Anda di halaman 1dari 55

Marissa Putri Pratama Stephanie Premalatha Subramaniam

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny.D Umur : 41 tahun Status : Menikah Pendidikan : SLTP Pekerjaan : IRT Agama : Islam Alamat : Blok Senin, Majalengka Tanggal Pemeriksaan : 9 Desember 2011

ANAMNESIS
Keluhan Utama: Benjolan di perut yang cepat membesar Anamnesis Khusus P1A0 mengeluh adanya benjolan di perut sejak 6 bulan SMRS. Mula-mula benjolan sebesar bola tenis dan semakin membesar hingga saat ini terlihat seperti hamil 9 bulan. Keluhan disertai dengan penurunan berat badan sebanyak 8 kg dalam 6 bulan ini. Riwayat mual dan muntah disangkal. Penurunan nafsu makan disangkal, BAB menjadi sulit, BAK tidak ada keluhan. Pasien kadang merasa sesak nafas sejak perutnya semakin besar. Riwayat nyeri dada dan lemah anggota gerak disangkal.

Pasien pernah berobat ke RS Majalengka, didiagnosis

kista dan dianjurkan untuk operasi. Pasien menolak untuk dilakukan operasi saat itu karena takut. Tetapi karena benjolan yang semakin membesar pasien sekarang memutuskan untuk operasi dan dirujuk ke RSHS. Riwayat perdarahan dari jalan lahir disangkal. Pasien hanya mengeluh menstruasinya menjadi lebih banyak dan menggumpal sejak benjolan di perutnya semakin membesar. Riwayat keputihan disangkal. Riwayat perdarahan saat berhubungan seksual disangkal. Riwayat penyakit kanker di keluarga disangkal. Riwayat penggunaan KB disangkal. Pasien tinggal bukan di wilayah pabrik.

Riwayat tekanan darah tinggi dan kencing manis

disangkal. Riwayat penyakit jantung, hati, ginjal, pendarahan atau luka yang lama, dan alergi disangkal. Riwayat penyakit paru disangkal. Riwayat pengobatan lama disangkal. Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal. Pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya.

Status Obstretikus Ditolong paraji, lahir spontan, perempuan 3200gr, aterm, meninggal usia 4 bulan karena sakit panas pada tahun 1984 Riwayat Haid Menarche : 12 tahun Haid : teratur, 1x/bulan, 3-5 hari, 1-2 pembalut/hari, haid terakhir November 2011

Riwayat Perkawinan Menikah : 1x, usia 14 tahun Kontrasepsi : -

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum Status Gizi Status Psikis Tekanan Darah Nadi Pernafasan Suhu Saturasi O2 : : : : : : : : Kompos Mentis kurang, BB 44kg, TB 151 cm Baik 110/70 mmHg 76 x/menit 20 x/menit afebris 97

Kepala:
Mata: Konjungtiva tidak anemis,

sklera tidak ikterik, edema palpebra (-) Mulut: Gigi palsu (-), tonsil T1-T1 tenang, Terlihat pilar faringeal, uvula, dan palatum molle (Mallampati I) Leher: JVP tidak meningkat, KGB tidak teraba membesar, gerak sendi baik

Thoraks: Bentuk dan gerak simetris,

retraksi interkostal (-) Cor: Bunyi jantung murni reguler, murmur (-), gallop (-) Pulmo: VBS kiri=kanan, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Abdomen: cembung, defense muscular (-),

nyeri tekan (-), PS/PP (-/-), hepar dan lien sulit dinilai, bising usus (+) normal, teraba massa kistik ukuran 30 x 20 x 15 cm, permukaan rata, konsistensi keras, terfiksir. Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)

MASSA

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (Tanggal 10 Desember 2011) Darah Rutin Hb : 9,7 g/dL Ht : 29% Eritrosit : 3,71 juta/uL Leukosit : 5700/mm3 Trombosit : 381.000/mm3 Indeks Eritrosit MCV : 77,2 fL MCH : 26,1 pg MCHC : 33,9% PT-INR PT : 12,8 INR PT : 0,93 APTT : 30,7

Kimia Klinik SGOT / PT Ureum Kreatinin GDS Natrium Kalium Kalsium Magnesium Albumin AGD pH PCO2 PO2 HCO3 TCO2 BE Saturasi O2 Urin Rutin

: 19 / 13 : 22 mg/dL : 0,81 mg/dL : 97 mg/dL : 141 mEq/L : 3,7 mEq/L : 5,24 mg/dL : 22 mg/dL : 3,6 g/dL : 7,466 : 36 : 99,9 : 25,8 : 26,9 : 2,5 : 98 : dalam batas normal

USG

: STGO EKG : Dalam batas normal Tes Faal Paru : Restriktif sedang Foto Toraks : - Tidak tampak metastase intrapulmonal - Tidak tampak TB paru aktif - Tidak tampak pembesaran jantung

DIAGNOSIS

Suspek tumor ganas ovarium


VI. Rencana Tindakan

HTSOB VC (12 Desember 2011)

RENCANA PENGELOLAAN OPERASI


Klasifikasi status fisik: ASA II
Rencana tindakan anestesi umum + analgesi epidural Informed consent

Puasa 6-8 jam sebelum operasi


Cross match, sedia darah 2 PRC Premedikasi: Ranitidin 150 mg pada malam dan 1-2

jam sebelum operasi

PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam Quo ad functionam : ad malam

LAPORAN OPERASI
Diagnosis pre operatif: Suspek tumor ganas ovarium Tgl. Operasi: 12 Desember 2011

Status Medis Saat Masuk Kamar Operasi Kesadaran : CM BB : 44 kg , TB : 151 cm Airway : Tidak terintubasi Tanda vital : T = 110/70 N = 81 R = 20x/menit, spontan via nasal canule, O2 3 lt/menit S = afebris SPO2 : 100% Gol. Darah : B+

Jenis anestesi : Umum Induksi : Sempurna Teknik : Semi closed Pengaturan napas: Assist
Monitoring Nadi : 64-84 x/menit Sistolik : 90-145 Diastolik : 55-85

Medikasi Fentanyl 100 + 75 Propofol 80 Atracurium 25 + 10 + 5 Dexametason 10 mg Kalnex 500 Dicynone 500 Vit. K Tramadol 50

Pemberian Cairan RL Gelofusin PRC 180


Blokade Regional Teknik : Epidural Lokasi tusukan: L3-4

Keadaan Selama Operasi Letak penderita : Supine Airway : Single lumen ETT Ukuran : 6 dengan balon Jumlah Perdarahan : 1000 cc Diuresis selama operasi: 650 cc

Diagnosis Post Operasi

Cystadenocarcinoma papillary mucinosum ovarium kanan


Analgesik Post Operasi

Epidural: bupivacaine 0,125% + fentanyl 100mcg + NaCl 0,9% dalam spuit 50cc

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Kanker dan Anatomi Ovarium Kanker merupakan tumor ganas: terjadi perubahan dalam biologi sel, khususnya nukleus sel tersebut berproliferasi secara berlebihan dan tidak terkontrol. Neoplasma secara histologis akan berbeda dengan jaringan normal di sekitarnya: sel neoplastik akan mengalami kehilangan diferensiasinya, kehilangan kohesi antar selselnya, pembesaran inti, dan peningkatan aktivitas mitosis. Gambaran mikroskopis: meningkatnya variasi bentuk dan ukuran sel (pleomorfisme), meningkatnya warna inti (hiperkromatisasi inti), dan meningkatnya rasio inti sel berbanding sitoplasma.

Etiologi Kanker Ovarium Belum jelas. Berhubungan dengan protein p53 yang mengalami mutasi. Patofisiologi dan Klasifikasi Tumor Ovarium Dapat menyebar dengan perluasan lokal, invasi limpatik, implantasi intraperitoneum, penyebaran hematogen, dan jalur transdiafragmatika. Sel maligna dapat berimplantasi di berbagai tempat di rongga peritoneum namun seringkali berimplantasi pada lokasi dimana terjadi stasis cairan peritoneum.

Akibat pertumbuhan tumor akan memberikan gejala:

benjolan di perut bagian bawah atau rongga pelvis, bila mengenai kandung kemih akan memberikan gejala berupa gangguan miksi, obstipasi, rasa berat di perut, sesak napas, penurunan nafsu makan, makan lekas kenyang, atau edema pada tungkai. Akibat aktifitas hormonal dapat mengakibatkan perubahan pola menstruasi, amenore sampai menometrorhargi.

Meigs sindrom Terjadi pada 40% kasus fibroma ovarium. Gejala yang menonjol adalah terdapatnya ascites dan kadangkadang disertai dengan hidrothorax dan dengan pengangkatan tumor akan menghilangkan gejalagejala tersebut. Sindrom ini dibedakan dari ascites yang dikibatkan oleh suatu proses malignansi adalah dengan ditemukannya sel-sel tumor ganas pada pemeriksaan patologi anatominya.

ANESTESI UMUM
Tindakan menghilangkan rasa nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Komponen trias anestesi: analgesia, hipnotik, dan relaksasi otot.
Pertimbangan memilih anestetika ideal: keadaan

penderita, sifat anestetika, jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang tersedia.

Obat anestesi umum yang ideal mempunyai sifat-sifat antara lain: pada dosis yang aman mempunyai daya analgesik dan relaksasi otot yang cukup cara pemberian mudah mulai kerja obat yang cepat tidak mempunyai efek samping yang merugikan. mudah dinetralkan mempunyai batas keamanan yang luas.

TEKNIK ANESTESI
Open drop method Digunakan untuk anestesik yang menguap, peralatannya sangat sederhana dan tidak mahal. Zat anestetik diteteskan pada kapas yang diletakkan di depan hidung penderita sehingga kadar yang dihisap tidak diketahui dan pemakaiannya boros karena zat anestetik menguap ke udara. Semi open drop method Untuk mengurangi terbuangnya zat anestetik digunakan masker. Karbondioksida yang dikeluarkan sering terhisap kembali sehingga dapat terjadi hipoksia. Untuk menghindarinya dialirkan volume fresh gas flow yang tinggi minimal 3x dari minimal volume udara semenit.

Semi closed method Udara yang dihisap diberikan bersama oksigen murni yang dapat ditentukan kadarnya. Udara napas yang dikeluarkan akan dibuang ke udara luar. Keuntungannya adalah dapat diatur kadar tertentu dari zat anestetik, dan hipoksia dapat dihindari dengan memberikan volume fresh gas flow yang cukup. Closed method Cara ini hampir sama seperti semi closed hanya udara ekspirasi dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang mengandung anestetik dapat digunakan lagi.

PERSIAPAN PRE ANESTESI


Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.

Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat

anestesi yang sesuai dengan keadaan dan kehendak pasien. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology)

ASA I Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%. ASA II Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%. ASA III Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian terbatas. Angka mortalitas 38%. ASA IV Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal: insufisiensi fungsi organ, angina menetap. Angka mortalitas 68%. ASA V Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%. ASA VI Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan diambil (didonorkan)

PREMEDIKASI
Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis

dan fisiologis. Pertimbangan :


umur

pasien, berat badan, status fisik, derajat kecemasan, riwayat pemakaian obat anestesi sebelumnya, riwayat hospitalisasi sebelumnya, riwayat penggunaan obat tertentu yang berpengaruh terhadap jalannya anestesi, perkiraan lamanya operasi, macam operasi, dan rencana anestesi yang akan digunakan.

Ranitidin Antagonis reseptor H2 seperti Simetidin, Ranitidin, Famotidin dan Nizatidin mengurangi sekresi asam lambung. Karena efek sampingnya yang relatif sedikit, penggunaannya dianjurkan pada pasien yang memiliki risiko regurgitasi dan aspirasi pneumonitis. Regimen dosis mulitipel dapat lebih efektif dalam meningkatkan pH gaster dibanding dosis tunggal sebelum operasi pada hari operasi. Ranitidin bersifat lebih poten, spesifik, dan kerjanya lebih lama dibanding simetidin.

INDUKSI
Propofol Dosis bolus untuk induksi yang dianjurkan 1,5-2,5 mg/kgBB. Propofol memiliki kecepatan onset yang sama dengan barbiturat intravena lainnya, namun pemulihannya lebih cepat dan pasien dapat diambulasi lebih cepat setelah anestesi umum. Propofol mengurangi mual dan muntah postoperasi. Propofol digunakan sebagai induksi maupun mempertahankan anestesi.

Rasa nyeri kadang terjadi di tempat suntikan, sehingga

saat pemberian dapat dicampurkan lidokain (20-50 mg). Propofol dapat menyebabkan turunnya tekanan darah yang cukup berarti selama induksi anestesi karena menurunnya resitensi arteri perifer dan venodilatasi. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal.

PEMELIHARAAN
Nitrous Oksida (N2O) Gas ini tidak mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh karena itu pada operasi abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena Nitrous Oksida mendesak oksigen dalam ruangan-ruangan tubuh. Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen.

Isofluran Isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk melakukan intubasi. Obat pelumpuh otot nondepolarisasi dan isofluran saling menguatkan (potensiasi) sehingga dosis isofluran perlu dikurangi sepertiganya. Tendensi timbulnya aritmia amat kecil, sebab isofluran tidak menyebabkan sensitisasi jantung. Isofluran 3-3,5% dalam O2 atau kombinasi N2O-02 biasanya digunakan untuk induksi Kadar 0,5-3% cukup untuk mempertahankan anestesia.

MUSCLE RELAXANT
Obat

golongan ini menghambat transmisi neuromuscular. 2 golongan yaitu: obat penghambat secara depolarisasi resisten (suksinil kolin) dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi (atrakurium). Dalam anestesi umum, obat ini memudahkan dan mengurangi cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan.

Atrakurium besilat Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang berasal dari tanaman Leontice leontopetaltum. Beberapa keunggulan atrakurium adalah:
Metabolisme terjadi dalam darah (plasma) sehingga

tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal. Tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang. Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.

Mula dan lama kerja atracurium bergantung pada

dosis yang dipakai. Umumnya mulai kerja atracurium pada dosis intubasi adalah 2-3 menit, sedangkan dengan dosis relaksasi 1535 menit. Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama kerja obat berakhir) atau dibantu dengan pemberian antikolinesterase.

Dosis intubasi: 0,50,6 mg/kgBB/iv Dosis relaksasi otot: 0,50,6 mg/kgBB/iv Dosis pemeliharaan: 0,10,2 mg/kgBB/ iv

RECOVERY
Aldrete Scoring System
Aldrete score 8, tanpa nilai 0, maka dapat dipindah ke ruang perawatan.
No. Kriteria Skor 1 Aktivitas motorik Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas atas perintah atau secara sadar. Mampu menggerakkan 2 ekstremitas atas perintah atau secara sadar. Tidak mampu menggerakkan ekstremitas atas perintah 2 1 0

atau secara sadar.


2 Respirasi 4 Kesadaran 5 Warna kulit Nafas adekuat dan dapat batuk Nafas kurang adekuat/distress/hipoventilasi Apneu/tidak bernafas 2 1 0

Sirkulasi

Tekanan darah berbeda 20% dari semula Tekanan darah berbeda 20-50% dari semula Tekanan darah berbeda >50% dari semula Sadar penuh Bangun jika dipanggil Tidak ada respon atau belum sadar Kemerahan atau seperti semula

2 1 0 2 1 0 2

Pucat
Sianosis

1
0

Steward scoring system Steward score 5 boleh dipindah ke ruangan.


No. 1 Kesadaran Kriteria Bangun Respon terhadap stimuli Tak ada respon Batuk atas perintah atau menangis Mempertahankan jalan nafas dengan baik Perlu bantuan untuk mempertahankan jalan nafas Menggerakkan anggota badan dengan tujuan Gerakan tanpa maksud Tidak bergerak Skor 2 1 0 2 1 0 2 1 0

Jalan napas

Gerakan

PEMERIKSAAN PRA ANESTESI


Pada pasien ini telah dilakukan persiapan yang cukup, antara lain: Pasien sudah puasa selama 6 jam Pemeriksaan penunjang (laboraturium, tes faal paru, EKG, rontgen thorax, dll.) Permasalahan yang ada adalah: Bagaimana memperbaiki keadaan umum penderita sebelum dilakukan anestesi dan operasi. Macam dan dosis obat anestesi yang sesuai dengan keadaan umum penderita. Dalam mempersiapkan operasi pada penderita perlu dilakukan: Pemasangan infus untuk terapi cairan sejak sebelum dilakukan operasi. Puasa paling tidak 6 jam untuk mengosongkan lambung, sehingga bahaya muntah dan aspirasi dapat dihindarkan. Persiapan kantung darah sebagai persiapan bila terjadi perdarahan durante atau post operasi Infus dipasang dua jalur

Jenis anestesi yang dipilih adalah general anestesi

karena kasus ini adalah suspek tumor ganas ovarium. Operasi ini memerlukan waktu yang lama dan diperlukan hilangnya kesadaran, rasa sakit, dan mencegah resiko regurgitasi dengan menggunakan premedikasi ranitidin. Teknik anestesinya semi closed inhalasi dengan pemasangan endotrakheal tube, dan perencanaan ini sudah tepat karena bila dengan face mask bahaya aspirasi dan terganggunya jalan napas lebih besar.

PREMEDIKASI
Pada pasien ini terdapat distensi abdomen

penekanan lambung dan diafragma ke atas oleh tumor ovarium. Penekanan lambung menyebabkan risiko regurgitasi semakin besar. Pemberian ranitidine, yang merupakan antagonis reseptor H2 akan memblok pembentukan asam lambung sehingga risiko regurgitasi dapat dikurangi. Untuk mengurangi rasa sakit pra bedah dan pasca bedah, mengurangi kebutuhan obat anestesi, dan memudahkan induksi digunakan Fentanyl 100 mcg i.v

INDUKSI
Digunakan Propofol 80 mg I.V. karena memiliki efek

induksi yang cepat, dengan distribusi, dan eliminasi yang cepat. Pemberian Atracrium 25 mg I.V. sebagai pelemas otot.

MAINTENANCE
Dipakai N2O dan O2. Juga

digunakan Isofluran karena berpotensiasi terhadap pelumpuh otot.

Isofluran

TERAPI CAIRAN
Perhitungan kebutuhan cairan pada kasus ini adalah (Berat Badan 44 kg). Defisit cairan karena puasa 6 jam 2 cc/jam x 44 kg x 6 jam = 528 cc Kebutuhan cairan selama operasi sedang 6 jam = kebutuhan dasar selama operasi + kebutuhan operasi sedang = (2 cc/jam x 44 kg x 4 jam) + (6 cc/jam x 44 kg x 6 jam) = 352 cc + 1584 cc = 1936 cc Perdarahan yang terjadi 1000 cc EBV = 65 cc x 44 kg = 2860 cc. Jadi perkiraan kehilangan darah = 1000/2860 x 100 % = 34,9 % Diganti dengan cairan RL, gelofusin, dan transfusi darah. Urin yang keluar 650 cc, diganti dengan cairan kristaloid. Kebutuhan cairan total: 528 + 1936 + 1000 + (2/3 x 650) = 3897 cc

Input cairan yang diberikan: 5 RL : 5 x 500 = 2500 cc 2 gelofusin: 2 x 500 = 1000 cc 4 PRC : 4 x 160 = 640 cc Input total: 2500 + 1000 + 640 = 4140 cc

Anda mungkin juga menyukai