Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

TRANSKULTURAL NURSING

Disusun oleh :
Kelompok 4
1. RIZKA AMALIA
2. ROHILA
3. RONALDO
4. SANDY ADI PRATAMA
5. SHOPIA HANDAYANI
6. SIGIT DEWANTARA
7. SILVIA HASTUTI

PRODI S1 KEPERAWATAN KONVERSI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU – LAMPUNG
2018
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah, merupakan satu kata yang pantas kami ucapkan


kepada Allah SWT yang karena bimbingan-Nya maka kami dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “ Transkultural Nursing”

Kami ucapkan terima kasih kepada pihak terkait yang telah membantu
kami dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, kami berharap pembaca memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan sumbangsih positif bagi kita.

Pringsewu, November 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Transcultural Nursing.................................................................2
B. Konsep Transcultural Nursing......................................................................3
C. Paradigma Transcultural Nursing.................................................................4
D. Proses Keperawatan Transkultural................................................................6
E. Pengaruh Suku polahi terhadap keperawatan
F. .......................................................................................................................10

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan...................................................................................................14
B. Saran.............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Keperawatan Transkultural adalah suatu proses belajar dan pelayanan
keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara
budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai
budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya
kepada manusia (Leininger, 2002).
Tujuan dari transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji,
mengerti dan menggunakan norma pemahaman keperawatan transkultural
dalam meningkatkan kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan.
Asumsinya adalah berdasarkan teori caring, caring adalah esensi dari,
membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan.
Perilaku caring diberikan kepada manusia sejak lahir hingga meninggal
dunia. Human caring merupakan fenomena universal dimana,ekspresi, struktur
polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.
Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Hal
ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang
begitu beragam dan luas. Sekarang ini, jumlah pulau yang ada di wilayah
Negara kesatuan republik indonesia (NKRI) sekitar 13.000 pulau besar dan
kecil. Populasi penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari
300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda. Selain itu
mereka juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam,
Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta berbagai macam
aliran kepercayaan .
Kebudayaan adalah salah satu aset penting bagi sebuah Negara
berkembang, kebudayaan tersebut untuk sarana pendekatan sosial, simbol
karya daerah, asset kas daerah dengan menjadikannya tempat wisata, karya
ilmiah dan lain sebagainya. Dalam hal ini suku Dayak Kalimantan yang

1
mengedepankan budaya leluhurnya, sehingga kebudayaan tersebut sebagai
ritual ibadah mereka dalam menyembah sang pencipta yang dilatarbelakangi
kepercayaan tradisional yang disebut Kaharingan.

B. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian dari Transcultural Nursing ?
2. Apakah yang dimaksud Konsep Transcultural Nursing ?
3. Apakah yang di maksud paradigm Transcultural Nursing ?
4. Apakah Proses Keperawatan Transkultural ?
5. Apakah Pengaruh Suku dayak terhadap proses keperawatan ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Transcultural Nursing
2. Untuk mengetahui apa yang di maksud Konsep Transcultural Nursing
3. Untuk mengetahui apa yang di maksud paradigm Transcultural Nursing
4. Untuk mengetahui Proses Keperawatan Transkultural
5. Untuk mengetahui Pengaruh Suku Dayak terhadap proses keperawatan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Transcultural Nursing


a. Transcultural
Bila ditinjau dari makna kata , transkultural berasal dari kata trans dan
culture, Trans berarti alur perpindahan, jalan lintas atau penghubung.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; trans berarti melintang, melintas,
menembus, melalui.
Cultur berarti budaya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur
berarti, kebudayaan yaitu cara pemeliharaan atau pembudidayaan.
Kepercayaan, yaitu nilai – nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi
suatu kelompok dan diteruskan pada generasi berikutnya, sedangkan
cultural berarti : Sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan.
Jadi, transkultural adalah lintas budaya yang mempunyai efek bahwa
budaya yang satu mempengaruhi budaya yang lain. Atau pertemuan kedua
nilai – nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial.
b. Nursing
Pada kamus Kedokteran Dorland, Nursing diartikan sebagai:
pelayanan yang mendasar atau berguna bagi peningkatan, pemaliharaan,
dan pemulihan kesehatan serta kesejahteraan atau dalam pencegahan
penyakit, misalnya terhadap bayi, oranng sakit atau cedera, atau lainnya
untuk setiap sebab yang tidak mampu menyediakan pelayanan seperti itu
bagi diri mereka sendiri.
c. Transcultural Nursing
Transcultural Nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang
berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai-nilai budaya (nilai
budaya yang berbeda, ras yang mempengaruhi
pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada
klien / pasien (Leininger, 1991).

3
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya
pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang
perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan,
sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan
tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan
khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger,
2002).

B. Konsep Transcultural Nursing


a. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari
dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berpikir, bertindak dan
mengambil keputusan.
b. Nilai Budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih
diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu
tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan.
c. Perbedaan budaya Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan
merupakan bentuk yang optimal daei pemberian asuhan keperawatan,
mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang
dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai
budaya individu, kepercayaan dan tindakantermasuk kepekaan terhadap
lingkungan dari individu yang datang danindividu yang mungkin kembali
lagi (Leininger, 1985).
d. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap
bahwa budayanya adalah yang terbaik di antara budaya-budaya yang
dimiliki oleh orang lain.
e. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya
yang digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
f. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada
mendiskreditkan asal muasal manusia

4
g. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi
pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan
kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan
dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan
saling memberikan timbal balik di antara keduanya.
h. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,
dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya
kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk
meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia.
i. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,
mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada
keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi
kehidupan manusia
j. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui
nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk membimbing,
mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok
untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup,
hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
k. Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan
untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain
karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada
kelompok lain.

C. Paradigma Transcultural Nursing


Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural
sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam
terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya
terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan
dan keperawatan (Andrew and Boyle, 1995).

5
a. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki
nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk
menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984)
manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya
pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).

b. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam
mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan
merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya
yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan
seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari.
Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin
mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang
adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
c. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang
mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien.
Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien
dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk
lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah
lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti
daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti
rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak
pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah
keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi
individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih
luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus
mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan
tersebut.

6
Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang
menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik,
seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.

D. Proses Keperawatan Transkultural


Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk
matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses
keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan
memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995).
Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
a. Tahap Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger
and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen
yang ada pada “Sunrise Model” yaitu:
1. Faktor teknologi (technological factors).
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Perawat perlu mengkaji: persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi
klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini.
2. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors).
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat
realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi
yangsangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya,
bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji
oleh perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara

7
pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan
kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kindship and social factors).
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap,
nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status,
tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan
klien dengan kepala keluarga.
4. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural values and lifeways
factors).
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma
budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah:
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan
kebiasaan membersihkan diri.
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal
factors).
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu
dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan
dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh
menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
6. Faktor ekonomi (economical factors).
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-
sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera
sembuh.Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat di antaranya:
pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh

8
keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya
dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
7. Faktor pendidikan (educational factors).
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-
bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya.
Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien,
jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif
mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
b. Tahap Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural yaitu: gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi
sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan
sistem nilai yang diyakini.
c. Tahap Perencanaan dan Pelaksanaan.
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan transkultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan
adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien
(Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam
keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu:
mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengankesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya
klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila
budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.

9
1. Cultural care preservation/maintenance:
a) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang
proses melahirkan dan perawatan bayi;
b) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan
klien;
c) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan
perawat.

2. Cultural care accomodation/negotiation:


a) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien;
b) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan,
c) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik.

3. Cultual care repartening/reconstruction:


a) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang
diberikan dan melaksanakannya;
b) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok;
c) Gunakan pihak ketiga bila perlu;
d) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan
yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua,
e) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan.

Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya


masing-masing melalui proses akulturasi, yaitu proses
mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya
akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak
memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya
sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan
terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas

10
keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat
terapeutik.

E. Kasus Transkultural Nursing


1. Karakteristik budaya (demografi/geografi/adat istiadat)
1) Adat Kelahiran Dayak Kenyah
Jika ada istri dari Suku Dayak Kenyah melahirkan maka bunyi-bunyian
gong dan gendang terus dikumandangkan jangan sampai tangisan anak itu
terdengar oleh binatang-binatang dihutan sebab itu adalah pantangan maka
akan berkembang mitos “Anakmu akan sial sepanjang Zaman”.
2) Upacara Pemberian Nama Dayak Kenyah
Bagi keluarga yang baru saja mendapat momongan harus mengundang
seluruh penduduk kampung yang berhak memberi nama adalah nenek, ibu,
atau perempuan lain yang berasal dari lingkungan keluarga mereka.
Sedangkan laki-laki dan bahkan ayahnya sendiri sangat dipantangkan
memberikan nama. Bila anak mereka laki-laki Ayam jantan harus
dikorbankan Darahnya diletakan diatas mandau (parang) dan lalu
dioleskan ketanah sebelah kanan bayi dan bersama itu mantra dibacakan
“Berilah anak ini air kehidupan”.
3) Pengobatan Oleh Dayak Kenyah
Dukun dari suku dayak bernama Dayung dia bisa menyembuhkan sakit
seseorang dengan cara telur ayam di letakan diatas kepala dan yang
Dayung pun mengucapkan Mantera yaitu : Ni atau Sio diman, menyat
tolong lait nyengau” diterimahkan” tolong berikan air yang dapat
menghidupkan’. Kepada sisakit, ayam dibunuh lalu darahnya di teteskan
ketubuhnya, kepada hantu-hantu, doa dipanjatkan yaitu semoga penderita
disembuhkan. Bila si penderita tidak dapat tertolong di pukulah gong
sebagai pemberitahuan kepada penduduk yang ada dikampung atau di
hutan bahwa sudah terjadi kematian, lelaki warga kampung bersenjata
membacoki dinding Rumah dan tiang-tiang sebagai tanda memerangi
hantu-hantu yang mengakibatkan kematian.

11
4) Kematian Dayak Kenyah
Mayat di berikan diatas tikar, keluarga si mati berkumpul bertangis-
tangisan sambil menyanyikan syair-syair pujian atas jasa almarhum yang
telah meninggalkan keluarga. Sementara itu, senjata-senjata perang harus
diletakan disamping jenazah. Sungai terdekat dengan kampung disediakan
pedoman kaki mayat membujur ke hilir. Kepala mengarah ke hulu
menurut arus sungai mengalir. Peti mati, Lungun namanya, jenazah diberi
harta dan senjata perangnya. Empat hari empat malam mayat
disemayamkan. Pemuda-pemuda membuat tekalong atau rumah-rumahan,
diatasnya duduk keluarga yang si mati, dihadapan peti mati bertangis-
tangisan, sementara itu kepala adat memberikan petuah kepada para
pemikul rumah-rumahan.
5) Tabu Kematian Dayak Kenyah
Bila perempuan Dayak kenyah mati melahirkan satu kampung harus
membiarkan kalau ditolong membawa bencana itulah perintah dari dewa-
dewa. Penduduk kampung hanya membuatkan peti mati yang diletakan
diatas kuburan sedangkan mayat hanya diurus suami sendiri atau saudara
dari perempuan yang mati tersebut ke dalam “kiba” (kiba adalah sejenis
keranjang berukuran tinggi. Kiba dibuat dari anyaman rotan kiba diusung
dibelakang dan diberi tali untuk diusungkan ke kedua ketiak) mayat
diletakan pada saat membawa kekuburan jangan melewati rumah orang
karena seluruh kampung akan kena bencana sial atau kalah dalam perang
itulah peraturan yang diberikan oleh roh nenek moyang.
6) Setangis Dayak Kenyah
Dalam acara upacara setangis di situlah seluruh keluarga menagis pelan-
pelan, peti mati dimasukan kedalam kubur diiringi bunyi-bunyian
kelentengan gong dan gendang. Setangis adalah upacara pemakaman yang
diiringi kesenian JAMOK HARANG, main alu dan sabung Ayam. Dalam
upacara setangis dihidangkan ketan hitam, roti-rotian telur masak dan
segala macam makanan yang lain.

12
7) Rapat Adat Dayak Kenyah
Para peserta rapat harus berbaju kulit binatang dan bercawat kain hitam
sebelum rapat dimulai para peserta rapat memakan bubur tepung beras
yakni sebagai lambang persatuan. Sebagai acara kedua para peserta rapat
beramai-ramai meminum air “tapai” (tape) sambil menyanyikan lagu-lagu
lama, acara ketiga kepala adat dipersilahkan memayungi seekor babi
sebagai lambang Perlindungan Tuhan Bunga Malan yang bisa memaafkan
kesalahan semua orang. Acara keempat kepala adat dipersilahkan
menghidangkan delapan gelas “jakan” (Minuman keras) kepada
bangsawan tertinggi dan bila minuman sudah dihabisi barulah rapat boleh
dimulai.
8) Tanda-tanda Alam
Bungan Malan adalah nama tuhan mereka dia yang menyampaikan
perintah dan permintaan kepada manusia dan sebagai perantaranya adalah
BALI UTUNG. Mereka percaya apabila mereka melihat burung pelatuk
dan burung elang terbang berarti kebaikan akan datang tapi apabila burung
tersebut terbangnya menghalang atau melintang itu bertanda tibanya
kecelakaan karena itu bila mereka menempuh perjalanan dihutan
sebaiknya cepat-cepat pulang karena itulah larangan tuhan mereka yang
disampaikan dengan perantara binatang. Mereka percaya apabila larangan
itu tidak diajarkan Bungan Malan akan murka lalu dikirim hantu-hantu
untuk menyiksa manusia. Mereka percaya hantu masing-masing punya
nama. Ada yang bernama Bali Meet, Bali Tenget, Bali Ketatang, Bali Li-it
dan Bali Sakit. Hantu-hantu adalah piaraan Tuhan Bangun malan yang
bisa mencelakakan jiwa seseorang.

2. Masalah kesehatan apa saja yang ada di budaya tersebut


Bagi Suku Dayak di pedalaman Kalimantan, penyakit beserta
pengobatannya, sangat erat kaitannya dengan alam religius mereka tentang
ajaran Kaharingan. Masyarakat Dayak cenderung melihat penyebab dari
suatu penyakit dengan cara metafisik. Suku Dayak mempercayai Balian

13
sebagai penyembuh mereka. Masyarakat Dayak biasa menggunakan ritual
tertentu yang dipimpin oleh seorang Balian dalam pengobatan suatu
penyakit.
Bagi masyarakat Dayak keberadaan Balian sudah ada sejak zaman nenek
moyang mereka. Balian adalah seorang perempuan yang bertugas sebagai
mediator dan komunikator antara manusia dengan mahluk lain yang
keberadaannya tidak terlihat secara kasat mata.( Riwut, 2003:259) Balian
menduduki tempat yang penting dalam kebudayaan Dayak. Masyarakat
Dayak percaya bahwa Balian memiliki kemampuan yang tidak dimiliki
oleh setiap orang, oleh karenanya Balian mampu mengobati penyakit
terutama penyakit-penyakit yang mereka percaya disebabkan oleh mahluk
halus.
Dengan masuknya para misionaris di masa kolonial ke pedalaman
Kalimantan, sedikit banyak terjadi pergeseran dalam sistem pengobatan
pada masyarakat setempat. Para misionaris awal yang masuk ke
Kalimantan berusaha mengenalkan sistem pengobatan modern pada
masyarakat setempat. Scharer (dalam Ukur, 1971:192) menceritakan
pertobatan seorang Balian setelah menerima pelayanan medis di Tumbang
Lahang. Balian ini pada awalnya sangat menentang Injil masuk ke
Tumbang Lahang. Ia merupakan orang yang paling gigih memperingatkan
penduduk agar tetap setia pada adat istiadat nenek moyang. Namun suatu
saat anak tunggalnya sakit, dan setelah tidak berhasil melalui pengobatan
secara Balian, sangat berat hati ia meminta bantuan dari para misionaris.
Akhirnya setelah dilakukan pengobatan secara intensif anak Balian tadi
sembuh dari sakit yang dideritanya. Setelah peristiwa tersebut, Balian tadi
beserta keluarganya menjadi pemeluk Kristen. Setelah usaha di bidang
pengobatan ditingkatkan lewat pendirian poliklinik, rumah sakit, dan
dengan sosialisasi masalah sanitasi dan kebersihan, nampak sekali
kemajuan yang nampak pada Suku Dayak dalam bidang kesehatan.
Meskipun pengobatan moderen sudah di terima Suku Dayak, namun
hingga saat ini pengobatan secara tradisional juga masih bertahan. Seperti

14
pada masyarakat Dayak Ngaju, yang tinggal di Desa Kasongan Baru,
Kalimantan Tengah. Kebanyakan penduduk Desa Kasongan Baru
memiliki pengetahuan tentang meracik obat-obatan tradisional. Hampir
setiap rumah tangga di Desa Kasongan Baru salah satu anggota
keluarganya memiliki kemampuan tentang obat-obatan tradisional.
Penduduk Desa Kasongan Baru menyebut ramuan tradisional dengan
istilah obat kampung. Obat kampung ini biasanya menggunakan daun-
daunan dan kayu-kayuan yang tumbuh di sekitar tempat tinggal orang
Dayak (Hintan,Mutia,2003:55)

3. Peran Perawat Dalam Menghadapi Suku Dayak.


Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang
lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu system. Peran
perawat dipengaruhi oleh keadaan social baik dari dalam maupun dari luar
profesi keperawatan dan bersifat konstan, Doheny (1982)
mengudentifikasi beberapa elemen peran perawat professional meliputi:
1. Care giver
Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat
memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak
langsung kepada klien, menggunakan pendekatan proses keperawatan
yang meliputi : melakukan pengkajian dalam upaya mengumpulkan
data dan evaluasi yang benar, menegakkan diagnosis keperawatan
berdasarkan hasil analisis data, merencanakan intervensi keperawatan
sebagai upaya mengatasi masalah yang muncul dan membuat langkah
atau cara pemecahan masalah, melaksanakan tindakan keperawatan
sesuai dengan rencana yang ada, dan melakukan evaluasi berdasarkan
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukannya.

alam memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan, perawat


memperhatikan individu sebagai makhluk yang holistic dan unik.Peran
utamanya adalah memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang

15
meliputi intervensi atau tindakan keperawatan, observasi, pendidikan
kesehatan, dan menjalankan tindakan medis sesuai dengan
pendelegasian yang diberikan.

2. Client advocate
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antar
klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan
klien, membela kepentingan klien dan membantu klien memahami
semua informasi dan upeya kesehatan yang diberikan oleh tim
kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun professional. Peran
advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai
narasumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan
terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam
menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus dapat melindungi
dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan
keperawatan.

Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan melindungi


hak-hak klien, antara lain :
1. Hak atas informasi ; pasien berhak memperoleh informasi
mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit/
sarana pelayanan kesehatan tempat klien menjalani perawatan
2. Hak mendapat informasi yang meliputi antara lain; penyakit yang
dideritanya, tindakan medic apa yang hendak dilakukan, alternative
lain beserta resikonya, dll

3. Counsellor
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi
klien terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya pula interaksi ini
merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan
kemampuan adaptasinya. Memberikan konseling/ bimbingan kepada

16
klien, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai
prioritas. Konseling diberikan kepada individu/keluarga dalam
mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan penglaman yang lalu,
pemecahan masalah difokuskan pada masalah keperawatan, mengubah
perilaku hidup kearah perilaku hidup sehat.
4. Educator
Sebagai pendidik klien perawat membantu klien meningkatkan
kesehatannya malalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan
keperawatan dan tindakan medic yang diterima sehingga
klien/keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang
diketahuinya. Sebagai pendidik, perawat juga dapat memberikan
pendidikan kesehatan kepada kelompok keluarga yang beresiko tinggi,
kadar kesehatan, dan lain sebagainya.
5. Collaborator
Perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam
menentukan rencan maupun pelaksanaan asuhan keperawtan guna
memenuhi kebutuhan kesehatan klien.
6. Coordinator
Perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada,
baik materi maupun kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga
tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih. Dalam
menjalankan peran sebagai coordinator perawat dapat melakukan hal-
hal berikut:
1. Mengoordinasi seluruh pelayanan keperawatan
2. Mengatur tenaga keperawatan yang akan bertugas
3. Mengembangkan system pelayanan keperawatan
4. Memberikan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan
pelayanan keperawatan pada sarana kesehatan
7. Change agent
Sebagai pembaru, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir,
bersikap, bertingkah laku, dan meningkatkan keterampilan

17
klien/keluarga agar menjadi sehat. Elemen ini mencakup perencanaan,
kerjasama, perubahan yang sistematis dalam berhubungan dengan
klien dan cara memberikan keperawatan kepada klien.
8. Consultan
Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien
terhadap informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan.
Dengan peran ini dapat dikatakan perawat adalah sumber informasi
yang berkaitan dengan kondisi spesifik lain.
Untuk menghadapi berbagai fenomena kebudayaan yang ada di
masyarakat, maka perawat dalam menjalankan perannya harus dapat
memahami tahapan pengembangan kompetensi budaya, yaitu:
Pertama:
1. Pahami bahwa budaya bersifat dinamis.
2. Hal ini merupakan proses kumulatif dan berkelanjutan
3. Hal ini dipelajari dan dibagi dengan orang lain.
4. Perilaku dan nilai budaya di tunjukkan oleh masyarakat
5. Budaya bersifat kreatif dan sangat bermakana dalam hidup.
6. Secara simbolis terlihat dari bahasa dan interaksi
7. Budaya menjadi acuan dalam berpikir dan bertindak
Kedua:
1. Menjadi peduli dengan budaya sendiri.
2. Proses pemikiran yang terjadi pada perawat juga terjadi pada yang
lain, tetapi dalam bentuk atau arti berbeda.
3. Bias dan nilai budaya ditafsirkan secara internal
4. Nilai budaya tidak selalu tampak kecuali jika mereka berbagi secara
sosial dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.
5. Ketiga:
6. Menjadi sadar dan peduli dengan budaya orang lain trerutama klien
yang diasuh oleh perawat sendiri
7. Budaya menggambarkan keyakinan bahwa banyak ragam budaya
yang ada sudah sesuai dengan budayanya masing-masing

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Transkultural adalah lintas budaya yang mempunyai efek bahwa budaya
yang satu mempengaruhi budaya yang lain. Atau pertemuan kedua nilai – nilai
budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial.
Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural
sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam
terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya
terhadap empat konsep sentral keperawatan
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk
matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses
keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan
memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995).
Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

B. Saran
kami sadar bahwa makalah yang kami buat jauh dari kata kempurna, untuk
itu kami meminta saran sehingga kami dapat menyusun makalah yang lebih
bail lagi, demikian yang data kimi samaikan apabila ada kesalahan dalam
penulisan kami mengucapkan permintaan maaf

19
DAFTAR PUSTAKA

Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK


Padjajaran Bandung, September 1996

Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit
Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002

Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku


2, Edisi 4, Tahun 1995

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medik

20

Anda mungkin juga menyukai