabiskan
adekuat porsi makanan
3. Memberikan dorongan 3. Pasien tampak melakukan
pada pasien untuk aktivitas yang ringan dan
melakukan aktivitas dapat dilakukan seperti
personal hygine dan
berjalan disekitar ruangan

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Pasien : Tn. I Dx. Medis : Hipertensi, AKI

Umur : 34 tahun Ruangan : Kenanga

Tabel 3.7
52

No Diagnosa Evaluasi Paraf


1 Nyeri akut S : pasien mengatakan nyeri berkurang berhubunga
O : TD 150/100 mmhg, Nadi 84 x/mnt, RR 21 x/mnt, T n
P : Intervensi dilanjutkan oleh keluarga di masyarakat
no 3.
dengan 36,8 C dengan keadaan nyeri P : peningkatan peningkatan
tekanan intra kranial, Q : seperti tertusuk tusuk vascular benda
tajam, R : daerah kepala, S : 4, T : 5 menit, serebral. pasien
tampak rileks, pasien menggunakan teknik non farmakologi dalam
mengatasi nyeri.
A : nyeri berkurang, indikator tingkat nyeri ringan.
P : Intervensi dihentikan

Nutrisi
2 kurang dari S : pasien mengatakan mual berkurang, porsi makan
kebutuhan habis
tubuh O : Mual muntah berkurang, porsi makan habis,
berhubunga BB 58 Kg, turgor kulit baik, konjungtiva ananemis n
dengan pemberian makanan melalui oral, asupan cairan intake
melalui oran dan IV.
inadekuat A : indikator status gizi pasien dalam keadaan cukup
adekuat.
P : Intervensi dihentikan
Intoleransi
aktivitas
3 berhubunga S : Pasien mengatakan tubuh masih lemah n
dengan O : Pasien dapat berpartisipasi dalam aktifitas fisik
kelemahan tanpa disertai peningkatan TD, nadi dan RR, pasien
fisik. melakukan aktivitas yang dapat dilakukan seperti
personal hygine dan berjalan disekitar ruangan,
pola aktifitas dan keseimbangan pasien dalam
keadaan baik.
A : pasien dapat melakukan aktivitas ringan secara
mandiri,
53

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang “Asuhan Keperawatan pada

pasien I dengan Hipertensi di Ruangan Kenanga RSUD DR. M. Yunus Kota

Bengkulu Tahun 2014.” Dalam melakukan asuhan keperawatan telah diterapkan

proses keperawatan sesuai teori yang ada. Dimana proses keperawatan yang

mempunyai 5 tahap yaitu: pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan

evaluasi.

A. Pengkajian
Hipertensi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan curah

jantungdan atau kenaikan pertahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2000).

Menurut The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation and

Treatment of The Blood Pressure (2004) dikatakan hipertensi jikatekanan darah

sistolik yang lebih besar atau sama dengan 140 mmHg atau peningkatan tekanan

darah diastolik yang lebih besar atau sama dengan 90mmHg. Umumnya tekanan

darah normal seseorang 120 mmHg/80 mmHg. Hasil pemeriksaan tersebut

dilakukan 2 atau lebih pemeriksaan dan dirata-rata.


Pada studi kasus pasien I menderita hipertensi yang ditandai dengan

tekanan darah pada pasien dalam 3 hari berturut-turut adalah 160/90 mmhg,

140/90 mmhg, dan 150/100 mmhg, pasien mengalami gangguan pada sistem

syaraf pusat yang mengakibatkan pasien mengalami nyeri pada bagian frontalis

kepala, pasien mengalami mual dan penurunan nafsu makan serta pasien

mengalami kelemaha fisik yang digambarkan pada pemeriksaan kekuatan tonus


54

otot dalam keadaan lemah. Tanda dan gejala pasien pada kasus ini sudah tepat

dan

sesuai dengan teori hipertensi.


Pada kasus Ny. I diberikan terapi berupa InfusRL drip ondan 1 ampul dengan

20 tts/menit dan keterolak 1 ampul dengan 20 tts/menit. Ny. I diberikan obat oral

berupa ranitidin 25 mg/ml 2x1 ampul, ceftriaxone 10 mg/ml 2x1 ampul,

furosemide 10 mg/ml 1x1 ampul. Paien juga diberikan obat oral berupa

amlodipine 100 mg/ml 1x1 tablet, Hct 25 mg 1x1 tablet, as. Folat 1 mg 3x1 tablet,

caco3 50 gr 3x1 tablet dan ambrokol 15 mg 3x1 tablet. Terapi pengobatan pada

Ny. I sudah tepat sesuai dengan penatalaksanaan pada penderita hipertensi seperti

amlodipin yang merupakan obat golongan dihydropyridine yang berfungsi untuk

mengatur tekanan darah. Tetapi pada kasus Ny. I juga diberikan obat seperti

furosemide, caco3 dan sejenisnya, ini dikarenakan pasien juga memiliki masalah

pada ginjal dan didapat dari diagnosa medis selain hipertensi pasien mengalami

AK.
B. Diagnosa

Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan respon aktual atau potensial

klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan berkompeten

untuk mengatasinya (Potter, 2005). Dalam teori pada hipertensi dapat diangkat 7

diagnosa yaitu, pola nafas tidak efekif berhubungan dengan penurunan suplay

oksigen, nyeri akut berhubungan dengan peningkatan vascular serebral, nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat, kelebihan

volume cairan berhubungan dengan retensi cairan dan natrium oleh ginjal,

gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipoksemia jaringan,


55

intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, ansietas berhubungan

dengan kurang pengetahuan. Dari hasil pengkajian yang dilakukan penulis,

penulis mengangkat 3 diagnosa yaitu nyeri akut b/d peningkatan tekanan

intrakranial,nutrisi kurang dari krbutuhan tubuh b/d intake inadekuat, intoleransi

aktivitas b/d kelemahan fisik.Berdasarkan hal tersebut di atas ada 7 diagnosa yang

terdapat dalam teori dan 4 diagnosa yang tidak ditemukan di lapangan. Hal ini

terjadi karena setiap individu berbeda satu sama lain dalam merespon suatu

penyakit sehingga diagnosa yang didapatkan dalam teori tidak semuanya bisa

diangkat sebagai diagnosa yang akan dikaji dan pada pasien Tn. Y pasien

mengalami hipertensi ringan, dan 4 diagnosa yang tidak diangkat tersebut terjadi

pada kasus hipertensi berat dimana pada kasus hipertensi berat pasien dapat

mengalami syok hipovolemik sehingga pasien mengalami gangguan pernafasan

yang mengakibatkan terjadinya masalah keperawatan pola nafas tidak efekif dan

gangguan perfui jaringan perifer, pada pasien dengan hipertensi berat dapat

beresiko merusak organ lain seperti ginjal sehingga mengakibatkan gangguan

fungsi ginjal dan mengakibakan retensi cairan dalam tubuh sehingga cairan

menumpuk pada bagian ekstratisial dan mengakibatkan udem. Kondisi ini dapat

mengakibatkan masalah keperawatan berupa kelebihan volume cairan. Dengan

kondisi yang buruk pada pasien dengan hipertensi berat dapat memberikan

dampak psikologis pada pasien terhadap kondisi kesehatannya, sehingga dapat

mengakibatkan masalah keperawatan ansietas.

C. Rencana Keperawatan
Pada kasus pasien I, penulis melakukan rencana tindakan keperawatan.

Penulismerencanakan mengatasi masalah nyeri terlebih dahulu karena nyeri tidak

dapat diatasi dalam waktu singkat dan perlu penanganan terlebih dahulu karena
56

nyeri berhubungan dengan kebutuhan fisiologis, rasa nyaman dan harus terpenuhi

( Potter, 2006) dan kriteria hasil yang ditulis penulis yaitu pasien mengatakan

nyeri berkurang dengan skala nyeri (4-5).


Rencana tindakan diagnosa pertama untuk mengurangi nyeri yang dirasakan

pasien yaituLakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi, Observasi reaksi

nonverbal dari ketidaknyamanan, gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk

mengetahui pengalaman nyeri pasien, bantu pasien dan keluarga untuk mencari

dan menemukan dukungan, kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri

seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan, Kurangi faktor presipitasi

nyeri, kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi, ajarkan tentang

teknik non farmakologi, berikan analgetik untuk mengurangi nyeri, tingkatkan

istirahat, berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama

nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur, ikuti lima

benar obat, verifikasiresepatau obatsebelum memberikanobat, monitortandatanda

vitaldanlaboratoriumnilaisebelum pemberianobatyang sesuai, bantupasien

dalamminum obat, tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri

sebelum pemberian obat, cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan

frekuensi, cek riwayat alergi, tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan

beratnya nyeri, monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik

pertama kali, evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping).
Pada diagnosa kedua untuk mengatasi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

dilakukan Kaji adanya alergi makanan, kolaborasi dengan ahli gizi untuk

menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien, anjurkan pasien
57

untuk meningkatkan intake Fe, anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan

vitamin C, berikan substansi gula, yakinkan diet yang dimakan mengandung

tinggi serat untuk mencegah konstipasi, berikan makanan yang terpilih ( sudah

dikonsultasikan dengan ahli gizi, ajarkan pasien bagaimana membuat catatan

makanan harian, monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori, berikan informasi

tentang kebutuhan nutrisi, kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi

yang dibutuhkan, BB pasien dalam batas normal, monitor adanya penurunan

berat badan, monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan, monitor

lingkungan selama makan, monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi,

monitor turgor kulit, monitor mual dan muntah, monitor makanan kesukaan,

monitor kalori dan intake nuntrisi.

Pada diagnosa ketiga untuk mengatasi intoleransi aktivitas dilakukan

rencana tindakan yaitu, observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan

aktivitas, kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan, monitor nutrisi dan

sumber energi yang adekuat, monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan

emosi secara berlebihan, monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas

( takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik),


monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien, kolaborasikan dengan tenaga
rehabilitasi medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat, bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan, bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial, bantu untuk
mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan, bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, kruk,
bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai, bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang, bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas, Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas, bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan,
monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual.
58

D. Implementasi keperawatan
Implementasi pada paien I, dilakukan penulis sesuai rencana tindakan

keperawatan dimana pada diagnosa pertama dengan nyeri akut terdapat 21 item

yang terdapat dalam intervensi, tetapi dalam pelaksanaannya penulis hanya

melakukan 6 item tindakan. Item- item yang tidak digunakan seperi mengurangi

faktor presipitasi nyeri telah dikontrol dengan tindakan keperawatan lain seperi

mengkaji keadaan nyeri serta melakukan diit rendah garam kepada pasien. Pada

diagnosa kedua yaitu nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh terdapat 20 item

rencana tindakan dan hanya 6 item rencana tindakan yang dilakukan, tindakan

seperti mengkaji alergi makana pada pasien tidak dilakukan karena pasien tidak

memiliki riwayat alergi makanan sebelumnya.


Pada diagnosa ketiga yaitu intoleransi aktivitas, dari 17 item rencana

tindakan keperawatan hanya 4 yang dilakukan oleh penulis. Tindakan

keperawatan yang tidak dilakukan seperti bantu pasien untuk mendapatkan ala

bantu kursi roda atau kruk tidak dilakukan karena pada diagnosa ini penulis ingin

melatih kemampuan fisik pasien agar kembali optimal, sedangkan jika dilakukan

pemakaian alat bantu seperti kursi roda akan menghambat kriteria hasil penulis

dalam peningkatan akttivitas fisik pasien. Penulis pada pelaksanaan tindakan

keperawatan tidak mengalami kesulitan karena pasien kooperatif, tidak ada

rencana keperawatan yang dilakukan penulis diluar rencana tindakan

keperawatan. Penulis tidak dapat melakukan implementasi lebih lanjut karena

pasien meminta pulang pada hari ke-4 pada pukul 11.00 WIB.
E. Evaluasi Keperawatan
59

Evaluasi tindakan yang diberikan selama 3 x 24 jam disusun dengan

menggunakan catatan perkembangan, pada diagnosa nyeri, keadaan nyeri pasien

sesuai dengan kriteria hasil dimana nyeri pada Ny. I berkurang, pasien tampak

rileks daan pasien mengetahui bagaimana cara mengurangi rasa nyeri dengan

menggunakan metode non farmakologi. Intervensi pada diagnosa pertama yaitu

nyeri dapat dihentikan. Pada diagnosa kedua adalah nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh didapatkan keadaan kondisi pasien sesuai dengan kriteria hasil dimana

indikator status gizi pasien dalam keadaan cukup adekuat dan dapat dilihat dari

porsi makan pasien dihabiskan.

Pada diagnosa ketiga yaitu intoleransi aktivitas dimana kemampuan

pasien dalam melakukan aktivitas meningkat yang ditandai dengan kriteria hasil

pasien dapat melakukan aktivitas ringan seperi personal hygine dan pasien juga

dapat melakukan kegiatan kecil seperti berjalan disekitar ruangan, maka dari itu

intervensi pada pasien Ny. Y untuk diagnosa intoleransi aktivitas dihentikan.


60

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Bersarkan data diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan penulis dalam asuhan keperawatan ini sesuai

dengan teori. Beberapa tanda gejala dari peyakit hipertensi ditemukan saat

pengkajian baik anamnesa maupun pengkajian fisik. Hipertensi pada kasus

Ny. I adalah hipertensi ringan atau sekunder dan disebabkan oleh komplikasi

penyakit ginjal yang dideritanya.


2. Diagnosa yang muncul pada Tn. Y dengan hipertensi sudah tepat menurut

NANDA NIC NOC, yaitu nyeri akut berhubungan dengan peningkatan vascular

serebral, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

inadekuat dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

fisik.
3. Perencanaan pada kasus ini telah dibuat sesuai dengan rencana keperawatn

berdasarkan NANDA NIC NOC. Perencanaan keperawatan pada Tn. Y telah

disusun menurut diagnosa yang muncul pada kasus Tn. Y.


4. Implementasi yang dilakukan sudah efektif dan telah dilakukan sesuai dengan

rencana yang telah ditetapkan. Tidak ada tindakan pada Tn. Y pada

implementasi yang tidak dapat dilakukan.


5. Evaluasi pada kasus Tn. Y dengan hipertensi yang terdiri dari 3 diagnosa dimana

pada diagnosa nyeri dalam waktu 3 hari belum mampu untuk menghilangkan

nyeri pada Tn. Y, pada masalah keperawatan nutrisi dan intoleransi aktivias
61

dapat teratasi dalam 3 hari pemberian asuhan keperawatan. Evaluasi sudah

didokumentasikan dalam bentuk catatan perkembangan serta

perencanaan lanjutan berupa discharge planning sudah dilakukan.


B. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberi saran yang
diharapkan

dapat bermanfaat:
1. Perawat

Memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan hipertensi diharapkan

perawat memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dan sistematis

dengan mengikut sertakan klien dan keluarga, sehingga dapat mempermudah

dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.

2. Rumah Sakit

Rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan terhadap

klien dengan memberikan asuhan keperawatan yang menggunakan tahapan

proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai tahap evaluasi secara

berkelanjutan dan berkesinambungan. Rumah sakit sebaiknya menyediakan

atau memberikan peningkatan pendidikan kesehatan kepada pasien melalui

keluarga terlebih pendidikan kesehatan tentang hipertensi. Pada kasus

hipertensi, hendaknya rumah sakit menyediakan unit tersendiri untuk

mengontrol penyakit hipertensi baik untuk pasien rawat inap maupun pasien

rawat jalan.

3. Institusi pendidikan.
62

a. Institusi pendidikan dimana mahasiswa keperawatan dalam melakukan

asuhan keperawatan pada pasien dilapangan hendaknya diberikan

bimbingan dan pengawasan dari pihak tenaga kependidikan sehingga

mahasiswa mendapatkan pengalaman dan dapat lebih menerapkan ilmu

yang dalam melakukan tindakan keperawatan khususnya penyakit

hipertensi dan asuhan keperawatannya.

b. Institusi pendidikan dapat menambah dan melengkapi buku-buku tentang

asuhan keperawatan pada klien dengan hipertensi untuk dapat menunjang

penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

4. Pasien dan keluarga

Pasien dan keluarga hendaknya dapat meningkatkan pengetahuan tentang

kesehatan terutama penanganan pada kasus hipertensi melalui pendidikan

kesehatan berupa penyuluhan ataupun mencari informasi kesehatan melalui

media elektronik. Keluarga hendaknya juga dapat memberikan dorongan

terhadapa pasien dengan hipertensi untuk dapat melakukan diit yang perlu

dilakukan pada pasien dengan hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth , 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. Terjemahan
Suzanne C. Smeltzer. Edisi 8. Vol 8. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.

Barry, L.C. 2004, Implementing the New Guidelinees for Hypertension : JNC VII,
ADA, WHA-ISH, J Manag Care Pharm.,10 (5):18-25

Subardja, D. (2004) Obesitas Primer Pada Anak. Bandung : PT Kiblat Buku Utama.
63

Yogiantoro M. (2006). “Hipertensi Esensial” dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I edisi IV.Jakarta: FK UI.

Sloane, E., 1994. Anatomy and Physiology: An Easy Learner. Jones and Bartlett
Publisher, Inc, USA.

Sherwood, L. 2003. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta;EGC

Doenges Marlyn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3), (Alih Bahasa 1 Made
Kriase), Jakarta: EGC.

Black, J.M, Hawks J.H, 2006, Medical Surgical Nursing, Clinical Management for
Positive Outcomes (8 Edition), Philadelpia: WB. Saunders Company

Corwin, Elizabeth J., 2001. Buku Saku PatofisiologI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; hal 356

Gray, et al., 2005. Hipertensi. Lecturer Notes Kardiologi, Edisi ke-4, Jakarta: Erlangga

Joanne, C. Mc. Closkey dan Bulechek, Gloria M. 2014. Nursing Intervention


classification (Nic). Edisi 2. St Louis : Mosby.

Johnson, et al. 2014. Nursing oucomes classification, (Noc), Edisi 2. St. Louis : Mosby.

Dongeoes, dkk. 2010. Nursing care plans, guidelines for individualizing client care
across the life span. I group press Co., Ltd : Thailand

Kaplan M. Norman. Measurenment of Blood Pressure and Primary Hypertension:


Pathogenesis in Clinical Hypertension: Seventh Edition. Baltimore, Maryland
USA: Williams & Wilkins; 1998.
[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

Judha, M. 2012. Teori Pengukuran Nyeri. Yogyakarta : Nuha Medika

Potter, P. A. Perry, A. G., 2015. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep Proses
Keperawatan dan Praktek, Vol. 1 E/4. Jakarta : EGC
E.J. Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai