Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Beberapa tahun yang lalu di berbagai Negara, perawat mulai menyadari pentingnya
pemahaman budaya untuk memberikan asuhan keperawatan yang holistik. Hal ini bisa
disebabkan karena adanya perbedaan budaya yang menonjol antara perawat yang sebagian dari
kelompkok etnik mayoritas (kulit putih) dengan klien dari etnik minoritas, misalnya orang Asia.
Di Indonesia sepertinya persoalan ini kurang mendapat perhatian meskipun kita tahu bahwa kita
memiliki lebih dari 300 suku bangsa. Alasan lain yang mungkin adalah konsep etnik minoritas di
Indonesia berbeda dengan konsep etnik minoritas di negara barat. Kita sering melihat konsep ini
bukan dari latar belakang suku, melainkan latar belakang agama. Dengan demikian aspek
pemeliharaan hidup sehari hari lebih dipengaruhi oleh ajaran agama. Perlu di ingat terutama bagi
perawat baru yang bekerja di daerah atau provinsi lain atau yang merawat klien dari suku lain
bahwa pemahaman budaya ini akan membantu mereka dalam menjalin hubungan dengan klien.
Kompetensi budaya dapat diartikan sebagai suatu integrasi yang kompleks antara
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku guna meningkatkan komunikasi trans-budaya (cross-
cultural) dan interaksi yang tepat dengan orang lain (Andrews, 1997). Teori untuk meningkatkan
kompetensi budaya ini dapat dipelajari sejak menjadi mahasiswa keperawatan dan berbagai alat
untuk mengkaji kemampuan transkultural ini sudah dikembangkan. Dalam prakteknya,
kompetensi ini tidak boleh dipandang secara terpisah dengan bagaimana perawat memandang
klien dan berinteraksi dengan klien. Dengan demikian aspek perilaku memegang peranan yang
sangat penting. (Robert Priharjo,2006)
Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus ditantang oleh
perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun klien. Dari segi lingkungan,
perawat selalu dipertemukan dengan globalisasi. Sebuah globalisasi sangat memengaruhi
perubahan dunia, khususnya di bidang kesehatan. Terjadinya perpindahan penduduk menuntut
perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya. Semakin banyak terjadi
perpindahan penduduk, semakin beragam pula budaya di suatu negara. Tuntutan itulah yang
memaksa perawat agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang bersifat fleksibel di
lingkungan yang tepat. Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran
perawat adalah memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual klien. Namun

1
peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting
terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati
sakaratul maut.

1.2.RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan transcultural nursing?
2. Apa tujuan dari transcultural nursing?
3. Bagaimana konsep keperawatan transcultural nursing?
4. Apa saja yang menjadi karasteristik budaya dan barier terhadap sensitivitas budaya?
5. Bagaimana model matahari terbit dari Leininger?
6. Apa saja yang menjadi parameter keperwatan budaya?
7. Bagaimana keperawatan asuhan budaya?

1.3.TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui defenisi trancultural nursing.
2. Mehasiswa mampu menegetahui tujuan dari transcultiral nursing.
3. Mahasiswa mengetahui bagaimana konsep transcultural nursing.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan karasteristik budaya dan barier terhadap sensitivitas
budaya.
5. Mahasiswa mengetahui model matahari terbit dari Leininger.
6. Mahasiswa mampu mengetahui parameter dan fenomena asuhan budaya
keperawatan.
7. Mahasiswa mampu mengetahui keperawatan asuhan budaya .

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Transcultural Nursing


Transkultural berasal dari kata trans dan culture, Trans berarti alur perpindahan, jalan
lintas atau penghubung. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, trans berarti melintang,
melintas, menembus. Culture berarti budaya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur
berarti kebudayaan, cara pemeliharaan, pembudidayaan. Kepercayaan, nilai-nilai dan pola
perilaku yang umum berlaku bagi suatu kelompok dan diteruskan pada generasi berikutnya,
sedangkan cultural berarti sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan.
“Lapangan keperawatan yang berfokus pada studi komparasi dan analisa dari budaya
yang berbeda di dunia dengan mempertimbangkan perilaku caring, askep, nilai sehat sakit,
keyakinan & pola perilaku sehat dengan tujuan mengembangkan pengetahuan & kemanusiaan
dalam memberikan praktek askep yang mengacu pada budaya universal dan khusus” (Leininger,
1978).
Menurut Leininger (2002), transkultural nursing adalah suatu area/wilayah keilmuan
budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai
budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan
keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia, yang dalam
penggunaannya bertujuan untuk mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis
sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal kultur dengan
nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan dilakukan hampir semua kultur, misalnya seperti
budaya minum the yang dapat membuat tubuh sehat.

2.2. Tujuan Trancultural Nursing

 Tujuan utama keperawatan lintas budaya (transcultural nursing) adalah memahami &
membantu kelompok budaya berbeda & anggota-anggotanya dengan kebutuhan asuhan
keperawatan & kesehatan.

 Melalui pengkajian aspek gaya hidup & keyakinan tentang sehat, praktik kesehatan klien,
adalah meningkatkan pengambilan keputusan perawat selama pemberian asuhan.

3
 Askep yang relevan dengan budaya & sensitif (peka) terhadap kebutuhan klien untuk
menurunkan kemungkinan stres atau konflik karena kesalahpahaman budaya.

2.3. Konsep Keperawatan Asuhan Budaya

Semua kelompok orang menghadapi masalah dalam beradaptasi dengan lingkungan


mereka: penyediaan nutrisi dan tempat berlindung pengasuhan, adan pendidikan anak,
pembagian kerja,pembentukan organisasi social,pengendalian penyakit, dan pemeliharaan
keehatan. Manusia beradaptasi dengan lingkungan yang beragam dengan membangun solusi
budaya untuk memenuhi kebutuhan ini. Pola budaya dipelajari dan amat penting bagi perawat
untuk memperhatikan bahwa anggota dari kelompok tertentu mungkin tidak berbagi pengalaman
budaya yang sama persis. Oleh karena itu,tiap anggota kelompok budaya akan sedikit berbeda
dari komplemen budayanya sendiri.

1. Sub-budaya
Kelompok budaya besar sering kali mempunyai sub kelompok atau subsistem
budaya. Subbudaya biasanya terdiri atas orang orang yang memiliki identitas yang
berbeda dan masih terkait dengan sebuah kelompok budaya besar. Kelompok subbudaya
umumnya memiliki asal etnik, pekerjaan, atau karasteristik fisik yang sama dengan
budaya kelompok budaya besar. Contoh subkelompok budaya adalah kelompok
pekerjaan (misalnya:perawat), kelompok social (misalnya:kaum feminis), dan kelompok
etnik (misalnya, Cajuns yang merupakan keturunan prancis Akadian–penduduk Nova
Scotia Kanada, New Brunswick, dan Pulau Price Edward pada abad ke 17).
2. Bikultural
Bikultural dipakai untuk menjelaskan seseorang yang melintasi dua budaya, gaya
hidup,dan aturan nilai ( Giger & Davidhizar,1999). Sebagai contoh, seorang pemuda
yang ayahnya adalah Cherokee dan ibunya adalah orang Eropa Amerika dapat
menghormati warisan Cherokee tradisionalnya sementara juga dipengaruhi oleh nilai
nilai budaya ibunya.
3. Keragaman
Keragaman adalah tanda atau status perbedaan. Banyak factor yang
dipertimbangkan menjadi penyebab keragaman: ras, jenis kelamin, orientasi seksual,
budaya, etnisitas, status sosioeknomi, prestasi pendidikan, pertalian agama, dan

4
sebagainya. Oleh karena itu, keragaman terjadi tidak hanya antara kelompok budaya,
tetapi juga dalam sebuah kelompok budaya.
4. Akulturasi
Orang yang berimigrasi ke Amerika serikat dari Negara manapun akan
dihubungkan dengan Negara asal mereka selama bertahun-tahun, jika tidak selama hidup
mereka. Proses akulturasi yang tidak disadari tersebut terjadi saat seseorang beradaptasi
atau meminjam sifat dari budaya lain. Anggota dri kelompok budaya yang tidak dominan
sering kali dipaksa untuk belajar budaya baru agar dapat bertahan. Akulturasi juga
didefenisikan sebagai perubahan pola budaya seseorang menjadi pola budaya masyarakat
induk (spector,2000)
5. Asimilasi
Asimilasi adalah proses pembentukan identitas budaya baru pada seorang
individu. Asimilasi berarti menjadi seperti anggota budaya yang dominan. Proses
asimilasi mencakp berbagai aspek, seperti perilaku, perkawinan, identifikasi dan
kewarganegaraan. Asumsi dasarnya adalah bahwa orang dari kelompok budaya tertentu
kehilangan identitas budaya aslinya gun mendapatkan identitas budaya yang baru
tersebut. Bahkan, kerena merupakan upaya sadar, asimilasi tidak selalu mungkin
dilakukan dan proses tersebut dapat menyebabkan tekanan dan anseitas yang hebat.
Asimilasi juga dapat sebagai kumpulan subproses: sebuah proses inklusi saat seseorang
berhenti secara bertahap guna menyesuaikan diri dengan standar kehidupan yang berbeda
dari standar kelompok yang dominan, sementaara pada saat yang sama, proses saat
seseorang belajar menyesuaikan diri dengan semua standar kelompok yang dominan.
Proses asimilasi dianggap selesai saat orang asing tersebut menyatu secara menyeluruh
kedalam kelompok budaya dominan (McLemore, Romo & Baker,2001).
6. Suku
Suku adalah klasifikasi individu berdasarkan karasteristik biologis, penanda
genetik, atau gambaran bersama. Individu yang berasal dari suku yang sama memiliki
kesamaan karastristik, seperti warna kulit, rtruktur tulang, cirri cirri wajah, tekstur
rambut, dan golaongan darah. Kelompok etnik yang berbeda dapat di golongkan menjadi
suku yang sama dan budaya yang berbeda dapat ditemukan dalam satu kelompok etnik.
Penting untuk memahami bahwa tidak semua orang dari suku yang sama memiliki

5
budaya yang sama. Budaya sebaiknya tidak dikacaukan baik dengan suku maupun
kelompok etnik.
7. Prasangka
Prasangka adalah kepercayaan atau pilihan negatif yang disamaratakan mengenai
sebuah kelompok dan yang mengakibatkan “peranggapan”. Prasangka terjadi baik karena
orang yang membuat penilaian tidak memahami orang tertentu atau warisan orang
tersebut, maupun karena orang yang membuat penilaian menyamaratakan pengalaman
satu individu dari sebuah budaya dengan semua anggota kelompok tersebut.
8. Pembentukan streotipe
Pembentukan streotipe adalah menganggap semua anggota sebuah budaya atau
kelompok etnik sama. Perawat perlu menyadari bahwa tidak semua orang dari satu
kelompok tertentu memiliki kepercayaan, praktik, dan nilai kesehatan yang sama.
Dengan demikian, penting untuk mengidentifikasi kepercayaan, kebutuhan, dan nilai
khusus klien dari pada berasumsi bahwa mereka memiliki kesamaan saat dihubungkan
dengan kelompok yang lebih besar.
9. Diskriminasi
Diskriminasi, perbedaan perlakuan terhadap individu atau kelompok berdasarkan
kategori, seperti ras, etnisitas, jenis kelamin, kelas social atau “keunikan” terjadi saat
seseorang bertindak berdasarkan prasangka dan menyangkal satu atau lebih hak asasi
orang lain.
10. Syok budaya
Syok budaya adalah gangguan yang terjadi sebagai respons terhadap peralihan
dari satu tahanan budaya ke tahanan budaya lain. Pola perilaku awal seseorang tidak
efektif pada tahanan tersebut dan isyarat dasar perilaku social tidak ada (Spector,2000).
Fenomena ini dapat terjadi saat seseorang berpindah dari satu letak geografis ke letak
geografis lain atau saat seseorang berimigrasi ke Negara baru. Fenomena ini juga dapat
terjadi saat seseorang masuk ke rumah sakit dan harus beradaptasi dengan situasi asing.
Ungkapan syok budaya dapat berkisar dari diam dan tidak bergerak sampai agitasi,marah,
atau amuk.

6
KONSEP YANG TERKAIT DENGAN SPRITUAL
Keyakinan agama dan keyakinan spiritual adalah bagian integral dari keyakinan budaya
seseorang dan dapat mempengaruhi keyakinan klien mengenai penyebab penyakit, praktik
penyembuhan, dan pilihan tabib atau pemberi perawatan kesehatan. Keyakinan spiritual dan
agama dapat menjadi sumber kekuatan dan kenyamanan bagi klien yang menderita penyakit atau
krisis atau menjelang ajal.
Spiritualitas, agama, dan kepercayaan merupakan hal yang berbeda meskipun kali
tertukar penggunaannya. Perawat harus menyadari perbedaannya untuk memahami kedalaman
perasaan yang dimiliki klien mengenai keyakinan mereka. Kata spiritual berasal dari bahasa latin
spiritus, yang memiliki arti “meniup” dan memiliki makna yang memberikan kehidupan atau inti
sari pada jiwa. Menurut (O’Brien, 1999) spiritualitas mencakup “cinta, welas asih, caring,
transenden, hubungan dengan Tuhan, dan keterkaitan antara tubuh, pikiran, dan jiwa.”
Spiritualitas adalah keyakinan atau hubungan dengan kekuatan yang lebih tinggi, kekuatan
pencipta, ilahiah, atau sumber energi yang tidak terbatas. Adapun aspek-aspek spiritualitas yang
digambarkan oleh (Burkhardt, 1993), sebagai berikut:
 Menghadapi sesuatu yang tidak diketahui atau tidak pasti dalam kehidupan
 Pencarian makna dan tujuan hidup
 Menyadari dan mampu menarik sumber dan kekuatan dari dalam diri sendiri
 Memiliki perasaan keterkaitan dengan diri sendiri dan dengan Tuhan atau Sang Maha
Tinggi.
Agama didefinisikan oleh sebagai “suatu sistem keyakinanyang terorganisasi yang dimiliki
oleh sekelompok orang dan praktik, termasuk ibadah, terkait dengan sistem tersebut.” Agama
memberikan cara mengekspresikan spiritual yang memandu manusia dalam berespons terhadap
pertanyaan dan krisis hidup. (Dossey, Keegan, dan Guzzetta, 2000)

2.4. Karakteristik Budaya dan Barier Terhadap Sensitivitas Budaya


Karakteristik budaya
Budaya itu dipelajari. Budaya bukan berdasarkan naluri maupun warisan. Budaya
dipelajari melalui pengalaman hidup sejak lahir.
1) Budaya itu diajarkan. Budaya ditransmisikan dari orang tua ke anak-anak melalui
generasi secara berturut-turut. Semua binatang dapat belajar, tetapi hanya manusia yang

7
dapat mentransmisikan budaya. Pola komunikasi verbal dan non verbal adalah transmitter
budaya.
2) Budaya bersifat sosial. Budaya berasal dan berkembang melalui interaksi orang,
keluarga,kelompok,dan komunitas.
3) Budaya bersifat adaptif. Adat istiadat,keyakinan, dan praktik mengalami perubahan saat
orang beradaptasi dengan lingkungan sosial dan saat kebutuhan biologis dan psikologis
orang berubah. Beberapa norma tradisional dalam budaya dapat berhenti untuk
memberikan kepuasan dan dihilangkan.
4) Budaya itu memuaskan. Kebiasaan budaya bertahan hanya sepanjang kebiasaan budaya
tersebut memuaskan kebutuhan orang-orang. Kepuasan memperkuat kebiasaan dan
keyakinan. Ketika kebiasaan dan keyakinan tidak lagi membawa kepuasan,kebiasaan,dan
keyakinan tersebut dapat hilang.
5) Budaya itu sulit diartikulasikan. Anggota kelompok budaya tertentu seringkali sulit
mengartikulasikan budaya mereka sendiri. Banyak nilai dan perilaku yang bersifat
kebiasaan dan dilakukan tanpa sadar.
6) Budaya ada pada banyak tempat. Budaya paling mudah diidentifikasi pada tingkat
material. Sebagai contoh, seni,alat,dan pakaian biasanya menunjukkan aspek budaya
yang relative mudah.

Barier terhadap sensitivitas budaya

Banyak faktor dapat menjadi barier untuk memberikan perawatan yang sensitive secara
budaya atau perawatan yang sesuai dengan budaya kepada klien dan individu pendukungnya.
Faktor-faktor ini dapat juga mempengaruhi komunikasi dan hubungan kerja dengan personel
perawatan kesehatan lain.
Etnosentrisme, mengacu pada keyakinan individu bahwa keyakinan dan nilai budayanya
lebih unggul dari budaya lain. Dalam bidang perawatan kesehatan, etnosentrisme berarti bahwa
satu-satunya keyakinan dan praktik perawatan kesehatan yang valid dipegang oleh budaya
perawatan kesehatan.penting bagi perawat untuk menyadari bahwa meskipun banyak orang dari
latar belakang ras dan agama yang berbeda telah mengkombinasikan praktik kesehatan
tradisional mereka dengan praktik kesehatan barat, orang lain dapat tidak mampu melakukannya.

8
Sebagian besar orang secara bertahap terpajan dengan keyakinan,nilai,dan praktik budaya
mereka selama bertahun-tahun yang dimulai sejak mereka lahir. Etnorelativitas adalah
kemampuan untuk menghargai dan menghormati sudut pandang orang lain yang berbeda dari
sudut pandang yang dimilikinya.
Memberi stereotip adalah menganggap bahwa semua anggota kelompok budaya atau
etnik adalah sama. Sebagai contoh, seorang perawat dapat menganggap bahwa semua orang
italia mengekspresikan nyeri secara verbal atau bahwa semua orang cina menyukai nasi.
Stereotip dapat dilandaskan pada generalisasi yang ditemukan dalam penelitian, atau dapat juga
tidak terkait dengan realitas. Sebagai contoh, penelitian menunjukkan bahwa orang Italia lebih
cenderung mengekspresikan nyeri secara verbal ; akan tetapi, seorang klien italia mungkin tidak
mengungkapkan nyeri secara verbal.
Penting bagi perawat untuk menyadari bahwa tidak semua orang pada kelompok tertentu
memiliki keyakinan, praktik,dan nilai kesehatan yang sama. Maka sangatlah penting untuk
mengidentifikasi keyakinan,kebutuhan,dan nilai klien yang spesifik bukan menganggap bahwa
hal tersebut sama dengan yang dimiliki kelompok yang lebih besar.
Prasangka adalah pendapat yang dipegang kuat mengenai beberapa topic atau kelompok
orang. Prasangka positif seringkali berakar dari rasa etnosentrisme yang kuat ,yaitu keyakinan
yang dipegang kelompok budaya seseorang lebihunggul daripada keyakinan yang dipegang oleh
kelompok budaya lain. Prasangka juga dapat berasal darii ketidaktahuan,salah
informasi,pengalaman masa lalu, atau rasa takut. Prasangka negative adalah diskriminasi usia,
yang mencakup sikap negative terhadap lansia ; diskriminasi jenis kelamin,yang berarti sikap
negative terhadap wanita; dan homophobia,yaitu negatifisme terhadap lesbian dan pria gay.
Diskriminasi adalah perlakuan yang berbeda dari seseorang atau kelompok terhadap yang
lain berdasarkan ras,kesukaan ,jenis kelamin, usia, kelas sosial,disabilitas,preferensi seksual, atau
karakteristik pembeda lainnya.sebagai contoh, seorang perawat merawat anak yang menunggu di
unit gawat darurat terlebih dahulu dibandingkan anak yang lain. Anak yang dirawat terlebih
dahulu tampak bersih,berpakaian rapi,dan tersenyum; anak lain tampak kotor, memakai pakaian
lusuh dan marah. Rasisme adalah bentuk deskriminasi yang terkait dengan etnosentrisme saat
seseorang meyakini bahwa ras adalah determinan utama sifat dan kapasitas manusia dan bahwa
perbedaan ras menimbulkan superioritas yang melekat pada ras tertentu.

9
2.5. Model Matahari Terbit Laininger
The Sunrise Model ( Model matahari terbit).

Sumber: Culture Care Diversity and Universality: A Theory of Nursing oleh M. Leininger, New York:
National League for Nursing Pub. No. 15-2402, 1991, hlm. 43. Dicetak ulang atas izin.

Matahari terbit sebagai lambang/ symbol perawatan. Suatu kekuatan untuk memulai pada
puncak dari model ini dengan pandangan dunia dan keistimewaan struktur sosial untuk

10
mempertimbangkan arah yang membuka pikiran yang mana ini dapat mempengaruhi kesehatan
dan perawatan atau menjadi dasar untuk menyelidiki berfokus pada keperawatan profesional dan
sistem perawatan kesehatan secara umum. Anak panah berarti mempengaruhi tetapi tidak
menjadi penyebab atau garis hubungan. Garis putus-putus pada model ini mengindikasikan
sistem terbuka. Model ini menggambarkan bahwa tubuh manusia tidak terpisahkan/tidak dapat
dipisahkan dari budaya mereka .
Model Matahari Terbit untuk menggambarkan teorinya mengenai diversita dan
universalitas perawatan budaya. Model ini menekankan bahwa perawatan dan kesehatan
dipengaruhi oleh unsur-unsur struktur sosial, seperti teknologi, faktor agama dan filosofi,
pertalian keluarga dan sistem sosial, nilai budaya, faktor politik dan hukum, faktor ekonomi dan
faktor pendidikan. Faktor sosial ini dibahas dalam konteks lingkungan, ekspresi bahasa, dan
etnohistori. Masing-masing sistem ini adalah bagian dari struktur sosial setiap masyarakat;
ekspresi, pola dan praktik perawatan kesehatan juga merupakan bagian integral dari aspek
struktur sosial (Leininger, 1993)
Faktor teknologi, seperti ketersediaan teknologi dan peralatan listrik, sangat menentukan
peralatan kesehatan apa yang akan digunakan. Sebagai contoh, banyak orang Amerika-Eropa
memandang peralatan resusitasi sebagai peralatan yang penting. Sistem ekonomi menentukan
kualitas perawatan kesehatan dalam budaya, sebagai contoh, ketersediaan dana untuk pelayanan
perawatan kesehatan secara material mempengaruhi kesehatan bayi dan lansia secara budaya.
Sistem politik adalah determinan utama program kesehatan apa yang akan tersedia dan praktisi
kesehatan mana yang dapat memberikan layanan kesehatan. Aspek hukum mengatur peran,
fungsi dan standar profesional kesehatan budaya dalam budaya. Pertalian keluarga dan sistem
sosial sering kali mempengaruhi siapa yang akan atau tidak akan mendapat perawatan kesehatan
dan seberapa cepat perawatan kesehatan diberikan. Sebagai contoh, dalam beberapa budaya
seseorang yang berstatus tinggi (mis: kepala suku, CEO, atau raja) dapat menerima perawatan
yang cepat; seseorang dengan status yang lebih rendah (mis: petani, ibu rumah tangga, atau anak)
perlu menunggu lama agar mendapat perawatan. Karena dominasi pria dalam banyak budaya,
pria dapat menerima perawatan sebelum istri atau anak perempuan. Faktor budaya, pendidikan,
agama, dan filosofi berhubungan erat. Faktor ini mempengaruhi jenis, kualitas, dan kuantits
perawatan kesehatan yang dianggap diinginkan, tepat, atau dpat diterima oleh budaya. Faktor

11
demografi dan lingkungan yang terkait dengan kebutuhan kesehatan budaya dan strategi
perawatan dapat digunakan di lingkungan tersebut( Kathleen,2006).
Suatu hal yang perlu diketahui bahwa masalah dan intervensi keperawatan tidak tampak
pada teori dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan oleh Leininger adalah agar seluruh
terminologi tersebut dapat diasosiasikan oleh perawatan profesional lainya. Intervensi
keperawatan ini dipilih tanpa menilai cara hidup klien atau nilai-nilai yang akan dipersepsikan
sebagai suatu gangguan, demikian juga masalah keperawatan tidak selalu sesuai dengan apa
yang menjadi pandangan klien. Model ini merupakan suatu alat yang produktif untuk
memberikan panduan dalam pengkajian dan perawatan yang sejalan dengan kebudayan serta
penelitian ilmiah.
Teori Perawatan Keanekaragaman diversitas dan universal adalah hasil kreatif pemikiran
independen yang tajam dari dunia yang berubah dengan cepat, dan saat ini praktik keperawatan
mengacu pada pengalaman ahli teori yang berpikir relevan dengan keperawatan dan bidang
kesehatan lainnya. Hal Ini telah dikembangkan untuk menemukan kebutuhan perawatan dan
kesehatan keanekaragaman budaya di rumah sakit, klinik, masyarakat, dan bahkan di seluruh
dunia.
Teori ini telah menjadi sebuah teori utama dengan penekanan unik pada keperawatan
dan sangat penting untuk membantu perawat menemukan dan mengidentifikasi cara-cara baru
untuk memahami penyembuhan, dan perawatan kesehatan. Leininger menyatakan bahwa
perawatan perlu menjadi bermakna, eksplisit, dan bermanfaat. Hal itu menunjukkan hubungan
timbal balik perawatan dengan budaya transkultural. Perawatan merupakan kekuatan yang
dinamis untuk memahami totalitas perilaku manusia dalam kesehatan dan penyakit.
Budaya dan perawatan sama penting untuk kesehatan manusia, kesejahteraan, dan
kelangsungan hidup. Filosofis dan profesional banyak pertanyaan tentang budaya dan
keperawatan, di masa lalu, banyak perawat melihat perawatan sebagai kata yang penting untuk
digunakan dalam pengajaran dan praktek, tapi sangat sedikit yang bisa memberikan pengetahuan
substantif atau menjelaskan perawatan dalam budaya.
Dalam mengembangkan teori menjadi jelas Leininger menyatakan bahwa Teori
Perawatan Budaya akan sangat berbeda dari teori keperawatan yang lain yang sudah ada karena
teori ini tidak mengandalkan empat konsep paradigma yang menjelaskan keperawatan klien,

12
Lingkungan, kesehatan dan keperawatan. Ini empat konsep yang terlalu ketat untuk penemuan
terbuka tentang budaya dan keperawatan.
Konsep utama dan definisi teori M.Leininger
a. Care mengacu pada suatu fenomena abstrak dan konkrit yang berhubungan dengan
pemberian buatan, dukungan, atau memungkinkan pemberian pengalaman maupun
perilaku kepada orng lain sesuai dengan kebutuhannya dan bertujuan untuk
memperbaiki kondisi maupun cara hidup manusia.
b. Caring mengacu kepada suatu tindakan dan aktivitas yang ditunjukan secara langsung
dalam pemberian bantuan, dukungan, atau memungkinkan individu lain dan
kelompok didalam memenuhi kebutuhannya untuk memperbaiki kondisi kehidupan
manusia atau dalam menghadapi kematian.
c. Kebudayaan merupakan suatu pembelajaran, pembagian dan transmisis
nilai,keyakinan norma-norma, dan gaya hidup dalam suatu kelompok tertentu yang
memberikan arahan kepada cara berfikir mereka, pengambilan keputusan, dan
tindakan dalam pola hidup.
d. Perawatan kultural mengacu kepada pembelajaran subjektif dan objektif dan
transmisi nilai, keyakinan,pola hidup yang membantu, mendukung,memfasilitasi atau
memungkinan individu lain maupun kelompok untuk mempertahankan kesejahtraan
mereka, kesehatan, serta untuk memperbaiki kondisi kehidupan manusia atau untuk
memampukan manusia dalam menghadapi penyakit, rintangan dan juga kematian.
e. Cultural care diversity (perbedaan perawatan kultural) mengacu kepada variable-
variabel, perbedaan-perbedaan, pola, nilai, gaya hudup, ataupun symbol perawatan
didalam maupun diantara suatu perkumpulan yang dihubungkan terhadap pemberian
bantuan, dukungan atau memampukan manusia dalam melakukan suatu perawatan.
f. Cultural care universality ( kesatuan perawatan kultural) mengacu kepada suatu
pengertian umum yang memiliki kesamaan ataupun pemahaman yang paling
dominan, pola-pola, nilai-nilai, gaya hidup, atau symbol-simbol yang
dimanefestasikan diantara banyak kebudayaan serta mereflesikan pemberian bantuan,
dukungan, fasilitas atupun memperoleh suatu cara yang memungkinkan untuk
menolong orang lain ( termology universality) tidak digunakan pada suatu cara yang
absolut atau suatu temuan statistic yang signifikan.

13
g. Pandangan dunia mengacu pada cara pandang manusia dalam memelihara dunia atau
alam semesta untuk menampilkan suatu gambaran atau nilai yang ditegakan tentang
ilmu mereka atau lingkungan disekitarnya.
h. Dimendi struktur social dan budaya mengacu pada suatu pola dinamis dan gambaran
hubungan structural serta factor-faktor organisasi dari suatu bentuk kebudayaan yang
meliputi keagamaa, kebudayaan, politik, ekonomi, pendidikan, teknologi, nilai
budaya dan factor-faktor etnohistory serta bagaimana factor-faktor ini dihubungkan
dan berfungsi untuk mempengaruhi perilaku manusia dalam lingkungan yang
berbeda.
i. Lingkungan mengacu pada totalitas dari suatu keadaan, situasi, atau pengalaman yang
memberikan arti bagi perilaku manusia, interpretasi, dan interaksi social dalam
lingkungan fisik, ekologi, social politik, dana tau susunan kebudayaan.
j. Etnohistori mengacu pada keseluruhan fakta- fakta pada waktu yang lampau,
kejadian-kejadian, dan pengalaman individu, kelompok, kebudayaan serta suatu
institusi yang difokuskan kepada manusia/masyarakat yang menggambarkan,
menjelaskan dan menginterpretasikan cara hidup manusia dalam suatu bentuk
kebudayaan tertentu dalam suatu jangka waktu yang panjang maupun pendek.
k. System perawatan pada masyarakat tradisional mengacu pada pembelajaran kultural
dan transmisi dalam masyarakat tradisional (awam) dengan menggunakan
pengetahuan dan ketrampilan tradisional untuk memberikan bantuan, dukungan atau
memfasilitasi tindakan untuk individu lain, kelompok maupun suatu institusi
dengankebutuhan yang lebih jelas untuk memperbaiki cara hidup manusia atau
kondisi kesehatan ataupun untuk menghadapi rintangan dan situasi kematian.
l. Perawatan kultural yang koggruen mengacu kepada kemampuan kognitif untuk
membantu, mendukung, memfasilitas atau membuat suatu keputusan dan tindakan
yang tepat memperbaiki kondisi individu, tau kelompok dengan nilai budaya,
keyakinan dan cara hidup yang berbeda, yang bertujuan untuk memperoleh
kesejahtraan dan kesehatan.

14
Perawatan yang Sensitif Secara Budaya

Kittler dan Sucher (1990) menggambarkan proses empat langkah untuk memperbaiki
sensitivitas budaya:

1. Menyadari warisan budaya mereka sendiri. Perawat sebaiknya mengidentifikasi nilai dan
keyakinan budaya mereka sendiri. Sebagai contoh, apakah perawat menghargai perilaku
menahan yang terkait dengan nyeri? Apakah hak individu lebih dihargai lebih dari dan diatas
hak keluarga? Hanya dengan mengetahui budaya sendiri (nilai, praktik, dan keyakinan) dapat
menyiapkan seseorang untuk mempelajari budaya orang lain.
2. Menyadari budaya klien seperti yang digambarkan oleh klien. Penting untuk menghindari
menganggap bahwa semua orang dari latar belakang etnik yang sama memiliki budaya yang
sama. Ketika perawat memiliki pengetahuan mengenai budaya klien, saling menghargai
antara klien dan perawat lebih besar kemungkinannya untuk dibina.
3. Menyadari adaptasi klien yang dilakukan untuk hidup dalam budaya Amerika Utara. Selama
wawancara ini, perawat dapat juga mengidentifikasi pilihan klien dalam hal praktik
kesehatan, diet, hygiene, dan sebagainya.
4. Menyusun rencana asuhan keperawatan dengan klien yang menggabungkan budayanya.
Dengan cara ini, nilai, praktik, dan keyakinan budaya dapat digabungkan dengan perawatan
dan penilaian.

2.6. Parameter Pilihan pada Keperawatan Asuhan Budaya

- Kepercayaan Kesehatan dan Praktik Kesehatan


Andrews dan Boyle (2002) menjelaskan tiga pandangan mengenai kepercayaan
kesehatan, magis-religius, ilmiah, dan holistik. Pada pandangan kepercayaan kesehatan, magis-
religius, sehat dan sakit dikendalikan oleh kekuatan supranatural. Klien dapat mempercayai
bahwa sakit adalah akibat “berbuat jahat” atau menentang kehendak Tuhan. Kesembuhan juga
dipandang bergantung pada kehendak Tuhan. Beberapa budaya mempercayai bahwa sihir dapat
menyebabkan sakit. Meskipun kepercayaan ini tidak didukung oleh bukti empiris, klien akan
percaya bahwa hal tersebut dapat menyebabkan sakit dapat saja terbukti menjadi sakit sebagai
akibatnya. Sakit semacam itu apat membutuhkan pengobatan magis selain pengobatan ilmiah.

15
Kepercayaan kesehatan ilmiah atau biomedis didasarkan pada keyakinan bahwa hidup
dan proses hidup dikendalikan oleh proses fisik dan biokimia yang dapat dimanupulasi oleh
manusia (Andrews & Boyle, 2002). Klien dengan pandangan seperti ini mempercayai bahwa
sakit disebabkan oleh kuman, virus, bakteri, atau kerusakan tubuh manusia. Klien ini akan
mengharapkan pil, atau pengobatan, atau pembedahan untuk menyembuhkan masalah kesehatan
Kepercayaan kesehatan holistik menganggap bahwa kekuatan alam harus dipelihara tetap
seimbang atau selaras. Ketika keseimbangan atau keselarasan alam terganggu, timbul sakit. Roda
pengobatan adalah simbol kuno yang dipakai oleh orang Amerika Asli di A merika Utara dan
Selatan untuk menunjukkan banyak konsep. Untuk sejahtera dan sehat, roda pengobatan
mengajarkan empat aspek sifat individu: fisik, mental, emosional, dan spiritual. Roda
pengobatan juga dapat digunakan untuk menunjukkan hubungan individu dengan lingkungan
sebagai sebuah dimensi sejahtera. Konsep yin dan yang pada budaya Cina dan teori panas-
dingin di banyak budaya Spanyol adalah contoh kepercayaan kesehatan holistik. Ketika seorang
klien Cina menderita penyakit “dingin”, pengobatan dapat mencakup makanan yang atau
“panas”.
Apa yang dipertimbangkan sebagai panas atau dingin sangat beragam lintas budaya. Di
banyak budaya, ibu yang baru saja melahirkan harus diberikan makanan hangat atau atau panas
dan dijaga tetap hangat dengan selimut, kerena kelahiran bayi dianggap sebagai suatu kondisi
“dingin”. Pemikiran ilmiah konvensional menganjurkan pendinginan tubuh untuk menurunkan
demam. Dokter dapat memprogramkan pemberian cairan untuk klien dan pemberian kompres
dingin di dahi, ketiak, atau lipat paha. Galanti (1997) berpendapat bahwa banyak budaya
mempercayai bahwa cara terbaik untuk menurunkan demam adalah “mengeluarkan keringat”.
Klien yang berasal dari budaya ini mungkin ingin diselimuti dengan beberapa selimut, mandi air
panas, dan minum minuman panas. Perawat harus tetap ingat bahwa strategi pengobatan yang
konsisten dengan kepercayaan kliencenderung lebih berhasil.
Kekuatan sosial-budaya, seperti politik, ekonomi, geografi, agama, dan sistem pelayanan
kesehatan yang dominan, mempengaruhi status kesehatan dan perilaku perawatan kesehatan
klien. Sebagai contoh, orang yang memilki akses terbatas terhadap layanan kesehatan ilmiah
dapat berpaling ke pengobatan rakyat atau penyembuhan rakyat. Pengobatan rakyat adalah
kepercayaan dan praktik yang berkaitan dengan pencegahan dan penyembuhan penyakit yang
berasal dari tradisi budaya bukan dari landasan ilmiah pengobatan modern.

16
Pengobatan rakyat berlawanan dengan perawatan kesehatan biomedis, dianggap lebih
manusiawi. Konsultasi dan pengobatan diberikan di komunitas klien, sering kali dirumah tabib
tersebut. Pengobatan ini lebih murah dibanding pengobatan ilmiah atau biomedis karena masalah
kesehatan terutama diidentifikasi melalui percakapan dengan klien dan keluarga. Tabib
seringkali menyiapkan terapi, misalnya, teh untuk diminum, borehan yang ditempel, atau jimat
yang dipakai. Komponen terapi yang sering diberikan adalah beberapa praktik ritual yang
dilakukan tabib atau klien guna menghasilkan kesembuhan. Karena lebih berbasis budaya,
pengobatan rakyat sering kali lebih nyaman bagi klien.
Penting bagi perawat mendapatkan informasi mengenai praktik pengobatan rakyat atau
keluarga yang mungkin pernah dipakai sebelum klien memutuskan mencari pengobatan media
ala Barat. Sering kali klien tersebut menolak memberitahu tahu obat-obatan rumah kepada
profesional kesehatan karena takut ditertawai atau dimarahi.

-Pola Keluarga
Keluarga adalah unit dasar masyarakat. Nilai budaya menentukan komunikasi dalam
kelompok keluarga, norma untuk ukuran keluarga, peran anggota keluarga yang khusus. Pada
beberapa keluarga pria dianggap sebagai pencari nafkah dan pengambil keputusan. Wanita
mungkin perlu berkonsultasi dengan suaminya sebelum mengambil keputusan mengenai
pengobatan medisnya atau pengobatan untuk anaknya. Perawat perlu mengidentifikasi siapa
yang memiliki “kekuasaan” untuk mengambil keputusan dalam keluarga klien.
Perilaku peran jenis-kelamin yang ditentukan budaya juga dapat mempengaruhi interaksi
perawat-klien. Di beberapa negara, pria mendominasi dan wanita memiliki status yang rendah.
Beberapa budaya memberlakukan konsep makismo, atau superioritas kaum pria.
Nilai budaya keluarga juga dapat menentukan tingkat keterlibatan keluarga dalam
perawatan klien selama dirawat dirumah sakit. Pada beberapa budaya, keluarga inti dan keluarga
besar akan datang berkunjung selama waktu yang lama dan ikut serta dalam keperawatan. Pada
budaya lain, seluruh keluarga mungkin ingin berkunjung dan ikut serta dalam perawatan klien.
Hal ini dapat menimbulkan masalah di unit keperawatan dengan kebijakan waktu kunjungan
yang ketat. Perawat sebaiknya mengevaluasi manfaat positif keikutsertaan keluarga dalam
perawatan klien dan memodifikasi kebijakan waktu kunjungan yang tepat.
Budaya yang memiliki nilai bahwa keluarga besar dan individu sangat penting dapat

17
memegang kepercayaan bahwa informasi personal dan informasi keluarga tidak boleh “bocor”
ke luar keluarga. Beberapa kelompok budaya sangat enggan mengungkap informasi keluarga
kepada “orang luar” termasuk profesional kesehatan. Sikap ini mempersulit profesional
kesehatan yang perlu mengetahui pola interaksi keluarga untuk membantu klien yang
mengalami masalah emosi.

-Gaya Komunikasi

Komunikasi antara perawat dengan klien merupakan komunikasi lintas budaya.


Komunikasi lintas budaya dapat dimulai melalui proses diskusi dan bila perlu dapat dilakukan
identifikasi melalui bagaimana cara masyarakat dan berbagai budaya di Indonesia berkomunikasi
misalnya disuku Jawa, Betawi, Sunda, Padang, Bengkulu, Osing, Tengger, dan sebagainya.
Komunikasi lintas budaya dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa pengantar atau menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Bisa tidak
memahami bahasa klien, perawat dapat menggunakan penerjemah. Dalam komunikasi lintas
budaya, perawat dapat menjumpai suatu hal yang pada budaya tersebut bermakna positif, tetapi
dibudaya lain dapat bermakna negative.
Hal ini harus dipahami oleh perawat sehingga tidak menyebabkan terputusnya
komunikasi. Misalnya, orang Madura yang sedang menjenguk keluarganya yang akan dibiopsi.
Perawat menjelaskan bahwa biopsy merupakan salah satu tindakan operasi untuk mengetahui
lebih jauh tentang status kesehatan klien. Menjelaskan kata “operasi”, orang Madura tersebut
teringat tetangganya yang terkena tumor dan sembuh setelah “operasi”. bila tidak diklarifikasi
maka akan menyebabkan komunikasi terputus karena salah persepsi tersebut.
Hampir sama seperti kasus gizi buruk. Perawat perlu berhati-hati jika hendak mengatakan
kepada keluarga bahwa anaknya menderita gizi buruk. Sebab tidak semua keluarga dapat
menerimanya.
Perawat keluarga saat bekerja sama dengan keluarga harus melakukan komunikasi secara
alamiah agar mendapat gambaran budaya keluarga yang sesungguhnya. Pada saat melakukan
asuhan keperawatan, sebaiknya perawat mengidentifikasi budaya keluarga agar dapat
mengaktualiasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari secara bermakna. Bila perlu, klien tidak
sendiri, tetapi ditemani oleh anggota keluarga lain yang dapat memberikan klasifikasi perbedaan
budaya yang memengaruhi interaksi tersebut. Situasi mayoritas local dan nasional perlu

18
diperhatikan. Hal ini terkait dengan sistem nilai dan kepercayaan yang mendasari interaksi dalam
pola asuhan keluarga.
Komunikasi dan budaya berhubungan erat. Melalui komunikasi, budaya di wariskan dari
satu generasi ke generasi berikutnya, dan pengetahuan tentang budaya diwariskan dalam
kelompok dan ke luar kelompok. Berkomunikasi dengan klien dari berbagai etnik dan latar
belakang budaya sangat penting agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang kompoten
sesuai budaya. Terdapat variasi budaya baik dalam komunikasi verbal maupun nonverbal.

Komunikasi Verbal

Perbedaan budaya yang paling jelas terlihat adalah dalam komunikasi verbal:
perbendaharaan kata, struktur tata bahasa, kualitas pengucapan, intonasi, irama, kecepatan,
pelafalan, dan diam.
Memulai komunikasi verbal dapat dipengaruhi oleh nilai budaya. Pada beberapa budaya,
dipercaya bahwa sopan santun sosial harus dijaga sebelum membahas masalah bisnis atau topik
pribadi. Membahasa topik umum dapat menunjukan bahwa perawat tersebut tertarik pada klien
dan memiliki waktu untuk klien. Hal ini memungkinkan perawat untuk membina hubungan
dengan klien sebelum meneruskan untuk membahas topik yang lebih pribadi.
Untuk klien yang bahasanya berbeda dengan penyedia layanan kesehatan, seorang
perantara mungkin diperlukan. Di beberapa negara, ada kewajiban yang mensyaratkan rumah
sakit untuk menyediakan juru bahasa tersumpah bagi klien yang membutuhkan mereka.

Komunikasi Nonverbal

Untuk berkomunikasi secara efektif dengan klien yang berbeda budaya, perawat pelu
menyadari dua aspek perilaku komunikasi nonverbal: apa arti perilaku nonverbal bagi klien dan
apa arti perilaku nonverbal tertentu dalam budaya klien. Sebelum memberikan arti pada perilaku
nonverbal, perawat harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa perilaku tersebut mungkin
mempunyai arti yang berbeda bagi klien dan keluarganya. Untuk memberikan asuhan yang aman
dan efektif, perawat yang merawat kelompok budaya tertentu harus belajar banyak tentang
perilaku budaya dan pola komunikasi dalam budaya tersebut.
Komunikasi nonverbal dapat mencakup penggunaan diam, sentuhan, gerakan mata,
ekspersi wajah dan postur tubuh. Beberapa budaya lebih nyaman dengan masa diam yang lebih

19
lama, sementara budaya lain menganggap bicara sebelum orang lain selesai sebagai hal yang
wajar. Beberapa budaya menghargai diam dan memandang sebagai sesuatu yang sangat penting
guna memahami kebutuhan seseorang atau memakai diam untuk menjaga privasi. Beberapa
budaya memandang diam sebagai tanda penghormatan, sementara bagi orang lain diam berarti
setuju.
Perawat harus memperhatikan interaksi diantara klien dan dan keluarga terhadap
petunjuk mengenai sejauh mana sentuhan yang sesuai dalam budaya tersebut. Perawat juga dapat
mengkaji respon klien terhadap sentuhan saat memberikan asuhan keperawatan.
Ekspresi wajah juga dapat bervariasi antarbudaya. Giger dan Davidhizar(1999)
mengemukakan bahwa orng Italia, Yahudi, Amerika Afrika, dan orang yang berbahasa spayol
lebih mudah tersenyum dan menggunakan ekspresi wajah untuk mengkominikasikan perasaan,
sementara orang Irlandia, Inggris, dan orang Eropa Utara cenderung sedikit memakai ekspresi
wajah dan kurang terbuka dalam respon mereka, khususnya terhadap orang yang tidak dikenal.
Ekspresi wajah juga dapat menunjukan arti yang berlawanan dari yang dirasakan atau di pahami.
Gerakan mata selama komunikasi memiliki landasan budaya. Di budaya barat, kontak
mata langsung dianggap penting dan umumnya menunjukan bahwa orang lain tersebut
memperhatikan dan mendengarkan. Kontak mata juga menunjukan kepercayaan diri,
keterbukaan, minat, dan kejujuran. Kurang kontak mata dapat ditafsirkan sebagai merahasiakan,
malu, bersalah, kurang tertarik atau bahkan tanda sakit jiwa. Namun budaya lain memandang
kontak mata sebagai sesuatu yang tidak sopan atau melanggar privasi. Perawat sebaiknya tidak
salah menafsirkan karakter klien yang menghindari kontak mata. Postur tubuh dan isyarat
tangan juga dipelajari sevara budaya. Sebagai contoh, tanda V berarti kemenangan di beberapa
budaya, tetapi merupakan isyarat menghina di budaya lain. Komunikasi adalah bagian penting
dalam membina hubungan dengan klien dan keluarganya. Selain itu, penting untuk membina
hubungan kerja yang efektif dengan rekan pemberian layanan kesehatan. Untuk meningkatkan
praktik mereka, perawat dapat mengamati pola komunikasi klien dan rekan mereka dan
menyadari perilaku komunikasi diri mereka sendiri.

-Orientasi Ruang
Ruang adalah konsep relatif yang mencakup individu,tubuh lingkungan sekitar, dan
benda-benda yang ada dalam lingkungan tersebut. Hubungan antara tubuh individu dan benda-

20
benda serta orang dalam ruang dipelajari dan dipengaruhi oleh budaya. Sebagai contoh,di
masyarakat nomaden,ruang tidak dimiliki; ruang ditempati sementara sampai suku tersebut
berpindah. Di masyarakat Barat,orang cenderung lebih bersifat teritorial,seperti yang
dicerminkan dengan frase, seperti “ini tempat saya” atau “ keluar dari tempat saya”. Di budaya
barat, jarak ruang didefinisikan sebagai zona intim,zona pribadi,dan zona sosial dan umum.
Ukuran area ini dapat bervariasi padda budaya tertentu . perawat bergerak dalam tiga zona
tersebut saat mereka memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Perawat perlu menyadari
respons klien terhadap gerakan ke arah klien. Klien dapat menarik diri secara fisik atau mundur
apabila perawat dianggap terlalu dekat. Perawat perlu menjelaskan kepada klien alasan perlunya
dekat dengan klien. Untuk mengkaji paru menggunkan stetoskop. Misalnya, perawat perlu
masuk kedalam ruang intim klien. Perawat sebaiknya menjelaskan prosedur terssebut terlebih
dahulu dan menunggu izin untuk meneruskannya.
Klien yang tinggal di fasilitas perawatan jangkka panjang,atau yang dirawat inap di
rumah sakit untuk waktu yang lama, mungkin ingin mempersonalisasikan ruang mereka. Mereka
mungkin ingin mengatur ruangan mereka seecara berbeda atau mengatur penempatan benda-
benda di lemari di samping tempat tidur mereka atau di meja diatas tempat tidur. Perawat harus
responsif terhadap kebutuhan klien untuk memiliki kendali terhadap ruang mereka. Ketika tidak
ada kontraindikasi medis,klien sebaiknya dibiarkan dan dianjurkan membawa benda yang
memiliki makna pribadi. Memiliki benda pribadi dan beda budaya di lingkungan orang tersebut
dappat meningkatkan harga diri dengan tidak hanya meningkatkan individualitas orang tersebut,
tetapi juga identitas budayannya. Perawat harus memberi peringatan kepda klien mengenai
tanggung jawab kehilangan benda pribadi tersebut.

-Orientasi Waktu
Orientasi waktu merujuk pada fokus individu pada masa lalu,masa sekarang, atau masa
depan. sebagian besar budaya menyertakan tiga orientasi waktu tersebut, tetapi satu orientasi
cenderung mendominasi. Mahasiswa keperawatan tahu pukul berapa mereka “harus” ada dalam
klinik atau kelas. Mereka tahu mata kuliah apa yang akan mereka ambil disemster mendatang.
Orang amerika eropa sering kali merencanakan jadwal minggu depan, liburan mereka, atau masa
pensiun mereka. Budaya lain dapat memiliki konsep waktu yang berbeda. Sebagai contoh, suku
indian navajo tidak memiliki kata “terlambat” dan seorang ibu suku navajo tidak akan gusar

21
apabila anaknya tidak mencapai tahap perkembangan tertentu, seperti berjalan atau eliminasi
urine dan fekal, pada waktunya.
Budaya keperawatan dan layanan kesehatan menghargai waktu. Perjanjian dijadwalkan
dan pengobatan diprogramkan berdasarkan parameter waktu (misalnya mengganti balutan sekali
setiap hari). Program obat mencaku frekuensi dan bilamana obat harus diminum. Perawat belum
menyadari arti waktu bagi klien. Ketika merawat klien yang “berorientasi pada saat ini”, penting
untuk menghindari jadwal yang pasti. Perawat dapat menawarkan rentang waktu untuk aktivitas
dan pengobatan. Sebagai contoh, alih-alih memberi tahu klien untuk meminum digoksin setiap
pukul 10.00, perawat dapat memberi tahu klien untuk meminumnya setiap hari di pagi hari atau
setiap hari setelah bangun tidur.

-Pola Nutrisi
Sebagian besar budaya mempunyai makanan pokok, yaitu makanan yang tersedia
melimpah dan mudah di dapatkan di lingkungan. Cara pengolahan dan penyajian makanan juga
berkaitan dengan praktik budaya dan cara pengolahan makanan pokok juga bervariasi.
Makanan juga dapat dianggap sebagai bagian obat untuk penyakit . makanan yang
digolongkan sebagai makanan “panas” atau makanan yang bersuhu panas dapat digunakan untuk
mengobati penyakit yang digolongkan sebagai penyakit “dingin”. Tiap kelompok budaya
menetapkan batasan apa yang dianggap sebagai entitas panas dan dingin.

2.7. Pemberian Asuhan Budaya

Semua fase proses keperawatan dipengeruhi oleh nilai, kepercayaan, dan perilaku budaya
klien dan perawat . Ketika budaya klien dan budaya perawat menyatu dalam hubungan perawat-
klien, tercipta lingkungan budaya yang unik yang dapat memperbaiki atau memperburuk hasil
klien. Kesadaran diri terhadap bias pribadi memampukan perawat mengembangkan perilaku
modifikasi atau (apabila mereka tidak dapat melakukannya) keluar dari situasi yang mengganggu
pemberian perawatan. Perawat dapat lebih menyadari budaya mereka sendiri melalui klarifikasi
nilai. Perawat juga harus mempertimbangkan nilai budaya yang dominan ditanamkan layanan
kesehatan , karena nilai tersebut juga dapat memengaruhi hasil klien.

22
Manajemen keperawatan
1. Pengkajian
Wawancara pengkajian menguraikan pertanyaan yang dapat diajukan saat melakukan
pengkajian warisan budaya. Instrumen tersebut merupakan cara mewawancarai dan
memfasilitasi komunikasi dengan klien dan keluarganya. Instrumen tersebut dirancang untuk
meningkatkan proses pengkajian dalam upaya menetapkan apakah klien diidentifikasi menurut
warisan budaya tradisional (ketetapan warisan) mereka atau apakah mereka telah berakulturasi
kedalam budaya dominan dari masyarakat modern tempat mereka tinggal (ketidaktetapan
warisan). Instrument tersebut dapat digunakan disemua tatanan dan memfasilitasi percakapan
dan membantu merencanakan Asuhan Budaya. Ketika percakapan dimulai dan orang tersebut
menggambarkan aspek warisan budaya, ada kemunginan untuk memahami mengenai
kepercayaan sehat dan sakit, praktik, dan kebutuhan budaya unik orang tersebut.
Menympaikan kepekaan budaya

Proses pengkajian warisan dan traidisi sehat sangat penting. Bagaimana dan bilamana
pertanyaan diajukan membutuhkan kepekaan dan penilaian klinis. Pemilihan waktu dan kalimat
yang akan diajukan harus disesuaikan dengan individu. Pemilihan waktu penting dilakukan
dalam memulai pertanyaan. Kepekaan diperlukan dalam pemilihan kalimat yang akan diajukan.
Rasa percaya harus terbina agar klien mau menceritakan informasi yang sensitive. Dengan
demikian perawat,perlu menghabiskan waktu bersama klien, memulai percakapan sosial, dan
menyampaikan keinginan tulus untuk memahami nilai dan kepercayaan mereka.
Sebelum mulai melakukan pengkajian warisan, tentukan bahasa yang digunakan klien
dan tingkat kefasihan bahasa klien. Selain itu, penting untuk, mempelajati mengenai pola
komunikasi dan orientasi ruang klien. Hal ini dapat dilakukan dengan mengamati baik
komunikasi verbal maupun nonverbal. Sebagai contoh apakah klien dapat berbicara sendiri atau
menunggu orang lain? Perilaku komunikasi nonverbal apa yang diperlihatkan klien (misalnya
sentuhan, kontak mata)? Apa manna perilaku ini bagi interaksi perawat-klien? Seberapa dekat
klien dengan orang lain dan benda-benda dalam lingkungan tersebut? Bagaimana reaksi klien
terhadap gerakan perawat kea rah klien? Benda budaya apa yang ada dalam lingkungan tersebut
yang berguna untuk meningkatkan atau memelihara kesehatan?

23
Sangat penting bagi perawat untuk peka-budaya dan menunjukkan kepekaan ini kepada
klien, orang pendukung, dan petugas perwatan kesehatan lainnya. Beberapa cara untuk
melakukannya adalah sebagai berikut.
1) Selalu panggil klien, orang pendukung, dan personel perawatan kesehatan lain dengan
nama belakang mereka (mis, Ny. Aylia, Dr. Rush) sampai mereka memperbolehkan
Anda memanggil dengan nama lain. Pada beberapa budaya,gaya panggilan yang lebih
formal adalah tanda hormat, sementara pemakaian nama depan yang informal dapat
dianggap tidak menghormati, penting untuk menanyakan kepada orang lain bagaimana
mereka ingin dipanggil.
2) Ketika bertemu dengan seseorang untuk pertama kalinya, perkenalkan diri Anda dengan
menyebutkan nama lengkap Anda, dan kemudian jelaskan peran Anda (mis, “Nama saya
Alicia Bernettt dan saya mahasiswa keperwatan di Sekolah Tinggi Keperawatan
Nightingale”). Hal ini membantu membina hubungan saling percaya dan memberikan
kesempatan kepada klien, orang lain, dan perawat untuk belajar melafalkan nama orang
lain dan peran mereka.
3) Bersikap apa adanya dengan orang dan jujur terhadap deficit pengetahuan Anda
mengenai budaya mereka. Ketika Anda tidak memahami tindakan seseorang dengan
sopan dan hormat minta informasi.
4) Gunakan bahasa yang peka secara budaya, misalnya katakana “gay”, “lesbian”, atau
“biseksual”, bukan “homoseksual”, jangan mengguakan kata “pria” atau “umat manusia”
aat merujuk pada seorang wanita. Tanyakan apakah orang tersebut lebih suka disebut
sebagai seorang
5) Tanyakan apa yang klien pikirkan mengenai masalah kesehatan, penyakit, dan
pengobatannya. Kaji apakah informasi ini sesuai dengan budaya perawatan kesehatan
yang dominan. Apabila keyakinan dan praktik tidak sesuai, tentukan apakah hali ini akan
berpengaruh negative pada kesehatan klien
6) Jangan membuat asumsi mengenai klien dan selalu tanyakan tentang sesuatu hal yang
tidak Anda pahami
7) Tunjukkan rasa hormat terhadap nilai, kepercayaan dan praktik yang dilakukan klien,
walaupun hal tersebut berbeda dari budaya Anda atau dari buday yang dominan. Apabila

24
Anda tidak setuju dengan hal tersebut, penting untuk menghormati hak-hak klien untuk
menganut kepercayaan ini.
8) Tunjukkan rasa hormat pada orang pendukung klien. Pada beberapa budaya, pria
mengambil keputusan dalam keluarga berpengaruh bagi klien, sementara pada budaya
lain, wanita yang mengambil keputusan
9) Lakukan upaya yang disepakati bersama guna mendapatkan rasa percaya klien, tetapi
jangan terkejut apabila hal ini terbentuk lama atau tidak terbentuk sama sekali.
Pengkajian warisan membutuhkan waktu dan biasnya perlu diperpanjang sampai
beberapa pertemuan.

2. Diagnosis
Diagnosis keperawatan yang disusun oleh NANDA berfokus pada asuhan keperawatan
yang diberikan di Amerika Serikat dan Kanada serta berdasarkan pada kepercayaan budaya
Barat. “Hasil kerja ini tidak pernah digambarkan atau disebarkan relevan dengan budaya lain”
(Carpenito, 2002). Namun perawat harus tetap meberikan asuhan kepada klien dari budaya
manapun. Hal ini dapat dicapai melalui pembentukan kepercayaan budaya dan
mempertimbangkan bagaimana budaya klien memengaruhi respons mereka terhadap kondisi
kesehatan, sebagaimana perawat mempertimbangkan pengaruh usia atua jenis kelamin klien
terhadapa diagnosis, rencana, dan pemberian asuhan keperawatan.

3. Perencanaan
“Kompetensi budaya adalah tentan pemberian asuahan sambil memantau keseluruhan
situasi pasien dan keluarga” (Leonard, 2001). Terdapat beberapa langkah yang termasuk dalam
proses yang menyebabkan pembentukan kompetensi budaya. Pengetahuan dan keterampilan
yang diperlukan untuk memadukan Asuhan Budaya ke dalam keperawatan standar
membutuhkan tambahan landasan pengetahuan yang luas mengenai warisan dan struktur asal
tertentu klien. Ini adalah proses yang berkesinambungan dan dasar keterampilan serta
pengetahuan tumbuh sepanjang waktu. Seiring pertumbuhan dasar pengetahuan seseorang,
kemampuan untuk menyampaikan kepekaan budaya juga tumbuh.

Contoh langkah yang perlu dilakukan, antara lain:

25
a) Kenali warisan budaya Anda. Hanya dengan mengetahui budaya sendiri (nilai, praktik,
dan kepercayaan) seseorang dapat siap belajar mengenai budaya orang lain
b) Peduli terhadap warisan dan tradisi sehat klien sebagaimana yang digambarkan oleh
klien. Penting untuk menghindari membuat asumsi bahwa semua orang dari latar
belakang etnik yang sama memiliki keyakinan dan nilai budaya yang juga sama. Ketika
perawat mengetahui budaya klien, rasa saling menghargai antara klien dan perawat
cenderung lebih mudah terbentuk
c) Perhatikan adaptasi yang dilakukan klien agar dapat hidup di daerah tempat berobat.
Selama wawancara, perawat juga dapat mengidentifikasi pilihan praktik sehat, diet,
hygiene klien,dsb.
d) Susun rencana asuhan keperawatan Asuhan Budaya bersama klien yang memadukan
kepercayaan budanya terkait pemeliharaan, perlindungan, pemulihan kesehatan. Dengan
cara ini, nilai, praktik, dan kepercayaan budaya dapat dipadukan dengan asuhan
keperawatan yang diperlukan.

4. Implementasi
Untuk memberikan perawatan yang sesuai budaya yang menguntungkan, memuaskan, dan
bermakna bagi orang yang dilayani oleh perawat, (Leininger, 1991) mengonseptualisasikan 3
model utama untuk memandu penilaian, keputusan, dan tindakan keperawatan:
1. Preservasi dan atau pemeliharaan perawatan budaya. Perawat menerima dan mengikuti
keyakinan budaya klien. Sebagai contoh, perawat memberikan teh herbal untuk
mengurangi sakit perut, praktik yang klien katakana berhasil dimasa lalu.
2. Akomodasi dan atau negosiasi perawatan budaya. Perawat merencanakan,
menegosiasikan, dan mengakomodasi pilihan makanan klien yang spesifik secara budaya,
praktik agama, kebutuhan pertalian keluarga, praktik perawatan anak, dan praktik terapi.
3. Penyusunan pola ulang atau restrukturisasi perawatan budaya. Perawatan memiliki
pengetahuan yang banyak mengenai perawatan budaya dan mengembangkan cara-cara
untuk melakukan penyusunan pola ulang atau restrukturisasi asuhan keperawatan.
Implementasi Asuhan Budaya meliputi (a) pelestarian dan pemeliharaan budaya dan (b)
akomodasi dan negosiasi budaya. Pelestarian budaya dapat meliputi penggunaan praktik
perawatan kesehatan budaya, seperti memberikan the herbal kepadada orang sakit. Akomodasi

26
cara pandang klien dan negosiasi perawat yang tepat membutuhkan keterampilan komunikasi
yang cakap, seperti merespon dengan empati memvalidasi informasi, dan meringkas isi dengan
efektif. Negosiasi merupakan proses kolaborasi. Hubungan perawatklien diketahui timbal balik
dan terdapat perbedaan arti sehat, dan terapi diantara kedua pihak. Perawat berupaya
menjembatani jarak antara perspektif perawat (ilmiah) dan perspektif klien (budaya). Selama
proses negosiasi tersebut, pandangan klien digali dan diidentifikasi terlebih dahulu. Informasi
ilmiah yang relevan kemudian diberikan. Apabila pandangan klien mengungkapkan bahwa
perilaku tertentu tidak akan merugikan kondisi klien, perilaku tersebut dipadukan kedalam
rencana asuhan. Apabila pandangan klien dapat menimbulkan perilaku atau hasil yang
membahayakan, dilakukan upaya untuk mengalihkan perspektif klien ke pandangan ilmiah.
Negosiasi terjadi saat praktik terapi budaya berbenturan dengan praktik yang diterapkan di
sistem layanan kesehatan. Harus ditentukan dengan tepat bagaimana klien mengatasi penyakit
tersebut, praktik yang dapat membahayakan dan paktik yang dapat dikombinasikan secara aman
dengan pengobatan tertentu. Sebagai contoh, mengurangi dosis obat antihipertensi atau
mengganti terapi insulin dengan ramuan herbal dapat berakibat buruk. Beberapa ramuan herbal
bersifat sinergis dengan pengobatan layanan kesehatan, sedangkan yang lain bersifat antagonis.
Oleh karena itu, penting untuk memberikan informasi secara lengkap kepada klien mengenai
kemungkinan hasil yang diperoleh. Pertimbsngksn contoh kemungkinan konflik yang dapat
terjadi antara keyakinan atau praktik budaya dengan sistem layanan kesehatan.
Ketika klien memilih praktik budaya saja dan menolak dengan halus semua intervensi
medis san keperawatan yang diprogramkan, perawat dank lien harus menyesuaikan tujuan klien.
Memantau kondisi klien untuk mengidentifikasi perubahan kesehatan untuk mengenali krisis
yang mungkin terjadi sebelum krisis tersebut menjadi ireversibel mungkin hanya itulah yang
benar-benar dapat dicapai. Pada saat krisis, mungkin muncul kesempatan untuk menegosiasikan
kembali perawatan.
Keperawatan Asuhan Budaya sangat menantang. Asuhan ini membutuhkan penemuan arti
perilaku klien, fleksibilitas kreativitas, dan pengetahuan guna mengadaptasi intervensi
keperawatan. Diperlukan upaya untuk saling belajar dari pengalaman masing-masing.
Pengetahuan ini akan memperbaiki pemberian asuhan spesifik budaya pada calon klien. Anjuran
mengenai pemberian Asuhan Budaya kepada klien dan keluarga tercantum dalam kotak
penyerta.

27
5. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan klien yang memadukan konsep waarisan dan etnisitas
dilakukan dengan cara yang sama seperti pada setiap klien lain. Hasil klien dibandingkan dengan
tujuan dari hasil yang diharapkan yang dtetapkan setelah pengkajian yang komprehensif yang
mencakup kepekaan terhadap keragaman budaya. Namun, apabila hasil tidak tercapai dari klien
serta perawat berasal dari budaya yang yang berbeda, perawat sebaiknya sangta berhati-hati
untuk mempertimbangkan apakah sistem kepercayaan klien telah secara adekuat dicakupkan
sebagai faktor yamg memengaruhi.

28
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Proses keperawatan transkultural merupakan salah satu dasar teori untuk memenuhi
asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya pasien. Keperawatan
transkultural diaplikasikan untuk mengurangi konflik perbedaan budaya atau lintas budaya antara
perawat sebagai profesional dan pasien. Proses keperawatan transkultural terdiri dari tahap
pengkajian keperawatan transkultural, diagnosa keperawatan transkultural, rencana tindakan
keperawatan transkultural, tindakan keperawatan transkultural dan evaluasi tindakan
keperawatan transkultural. Perilaku budaya terkait sehat sakit masyarakat secara umum masih
banyak dilakukan pada keluarga secara turun temurun. Sehat dan sakit atau kesehatan dalam
perspektif transkultural nursing diartikan pandangan masyarakat tentang kesehatan spesifik
bergantung pada kelompok kebudayaannya teknologi dan non-teknologi pelayanan kesehatan
yang diterima bergantung pada budaya nilai dan kepercayaan yang dianutnya.

3.2. SARAN
Sebagai mahasiswa keperawatan yang nantinya tentu akan menjadi perawat professional perlu
lebih banyak mengetahui dasar dasar dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien terutama yang
menyangkut budaya klien itu sendiri. Tidak menutup kemungkinan, perawat akan banyak berhadapan
dengan klien dengan kebudayaan mereka yang berbeda yang tidak sesuai dengan pengobatan medis
ketika bekerja nanti. Untuk itu, dari adanya pemahaman trascultural nursing ini, masalah masalah yang
mungkin akan timbul nantinya bisa diselesaiakan dengan baik melalui pertimbangan-pertimbangan yang
sesuai diantara perawat dengan klien itu sendiri.

29
DAFTAR PUSTAKA

Kozier, Erb, Berman, dan Snyder. 2004. Fundamental Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.

Caliandro, Gloria dan Barbara L. Judkins. 1988. Primary Nursing Practice. United State of
America: Skidmore college.

Blais, Kathleen koening. et al. 2002. Praktik Keperawatan Profesional Konsep dan Perspektif.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Leininger, Madeleine. (2008). Overview of Leininger’s Theory of Culture Care Diversity and
Universality. Journal of Transcultural Nursing. 2-32. http://www.madeleine-
leininger.com/cc/overview.pdf.

Leuning, Cheryl J. et al. 2002. Proposed Standards for Transcultural Nursing. Journal of
Transcultural Nursing. Vol 13; 40.http://tcn.sagepub.com/cgi/content/abstract/13/1/40

Douglas, Marilyn K. Et al. 2011. Standards of Practice for Culturally Competent Nursing.
Journal of Transcultural Nursing. Vol 22; 317. http://tcn.sagepub.com/content/22/4/317

30

Anda mungkin juga menyukai