Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN SPEECH DELAY

DI RUANG POLI TUMBUH KEMBANG


RSUD ULIN BANJARMASIN

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Medikal


Bedah
Program Profesi Ners

Disusun Oleh:
Raihana

NIM:
11194692110117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2022
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : Speech Delay


NAMA MAHASISWA : Raihana
NIM : 11194692110117

Banjarmasin, April 2022

Menyutujui,

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(...............................................) (...........................................)
NIK. NIK.
LAPORAN PENDAHULUAN SPEECH DELAY

1. Anatomi dan Fisiologi Kemampuan Bicara


A. Kemampuan pemahaman bahasa
Berbahasa adalah cara manusia berkomunikasi antar sesama.
Berbahasa meliputi membaca, menulis, dan berbicara. Untuk dapat
berkomunikasi manusia terlebih dahulu harus mengerti suatu bahasa.
Setelah itu baru ia dapat memproduksi bahasa. Manusia memahami
suatu kata dari pengalamannya atau imanjinasinya. Manusia
mendapatkan kosakata dari apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan
sebagainya. Area cerebrum yang mengitegrasikan semua stimulus ini
menjadi kemampuan berbahasa adalah area Wernicke. Area Wernicke
terletak pada ujung posterosuperior girus temporalis superior. Area
Wernick berdekatan dengan area pendengaran primer dan sekunder.
Hubungan antara area pendengaran dengan area Wernicke
memungkinkan adanya interpretasi bahasa terhadap apa yang
didengar. Selain berhubungan dengan area pendengaran, area
Wernicke juga berhubungan dengan area asosiasi penglihatan. Oleh
karena itu pemahaman bahasa juga dapat terjadi melalui membaca

Gambar. 1 Area Wernicke serat hubungannya dengan area lain. Area Wernicke
menerima informasi dari area auditorik, visual, serta area interpretasi somatic.
B. Kemampuan Memproduksi Suara/Pembicaraan
Bagian otak yang berperan dalam produksi suara adalah area
Brocca. Area Brocca terletak pada girus frontalis inferior di antara ramus
ascendens anterior dan ascendens posterior fisura lateralis (area
brodmann 44 dan 45). Area ini berfungsi untuk menimbulkan pola
motorik pada laring, sistem respirasi, serta otot untuk berbicara. Area
lainnya yang berperan dalam produksi suara adalah insula, yang
berperan dalam pembentukan artikulasi. Area Wernicke berhubungan
dengan area Brocca melalui fasiculus arcuatus. Pada proses berbicara
area Wernicke memahami bahasa dan Area Brocca mengatur produksi
suara. Area Brocca selanjutnya mengirimkan informasi ke area motorik
untuk menghasilkan gerakan produksi bicara.

Gambar 2. Proses pembentukan bicara setelah stimulus visual. Stimulus penglihatan


diterima corpus geniculatorius lateral, selanjutnya dikirim ke area visual primer. Dari area
visual primer stimulus disampaikan ke area 18, lalu ke 39 sebelum sampai ke Area
Wernicke. Di area Wernick terjadi interpretasi dan proses pemilihan kata. Stimulus ini
disampaikan ke area Brocca untuk menciptakan pola motorik sebelum menuju area
motor primer.
C. Dominasi Hemisfer
Terdapat dominasi antara hemisfer kiri dan kanan cerebrum. Akan
tetapi terdapat perbedaan fungsi yang spesifik antara hemisfer yang
dominan dengan yang tidak. Hemisfer yang berperan dalam proses
urutan dan analisis disebut hemisfer kategorikal. Hemisfer lainnya
berfungsi dalam visuospasial, disebut sebagai hemisfer
representasional. Kemampuan berbahasa terutama berkembang pada
hemisfer kategorikal. Dominasi/lateralisasi hemisfer ini berkaitan dengan
penggunaan tangan sisi yang dominan. Misalnya: dominasi bahasa
hemisfer kanan hanya ditemukan pada 4 persen orang yang tangan
kanannya dominan, 15 persen yang tidak memiliki sisi dominan, dan 27
persen tangan kiri dominan. Pada 96% orang dengan dominasi tangan
kanan ditemukan hemisfer yang dominan adalah yang kiri.
Walaupun kemampuan berbahasa didominasi oleh hemisfer yang
dominan(atau kategorikal), bukan berarti hemisfer yang tidak
dominan(visuospasial) tidak berperan. Jika hemisfer yang dominan
rusak pada saat seseorang masih anak-anak, dapat terjadi pengalihan
dominasi ke hemisfer yang tidak dominan.

Gambar 3. Perbedaan Planum temporal hemisfer kiri dan kanan. Pada hemisfer yang
dominan lebih besar
2. Tinjauan Tentang Bahasa
A. Pengertian Bicara
Kemampuan bicara dan bahasa adalah dua hal yang diukur secara
terpisah dan secara bersama-sama dianggap mencerminkan
kemampuan lisan seorang anak secara keseluruhan. Pengertian antara
berbahasa dan berbicara adalah dua hal yang serupa tapi tidak sama,
menurut Benson kedua kemampuan tersebut juga sangat berkaitan
dengan proses berfikir,proses bicara berlangsung karena ingin
memenuhi kebutuhan menyampaikan pikiran atau perasaan (Rudiyanto,
2018).
B. Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh seseorang
untuk pergaulannya atau hubungannya dengan orang lain. Bahasa
merupakan alat bergaul oleh karena itu penggunaan bahasa menjadi
lebih efektif sejak individu memerlukan berkomunikasi dengan orang
lain. Sejalan dengan perkembangan hubungan sosial maka
perkembangan bahasa oleh anak dimulai dengan meraba (suara tanpa
arti) dan diikuti dengan bahasa satu kata,dua suku kata,menyusun
kalimat sederhana,dan seterusnya melakukan sosialisasi dengan
menggunakan bahasa yang kompleks (Sakun, 2016).
Perkembangan bahasa menjadi salah satu indikator bagi
keseluruhan kemampuan perkembangan kognitif anak yang pada
akhirnya berpengaruh terhadap pencapaian keberhasilannya
disekolahnya kelak. Perkembangan bahasa adalah suatu
perkembangan yang kontinyu terus-menerus dan kualitasnya semakin
lama semakin baik. Secara umum menurut Julia (2017), perkembangan
bahasa dibagi menjadi 4 periode yaitu :
1) Periode pralingual/preverbal(usia tahun pertama)
sampai dengan usia setahun orang mengatakan adalah usia makan
dan tidur belum mampu mengucapkan ucapan yang disebut bahasa
melakukan bahasa simbolik (non verbal).
2) Periode lingual dini/awal verbal( usia 1- 2,6 tahun)
Adalah, anak mulai memahami apa yang diucapkan oleh orang-
orang disekitarnya,perkembangan ini disebut perkembangan
semantik aktif.
3) Periode diferensiasi (Usia 2,6 - 5 tahun)
Periode ini perkembangan bahasa dan bicara anak berkembang
sangat cepat, perkembangan bicaranya berkembang seiring dengan
perkembangan kreativitas.
4) Periode pematangan (usia 5 tahun keatas)
Periode ini anak memantapkan kemampuan bahasa dan bicara
sesuai dengan tahap perkembangannya.

C. Aspek Bahasa yang Baik


Menurut Rudiyanto (2018), aspek bahasa yang baik meliputi:
1) Aspek Fonologi
Dimana anak membedakan dengan benar bunyian yang diucapkan
oleh orang sekitarnya
2) Aspek Gramatika
Aspek gramatika dibagi menjadi 2 :
a. Aspek morfologi ,dimana anak bisa mengenal kata kerja dan
kata benda untuk kemudian mampu membentuk kalimat
b. Aspek sintaksis, dimana anak mengenal struktur dan urutan
kalimat
3) Aspek Semantik
Dimana seorang anak bisa memahami apa yang diucapkannya.

3. Konsep Speech Deleyed


A. Definisi
Keterlambatan bicara (speech delayed) istilah yang sering
digunakan oleh para dokter tumbuh kembang anak sedangkan para
neurolog menyebutkannya sebagai developmental dysphasia ,dibagian
otak tidak terdapat cacat otak,tetapi masalahnya berupa masalah
tumbuh kembang. Seorang profesor yang ahli dibidang bicara,bahasa
dan pendengaran,dari universitas purdue bahwa masalah bicara anak
ini adalah masalah ketertinggalan perkembangan (Julia, 2017).
Keterlambatan bicara merupakan kegagalan pencapaian
tahapan perkembangan sesuai usianya.Keterlambatan dalam berbicara
adalah suatu kecenderungan dimana anak sulit dalam mengekspresikan
keinginan atau perasaan pada orang lain seperti, tidak mampu dalam
berbicara secara jelas, dan kurangnya penguasaan kosa kata yang
membuat anak tersebut berbeda dengan anak lain sesusianya
(Manipuspika, 2019).
Keterlambatan bicara didefinisikan sebagai ketika sampel bicara
percakapan anak lebih tidak koheren daripada yang diharapkan untuk
usia atau ditandai dengan pola kesalahan suara bicara yang tidak
sesuai untuk usia. (Sunderajan & Kanhere, 2019).

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterlambatan Bicara (Speech


Delay)
Menurut Khoriyah (2016), bebarapa faktor yang menyebabkan
keterlambatan berbicara pada anak dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan yaitu:
1) Faktor Genetik
Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah faktor genetik.
Faktor penyebab satu ini tidak bisa diubah. Keturunan dengan
riwayat keterlambatan berbicara dapat menjadikan anak memiliki
kondisi serupa. Pada faktor ini kemungkinanan anak memiliki
kelainan dari kromosom.
2) Penyakit Penyerta
Beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan berbicara
menurut Khaty, sebagai berikut:
a. Gangguan pendengaran
Anak yang mengalami gangguan pendengaran kurang,
mendengar pembicaraan disekitarnya
b. Kelainan Organ Bicara
Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan pada bentuk gigi dan
mandibula (rahang bawah), kelainan bibir sumbing/cleft
palateatau kelainan laring.
c. Retardasi Mental
Retardasi mental adalah kurangnya kepandaian seorang anak
dibandingkan anak lain seusianya.
d. Kelainan Sentral (otak)
Gangguan berbahasa sentral adalah ketidaksanggupan untuk
mengganbungkan kemampuan pemecahan masalah dengan
kemampuan berbahasa yang selalu rendah.
e. Cerbral Palasy
Cerebral palsy atau lumpuh otak adalah nama sekelompok
kondisi yang memengaruhi otot dan saraf. Hal ini membuat
perkembangan pada anak akan terganggu salah satunya
bahasa.
f. Autisme
Gangguan berbicara yang paling berat disebabkan karena
autisme.
3) Emosi
a. Gangguan Emosi dan Perilaku Lainnya
Baisanya disertai kesulitan belajar, hiperaktif, menjadi tidak
terampil, dan gejala lainnya.
b. Mutisme Selektif
Mutisme selektif baisanya terlihat pada anak berusia 3-5 tahun,
yang tidak mau berbicara pada keadaan tertentu, misalnya di
sekolah atau bila ada orang tertentu.
4) Faktor Lingkungan
Berbagai jenis keadaan lingkungan yang mengakibatkan
keterlambatan berbicara menurut Gouch, yaitu:
a. Lingkungan Yang Sepi
Bila stimulasi berbicara pada anak sejak awal kurang, tidak ada
yang ditiru, maka akan menghambat kemampuan berbicara dan
berbahasanya.
b. Status Ekonomi Sosial
Menurut hasil peelitian Carthy, anak-anak dari orangtua guru,
Dokter, Ahli Hukum mempunyai anak dengan perkembangan
bahasa yang lebih baik dibandingkan dengan anak dengan
orangtua pekerja semi terampil bahkan tidak terampil.
c. Teknik Pengajaran yang Salah
Cara berkomunikasi yang salah kepada anak sering
menyebabkan keterlambatan perkembangan berbicara dan
berbahasa pada anak, karena perkembangan berbahasa terjadi
karena proses meniru dan pembelajaran dari lingkungan.

Anak yang terlambat berbicara disebabkan oleh beberapa


faktor yang mempengaruhinya. Menurut Rumini dan Siti Sundari
memaparkan sembilan faktor yang mempengaruhi perkembangan
bicara anak diantaranya: kecerdasan, jenis disiplin, posisi urutan
anak, besarnya keluarga, status ekonomi sosial, ras, berbahasa
dua, suara yang sangat gaduh, dan gaya bicara. Ditambahkan
menurut Hurlock faktor yang melatarbelakangi anak speech delay
yaitu: anak kembar an jenis kelamin. Sedangkan Yusuf
menambahkan satu faktor lagi yaitu faktor kesehatan (Khoriyah,
2016).

C. Jenis Keterlambatan Bicara Berdasarkan Faktor penyebabnya


Menurut Yurita (2017), jenis keterlambatan bicara berdasarkan
faktor penyebabnya yaitu:
1) Disaudia
Merupakan terlambat bicara disesbabkan oleh gangguan
pendengaran.
2) Dislogia
Keterlambatan bicara disebabkan oleh kapasitas berfikir atau
kecerdasan yang dibawah normal
3) Distartia
Keterlambatan bicara yang disebabkan akibat dari adanya
keluimpuhan,kelemahan,gangguan koordinasi alat-alat ucap atau
organ.
4) Disglosia
Keterlambatan bicara disebabkan oleh psikososial yaitu faktor
lingkungan dan gejala psikologis.

Speech delay dibagi menjadi dua klaster:


1) Gangguan speech delay fungsional: gangguan ini tergolong
ringan dan terjadi karena kurangnya stimulasi atau pola asuh
yang salah.
2) Gangguan speech delay non-fungsional: gangguan ini merupakan
sebuah akibat karena adanya sebuah gangguan bahasa reseptif,
seperti autism ataupun ADHD (Attention Deficit Hyperactivity
Disorder) yang dialami anak.

D. Jenis Keterlambatan Bicara Berdasarkan Gangguan Bahasa


Menurut Ilham & Wijiati (2020), jenis gangguan bicara yang terjadi
berdasarkan gangguan bahasa yang dialami diantaranya
1) Gangguan bahasa ekspresif
Gangguan bahasa ekspresif yaitu kesulitan yang dialami oleh
anak untuk mengungkapkan apa yang ingin mereka katakan dan
anak mampu untuk memahami yang dikatakan oleh orang lain
namun sulit baginya untuk mengungkapkan kembali dalam bentuk
kalimat.
2) Gangguan bahasa reseptif
Gangguan bahasa reseptif diartikan sebagai kesulitan yang
dialami oleh anak usia dini dalam menerima pesan atau informasi
dari orang lain yang disampaikan melalui verbal atau suara
meskipun sebenarnya ia sedikit mengerti dengan pesan yang
disampaikan orang lain.
3) Gangguan bahasa reseptif ekspresif
Dimana anak mengalami dua gangguan bahsa sekaligus.
Gangguan bahasa reseptif terjadi ketika anak mengalami kesulitan
memahami bahasa. Gangguan bahasa ekspresif terjadi ketika anak
mengalami kesulitan berkomunikasi secara verbal.
4) Gangguan phonological
Phonological disorder adalah masalah perkembangan bahasa yang
meliputi artikulasi atau produksi suara. Anak dengan gangguan ini
mempunyai kesulitan dalam mengatur rate of speech atau terhambat
dalam mempelajari artikulasi dari suara-suara tertentu. Beberapa suara
yang sering disalahartikan adalah i,r,s,z,th, dan ch. Phonological
disorder seringkali terjadi pada anak usia prasekolah. Namun seiring
bertambahnya usia anak, biasanya anak dapat mengatasi
permasalahan ini.
5) Gagap
Gagap adalah kondisi yang mengganggu kemampuan
seseorang dalam berbicara. Kondisi ini ditandai dengan
pengulangan suku kata, kalimat, suara, atau pemanjangan
penyebutan suatu kata. Meski bisa dialami oleh siapa pun, kondisi
ini lebih sering diderita oleh anak-anak usia di bawah 6 tahun.

E. Manefestasi Klinis
Menurut Ilham, (2020), tanda-gejal yang muncul pada anak yang
mengalami speech delay sesuai dengan usia yaitu:

1) Tanda dan Gejala Speech Delay Anak Usia 6 -10 bulan


a. Pada usia 6 bulan anak tidak mampu memalingkan mata serta
kepalanya terhadap suara yang datang dari belakang atau
samping
b. Pada usia 10 bulan anak tidak memberi reaksi terhadap
panggilan namanya sendiri
2) Tanda dan Gejala Speech Delay Anak Usia 1 tahun (12 bulan)
a. Menggunakan bahasa tubuh seperti melambaikan tangan
‘good-bye’ atau menunjuk objek tertentu
b. Berlatih menggunakan beberapa konsonan yang berbeda
c. Vokalisasi atau melakukan komunikasi
3) Tanda dan Gejala Speech Delay Anak Usia 1-2 Tahun
a. Tidak memanggil ‘mama’ dan ‘dada’
b. Tidak menjawab bila dikatakan ‘tidak’, ‘halo’ dan ‘bye’
c. Tidak memiliki satu atau 3 kata pada usia 12 bulan dan 15 kata
pada usia 18 bulan
d. Tidak mampu mengidentifikasi bagian tubuh
e. Kesulitan mengulang suara dan gerakan
f. Lebih memilih menunjukkan gerakan daripada berbicara verbal

4) Tanda dan Gejala Speech Delay Anak Usia 2-5 Tahun


a. Tak mampu menyampaikan kata-kata atau frase secara
spontan
b. Tak mampu mengikuti petunjuk dan perintah sederhana
c. Kurang bunyi konsonan di awal atau akhir kata, seperti ‘aya’
(ayah), ‘uka’ (buka)
d. Tidak dipahami bicaranya oleh keluarga terdekat
e. Tak mampu untuk membentuk 2 atau 3 kalimat sederhana

F. Patofisiologi
Proses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak.
Struktur untuk pesan yang masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan
diteruskan melalui fasikulus arkuatum ke area Broca untuk penguraian
dan koordinasi verbalisasi pesan tersebut. Signal kemudian melewati
korteks motorik yang mengaktifkan otot-otot respirasi, fonasi, resonansi
dan artikulasi. Ini merupakan proses aktif pemilihan lambang dan
formulasi pesan. Proses enkode dimulai dengan enkode semantik yang
dilanjutkan dengan enkode gramatika dan berakhir pada enkode
fonologi. Keseluruhan proses enkode ini terjadi di otak/pusat pembicara.
Di antara proses dekode dan enkode terdapat proses transmisi,
yaitu pemindahan atau penyampaian kode atau disebut kode bahasa.
Transmisi ini terjadi antara mulut pembicara dan telinga pendengar.
Proses decode-encode diatas disimpulkan sebagai proses komunikasi.
Dalam proses perkembangan bahasa, kemampuan menggunakan
bahasa reseptif dan ekspresif harus berkembang dengan baik
(Hasanagh, 2019).
G. Pathway
H. Komplikasi
Menurut Hasim (2018), adapun komplikasi pada anak yang
mengalami speech delay yaitu:
1. Gangguan pada akademik
Anak-anak yang mengalami keterlambatan dalam berbicara
dan berbahasa akan mengakibatkan anak sulit mencapai
pemahaman. Lebih lanjut, anak akan sangat rentan dalam
kaitannya dengan pendidikan. Gangguan bicara dan bahasa yang
diidentifikasi saat usia 5 tahun, 72 persennya tetap mengalami
gangguan di usia 12 tahun.
2. Peningkatan risiko ansietas sosial
Anak dengan gangguan perkembangan bahasa akan memiliki
kadar kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan temannya
yang tidak mengalaminya. Anak yang mengalami keterlambatan
bicara memiliki peluang lebih besar untuk mengalami ketakutan
berlebihan saat bersosialisasi di usia 19 tahun. Selain itu, anak
akan mengalami gejala kecemasan akibat kegiatan bersosialisasi di
usia 31 tahun.
3. Kesulitan dalam pertisipasi sosial
Pada anak yang mengalami keterlambatan berbicara akan lebih
beresiko mengalami kesulitan dalam membangun hubungan
dengan teman sebaya. Kesimpulan tersebut dihasilkan dari
penelitian yang dilakukan lebih dari 9 tahun pada 171 anak berusia
7-16 tahun dengan riwayat gangguan bahasa

I. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hartono (2018), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk mendeteksi seseorang anak mengalami speech delay
diantarannya:

1) Tes DENVER II
Denver Developmental Screening Test (DDST) atau yang
dikenal dengan Tabel/Tes Denver merupakan alat skrining
tumbuh kembang anak untuk menemukan penyimpangan
perkembangan pada anak usia 0-6 tahun.
Tabel Denver II ini banyak dipergunakan untuk menemukan
terjadinya penyimpangan perkembangan, terutama perkembangan
berbicara pada anak. Tes ini juga tidak untuk mendiagnosa
ketidakmampuan dan kesukaran belajar, gangguan bahasa atau
gangguan emosional, subtitusi evaluasi diagnostik atau
pemeriksaan fisik anak. Tes Denver II bukanlah tes IQ, melainkan
untuk memantau perkembangan anak dari 4 aspek, yakni aspek
perilaku sosial, motorik halus, motorik kasar dan bahasa sesuai
dengan kelompok usia anak.
2) Tes BERA (Brainstem Evoked Response Auditory) atau ABR
(Auditory Brainstem Response)
Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga
(telinga luar) sampai ke otak. Cara kerjanya dengan memberikan
bunyik klik pada frekuensi yang berbeda–beda pada tingkat
kekerasan yang berbeda–beda pula responnya ditangkap langsung
oleh sensor di otak. Tesnya tidak menyakitkan (un-invasive), tidak
perlu respon aktif dari pasien dan hasilnya menyeluruh. Tes ini
adalah tes paling umum dalam mendeteksi gangguan pendengaran.
3) Tes OAE (Oto Acoustic Emission)
Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai rumah
siput tetapi terutama rumah siput. Cara kerjanya dengan
memberikan nada murni ke telinga dan menangkap responnya
melalui perubahan tekanan di saluran telinga. Tesnya juga tidak
menyakitkan dan tidak memerlukan respon aktif dari pasien serta
obyektif. Biasanya digunakan untuk mendeteksi gangguan
pendengaran khususnya akibat gangguan di telinga tengah karena
OME, OMA atau sensorinerual hearing loss (SNHL) yaitu kerusakan
sel saraf di rumah siput.
4) Tes Tympanometri
Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai telinga
tengah (tulang sanggurdi). Caranya mirip dengan OAE tapi
responnya dari defleksi (perubahan gerak) gendang telinga. Tesnya
juga tidak menyakitkan, obyektif dan tidak perlu respon aktif dari
pasien. Biasanya digunakan untuk mengeliminasi kemungkinan
gangguan telinga tengah jika hasil OAE menunjukkan respon
negatif.
5) Tes Audiometri
Pemeriksaan audiometri memerlukan : audiometer, ruang
kedap suara, dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar
yang adalah :
a. Audiometri nada murni,
Audiometri nada murni adalah tes dasar untuk mengetahui
ada tidaknya gangguan pendengaran. Selama tes, orang yang
dites akan mendengar nada murni yang diberikan pada
frekwensi yang berbeda melalui sebuah headphone atau ear
phone. Intensitas nada berangsur-angsur dikurangi sampai
ambang dengar, titik dimana suara terkecil yang dapat didengar
akan diketahui. Hasilnya ditunjukkan dalam desibel (dB) dan
dimasukkan ke bentuk audiogram.
Caranya dengan memberikan nada murni baik melalui
earphone (direct to ear) ataupun speaker (free field test) dan
meminta respon balik dari pasien apakah bunyi terdengar atau
tidak. Tesnya tidak menyakitkan namun agak subyektif dan
memerlukan respon aktif dari pasien. Cukup sulit dilakukan
khususnya untuk anak-anak.
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang
pendengaran pasien pada stimulus nada murni. Nilai ambang
diukur dengan frekwensi yang berbeda-beda. Secara kasar
bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas.
Grafiknya terdiri dari skala desibel. Suara dipresentasikan
dengan earphone (air conduction) dan skull vibrator (bone
conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan
adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone
conduction menggambarkan SNHL. Untuk anak–anak biasanya
dilakukan “Play Audiometri” yaitu uji pendengaran dengan
bermain dan diperlukan audiologist yang berpengalaman untuk
mendapatkan hasil yang baik. Biasanya untuk menguji
kemajuan/kemunduran fungsi pendengaran terutama pada
pasien gangguan pendengaran.
b. Audiometri tutur
Sedangkan pada audiometric tutur dites seberapa banyak
kemampuan mengerti percakapan pada intensitas yang
berbeda. Tes terdiri dari sejumlah kata-kata tertentu yang
diberikan melalui headphone atau pengeras suara free field.
Kata-kata tersebut harus diulangi oleh orang yang dites. Setelah
selesai, persentase berapa kata yang dapat diulang dengan
benar dapat diketahui.
6) TES ASSR (Auditory Steady State Response)
Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga
sampai ke otak. Cara kerjanya seperti BERA tapi yang diberikan
adalah nada murni seperti layaknya tes audiometri. Namun tidak
diperlukan partisipasi aktif dari pasien karena respon langsung
dicatat oleh sensor yang menangkap aktifitas otak. Tes ini tidak
menyakitkan dan tidak memerlukan respon aktif namun pasien
harus diam dan tenang dalam waktu yang cukup lama, kurang lebih
1 jam. Seringkali dianjurkan agar pasien ditidurkan atau diberi obat
tidur jika memang sulit, diminta untuk tetap tenang dan diam.
Digunakan untuk mendeteksi gangguan pendengaran pada bayi
dan anak - anak yang masih kecil.

J. Penatalaksanaan
Intervensi yang dapat dilakukan
Menurut Harianto (2020), Keterlambatan bicara yang dialami oleh
anak mengakibatkan mereka mengalami sejumlah hambatan, Seperti
kesulitan berkomunikasi hambatan belajar maupun berfikir. Berikut
adalah intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi keterlambatan
berbicara anak:
1) Orang tua dapat melatih wicara pada saat tahap preverbal seperti
rajin mengajak bicara, membacakan cerita.
2) Terapis wicara pada saat masih dalam tahap awal verbal untuk
melatih wicara dan tehnik artikulasi.
3) Disekolah oleh guru bahasa atau ahli bahasa.
4) Konsultasikan ke dokter atau psikolog terhadap tumbuh kembang
anak.
5) Berikan anak kesempatan untuk berinteraksi dengan teman-teman
sebayanya.
6) Mengajarkan pada anak dengan pengucapan yang jelas.
7) Melibatkan anak berbicara pada setiap keadaan.
8) Tidak mengikuti pola belajar anak yang salah (keliru).
Menurut Jalogo keluarga adalah tempat pertama dalam
mengembangkan kemampuan bahasa anak, kemampuan berbicara
dipengaruhi oleh pola asuh yang kreatif, inofatif.

Terapi yang dapat dilakukan


Terapi yang dapat dilakukan pada anak dengan keterlambatan
bicara adalah:
1. Terapi bicara
Terapi bicara yang biasannya menggunakan audio,vidio dan cermin
2. Terapi oral motorik
Terapi ini tidak melibatkan proses bicara melainkan seperti minum
dari sedotan,meniup balon,meniup terompet bertujuan agar
memperkuat otot yang digunakan untuk berbicara
3. Terapi intonasi melodi
Musik dan melodi yang bertempo lambat ,tekanan yang berbeda.

K. Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian
Fokus pengkajian pada anak 2- 3 tahun yang mengalami gangguan
bicara:
Data Subyektif :
1) Pada anak yang mengalami gangguan bahasa:
a. Umur berapa anak saudara mulai mengucapkan satu kata?
b. Umur berapa anak saudara mulai bisa menggunakan kata
dalam suatu kalimat?
c. Apakah anak anda mengalami kesulitan dalam mempelajari
kata baru?
d. Apakah anak anda sering menghilangkan kata-kata dalam
kalimat yang diucapkan?
e. Siapa yang mengasuh dirumah?
f. Bahasa apa yang digunakan bila berkomunikasi di rumah?
g. Apakah pernah diajar mengucapkan kata-kata?
h. Apakah anak saudara mengalami kesulitan dalam menyususn
kata-kata?
2) Pada anak yang mengalami gangguan bicara :
a. Apakah anak anda sering gagap dalam mengulang suatu kata?
b. Apakah anak anda sering merasa cemas atau bingung jika
ingin mengungkapkan suatu ide?
c. Apakah anda pernah perhatikan anak anda memejamkan mata,
menggoyangkan kepala, atau mengulang suatu frase jika
diberikan kata-kata baru yang sulit diucapkan?
d. Apa yang anda lakukan jika hal diatas ditemukan?
e. Apakah anak anda pernah/sering mengilangkan bunyi dari
suatu kata.
f. Apakah anak anda sering menggunakan akata-kata yang salah
tetapi mempunyai bunyi yang hampir sama dalam suatu kata?
g. Apakah anda kesulitan dalam mengerti kata-kata anak anda?
h. Apakah orang lain merasa kesulitan dalam mengerti kata-kata
anak anda?
i. Perhatikan riwayat penyakit yang berhubungan dengan
gangguan fungsi SSP seperti infeksi antenatal (rubbela
syndrome), perinatal (trauma persalinan), post natal (infeksi
otak, trauma kepala, tumor intra kranial, konduksi elektrik otak)
Data obyektif :
1. Kemampuan menggunakan kata-kata.
2. Masalah khusus dalam berbahasa seperti (menirukan, gagap,
hambatan bahasa, malas bicara).
3. Kemampuan dalam mengaplikasikan bahasa.
4. Umur anak.
5. Kemampuan membuat kalimat.
6. Kemampuan mempertahankan kontak mata.
7. Kehilangan pendengaran (kerusakan indera pendengaran).
8. Gangguan bentuk dan fungsi artikulasi.
9. Gangguan fungsi neurologis.

L. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan Komunikasi Verbal
2. Gangguan Tumbuh Kembang
3. Isolasi Sosial
4. Defisit Pengetahuan
5. Ansietas
M. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
SLKI SIKI

1 Gangguan Komunikasi Komunikasi Verbal (L.13118) Promosi Komunikasi: Defisit Bicara (I.13492)
Verbal (D.0119) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam Observasi
komunikasi verbal dapat meningkat dengan kriteria hasil : 1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume dan diksi
1. Kemampuan berbicara meningkat bicara
2. Kesesuaian ekspresi wajah meningkat 2. Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang
3. Kontak mata meningkat berkiatan dengan bicara
4. Afasia menurun 3. Monitor frustasi, marah, depresi
5. Pelo menurun 4. Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk
komunikasi

Terapeutik
1. Gunakan metode komunikasi alternatif
2. Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan
3. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
4. Ulangi apa yang disampaikan pasien
5. Berikan dukungan psikologis

Edukasi
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis
dan fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan
bicara

Kolaborasi
Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
4 Defisit Pengetahuan
5 Isolasi Sosial
6 Ansietas (D.0080) Tingkat Ansietas (L.09093) Terapi Relaksasi (I.09326)
1. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi Observasi
menurun 1. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif
2. Perilaku gelisah menurun digunakan
3. Perilaku tegang menurun 2. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah,
4. Pucat menurun dan suhu sebelum dan sesudah latihan
5. Pola tidur membaik 3. Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang nyaman
2. Gunakan pakaian longgar
3. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan
berirama
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis relaksasi
yang tersedia
2. Jekaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipillih
3. Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi

(SDKI,SIKI,SLKI 2019)
DAFTAR PUSTAKA

Harianto, E. (2020). Metode Bertukar Gagasan dalam Pembelajaran Keterlampilan Berbicara. Jurnal DITDIKTA. 9. (4).
Hartanto. (2018). Deteksi Keterlambatan Bicara dan Bahasa pada Anak. Jurnal Opini. 45. (7)
Hasanah, N., & Sugito, S. (2019). Analisis Pola Asuh Orang Tua terhadap Keterlambatan Bicara pada Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi :
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 4(2), 913. https://doi.org/10.31004/obsesi.v4i2.456.
Hasim, E. (2018). Perkembangan Bahasa Anak. Jurnal Ilmu Pendidikan. 9. (2).
Ilham M & Wijiati, I A. (2020). Keterlambatan Berbicara Pengantar Keterampilan Berbahasa. Pasuruan. P. 30
Julia, Maria Van Tiel. 2017. Anakku Gifted Terlambat Bicara. Jakarta: KENCANA, hlm 2
Khoriyah, dkk. 2016. Model Pengembangan Kecakapan Anak yang Terlambat Berbicara. Aceh: Universitas Syiah Kuala Darrussalam,
hlm 39
Manipuspika, Y. S. (2019). Phonological Development of Children With Speech Delay. RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, 5(1), 12-22.
https://doi.org/10.22225/jr.5.1.898.12-22
Rudiyanto Ahmad, Perkembangan Motorik Kasar Dan Motorik Halus Anak Usia Dini, Lampung: Darussalam Press, 2016.
PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI
PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI
Sunderajan, T., & Kanhere, S. V. (2019). Speech and language delay in children: Prevalence and risk factors. Journal of family medicine
and primary care, 8(5), 1642–1646. https://doi.org/10.4103/jfmpc.jfmpc_162_19
Yurita, Erviana. 2017. Strategi Guru Dalam Menangani Gangguan Berbahasa Khusus Serta Implikasinya Terhadap Ketrampilan Sosial
Anak Usia Dini. Yogyakarta: UIN sunnan Kalijaga, hlm.4

Anda mungkin juga menyukai