Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN Ca RECTI

RUANG PERAWATAN DIGESTIV LONTARA 2 ATAS DEPAN


RS WAHIDIN SUDIROHUSODO TAHUN 2018

Nama Mahasiswa : Fifi Riskayani


Nim : R014172005

CI LAHAN CI INSTITUSI

Abdul Majid, M.Kep., Ns.,Sp.Kep.M.B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi dan Anatomi
Ca Recti adalah keganasan jaringan epitel pada daerah rektum. Karsinoma recti
merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus menyerang
bagian recti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali.
Karsinoma rekti merupakan keganasan visera yang sering terjadi yang biasanya berasal
dari kelenjar sekretorik lapisan mukosa sebagian besar kanker kolonrektal berawal dari
polip yang sudah ada sebelumnya. Karsinoma rektum merupakan tumor ganas yang
berupa massa polipoid besar, yang tumbuh ke dalam lumen dan dapat dengan cepat
meluas ke sekitar usus sebagai cincin anular (Price & Wilson, 2006).
Ca Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum terletak di anterior
sakrum and coccyx panjangnya kira kira 15 cm. Rectosigmoid junction terletak pada
bagian akhir mesocolon sigmoid. Bagian sepertiga atasnya hampir seluruhnya dibungkus
oleh peritoneum. Di setengah bagian bawah rektum keseluruhannya adalah
ektraperitoneral. Vaskularisasi rektum berasal dari cabang arteri mesenterika inferior dan
cabang dari arteri iliaka interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus
hemorriodalis internus dan berjalan ke kranial ke vena mesenterika inferior dan
seterusnya melalui vena lienalis ke vena porta (Price & Wilson, 2006).

Gambar 1. Anatomi rektum

Ca Recti dapat menyebar sebagai embulus vena kedalam hati. Pembuluh limfe dari
rektum diatas garis anorektum berjalan seiring vena hemorriodalos superior dan melanjut
ke kelenjar limfa mesenterika inferior dan aorta. Operasi radikal untuk eradikasi
karsinoma rektum dan anus didasarkan pada anatomi saluran limfa ini. Dinding rektum
terdiri dari 5 lapisan, yaitu mukosa yang tersusun oleh epitel kolumner, mukosa
muskularis, submukosa, muscularis propria dan serosa (Sherwood, 2014).
B. Etiologi
Price & Wilson (2006) mengemukakan bahwa etiologi karsinoma rektum sama
seperti kanker lainnya yang masih belum diketahui penyebabnya. Faktor predisposisi
munculnya karsinoma rektum adalah polyposis familial, defisiensi Imunologi, Kolitis
Ulseratifa, dan Granulomatosis. Faktor predisposisi penting lainnya yang mungkin
berkaitan adalah kebiasaan makan. Masyarakat yang dietnya rendah selulosa tapi tinggi
protein hewani dan lemak, memiliki insiden yang cukup tinggi.
Burkitt (1971) yang dikutip oleh Price dan Wilson mengemukakan bahwa diet
rendah serat, tinggi karbohidrat refined, mengakibatkan perubahan pada flora feces dan
perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak,
dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga
menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik dalam feses yang bervolume
lebih kecil. Selain itu, masa transisi feses meningkat. Akibatnya kontak zat yang
berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.
C. Faktor risiko
1. Idiopathic inflammatory bowel disease
a) Polip
Polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam kolon atau rektum, dan
sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian besar polip bersifat
jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker.
b) Ulseratif kolitis
Orang dengan kondisi yang menyebabkan peradangan pada kolon
(misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama bertahun-tahun memiliki
risiko yang lebih besar. Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk
kanker kolon sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif
kolitis. Risiko perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada
usia terkena kolitis dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari
ulseratif kolitis. Risiko kumulatif adalah 2% pada 10 tahun, 8% pada 20 tahun,
dan 18% pada 30 tahun.
c) Penyakit Crohn’s
Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi untuk
menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan
ulseratif kolitis. Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit
crohn’s sekitar 20%. Pasien dengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi
dari adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis. Adenokarsinoma
meningkat pada tempat strikturoplasty menjadikan sebuah biopsy dari dinding
intestinal harus dilakukan pada saat melakukan strikturoplasty. Telah dilaporkan
juga bahwa squamous sel kanker dan adenokarsinoma meningkat pada fistula
kronik pasien dengan crohn’s disease.
2. Faktor Genetik
a) Riwayat keluarga
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat
kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat
yang mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita
kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang
tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada keluarganya.
b) Herediter kanker kolorektal
Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal
menuju mukosa kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan
adenokarsinoma yang besar berhubungan dengan mutasi. Langkah yang paling
penting dalam menegakkan diagnosa dari sindrom kanker herediter yaitu riwayat
kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang terlihat pada adenoma yang lebih
kecil dari 1 cm. Allelic deletion dari 17p ditunjukkan pada ¾ dari seluruh kanker
kolon, dan deletion dari 5q ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma kolon dan
adenoma yang besar.2 Dua sindrom yang utama dan beberapa varian yang utama
dari sindrom ini menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali karakternya. Dua
sindrom ini, dimana mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki
mekanisme yang berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan
hereditary non polyposis colorectal cancer (HNPCC).
c) Diet
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah
serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan
penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya
hubungan antara serat dan kanker kolorektal. Ada dua hipotesis yang
menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal. Teori
pertama adalah pengakumulasian bukti epidemiologi untuk asosiasi antara
resistensi insulin dengan adenoma dan kanker kolorektal. Mekanismenya adalah
menkonsumsi diet yang berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan resistensi
insulin diikuti dengan peningkatan level insulin, trigliserida dan asam lemak tak
jenuh pada sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon untuk
menstimulus proliferasi dan juga memperlihatkan interaksi oksigen reaktif.
Pemaparan jangka panjang hal tersebut dapat meningkatkan pembentukan kanker
kolorektal. Hipotesis kedua adalah identifikasi berkelanjutan dari agen yang
secara signifikan menghambat karsinogenesis kolon secara experimental. Dari
pengamatan tersebut dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi
pertahanan lokal epitel disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah
akibat terpapar toksin yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal,
karakteristik ini didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif
dengan lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan
mutagenesis dapat meningkatkan resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt
foci. Proses ini dapat dihambat dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki
permukaan lumen kolon; (b) agen anti-inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua
mekanisme tersebut, misalnya resistensi insulin yang berperan melalui tubuh dan
kegagalan pertahanan fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan
hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal.
D. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah :
1. Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah segar
maupun yang berwarna hitam.
2. Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat BAB
3. Feses yang lebih kecil dari biasanya
4. Keluhan tidak nyama pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh pada
perut atau nyeri
5. Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya
6. Mual dan muntah,
7. Rasa letih dan lesu
8. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada daerah
gluteus.
E. Komplikasi
Karsinoma kolon dapat bermetastase dengan jalan :
1. Langsung perkontinuitatum dinding usus dan organ disekitarnya
2. Hematogen
3. Linefogen
4. Metastasis sering terjadi ke kelenjar getah bening dan organ lain, misal ke hati, paru
dan otak
Komplikasi lainnya :
1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus pertial/lengkap
2. Pertumbuhan dan ulserasi dapat menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang
menyebabkan hemoragi
3. Perforasi dapat terjadi yang menyebabkan pembentukan abses
4. Peritonitis/sepsis yang dapat menimbulkan syock
F. Pemeriksaan penunjang
Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker rektal,
diantaranya ialah :
1. Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik Antigen) dan
Uji faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan di jaringan
2. Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining
awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal,
pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum,
tumor akan teraba keras dan menggaung.
Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan adanya suatu
penonjolan tepi, dapat berupa :
a) suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram yaitu suatu
plateau kecil dengan permukaan yang licin dan berbatas tegas.
b) suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi umumnya
mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi
c) suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang menonjol
dengan suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling sering)
d) suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan bentuk cincin
Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:
a) Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian terendah
terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung os
coccygis. Pada penderita perempuan sebaiknya juga dilakukan palpasi melalui
vagina untuk mengetahui apakah mukosa vagina di atas tumor tersebut licin dan
dapat digerakkan atau apakah ada perlekatan dan ulserasi, juga untuk menilai
batas atas dari lesi anular. Penilaian batas atas ini tidak dapat dilakukan dengan
pemeriksaan colok dubur.
b) Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi
pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat digerakkan pada
lapisan otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah mengalami ulserasi lebih
dalam umumnya terjadi perlekatan dan fiksasi karena penetrasi atau perlekatan
ke struktur ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior
vagina atau dinding anterior uterus.
c) Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan karakteristik
pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau fiksasi lesi.
3. Enema barium kontras ganda (Double-contrast barium enema): Prosedur ini
mencakup pengisian kolon dan rektum dengan bahan cair putih (barium) untuk
meningkatkan kualitas gambar sinar X. Dengan demikian, ketidaknormalan (seperti
polip) dapat terlihat dengan jelas.
4. Sigmoidoscopy, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope
dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat
diambil untuk biopsi.
5. Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid
apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat colonoscope dimasukkan
melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil
untuk biopsi.
6. Biopsi. Jika ditemuka tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus
dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling
sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah
karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan
undifferentiated tumors.
G. Penatalaksanaan
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa adalah terapi
standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Tiga terapi standar untuk
kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk stadium I
dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga dilakukan
pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode penentuan
stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical treatment dengan
radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai
neoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy
digunakan terutama pada stadium II dan III. Pada pasien lainnya yang hanya
dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar jaringan kanker sudah diangkat saat
operasi, beberapa pasien masih membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah
pembedahan untuk membunuh sel kanker yang tertinggal.
Tipe pembedahan yang dipakai antara lain
a. Eksisi lokal: jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat
dihilangkan tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker
ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan polypectomy.
b. Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan
anastomosis. Jika dilakukan pengambilan limfonodi disekitan rektum lalu
diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker.

Gambar 2. Reseksi dan Anastomosis

Gambar 2. Reseksi dan Anastomosis


Pengangkatan kanker rektum biasanya dilakukan dengan reseksi
abdominoperianal, termasuk pengangkatan seluruh rectum, mesorektum dan bagian
dari otot levator ani dan dubur. Prosedur ini merupakan pengobatan yang efektif
namun mengharuskan pembuatan kolostomi permanen.
Rektum terbagi atas 3 bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan bawah. Kanker yang
berada di lokasi 1/3 atas dan tengah ( 5 s/d 15 cm dari garis dentate ) dapat dilakukan
” restorative anterior resection” kanker 1/3 distal rectum merupakan masalah pelik.
Jarak antara pinggir bawah tumor dan garis dentate merupakan faktor yang sangat
penting untuk menentukan jenis operasi.
Goligher dkk berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa kegagalan
operasi ”Low anterior resection ” akan terjadi pada kanker rectum dengan jarak
bawah rectum normal 2 cm. Angka 5 cm telah diterima sebagai jarak keberhasilan
terapi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh venara dkk pada 243 kasus
menyimpulkan bahwa jarak lebih dari 3 cm dari garis dentate aman untuk dilakukan
operasi ” Restorative resection”. ”Colonal anastomosis” diilhami oleh hasil operasi
Ravitch dan Sabiston yang dilakukan pada kasus kolitis ulseratif. Operasi ini dapat
diterapkan pada kanker rectum letak bawah, dimana teknik stapler tidak dapat
dipergunakan. Local excision dapat diterapkan untuk mengobati kanker rectum dini
yang terbukti belum memperlihatkan tanda-tanda metastasis ke kelenjar getah bening.
Operasi ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan yaitu transanal,
transpinchteric atau transsacral. Pendekatan transpinshter dan transacral
memungkinkan untuk dapat mengamati kelenjar mesorectal untuk mendeteksi
kemungkinan telah terjadi metastasis. Sedang pendekatan transanal memiliki
kekurangan untuk mengamati keterlibatan kelenjar pararektal.
Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan
mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan
amputasi rektum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini
anus turut dikeluarkan.
Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan
sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limf pararektum dan ret-
roperitoneal sampai kelenjar limf retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal
anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya dengan rektum melalui abdomen.
Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparotomi dengan
menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau koloanal
rendah.
Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas.
Seleksi penderita harus dilakukan dengan teliti, antara lain dengan menggunakan
endoskopi ultrasonografik untuk menentukan tingkat penyebaran di dalam dinding
rektum clan adanya kelenjar ganas pararektal.
2. Radiasi
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III lanjut,
radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan. Peran lain
radioterapi adalah sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus
tumor lokal yang sudah diangkat melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus
metastasis jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan
kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan menunjukkan telah
menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan angka kematian
sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiesi telah berguna mengurangi efek
lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak. Radioterapi umumnya digunakan
sebagai terapi paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal yang unresectable.
3. Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti memiliki
penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan pada
pasien dimana tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol
( Stadium II lanjut dan Stadium III). Terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-
FU) dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas
bulan. 5-FU merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen
lainnya, levamisole, (meningkatkan sistem imun, dapat menjadi substitusi bagi
leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka kekambuhan kira-kira 15% dan
menurunkan angka kematian kira-kira sebesar 10%.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji
adalah:
1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
a) Kelemahan, kelelahan/keletihan
b) Perubahan pola istirahat/tidur malam hari; adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas dan berkeringat malam hari.
c) Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stres
tinggi.
2. Sirkulasi:
Gejala: Palpitasi, nyeri dada pada aktivitas
Tanda:Dapat terjadi perubahan denyut nadi dan tekanan darah.
3. Integritas ego:
Gejala:
a) Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stres
(merokok, minum alkohol, menunda pengobatan, keyakinan religius/spiritual)
b) Masalah terhadap perubahan penampilan (alopesia, lesi cacat, pembedahan)
c) Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak
bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda: Menyangkal, menarik diri, marah.
4. Eliminasi
Gejala: Perubahan pola defekasi, darah pada feses, nyeri pada defekasi
Tanda:
a) Perubahan bising usus, distensi abdomen
b) Teraba massa pada abdomen kuadran kanan bawah
5. Makanan/cairan:
Gejala:
a) Riwayat kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak, pemakaian zat aditif
dan bahan pengawet)
b) Anoreksia, mual, muntah toleransi makanan
Tanda: Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot
6. Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala: Gejala nyeri bervariasi dari tidak ada, ringan sampai berat tergantung proses
penyakit
7. Keamanan
Gejala: Komplikasi pembedahan dan atau efek sitostika.
Tanda: Demam, lekopenia, trombositopenia, anemia
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (carsinoma rekti)
2. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi pada kolon sigmoid
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan faktor
biologis (carsinoma rekti)
4. Keletihan berhubungan dengan kelesuan fisiologis (anemia)
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring
6. Kerusakan integritas kulit berhubunan dengan insisi bedah
7. Risiko infeksi dengan faktor risiko prosedur invasif
C. Rencana/intervensi keperawata
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
NOC NIC
Nyeri akut berhubungan dengan Pain Level, Kontrol nyeri
agen cedera biologis (carsinoma pain control,
rekti) comfort level a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Domain 12 Kenyamanan Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama kualitas
Kelas 1 Kenyamanan fisik …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan dan faktor presipitasi
kriteria hasil: b. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab c. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
nyeri, mampu menggunakan tehnik menemukan dukungan
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
mencari bantuan) nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan kebisingan
menggunakan manajemen nyeri e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
frekuensi dan tanda nyeri) intervensi
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri g. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
berkurang dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
e. Tanda vital dalam rentang normal h. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
f. Tidak mengalami gangguan tidur ……...
i. Tingkatkan istirahat
j. Berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
k. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Konstipasi berhubungan dengan Bowel elimination Constipation/Impaction Management
obstruksi pada kolon sigmoid Hydration
a. Monitor tanda dan gejala konstipasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama b. Monior bising usus
Domain 3 eliminasi dan …. konstipasi pasien teratasi dengan kriteria c. Monitor feses: frekuensi, konsistensi dan
pertukaran hasil: volume
Kelas 2 fungsi gastrointestinal d. Konsultasi dengan dokter tentang penurunan dan
a. Mempertahankan bentuk feses lunak setiap peningkatan bising usus
1-3 hari e. Monitor tanda dan gejala ruptur usus/peritonitis
b. Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi f. Jelaskan etiologi dan rasionalisasi tindakan
c. Mengidentifikasi indicator untuk mencegah terhadap pasien
konstipasi g. Identifikasi faktor penyebab dan kontribusi
d. Feses lunak dan berbentuk konstipasi
h. Dukung intake cairan
i. Kolaborasikan pemberian laksatif
j. Pantau tanda-tanda dan gejala impaksi
k. Memantau gerakan usus, termasuk konsistensi
frekuensi, bentuk, volume, dan warna
l. Konsultasikan dengan dokter tentang
penurunan/kenaikan frekuensi bising usus
m. Mendorong meningkatkan asupan cairan,
kecuali dikontraindikasikan
n. Anjurkan pasien/keluarga untuk diet tinggi serat
o. Anjurkan pasien/keluarga pada hubungan
asupan diet, olahraga, dan cairan sembelit /
impaksi
p. Menyarankan pasien untuk berkonsultasi dengan
dokter jika sembelit atau ìmpaksi terus ada
q. Lepaskan impaksi tinja secara manual, jika perlu
r. Ajarkan pasien atau keluarga tentang proses
pencernaan yang normal
Ketidakseimbangan nutrisi Nutritional Status : food and Fluid Intake Nutrition Management
kurang dari kebutuhan Nutritional Status : nutrient Intake
berhubungan dengan faktor a. Kaji adanya alergi makanan
biologis (carsinoma rekti) Setelah dilakukan tindakan keperawatan b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
selama….nutrisi kurang teratasi dengan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
Domain 2 Nutrisi indikator: pasien.
Kelas 5 Hidrasi c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
a. Albumin serum d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
b. Hematokrit dan vitamin C
c. Hemoglobin e. Berikan substansi gula
f. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
serat untuk mencegah konstipasi
g. Berikan makanan yang terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
h. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan harian.
i. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
j. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
k. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
a. BB pasien dalam batas normal
b. Monitor adanya penurunan berat badan
c. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
d. Monitor interaksi anak atau orangtua selama
makan
e. Monitor lingkungan selama makan
f. Jadwalkan pengobatan dan perubahan
pigmentasi
g. Monitor turgor kulit
h. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
patah
i. Monitor mual dan muntah
j. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht
k. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
l. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
m. Monitor kalori dan intake nutrisi
n. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral.
o. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

Keletihan berhubungan dengan Endurance Energy management


Concentrasion
kelesuan fisiologis (anemia)
Energy conservation a. Observasi adanya pembatasan klien dalam
Nutritional status: energy melakukan aktivitas
b. Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan
Domain 4 aktivitas istirahat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama terhadap keterbatasan
Kelas 3 keseimbangan energi
…. kelelahan pasien teratasi dengan kriteria c. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
hasil: d. Monitor nutrisi dan sumber energy yang adekuat
e. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan
a. Memverbalisasikan peningkatan energy dan emosi secara berlebihan
merasa lebih baik f. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivìtas
b. Menjelaskan penggunaan energy untuk g. Monitor pola tidur dan Iamanya tidur/istirahat
mengatasi kelelahan pasien
c. Kecemasan menurun h. Dukung pasien dan keluarga untuk
Glukosa darah adekuat mengungkapkan perasaan, berhubungan dengan
d. Kualitas hidup meningkat perubahan hidup yang disebabkan keletihan
e. Istirahat cukup i. Bantu aktivitas sehari hari sesuai dengan
f. Mempertahankan kemampuan untuk kebutuhan
berkonsentrasi j. Tingkatkan tirah baring dan pembatasan aktivitas
(tingkatkan periode istirahat)
k. Konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan
asupan makanan yang berenergi tinggi

Intoleransi aktivitas berhubungan Activity tolerance Activity Therapy


Self care: ADLs
dengan tirah baring
a. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medic
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama dalam merencanakan program terapi yang tepat
Domain 4 : Aktivitas Istirahat …. diharapkan: b. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
Kelas 4 : Respon
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa c. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang
kardiovaskuler/Pulmonal disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan
RR social
b. Mampu melakukan akitivitas sehari-hari d. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
(ADLs) secara mandiri sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
c. Tanda-tanda vital normal diinginkan
e. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
f. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
g. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
h. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
i. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
j. Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual

Kerusakan integritas kulit Tissue Integrity : Skin and Mucous Pressure Management
berhubunan dengan insisi bedah Membranes
a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
yang longgar
Domain 11 keamanan/ Setelah dilakukan tindakan keperawatan b. Hindari kerutan pada tempat tidur
perlindungan selama….. kerusakan integritas kulit pasien c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
Kelas 2 cedera fisik teratasi dengan kriteria hasil: kering
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan jam sekali
(sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, e. Monitor kulit akan adanya kemerahan
pigmentasi) f. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah
b. Tidak ada luka/lesi pada kulit yang tertekan
c. Perfusi jaringan baik g. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
d. Menunjukkan pemahaman dalam proses h. Monitor status nutrisi pasien
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya i. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
sedera berulang
e. Mampu melindungi kulit dan Insision site care
mempertahankan kelembaban kulit dan a. Membersihkan, memantau dan meningkatkan
perawatan alami proses penyembuhan pada luka yang ditutup
f. Menunjukkan terjadinya proses dengan jahitan, klip atau straples
penyembuhan luka b. Monitor proses kesembuhan area insisi
c. Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi
d. Bersihkan area sekitar jahitan atau staples,
menggunakan lidi kapas steril
e. Gunakan preparat antiseptic, sesuai program
f. Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai
atau biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut)
sesuai program

Risiko infeksi dengan faktor Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
risiko prosedur invasif Knowledge : Infection control
Risk control a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Domain 11 keamanan/ b. Pertahankan teknik isolasi
perlindungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan c. Batasi pengunjung bila perlu
Kelas 1 infeksi selama…… pasien tidak mengalami infeksi d. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
dengan kriteria hasil: tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi meninggalkan pasien
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah e. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
timbulnya infeksi f. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
c. Jumlah leukosit dalam batas normal tindakan keperawatan
d. Menunjukkan perilaku hidup sehat g. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
e. Status imun, gastrointestinal, genitourinaria pelindung
dalam batas norma h. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
i. Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
j. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing
k. Tingktkan intake nutrisi
l. Berikan terapi antibiotik bila perlu
m. Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
n. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal
o. Monitor hitung granulosit, WBC
p. Monitor kerentangan terhadap infeksi
q. Batasi pengunjung
r. Sering pengunjung terhadap penyakit menular
s. Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko
t. Pertahankan teknik isolasi k/p
u. Berikan perawatan kulit pada area epidema
v. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
w. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
x. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
y. Dorong masukan cairan
DAFTAR PUSTAKA

Price, S., & Wilson, L. (2006). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 6,
Volume 1. Jakarta: EGC.

Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Doenges, M. E., & Morhouse , M. F. (2010). Rencana Perawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.

Smeltzer , & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta: EGC.

NANDA International. (2015). Diagnosis Keperawatan, definisi dan klasifikasi. Jakarta:


EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Pengukuran Outcomes Kesehatan. Philadelphia: Elsevier.

Bulechek, G. M., M Dochterman, J., & Butcher, H. (2013). Nursing Intervention


Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. Philadelphia: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai