Anda di halaman 1dari 87

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

A DENGAN DIAGNOSA
MEDIS DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG CEMARA
RUMAH SAKIT UMUM KOTA TARAKAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

OLEH:
ARIS JUNAIDI
1830702053

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2021
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN DIAGNOSIS
DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG CEMARA
RUMAH SAKIT UMUM KOTA TARAKAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

OLEH:
ARIS JUNAIDI
1830702053

Laporan Tugas Akhir


Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya Keperawatan
pada
Universitas Borneo Tarakan

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Tugas Akhir : Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosis Diabetes


Melitus Tipe 2 Pada Tn. A Di Ruang Cemara
Rumah Sakit Umum Kota Tarakan
Nama : Aris Junaidi
NPM : 1830702053

Disetujui Oleh:

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dewy Haryanti Parman, S.Kep.Ns., M.Kep.Sp.KMB Najihah, S.Kep.Ns., M.Kep


NIP. 197902172003122008 NIP. 198801060320192018

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Sulidah, S.Kep.Ns., M.Kep


NIP. 196902061999031003

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan
Tugas Akhir dengan judul “ Asuhan keperawatan pada Tn. A dengan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Ruang Cemara Rumah Sakit Umum Kota Tarakan”.
Penyusunan Laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat dalam
menyelesaikan program pendidikan Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Borneo Tarakan. Laporan Tugas Akhir ini disusun setelah mahasiswa
mengikuti ujian akhir program tahap satu di Rumah Sakit dan mahasiswa diharuskan
mengelola sebuah kasus dalam bentuk asuhan keperawatan. Selama penyusunan
Laporan Tugas Akhir ini penulis banyak mengalami hambatan dan kesulitan, namun
berkat bimbingan dan bantuan dari banyak pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Adri Patton M.Si, selaku Rektor Universitas Borneo Tarakan
2. dr. Joko Haryanto, MM, selaku Direktur Rumah Sakit Umum Kota Tarakan beserta
segenap jajarannya yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
praktik dan mengambil kasus di Rumah Sakit Umum Kota Tarakan.
3. Sulidah, S.Kep,Ns.,M.Kep, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Borneo Tarakan serta sebagai Penguji dua yang telah memberikan motivasi selama
penulis mengikuti perkuliahan di Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Borneo Tarakan.
4. Yuni Retnowati, SST.,M.Keb, selaku Wakil Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Borneo Tarakan
5. Fitriya Handayani, S.Kep,. Ns. M.Kep, selaku Sekretaris Jurusan Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan yang telah memberikan
semangat dan motivasi yang sangat bermanfaat kepada penulis dalam
menyelesaikan laporan tugas akhir ini.
6. Paridah S.Kep, Ns., M.Kep, selaku Ketua Prodi D3 Jurusan Keperawatan Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan

ii
7. Dewy Haryanti Parman, S.Kep, Ns., M.Kep, Sp.Kep.MB, selaku dosen
pembimbing satu yang dengan kesabaran dan keuletan beliau dalam mengarahkan
dan membimbing penulis selama proses laporan tugas akhir ini serta selaku dosen
penguji tiga Laporan Tugas Akhir ini.
8. Najihah, S.Kep, Ns., M.Kep, selaku dosen pembimbing dua yang dengan kesabaran
dan keuletan beliau dalam mengarahkan dan membimbing penulis selama proses
laporan tugas akhir ini dan selaku dosen penguji tiga Laporan Tugas Akhir ini.
9. Maria Imaculata Ose, S.Kep, Ns., M.Kep, selaku penguji satu laporan tugas akhir.
10. Ahmat Pujianto, S.Kep, Ns., M.Kep, selaku Penasehat Akademik yang telah
membimbing dan memberikan motivasi selama menuntut ilmu di Jurusan
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan.
11. Para dosen di Jurusan Keperawatan Fakulas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo
Tarakan yang telah memberikan ilmu dan wawasan yang sangat bermanfaat kepada
penulis selama ini.
12. Semua tenaga pendidikan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan
yang telah membantu dalam bidang akademik.
13. Kepala Ruang Perawatan Cemara beserta seluruh staf Ruang Perawatan Cemara
Rumah Sakit Umum Kota Tarakan atas bimbingannya dan arahan selama
melakukan praktik asuhan keperawatan hingga selesai.
14. Klien Tn. A dan keluarga atas kerja samanya sehingga penulis tidak banyak
mendapatkan kendala dalam memperoleh data dan memberikan asuhan
keperawatan sebagai klien binaan.
15. Kedua orang tua saya tercinta Bapak Adrianto Liputo dan Ibu emy Nur yang telah
berkorban segala hal dan selalu mendoakan keberhasilan serta memberikan
dukungan yang sangat besar selama masa pendidikan.
16. Saudara-saudara saya tercinta Amin Febrianto Liputo dan Rahmad Almuhaimin
yang telah membantu dan menyemangati saya saat menyelesaikan laporan tugas
akhir ini.
17. Para rekan-rekan senior yang telah memberikan bantuan dukungan serta
menggoreskan cerita suka duka selama pendidikan.
18. Teman-teman tercinta saya Jume, Rawiyah, Ayu, Serliana, Putri, Ade, atas
dukungan dalam menyusun laporan tugas akhir ini.

iii
19. Sahabat tercinta dari Harus Sabar Squad Rido, Anen, Dita, Fail, Taya, Cunu, Lulu,
Ujang, Nurul atas dukungan serta semangat yang tiada henti-hentinya selama
proses awal perkuliahan sampai sebentar lagi berakhir pendidikan.
20. Teman-teman lokal C-1 Keperawatan yang selama ini menemani dari awal
pendidikan hingga akhir serta saling mendukung dan memberikan motivasi satu
sama lain
21. Rekan-rekan departemen KMB dan mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Borneo Tarakan angkatan XVI (Eritrosit) yang telah
memberi dorongan semangat dan doa kepada penulis.
Penulis menyadari Laporan Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan,
untuk ini penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari banyak pihak yang bersifat
membangun demi perbaikan Laporan Tugas Akhir ini di masa yang akan datang.
Penulis berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pembaca dan
pengembangan ilmu keperawatan

Tarakan, 14 Juni 2021

Aris Junaidi

iv
ABSTRAK
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Komplikasi dari Diabetes
dapat diklasifikasikan sebagai mikrovaskuler dan makrovaskuler. Penyebab utama
penyakit ini dikarenakan oleh pola hidup yang mengkonsumsi makanan yang tinggi
kalori, rendah serat dan jarang olahraga. Menurut International Diabetes Federation
(IDF), di dunia lebih dari 382 juta orang menderita penyakit DM. Sedangkan menurut
(WHO), Indonesia menempati urutan keempat jumlah penderita diabetes terbesar di
Dunia dengan prevalensi 8,2 juta penderita. Bahkan diperkirakan akan terus meningkat
sekitar 600 juta jiwa pada tahun 2035. Laporan Tugas Akhir ini menggunakan metode
deskriptif dengan tipe studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan dengan tahap
pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Tujuan
Laporan Tugas ini penulis mendapat gambaran nyata dalam menerapkan Asuhan
Keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus Tipe 2. Subjek laporan ini adalah Tn.
A dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Perawatan Cemara Rumah Sakit Umum
Kota Tarakan dari tanggal 12-14 April 2021. Pada saat melakukan asuhan keperawatan
penulis menemukan kesenjangan antara teori dan kasus pada Tn. A dimulai dari
pengkajian aktivitas/istirahat, sirkulasi, eliminasi, nyeri/kenyamanan dan pernapasan.
Untuk diagnosis keperawatan Tn. A Ketidakstabilan kadar glukosa darah, nyeri akut,
gangguan integritas jaringan, gangguan mobilitas fisik, defisit pengetahuan, intervensi
harus sesuai dengan kondisi dan sarana prasarana. Evaluasi hasil yang didapatkan dari
lima diagnosa keperawatan 2 teratasi dan 3 belum teratasi. Diagnosa teratasi yaitu nyeri
akut dan defisit pengetahuan.

Kata kunci : Asuhan Keperawatan, dan Diabetes Melitus Tipe 2

v
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
ABSTRAK............................................................................................................v
DAFTAR ISI........................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................vii
DAFTAR BAGAN.............................................................................................viii
DAFTAR SINGKATAN......................................................................................ix
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................2
1.2 Tujuan Penulisan...............................................................2
1.3 Metode Penulisan..............................................................3
1.4 Sistematika Penulisan.......................................................3
BAB 2 : LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Medis.........................................................5
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan...............................15
BAB 3 : LAPORAN KASUS
3.1 Pengkajian.......................................................................34
3.2 Penyimpangan KDM.......................................................49
3.3 Diagnosis Keperawatan...................................................50
3.4 Intervensi Keperawatan...................................................50
3.5 Implementasi Keperawatan.............................................52
3.6 Evaluasi Keperawatan.....................................................61
BAB 4 : PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian.......................................................................64
4.2 Diagnosis Keperawatan...................................................67
4.3 Perencanaan....................................................................71
4.4 Implementasi...................................................................71
4.5 Evaluasi...........................................................................72
BAB 5 : PENUTUP
5.1 Kesimpulan.....................................................................73
5.2 Saran................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................75
LAMPIRAN-LAMPIRAN......................................................................................

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.2 Anatomi Pankreas dan Limpa.........................................................5

vii
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Penyimpangan KDM Diabetes Melitus.....................................................14

Bagan 3.1 Genogram Keluarga Tn. A........................................................................35

Bagan 3.2 Penyimpangan KDM Tn. A.......................................................................49

viii
DAFTAR SINGKATAN

PTM : Penyakit Tidak Menular

DM : Diabetes Melitus

MODY : maturity-onset diabetes of the young

PCOS : polycystic ovary sindrome

TGT : toleransi glukosa terganggu

GDPT : glukosa darah puasa terganggu

BC : Balance Cairan

PAD : peripheral Arterial Diseases

WHO : World Health Organization

UKD : ulkus kaki diabetes

GCS : Glasgow Coma Scale

BB : Berat Badan

TTV : Tanda – Tanda Vital

TD : Tekanan Darah

HR : Heart Rate

CRT : Capillary Refill Time

IWL : Insensible Water Loss

TENS : Transcutaneous Nerve Stimulation

ICS : Intercostal

ix
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sehat adalah suatu keadaan dimana tidak hanya terbebas dari penyakit atau
kelemahan, tetapi juga adanya keseimbangan antara fungsi fisik, mental, dan
sosial. Sehingga pengukuran kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan
meliputi tiga bidang fungsi yaitu: fisik, psikologi (kognitif dan emosional), dan
sosial. Sampai saat ini faktor penyebab turunnya kualitas hidup pada manusia
baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama belum diketahui secara pasti.
Masalahnya antara lain sulitnya melakukan penelitian terhadap manusia untuk
mencari hubungan sebab-akibat. Diakui masalahnya sangat kompleks dan
banyak faktor (multifaktorial) yang berpengaruh terhadap kualitas hidup
manusia (Tim Riskesdas, 2018)
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan
yang menjadi perhatian nasional maupun global pada saat ini. Data WHO tahun
2008 menunjukan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi, 36 juta atau hampir
dua pertiganya disebabkan oleh PTM. Di negara dengan tingkat ekonomi rendah
sampai menengah, 29% kematian yang terjadi pada penduduk berusia kurang
dari 60 tahun disebabkan oleh PTM (Warganegara & Nur, 2016)
Pravelensi pada tahun 2013 diperkirakan sebanyak 382.000.000 orang
telah menderita Diabetes Melitus diseluruh dunia. Jumlah tersebut diperkirakan
akan bertambah hingga lebih dari 580.000.000 orang pada tahun 2035. Indonesia
menempati urutan ketujuh dalam daftar 10 negara dengan jumlah penderita DM
terbesar di dunia. 3 Prevalensi DM di Indonesia sebesar 2,1%. Prevalensi
diabetes yang tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%),
Sulawesi Utara (2,4%), dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi DM di
Provinsi Lampung sebanyak 0,7% (Harista & Lisiswanti, 2015)
Pravelensi DM berdasarkan Diagnosa Dokter pada penduduk semua umur
menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Utara diperkirakan sebanyak
7.574 orang. Pravelensi tertinggi terdapat di Tarakan (2,08%), Tana Tidung

1
(1,85%), Bulungan (1,58%), Nunukan (1,25%), Malinau (0,86%) (Tim
Riskesdas, 2018)
Diabetes Melitus adalah salah satu penyakit tidak menular yang paling
sering terjadi secara global. Penyakit ini menempati urutan keempat penyebab
kematian di sebagian besar negara berkembang. Diabetes Melitus dikenal
sebagai penyakit yang heterogen yang biasanya ditandai dengan kadar gula
darah yang tinggi dan toleransi glukosa terganggu, serta kekurangan insulin,
kelemahan keekfetifan peran insulin, ataupun karena kedua alasan tersebut.
Berdasarkan etiologi dasar dan gejala klinis yang dialami, Diabetes Melitus
dikategorikan menjadi 4 tipe yaitu diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes
gestasional, dan tipe spesifik (Awaliyah Nor Faida, 2019)
Dari data diatas menunjukan bahwa penyakit diabetes melitus mengalami
peningkatan dikarenakan berbagai faktor salah satunya pola hidup yang tidak
sehat. Tingginya kejadian kasus DM, maka penulis tertarik untuk membuat
Laporan Tugas Akhir dengan kasus Diabetes Melitus Tipe 2 di ruang Cemara
Rumah Sakit Umum Kota Tarakan sebagai Laporan Tugas Akhir Jurusan
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan dengan
Judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. A dengan Diagnosis Diabetes Melitus
Tipe 2 di Ruang Cemara Rumah Sakit Umum Kota Tarakan”.
1.2 Tujuan penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
Mendapatkan pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan pada Tn. A
dengan Diabetes Melitus Tipe 2 dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan secara holistik dan komperehensif.
1.2.2. Tujuan Khusus
1.2.2.1 Melaksanakan proses keperawatan pada Tn. A dengan diagnosa Diabetes
Melitus tipe 2
1.2.2.2 Membahas kesenjangan antara teori dan praktik asuhan keperawatan pada
Tn. A dengan diagnosa Diabetes Melitus tipe 2
1.2.2.3 Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan
proses keperawatan pada Tn. A dengan diagnosa Diabetes Melitus tipe 2

2
1.2.2.4 Melaksanakan pemecahan masalah pada klien Tn. A dengan diagnosa
Diabetes Melitus tipe 2
1.3 Metode Penulisan
Penulis laporan tugas akhir ini menggunakan metode deskriptif studi kasus
dengan pendekatan proses keperawatan dan studi kepustakaan dengan tahapan
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
1.3.2 Studi Kepustakaan
Penulis mengambil informasi dari buku-buku dan jurnal- jurnal
keperawatan tentang diabetes melitus tipe 2 sebagai sumber dan pedoman untuk
memperoleh materi penyakit dan kompilikasi pada Diabetes Melitus tipe 2.
1.3.3 Metode Wawancara
Penulis mengumpulkan data terkait status kesehatan klien menggunakan
metode anamnesa. Terdapat 2 jenis metode anamnesa yang digunakan yaitu auto
anamnesa, dimana penulis secara langsung melakukan wawancara kepada pasien
dan yang kedua menggunakan metode allo anamnesa dimana penulis
mewawacarai keluarga pasien untuk mendapatkan informasi yang diperlukan
berkaitan dengan kesehatan pasien.
1.3.4 Observasi
Pengumpulan data ini penulis mengadakan pengamatan dengan cara observasi
langsung kepada Tn. A sebagai data untuk menegakkan diagnosa keperawatan.
1.3.5 Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data-data, mencatat intervensi
yang telah dilakukan dan menulis proses terapi yang berhubungan dengan materi
pembahasan seperti rekapitulasi kasus dan rekam medis Rumah Sakit Umum
Kota Tarakan.
1.3.6 Pemeriksaan Fisik
Melakukan pemeriksaan keadaan umum dan head to toe kepada klien dengan
teknik atau cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan aukultasi.
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan tugas akhir ini, sistematika yang digunakan adalah sebagai
berikut:

3
1.4.1 Bab satu, yaitu pendahuluan yang menguraikan latar belakang, tujuan penulisan,
metode penulisan, dan sitematika penulisan.
1.4.2 Bab dua, yaitu landasan teori yang menguraikan tentang konsep dasar medis
meliputi pengertian, anatomi fisiologi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, komplikasi, penyimpangan KDM
teori, dan konsep dasar asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
1.4.3 Bab tiga, yaitu laporan kasus yang terdiri dari pengkajian, penyimpangan KDM,
diagnosis keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi.
1.4.4 Bab empat, pembahasan yang berisi perbandingan atau perbedaan antara proses
keperawatan secara teoritis dengan aplikasi nyata di lapangan, dengan kesenjangan
tersebut nantinya akan dibahas berdasarkan hasil pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.
1.4.5 Bab lima, berisi kesimpulan dari seluruh penulisan laporan tugas akhir ini dan
saran yang ditunjukan untuk perbaikan selanjutnya.

4
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Medis


2.1.1 Pengertian
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan membran electron. Diabetes Melitus
adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak dapat memproduksi insulin
yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkan
secara efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur gula darah. Hiperglikemia atau
gula darah yang meningkat merupakan efek umum dari diabetes tidak terkontrol
yang menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh. (Murtiningsih et al.,
2021)
Ulkus Diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya
komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati,
keadaan lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan
dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aoerob maupun anaerob.
(Supriyadi, 2017)
Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa DM adalah gangguan
metabolisme yang ditandai dengan hipergikemia yaitu peningkatan kadar glukosa
darah akibat sel beta pankreas memproduksi insulin dalam jumlah sedikit dan juga
adanya gangguan pada fungsi insulin atau resistensi insulin.

5
2.1.2 Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomo Pankreas dan Limpa


(sumber : Subiyanto, 2019)

Pankreas terletak di rongga perut, tepat di belakang perut, dan umumnya


panjangnya sekitar 22 cm. Pankreas terletak jauh di ruang retroperitonoeal erat
berkaitan dengan sejumlah struktur, termasuk bagian pertama dan kedua duodenum
yang terletak di sebelah kanan kepala pankreas dan saluran empedu terletak
diantara keduanya. Berat pankreas sekitar 75-1000 gram pada dewasa, dan 80-90%
terdiri dari jaringan asinar eksokrin (Subiyanto, 2019)
Kelenjar yang terdapat di pankreas adalah kelenjar endokrin dan eksokrin,
letaknya berada di retroperitoneal rongga abdomen atas dan terbentang horizontal
dari cincin duodenal ke klien, serta memiliki panjang sekitar 10-20 cm dan lebarnya
2,5-5 cm. kelenjar yang terdapat di pankreas juga disebut sebagai kelenjar
aksesorius. Pada masing-masing kelenjar memiliki fungsi yang berbeda-beda,
fungsi dari kelenjar endokrin adalah membantu menyekresikan hormon dari pulau
Langerhans, sedangkan kelenjar eksokrin membantu menyekresikan enzim
pencernaan. Pulau Langerhans yang berdiameter 75-150 mikron memiliki empat
macam sel (Haryono dan Susanti, 2019) :
1) Sel alfa yang terdiri dari 20% menyekresikan hormon glukagon
2) Sel beta yang terdiri dari 75% menyekresian insulin
3) Sel deta yang terdiri dari 5% menyekresikan somatostosin yang bisa menekan
keluarnya (inhibitor) hormon pertumbuhan, insulin, dan gastrin
4) Sel-F menyekresikan polipeptida pankreas

6
2.1.3 Klasifikasi
Diabetes dapat diklasifikasikan ke dalam kategori umum berikut (Huang, 2018) :
1) Diabetes Melitus tipe 1
destruksi sel beta, biasanya sampai kepada defisiensi insulin yang absolut
2) Diabetes Melitus tipe 2
biasanya berawal dari resistensi insulin yang predominan dengan defisiensi
insulin relatif menuju ke defek sekresi insulin yang predominan dengan
resistensi insulin
3) Diabetes Melitus gestasional
Diabetes Melitus yang terdiagnosis pada kehamilan trimester kedua atau ketiga
tanpa riwayat Diabetes Melitus sebelumnya
4) Diabetes Melitus tipe spesifik lainnya akibat penyebab lain
seperti sindrom diabetes monogenik diabetes pada neonatus, maturity-onset
diabetes of the young atau MODY, penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic
fibrosis), diabetes akibat pengaruh obat (seperti pada penggunaan
glukokortikoid.
2.1.4 Etiologi dan Faktor Risiko
2.1.4.1 Etiologi
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-
95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45
tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 dikalangan remaja dan anak-anak
populasinya meningkat. Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum
sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup
besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi
lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan.Obesitas atau kegemukan
merupakan salah satu faktor pradisposisi utama. Penelitian terhadap mencit dan
tikus menunjukkan bahwa ada hubungan antara gen-gen yang bertanggung jawab
terhadap obesitas dengan gen-gen yang merupakan faktorpradisposisi untuk DM
Tipe 2.

7
2.1.4.2 Faktor Risiko
Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2, berkaitan
dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah, faktor risiko
yang dapay diubah dan faktor lain. Menurut American Diabetes Association (ADA)
bahwa DM berkaitan dengan faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi keluarga
dengan DM (first degree relative), umur lebih dari 45 tahun, etnik, riwayat
melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah
menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan berat badan rendah (<2,5 kg).
Faktor risiko yang dapat diubah meliputi obesitas berdasarkan IMT >25 kg/m² atau
lingkar perut ≥80 cm pada wanita dan ≥90 cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas
fisik, hipertensi, dislipidemi dan diet tidak sehat.
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita polycystic
ovary sindrome (PCOS), penderita sindrom metabolik memiliki riwayat toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya,
memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler seperti stroke, PJK, atau PAD (peripheral
arterial Diseases), konsumsi alkohol, faktor stres, kebiasaan merokok, jenis
kelamin, konsumsi kopi dan kafein (Trisnawati et al., 2013)
2.1.5 Patofisiologi
Menurut Haryono (2019), Diabetes melitus tipe 2 termasuk ke dalam jenis
sindrom heterogen yang ditandai dengan adanya kelainan metabolism karbohidrat
dan lemak. Penyebab dari adanya diabetes tipe 2 adalah multi-faktorial yang
melingkupi unsur genetik dan lingkungan yang dapat mempengaruhi sel beta dan
jaringan seperti jaringan otot, hati, jaringan adipose, dan pankreas agar dapat sensitif
terhadap insulin. Mekanisme atau penyebab yang mengendalikan interaksi
pada kedua gangguan tersebut hingga sampai saat ini belum dapat diketahui dengan
pasti.
Terdapat beberapa faktor yang disebut-sebut sebagai kemungkinan dalam
menghubungkan resistensi insulin dan disfungsi sel beta dalam patogenesis diabetes
tipe 2. Faktor-faktor tersebut ditentukan dari sebagian besar individu yang menderita
diabetes tipe 2, yaitu mengalami obesitas, dengan pusat adipositas viseral. Oleh
karena itu, jaringan adiposa memainkan peran penting dalam patogenesis diabetes

8
tipe 2. Meskipun paradigma utama yang digunakan untuk menjelaskan hubungan ini
adalah hipotesis portal atau viseral yang memberikan peran kunci dalam
peningkatan konsentrasi asam lemak nonesterifikasi. Ada dua paradigma baru yang
muncul setelah paradigma utama ditegakkan, yakni :
1) Sindrom penyimpanan lemak ektopik atau deposisi trigliserida diotot, hati dan
sel pankreas.
2) Jaringan adiposa sebagai hipotesis organ endokrin yang meliputi sekresi sebagai
adipocytokins, yaitu leptin, TNF-alpha, resistin, adiponektin yang terlibat dalam
resistensi insulin dan kemungkinan berpengaruh juga terhadap disfungsi sel beta.
Menurut Saputra (2014), Patofisiologi pada diabetes melitus tipe 2 dirumuskan
dalam lima hal, yaitu :
1) Diabetes melitus tipe 2 adalah keadaan dimana pelepasan insulin berkurang dan
terganggunya reseptor insulin dalam jaringan perifer
2) Deplesi insulin di sel-sel yang dependen insulin mengakibatkan laju ambilan
glukosa pada sel berkurang secara nyata
3) Glukoneogenesis mengalami peningkatan karena berkurangnya stimulus
metabolisme glukosa, di mana keadaan tersebut menyebabkan hiperglikemia dan
glukosuria.
4) Insulin yang berkurang dapat memicu pelepasan asam-asam lemak bebas yang
tidak dapat dimetabolisir dan dilepaskan dalam bentuk keton bodies kedalam
darah dan urine.
5) Insulin yang berkurang juga bisa menekan sintesis protein sehingga terjadi
pelepasan asam-asam amino yang akan diubah menjadi glukosa dan keton dalam
hati.
2.1.6 Manifestasi Klinis
Menurut Haryono (2019) manifestasi klinis Diabetes Melitus tipe 2, yaitu :
2.1.6.1 Buang air kecil dimalam hari dengan intensitas tinggi atau sering
2.1.6.2 Merasa haus dan lapar meski telah cukup minum dan makan
2.1.6.3 Merasa lelah meski sudah istirahat cukup
2.1.6.4 Gangguan penglihatan yang disebabkan oleh adanya perubahan pada bentuk
lensa dimata
2.1.6.5 Penurunan berat badan

9
2.1.6.6 Luka sukar sembuh
2.1.6.7 Tubuh mudah terserang infeksi
2.1.6.8 Meningkatnya kadar gula dalam darah
2.1.6.9 Merasa gatal-gatal
2.1.6.10 Mulut terasa kering
2.1.6.11 Hipotensi
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan
darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler. Berikut adalah
pemeriksaan diagnostik diabetes mellitus (Zahra, 2013)
2.1.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan DM meliputi (Perkeni, 2019):
1) Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2) Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3) Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi
nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan
obat anti hiperglikemia secara oral ataupun suntikan.
2.1.8.1 Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat perlu dilakukan sebagai bagian
dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan
DM secara holistik (Perkeni, 2019).
2.1.8.2 Terapi Nutrisi Medis
Terapi nutrisi medis merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DM

10
secara komprehensif. Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh
dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan lain serta pasien dan
keluarganya). Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada
mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi
insulin itu sendiri (Perkeni, 2019).
2.1.8.3 Latihan Fisik
Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.
Program latihan fisik secara teratur dilakukan 3-5 hari dalam seminggu selama
sekitar 30-45 menit dengan total 150 menit per minggu dengan jeda antar latihan
tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan fisik selain menjaga kebugaran juga
dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan fisik yang dianjurkan berupa latihan
fisik bersifat aerobik dengan intensitas sedang seperti jalan cepat, bersepeda santai,
jogging dan berenang. Latihan fisik sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran fisik. Intensitas latihan fisik pada penyandang DM yang relatif sehat bisa
ditingkatkan, sedangkan pada penyandang DM yang disertai komplikasi intensitas
latihan perlu dikurangi dan disesuaikan dengan masing-masing individu (Perkeni,
2019).
2.1.8.4. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan (Perkeni, 2019).
1). Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat anti-hiperglikemia oral dibagi menjadi
beberapa golongan:
(1) Pemacu sekresi insulin (Insulin Secretagogue)
(2) Peningkat sensitivitas terhadap insulin
(3) Penghambat alfa glukosidase
(4) Penghambat enzim Dipeptydil Peptidase-4 (DPP-4 inhibitor)
(5) Penghambat ensim Sodium Glucose co- Transporte 2

11
Tabel 2.2 Profil obat antihiperglikemia oral yang tersedia di Indonesia
Golongan Obat Cara Kerja Utama Efek Samping Penurunan
Utama HbA1c
Metformin Menurunkan produksi Dispepsia,diare, 1,0 - 1,3%
glukosa hati dan asidosis laktat
meningkatkan
sensitifitas terhadap
insulin
Thiazolidinedione Meningkatkan Edema 0,5 - 1,4 %
sensitifitas terhadap
insulin
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi BB naik 0,4 – 1,2 %
insulin hipoglikemia
Glinid Meningkatkan Sekresi BB naik 0,5 – 1,0 %
Insulin hipoglikemia
Penghambat Alfa Menghambat absorbsi Flatulen, tinja 0,5 – 0,8 %
– Glukosidase glukosa lembek

Penghambat Meningkatkan sekresi Sebah, muntah 0,5 – 0,9 %


DPP-4 insulin dan menghambat
sekresi glukagon
Penghambat Menghambat reabsorbsi Infeksi saluran 0,5 – 0,9 %
SGLT-2 glukosa di tubulus distal kemih dan grnitalia

2). Obat Antihiperglikemia Suntik


Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi
insulin dan agonis GLP-1.

2.1.9 Komplikasi

12
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasiakut dan
kronis. Menurut Perkeni komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu
(Perkeni, 2019) :
2.1.9.1 Komplikasi Akut
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah seseorang di bawahnilai normal
(< 50 mg/dl).Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM yang
dapat dialami 1-2 kali per minggu, Kadar gula darah yang terlalu rendah
menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak
berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan.
2) Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat secara tiba-tiba,
dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara
lain ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan
kemolakto asidosis
2.1.9.2 Komplikasi Kronis
1) Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler yangumum berkembang pada penderita DM
adalah trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami
penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke.
2) Komplikasi mikrovaskuler
Terdapat 3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada
penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart
disease =CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh
darah perifer (peripheral vascular disease = PVD). Walaupun komplikasi
makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering
merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang
umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan.
Kombinasi dari penyakit-penyakit komplikasi makrovaskular dikenal
dengan berbagai nama, antara lain Syndrome X, Cardiac
Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin
Resistance Syndrome (Sugiarto, 2015).

13
2.1.10 Penyimpangan KDM
Usia
Obesitas

14
usia 65 obesitas

proses kurang resetor


insulin
penurunan
fungsi organ sel-sel pankreas

penurunan fungsi kelenjar produksi


insulin

kadar glukosa
darah

diabetes melitus

hiperglike mikrovaskuler makrovaskular


glukosur peningkatan
poli retensi glukosa kerusakan pembuluh otak
kehilangan elektrolit kapiler
dehidrasi metabolisme kerusakan pembuluh darah
keletihan trombos dan jaringan
merangsang gangguan suplai darah
lapar dan haus kekurangan volume cairan gangguan suplai ke mata
tidak ada suplai darah, nutrisi
berat badan perubahan persepsi
hipoksis jaringan
ketidakseimbangan nurtisi kurang tepapar informasi
kurang dari kebutuhan kerusakan dan kematian
kurang pengetahuan jaringan

kerusakan integritas jaringan ulkus DM


risiko infeksi
Bagan 2.1 Penyimpangan KDM Diabetes melitus
(Sumber: Supriyadi, 2017)
2.2 Konsep Keperawatan
2.2.1 Pengkajian

15
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Budiono, 2016)
Pengkajian merupakan tahapan dasar yang paling utama, serta menjadi bagian
awal dari sebuah proses keperawatan. Pengkajian membutuhkan ketelitian dalam
bertanya dan mencatat datanya, sebab dengan mengumpulkan data yang akurat, serta
sistematis, akan sangat membantu untuk menentukan status kesehatan (Haryono,
2019).
Pengkajian DM menurut Doengoes (2014) yaitu :
2.2.1.1 Aktivitas/Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, keram otot, tonus otot menurun,
gangguan tidur/istirahat.
Tanda : Takikardi dan takipneu pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas.
Latargi/disorientasi, koma penurunan kekuatan otot
2.2.1.2 Sirkulasi
Gejala : Adaya riwayat hipertensi, kebas, klaudikasi dan kesemutan pada ekstremitas,
Ulkus pada kaki, penyembuhan luka yang lama
Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural/hipertensi. Nadi menurun/
tidak ada/ distritmia, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung
2.2.1.3 Integritas EGO
Gejala`: Stress/ tergantung pada orang lain, masalah finansial
Tanda : Ansietas, Peka rangsangan
2.2.1.4 Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih, nyeri saat berkemih, kesulitan berkemih (ISK),
nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuria dapat berkembang menjadi anuria jika
terjadi hipovolemi berat, urine berkabut, bau busuk, abdomen keras, adanya asites,
bising usus lemah dan menurun, serta hiperaktif

2.2.1.5 Makanan/cairan

16
Gejala : Hilangnya nafsu makan, mual/muntah. Tidak mengikuti diet, peningkatan
masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan.
Tanda : Kulit kering/turgor jelek, bersisik, kekauan dan mudah distensi abdomen,
muntah, pembesaran tiroid, bau halitosis, nafas aseton.
2.2.1.6 Neurosensori
Gejala : Pusing/ pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parastesia, gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, Letargi, gangguan memori, kacau mental, aktivitas
kejang. 2.2.1.7 Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati hati
2.2.1.8 Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk kering.
Tanda : Pernafasan batuk dengan adanya sputum purulent, frekuensi pernapasan
2.2.1.9 Seksualitas
Gejala : Rabas vagina dan masalah impoten pada pria.
Tanda : Kesulitan orgasme pada wanita
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respon individu,
keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialami baik aktual ataupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentivikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017).
Diagnosa keperawatan merupakan suatu langkah yang dilakukan dengan
mengambil sebuah kesimpulan tentang hal yang menjadi keluhan pasien (Lingga,
2019)
Diagnosis keperawatan adalah setepat data yang ada karena ditunjang oleh data
terbaru yang dikumpulkan. Diagnosis keperawatan ini mencatat bagaimana situasi
pasien pada saat itu dan harus mencerminkan perubahan yang terjadi pada
kondisi pasien. Indentifikasi masalah dan penentuan diagnostik yang akurat
memberikan dasar untuk memilih intervensi keperawatan (Doenges, 2014).

17
Berdasarkan Doenges (2014), diagnosa keperawatan yang di dapatkan pada
klien dengan Diabetes Melitus adalah :
2.2.2.1 Kekurangan volume cairan dapat dihubungkan dengan diuresis osmotic,
kehilangan gastrik berlebihan: diare, muntah dan masukan dibatasi: mual, kacau
mental.
2.2.2.2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat dihubungkan dengan
ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan
mengakibatkan peningkatan metabolisme protein lemak, penurunan masukan oral;
anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran, status
hipermetabolisme: pelepasan hormon stress (misalnya, epinefrin, kortisol dan
hormon pertumbuhan), proses infeksius.
2.2.2.3 Risiko infeksi dapat dihubungkan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan
fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi pernafasan yang ada sebelumnya
atau Infeksi Saluran Kemih.
2.2.2.4 Perubahan sensori-perseptual: risiko tinggi terhadap dapat dihubungkan
dengan perubahan kimia endogen: ketidakseimbangan glukosa/insulin dan/atau
elektrolit.
2.2.2.5 Kelelahan dapat dihubungkan dengan penurunan produksi metabolik,
perubahan kimia darah: infusiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi: status
hipermetabolik/infeksi.
2.2.2.6 Ketidakberdayaan dapat dihubungkan dengan penyakit jangka
panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
2.2.2.7 Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan dapat dihubungkan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
2.2.3 Perencanaan
Perencanaan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tiap tujuan
khusus. Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan dan penilaian
rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar
masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi.(Astar et al., 2018)
Perencanaan merupakan tahap ketiga dari proses keperawatan yang dimulai
setelah data-data yang terkumpul sudah dianalisa. Berdasarkan diagnosis

18
keperawatan yang disusun di atas, berikut rencana keperawatan yang dilakukan pada
pasien dengan Diabetes Melitus berdasarkam diagnosis yang telah ditentukan
menurut Doenges (2014) adalah sebagai berikut :
2.2.3.1 Kekurangan volume cairan dapat dihubungkan dengan diuresi osmotic,
kehilangan gastrik berlebihan: diare, muntah dan masukan dibatasi: mual, kacau
mental. Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Peningkatan haluaran urine, urine encer
2) Kelemahan; haus; penurunan berat badan tiba-tiba
3) Kulit/membrane mukosa kering, turgor kulit buruk
4) Hipotensi, takikardia, pelambatan pengisian kapiler
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
Mendemontrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer
dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara
individu, dan kadar eletrolit dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
1) Dapatkan riwayat pasien/orang terdekat sehubungan dengan lamanya/intensitas.
Dari gejala seperti muntah, pengeluaran urin yang sangat berlebihan.
Rasional: Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total. Tanda dan
gejala mungkin sudah ada pada beberapa waktu sebelumya (beberapa jam
sampai beberapa hari). Adanya proses infeksi mengakibatkan demam dan
keadaan hipermetabolik yang meningkatkan kehilangan air tidak kasat mata.
2) Pantau tanda-tanda vital, nadi tidak teratur dan catat adanya perubahan TD
ortostatik. Rasional: Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan
takikardia. Perkiraan berat ringannya hypovolemia dapat dibuat ketika tekanan
darah sistolik pasien turun lebihdari 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi
duduk/berdiri.
Catatan: neuropati jantung dapat memutuskan refleks-refleks yang secara normal
meningkatkan denyut jantung.
3) Pantau pola nafas seperti adanya penafasan kusmaul.
Rasional: Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang
menghasilkan kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis.

19
Pernafasan yang berbau aseton berhubungan pemecahan asam aseto-asetat dan
harus berkurang dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.
4) Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas.
Rasional: Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan menyebabkan pola dan
frekuensi pernafasan mendekati normal. Tetapi peningkatan kerja pernapasan;
pernapasan dangkal, pernapasan cepat; dan munculnya sianosis mungkin
merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan dan atau mungkin pasien itu
kehilangan kemampuannya untuk melakukan kompensasi pada asidosis.
5) Suhu, warna kulit atau kelembabnya.
Rasional: Meskipun demam, menggigil dan diafuresis merupakan hal umum
yang terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit yang kemerahan, kering
mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.
6) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
Rasional: Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi
adekuat.
7) Pantau input dan output.
Rasional: Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal,
dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
8) Pertahankan memberi cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat
ditoleransi jantung.
Rasional: Mempertahankan hidrasi/ volume sirkulasi
9) Tingkatkan lingkungan yang dapat menimbulkan rasa nyaman.
10) Selimuti pasien dengan selimut tipis.
Rasional: Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap pasien lebih lanjut
akan menimbulkan kehilangan cairan.
11) Kaji adanya perubahan mental/sensori.
Rasional: Perubahan mental dapat berhubungan dengan glukosa yang tinggi atau
yang rendah (hiperglikemia atau hipoglikemia), dan berkembangnya hipoksia.
Penyebab yang tidak tertangani, gangguan kesadaran dapat menjadi predisposisi
(pencetus) aspirasi pada pasien.

20
12) Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
Rasional: Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang
sering kali akan menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan
kekurangan cairan atau elektrolit.
13) Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan berat badan.
Rasional: Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin sangat
berpotensi menimbulkan kelebihan cairan.
14) Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrose.
Rasional: Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan
dan respon pasien secara individual.
15) Berikan albumin, plasma atau dekstran.
Rasional: Plasma ekspander (pengganti) kadang dibutuhkan jika kekurangan
tersebut mengancam kehidupan atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali
normal dengan usaha-usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
16) Pasang pertahankan kateter urine tetap terpasang.
Rasional: Memberikan pengukuran yang tepat/akurat terhadap pengukuran
haluaran urine terutama jika neuropati otonom menimbulkan gangguan kandung
kemih (retensi urine/inkotinensia urine).
17) Pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K).
Rasional: Mengkaji tingkat hidrasi, kerusakan sel, hiperglikemia, dehidrasi,
hiperkalemia.
2.2.3.2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat dihubungkan dengan
ketidak cukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan
mengakibatkan peningkatan metabolisme protein lemak, penurunan masukan oral;
anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran, status
hipermetabolisme: pelepasan hormon stress (misalnya, epinefrin, kortisol dan
hormon pertumbuhan), proses infeksius.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Melaporkan masukan makanan tak adekuat, kurang minat pada makanan.
2) Penurunan berat badan; kelemahan, kelelahan, tonus otot buruk
3) Diare

21
Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan :
1) Merencana jumlah kalori/nutrien yang tepat
2) Menunjukkan tingkat energi biasanya
3) Mendemontrasikan berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang
biasanya/ yang diinginkan dengan nilai laboratorium normal.
Rencana Tindakan :
1) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
Rasional: Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorpsi dan
utilisasinya)
2) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan pasien.
Rasional: Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik.
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/ perut kembung, mual,
muntahan makanan yang belum dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai
dengan indikasi.
Rasional: Hiperkalemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat
menurunkan motilitas/fungsi lambung.
4) Berikan makanan cairan yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit
dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
Rasional: Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar fungsi
gastrointestinal baik.
5) Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan
etnik/cultural.
Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam
perencanaan makan, kerja sama ini dapat diupayakan setelah pulang.
6) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai dengan indikasi.
Rasional: Meningkatkan rasa keterlibatan: memberikan informasi pada keluarga
untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
7) Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembab/ dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.

22
Rasional: Karena metabolismee karbohidratmulai terjadi akan berkurang, dan
sementara, tetap diberikan insulin maka hipoglikemia dapat terjadi. Jika pasien
dalam keadaan koma, hipoglikemia mungkin terjadi tanpa memperlihatkan
perubahan tingkat kesadaran. Secara potensial hal ini dapat mengancam
kehidupan yang harus dikaji dan ditangani secara cepat melalui tindakan
protokol yang direncanakan. DM tipe yang telah berlangsung lama mungkin
tidak akan menunjukkan tanda-tanda hipoglikemia seperti biasanya karena
respons normal terhadap gula darah yang rendah mungkin dikurangi.
8) Kolaborasi dalam melakukan pemeriksaan gula darah dengan menggunakan
“finger stick”.
Rasional: Untuk mengetahui fluktuasi kadar gula darah
9) Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, pH
Rasional: Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan
terapi insulin terkontrol. Dengan pemberian insulin dosis optimal, glukosa
kemudian dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Ketika
hal ini terjadi, kadar aseton akan menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
10) Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
Rasional: Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat
pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.
11) Berikan larutan glukosa, misalnya dexstrosa dan setengah salin normal.
Rasional: Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa
gula darah kira-kira 250 mg/dl. Metabolisme karbohidrat mendekati normal,
perawatan harus diberikan untuk menghindari terjadinya hipoglikemia.
12) Kolaborasi dengan ahli diet.
Rasional: Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
13) Berikan diet kira-kira 60% karbohidrat, 20 % protein dan 20% lemak dalam
penataan makan/pemberian makanan tambahan.
Rasional: Kompleks karbohidrat (seperti jagung, wortel, brokoli, buncis,
gandum) menurunkan kadar glukosa/ kebutuhan insulin, menurunkan kadar
kolesterol darah dan meningkatkan rasa kenyang. Pemasukan makanan akan
dijadwalkan sesuai karakteristik insulin yang spesifik (misal efek puncaknya)

23
dan respon pasien secara individual. Catatan: makanan tambahan dan kompleks
karbohidrat terutama sangat penting (jika insulin diberikan dalam dosis terbagi)
untuk mencegah hipoglikemia selama tidur dan potensial respons Somogyi.
14) Berikan obat metaklopramid (raglan), tetrasiklin.
Rasional: Dapat bermanfaat dalam mengatasi gejala yang berhubungan dengan
neoropati otonom yang mempengaruhi saluran cerna, yang selanjutnya
meningkatkan pemasukan melalui oral dan absorpsi makanan (nutrient)
2.2.3.3 Risiko tinggi infeksi dapat dihubungkan dengan kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi pernafasan yang ada
sebelumnya atau ISK. Kemungkinan dibuktikan oleh : [tidak dapat diterapkan;
adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual].
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
1) Mengindentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi
2) Mendemontrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya
infeksi.
Rencana Tindakan :
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
Rasional: Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah
mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada
semua orang yang berhubungan dengan klien.
Rasional: Mencegah timbulnya infeksi silang.
3) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
Rasional: Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik
bagi pertumbuhan kuman.
4) Pasang kateter/ lakukan perineal dengan baik.
Rasional: Mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran kemih.
5) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh, masase, jaga kulit
tetap kering, linen tetap kering dan kencang.
Rasional: Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada
peningkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.

24
6) Auskultasi bunyi napas.
Rasional: Ronkhi mengindikasikan adanya akumulasi sekret yang yang mungkin
berhubungan dengan pneumonia, bronkhitis. Edema paru mungkin sebagai
akibat dari pemberian cairan yang tercepat/berlebihan atau GJK
7) Pasien pada posisi semi-fowler.
Rasional: Memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang; menurunkan
risiko terjadinya aspirasi.
8) Lakukan perubahan posisi dan anjurkan pasien untuk batuk efektif/napas dalam
jika pasien sadar jika pasien sadar dan koorperatif. Lakukan penghisapan lendir
pada jalan napas dengan menggunakan teknik steril atau secret yang lainnya.
Rasional: Membantu dalam pemeriksaan semua daerah paru dan memobilitasi
sekret. Mencegah agar sekret tidak statis dengan terjadinya peningkatan terhadap
resiko infeksi.
9) Berikan tisu dan tempat sputum pada tempat yang mudah dijangkau untuk
penampungan sputum atau sekret yang lainnya.
Rasional: Mengurangi penyebaran infeksi.
10) Bantu pasien untuk melakukan hygiene oral.
Rasional: Menurunkan risiko terjadinya penyakit mulut/gusi.
11) Anjurkan untuk makan dan minum adekuat.
Rasional: Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi.
12) Berikan obat antibiotik yang sesuai
Rasional: Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
2.2.3.4 Risiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual: dapat dihubungkan
dengan perubahan kimia endogen ketidakseimbangan glukosa/ insulin dan/ atau
elektrolit. Kemungkinan dibuktikan oleh :tidak dapat diterapkan; adanya tandatanda
dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
1) Mempertahankan tingkat mental biasanya.
2) Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Rencana Tindakan :
1) Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
Rasional: Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal.

25
2) Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya,
misalnya terhadap tempat, orang dan waktu. Berikan penjelasan yang singkat
dengan bicara perlahan dan jelas.
Rasional: Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan
kontak dengan realitas.
3) Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak menganggu waktu istirahat pasien.
Rasional: Meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih, dan dapat memperbaiki
daya pikir.
4) Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong pasien melakukan
kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.
Rasional: Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan
mempertahankan orientasi pada lingkugannya.
5) Lindungi pasien dari cedera (gunakan pengikat) ketika tingkat kesadaran pasien
terganggu. Berikan bantalan lunak pada pagar tempat tidur dan berikan jalan
napas buatan yang lunak jika pasien kemungkinan pasien mengalami kejang.
Rasional: Pasien mengalami disorientasi merupakan awal kemungkinan
timbulnya cedera, terutama malam hari dan perlu pencegahan sesuai indikasi.
Munculnya kejang perlu diantisipasi untuk mencegah trauma fisik, aspirasi dan
sebagainya.
6) Evaluasi lapang pandang penglihatan sesuai dengan indikasi.
Rasional: Edema/lepasnya retina, hemoragis, katarak atau paralisis otot
ekstraokuler sementara mengganggu penglihatan yang memerlukan terapi
korektif dan/atau perawatan penyokong.
7) Selidiki adanya keluhan parastesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha atau
kaki, lihat adanya ulkus, daerah kemerahan, tempat-tempat tertekan, kehilangan
denyut nadi perifer.
Rasional: Neuropati perifer dapat menyebabkan rasa tidak nyaman yang berat,
kehilangan sensasi sentuhan distrosi yang mempunyai resiko tinggi terhadap
kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan.
8) Berikan tempat tidur yang lembut.
Rasional: Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan kerusakan
kulit karena panas.

26
9) Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi.
Rasional: Meningkatkan keamanan pasien terutama ketika rasa keseimbangan
dipengaruhi.
10) Motivasi klien untuk menggunakan alat bantu atau penyanggah tubuh ketika
berjalan.
Rasional: Meningkatkan keamanan pasien terutama ketika rasa keseimbangan
dipengaruhi.
11) Berikan pengobatan sesuai dengan obat yang ditentukan untuk mengatasi sesuai
indikasi.
Rasional: Gangguan dalam proses pikir/potensial terhadap aktivitas kejang
hilang bila keadaan hiperosmolaritas teratasi.
12) Pantau nilai laboratorium.
Rasional: Ketidakseimbangan nilai laboratorium dapat menurunkan fungsi
mental.
13) Bantu dengan memblok saraf setempat, mempertahankan unit TENS
(Transcutaneous Nerve Stimulation). Rasional: Dapat memberikan rasa nyaman
yang berhubungan dengan neuropati.
2.2.3.5 Kelelahan dapat dihubungkan dengan penurunan produksi metabolik,
perubahan kimia darah: insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi: status
hipermetabolik/infeksi.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Kurangi energi yang berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan
rutinitas biasanya, penurunan kinerja, kecenderungan untuk kecelakaan.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
1) Mengungkapkan peningkatan energy
2) Perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Rencana Tindakan :
1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
Rasional: Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan aktivitas
meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/tanpa diganggu.
Rasional: Mencegah kelelahan berlebihan.

27
3) Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum/sesudah
melakukan aktivitas.
Rasional: Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara
fisiologis.
4) Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan
sebagainya.
Rasional: Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan
kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan.
5) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas seharihari sesuai
dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional: Meningkatkan kepercayaan diri/ harga diri yang positif sesuai aktivitas
yang dapat ditoleransi pasien.
2.2.3.6 Ketidakberdayaan dapat dihubungkan dengan penyakit jangka
panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Penolakan untuk mengekspresikan persaan sebenarnya,
2) Apatis, menarik diri, marah.
3) Tidak memantau kemajuan, tidak berpartisipasi dalam perawatan/ pembuatan
keputusan
4) Penekanan terhadap penyimpangan/komplikasi fisik meskipun pasien
bekerjasama dengan aturan
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
1) Mengakui perasaan putus asa
2) Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan. Membantu dalam
merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung
jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Rencana Tindakan :
1) Anjurkan pasien/ keluarga untuk mengekspresikan perasaanya tentang
perawatan di rumah sait dan penyakitnya secara keseluruhan.
Rasional: Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan
masalah.

28
2) Akui normalitas dari perasaan
Rasional: Pengenalan bahwa reaksi normal dapat membantu pasien untuk
memecahkan masalah dan mencari bantuan sesuai kebutuhan.
3) Kaji bagaiman pasien telah menangani masalahnya di masa lalu.
Rasional: Pengetahuan gaya hidup individu membantu untuk menentukan
kebutuhan terhadap tujuan penanganan.
4) Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan perawatannya,
seperti ambulasi, waktu beraktivitas, dan seterusnya.
Rasional: Mengkomunikasikan pada pasien bahwa beberapa pengendalian dapat
dilatih pada saat perawatan dilakukan.
5) Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri
sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya.
Rasional: Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.
2.2.3.7 Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan dapat dihubungkan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Pertanyaan/ meminta informasi, mengungkapkan masalah.
2) Ketidakakuratan mengikuti instruksi, terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan :
1) Mengungkapakan pemahaman tentang penyakit.
2) Mengidentifikasi hubungan tanda/ gejala dengan proses penyakit dan
menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
3) Melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan
4) Melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan
Rencana Tindakan :
1) Ciptakan lingkungan yang saling percaya dengan mendengarkan penuh
perhatian, dan selalu ada untuk pasien.
Rasional: Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien
bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2) Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan.

29
Rasional: Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerja sama
pasien dengan prinsip-prinsip yang dipelajari.
3) Pilih berbagai strategi belajar, seperti teknik demonstrasi yang memerlukan
keterampilan dan biarkan pasien mendemonstrasikan ulang.
Rasional: Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi
meningkatkan penyerapan pada individu yang belajar.
4) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat dan cara
untuk melakukan makan diluar rumah.
Rasional: Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien
dalam merencanakan makan/ mentaati program.
5) Diskusikan tentang rasional terjadinya serangan ketoasidosis
Rasional: Pengetahuan tentang faktor pencetus dapat membantu untuk
menghindari kambuhnya serangan tersebut.
6) Diskusikan tentang komplikasi penyakit akut dan kronis meliputi gangguan
penglihatan (retinopati), perubahan dalam neurosensori dan kardiovaskuler,
perubahan fungsi ginjal/ hipertensi.
Rasional: Kesadaran tentang apa yang terjadi membantu pasien untuk lebih
konsisten terhadap perawatannya dan mencegah/ mengurangi awitan komplikasi
tersebut.
7) Demonstrasikan cara pemeriksaan gula darah dengan menggunakan finger stik
dan beri kesempatan pasien untuk mendemonstrasikannya kembali. Intruksikan
pasien untuk pemeriksaan keton urinenya jika glukosa darah lebih tinggi dari
250 mg / dl.
Rasional: Melakukan pemeriksaan gula darah oleh diri sendiri 4 kali atau lebih
dalam setiap harinya memungkinkan fleksibilitas perawatan diri. Meningkatkan
kontrol kadar gula dengan lebih ketat (misalnya 60-150 mg/ dl) dapat mencegah/
mengurangi perkembangan komplikasi jangka panjang
8) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat dan cara
untuk melakukan makan di luar rumah.
Rasional: Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien
dalam merencanakan absopsi glukosa yang akan menurunkan fluktuasi kadar

30
gula dalam darah, tetapi dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada saluran
cerna, flatus meningkat dan mempengaruhi absorpsi vitamin/ mineral.
9) Tinjau ulang program pengobatan meliputi awitan, puncak dan lamanya dosis
insulin yang diresepkan, bila disesuaikan dengan pasien atau keluarga.
Rasional: Pemahaman tentang semua aspek yang digunakan obat meningkatkan
penggunaan yang tepat. Algoritme dosis dibuat, yang masuk dalam perhitungan
dosis obat yang dibuat selama evaluasi rawat inap: jumlah dan jadwal aktivitas
fisik biasanya, perencanaan makan. Dengan melibatkan orang terdekat/ sumber
untuk pasien.
10) Tinjau kembali pemberian insulin oleh pasien sendiri dan perawatan terhadap
peralatan yang digunakan. Berikan kesempatan pada pasien untuk
mendemonstrasikan prosedur tersebut (misalnya menentukan daerah
penyuntikan dan cara menyuntik atau penggunaan alat suntik pompa kontinu)
Rasional: Mengidentifikasi pemahaman dan kebenaran dari prosedur atau
masalah yang potensial dapat terjadi (seperti penglihatan, daya ingat dan
sebagainya) sehingga solusi alternatif dapat ditentukan untuk pemberian insulin
tersebut.
11) Tekankan pentingnya mempertahankan pemeriksaan gula darah setiap hari,
waktu dan dosis obat, diet, aktivitas perasaan/ sensasi dan peristiwa dalam
hidup.
Rasional: Membantu dalam menciptakangabaran nyata dari keadaan pasien
untuk melakukan kontrol penyakitnya dengan lebih baik dan meningkatkan
perawatan diri/ kemandiriannya.
12) Diskusikan faktor-faktor yang memegang peranan dalam kontrol DM tersebut,
seperti latihan aerobik versus isometrik, stres, pembedahan dan penyakit
tertentu.
Rasional: Informasi ini akan meningkatkan pengendalian terhadap DM dan
dapat sangat menurunkan berulangnya kejadian ketoasidosis. Latihan aerobik
meningkatkan keefektifan penggunaan insulin yang menurunkan kadar gula
darah dan memperkuat sistem kardiovaskuler.
13) Tinjau ulang pengaruh rokok pada penggunaan insulin. Anjurkan pasien untuk
menghentikan merokok.

31
Rasional: Nikotin mengkonstriksi pembuluh darah kecil dan absorpsi insulin
diperlambat selama pembuluh darah ini yang mengakami konstriksi.
Catatan: absorpsi insulin dapat dirunkan sampai batas 30% di bawah normal
dalam 30 menit pertama setelah merokok.
14) Buat jadwal latihan/ aktivitas yang teratur dan identifikasi hubungan dengan
penggunaan insulin yang perlu menjadi perhatian.
Rasional: Waktu latihan tidak boleh bersamaan waktunya dengan kerja puncak
insulin. Makanan kudapan harus diberikan sebelum atau selama latihan sesuai
kebutuhan dan rotasi injeksi harus menghindari kelompok otot yang akan
digunakan untuk aktivitas (misalnya daerah abdomen lebih dipilih daripada paha
atau lengan sebelum melakukan jogging atau berenang) untuk mencegah
percepatan ambilan insulin.
15) Identifikasi gejala hipoglikemia (misalnya lemah, pusing, letargi, lapar, peka
rangsang, diaforesis, pucat, takikardia, tremor, sakit kepala, dan perubahan
mental) dan jelaskan penyebabnya.
Rasional: Dapat meningkatkan deteksi dan pengobatan lebih awal dan
mencegah/mengurangi kejadiannya. Catatan: Hiperglikemia saat bangun tidur
dapat mencermikan fenomena fajar (indikasi perlunya insuin tambahan) atau
respons balik pada hipoglikemia selama tidur (efek Somogyi) yang memerlukan
penurunan dosis insulin atau perubahan perubahan diet (misalnya pemberian
makanan kudapan pada malam hari). Pemeriksaan kadar gula darah pada jam 3
pagi membantu dalam mengidentifikasi masalah spesifik.
16) Instruksikan pentingnya pemeriksaan secara rutin pada kaki dan perawatan kaki
tersebut. Demonstrasikan cara pemeriksaan kaki tersebut; inspeksi sepatu yang
ketat dan perawatan kuku, jaringan kalus dan jaringan tanduk. Anjurkan
penggunaan stoking dengan bahan serat alamiah.
Rasional: Mencegah/mengurangi komplikasi yang berhubungan dengan
neuropati perifer dan/atau gangguan sirkulasi terutama selulitis, ganggren dan
amputasi.
17) Tekankan pentingnya pemeriksaan mata secara teratur terutama pada pasien
yang telah mengalami DM tipe I selama 5 tahun atau lebih.

32
Rasional: Perubahan dalam penglihatan dapat terjadi secara perlahan dan lebih
sering pada pasien yang jarang mengontol DM. Masalah yang mungkin terjadi
termasuk perubahan dalam ketajaman penglihatan dan mungkin berkembang
kearah retinopati dan kebutaan.
18) Susun alat bantu penglihatan ketika diperlukan, misalnya memperbesar garis
skala pada jarum insulin, instruksi dengan cetakan besar, pengukuran glukosa
darah sekali sentuh.
Rasional: Alat bantu adaptif telah dikembangkan 5 tahun terakhir untuk
membantu individu dengan gangguan penglihatan DM-nya sendiri dengan lebih
efektif.
19) Tekankan pentingnya penggunaan dari gelang bertanda khusus.
Rasional: Dapat mempercepat masuk kedalam pusat-pusat sistem kesehatan dan
perawatan yang sesuai dengan akibat komplikasi yang lebih kecil pada keadaan
darurat.
20) Rekomendasikan untuk tidak menggunakan obat-obat yang dijual bebas tanpa
konsultasi dengan tenaga kesehatan/ tidak boleh memakai obat tanpa resep.
Rasional: Produktivitas mungkin mengandung gula atau berinteraksi dengan
obat-obat yang diresepkan.
21) Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab
pertanyaan pasien/ orang terdekat
Rasional: Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih ketat dan
mencegah eksaserbasi DM, menurunkan perkembangan komplikasi sistemik.
22) Lihat kembali tanda/ gejala yang memerlukan evaluasi secara medis, seperti
demam, pilek/ gejala flu, urine keruh/ berwarna pekat, nyeri saluran kemih,
penyembuhan penyakit yang lama, perubahan sensori (nyeri/ kesemutan) pada
ekstremitas bawah, perubahan pada kadar gula darah dan munculnya keton pada
urine.
Rasional: Intervensi segeral dapat mencegah perkembangan komplikasi yang
lebih serius atau komplikasi yang mengancam kehidupan.
23) Demonstrasikan teknik penanganan stres, seperti latihan napas dalam,
bimbingan imajinasi, mengalihkan perhatian.

33
Rasional: Meningkatkan relaksasi dan pengendalikan terhadap respons stres
yang dapat membantu untuk membatasi peristiwa ketidakseimbangan glukosa/
insulin.
24) Identifikasi sumber-sumber yang ada di masyarakat, bila ada.
Rasional : Dukungan kontinu biasanya pentingnya untuk menopang perubahan
gaya hidup dan meningkatkan penerimaan atas diri sendiri.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan
yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan
intervensi (atau program keperawatan) .(GEffenberger, 2016)
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan berupa
perbandingan yang sistematis dan terencana dari hasil-hasil yang diamati dengan
tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan
lainnya. Apabila hasil menunjukkan ketercapaian tujuan dan kriteria hasil, maka
pasien keluar dari siklus proses keperawatan, namun apabila sebaliknya, maka pasien
masuk ke dalam siklus proses keperawatan mulai dari pengkajian ulang (Wirdah &
Yusuf, 2016)
Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan itemitem atau
perilaku yang dapat diamati dan dipantau untuk menentukan apakah hasil sudah
tercapai atau belum dalam jangka waktu yang telah ditentukan (Doenges, 2014)

34
BAB 3
LAPORAN KASUS

Penulis menguraikan hasil dari pelaksanaan asuhan keperawatan yang di


fokuskan melalui proses keperawatan dimulai dari pengkajian, perumusan diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pada klien Tn. A dengan
Diagnosa Diabetes Melitus Tipe 2 yang dirawat di Ruang Cemara Rumah Sakit
Umum Kota Tarakan yang dilaksanakan selama 3 hari mulai tanggal 12 April 2021
sampai dengan 14 April 2021.
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 12 April 2021 sampai dengan 14
April 2021 pukul 09.00. Klien berinisial Tn. A berusia 58 tahun, Tempat/tanggal
lahir Tarakan, 20 Desember 1962, Jenis kelamin Laki-laki, Alamat Jl. Jend.
Sudirman No. 41, Agama Kristen, Riwayat pendidikan SMA, Tidak Bekerja, Klien
masuk rumah sakit pada tanggal 12 April 2021 dengan Diagnosa Medis DM Tipe 2.
Keluarga yang bertanggung jawab berisial Ny. E, berusia 49 tahun, Jenis
kelamin perempuan, Agama Kristen, Pendidikan SMA , Hubungan dengan klien
sebagai istri, Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, Alamat Jl. Jend. Sudirman No. 41
3.1.2 Riwayat Keperawatan
3.1.2.1Riwayat Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri bekas operasi pada kedua kakinya
2) Riwayat Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada bekas operasi di kedua kakinya. Klien mengatakan
nyeri seperti bertusuk-tusuk. Klien mengatakan skala nyeri 5. Klien mengatakan
nyeri semakin bertambah ketika klien bergerak dan berkurang ketika klien
berbaring. Klien mengatakan nyeri hilang timbul durasi sekitar 1 menit
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan nyeri pada kaki kanannya. Klien mengatakan BAK
menggunakan pispot .Klien mengatakan saat sakit segala aktivitas dibantu oleh

35
keluarga. Klien mengatakan sering terbangun pada malam hari sekitar jam 2
malam karena nyeri pada kakinya dan sulit untuk tidur kembali. Klien
mengatakan tidak ada makanan pantangan. Klien mengatakan kadar gulanya
selalu turun naik. Klien mengatakan tidak mengetahui penyebab sakit klien.
Klien tampak meringis dan gelisah ketika nyerinya datang. Klien tampak sulit
bergerak.
4) Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Klien mengatakan mengalami DM sudah 1 tahun. Klien mengatakan
sebelumnya pernah dioperasi katarak 2 kali tahun 2017 dan 2020. Dan klien juga
pernah dioperasi debridement pada bulan Januari 2021
1) Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan saudaranya memiliki penyakit diabetes melitus dan sudah
meninggal
Genogram :

? ?

63 56 ? 38 35 34

52

26 21 18

36
Keterangan simbol:
: Laki – laki : Meninggal
: Perempuan ? : Umur tidak diketahui
: Garis Keluarga
: : Tinggal Serumah
: Klien
Bagan 3.1 Genogram Keluarga Tn. A 3 Generasi

3.1.3 Riwayat Penyakit Psikososial


3.1.3.1 Sebelum sakit
Klien mengatakan keadaannya baik dan dan tidak ada masalah apapun. Klien
mengatakan tinggal bersama orang tua. Klien mengatakan hubungan dengan
keluarga harmonis dan dalam keluarga yang mengambil keputusan adalah
orang tua. Klien mengatakan kondisi ekonomi saat ini sangat cukup,
hubungan klien dengan tetangga juga baik dan klien sering mengikuti
kegiatan kemasyarakatan yang ada di sekitar tempat tinggalnya
3.1.3.2 Saat sakit
Klien mengatakan merasa kurang nyaman pada daerah sekitar anus karena
bekas operasi dan klien dan ingin lekas sebuh dan segera beraktivitas seperti
biasanya.
3.1.4 Riwayat Spiritual
Klien mengatakan yakin dengan kepercayaan yang dianut, klien mengatakan
rajin beribadah ke gereja, dan klien mnegtakan sering mengikuti kegiatan
agama
3.1.5 Aktivitas Sehari-hari
3.1.5.1 Nutrisi
1) Sebelum Sakit
Klien mengatakan selera makannya baik, menu makan seperti nasi, lauk pauk,
serta sayur, frekuensi makan 3 kami sehari, makanan yang disukai sate kambing,
tidak ada makanan pantangan dan ritual saat makan adalah berdoa dan cuci
tangan

37
2) Saat Sakit
Klien mengatakan menu makan bubur, ikan dan sayur sawi dengan frekuensi
makan 3 kali sehari, klien mengatakan porsi makan dihabiskan. klien
mengatakan tidak ada makanan pantangan, klien terlihat makan sate kambing.
3.1.5.2 Cairan
1) Sebelum Sakit
Klien mengatakan minum air putih dan kopi. Klien mengatakan sehari dapat
mengkonsumsi air putih sekitar 1500 ml dengan cara pemenuhannya melalui
oral.
2) Saat Sakit
Klien mengatakan minum air putih saja sekitar 1000 ml dan juga klien tampak
terpasang infus dengan cairan Ns 500 ml 20 tpm.
Tabel 3.1 Balance Cairan
Keseimbangan Balance Cairan
Input per 24 jam : minum 1500 cc
Infus 500 cc
Injeksi obat 2 cc
Total 2002 cc
Output per 24 jam : urin 1900 cc
IWL 25 cc
Total 1925 cc
Balance Cairan : (Input-Output)
:(2002-1925)
: 77

3.1.5.3 Eliminasi BAK dan BAB


1) Sebelum Sakit
Klien mengatakan untuk tempat BAB & BAK di toilet atau WC dengan
frekuensi waktu BAB 1 kali sehari dan BAK 5 – 6 kali sehari dengan frekuensi
1500 cc, konsistensi BAB yaitu padat, berwarna cokelat sedangkan BAK
konsistensinya berwarna jernih dan tidak berbau, tidak ada kesulitan BAK dan
BAB, tidak memakai obat pencahar.

38
2) Saat Sakit
Klien mengatakan belum ada BAB semenjak masuk rumah sakit dan klien
mengatakan BAK menggunakan pispot 5 – 6 kali
3.1.5.4 Istirahat dan Tidur
1) Sebelum Sakit
Klien mengatakan saat di rumah pada saat malam hari tidur pukul 11 malam dan
bangun pukul setengah 6 pagi, pola tidur klien teratur, dan ketika terbangun
dapat tidur kembali, kebiasaan sebelum tidur klien berdoa, klien mengatakan
tidak ada kesulitan tidur.
2) Saat Sakit
Klien mengatakan tidur malam hari pukul 10 sampai 5 pagi. Klien mengatakan
sering terbangun pada malam hari sekitar jam 2 malam karena nyeri pada
kakinya dan sulit untuk tidur kembali.
3.1.5.5 Olahraga
1) Sebelum Sakit
Klien mengatakan sering berolahraga karete ketika masih sehat
2) Saat Sakit
Klien mengatakan tidak bisa berolahraga karena luka pada kakinya
3.1.5.6 Personal Hygiene
1) Sebelum Sakit
Klien mengatakan selama di rumah mandi 2 kali sehari dengan cara mandi di kamar
mandi, cuci rambut sekali sehari, gunting kuku seminggu sekali, gosok gigi 2 kali
sehari.
2) Saat Sakit
Klien mengatakan mandi di atas tempat tidur, tidak pernah cuci rambut dan sikat gigi
2 kali sehari.
3.1.5.7 Aktivitas/ Mobilitas Fisik
1) Sebelum Sakit
Klien mengatakan aktivitas dilakukan secara mandiri.
2) Saat Sakit
Klien mengatakan nyeri saat bergerak, klien mengatakan saat sakit segala aktivitas
dibantu oleh keluarga. Klien tampak dibantu oleh keluarga.

39
3.1.5.8 Rekreasi
1) Sebelum Sakit
Klien mengatakan jika ada hari libur maka klien akan rekreasi bersama keluarga
2) Saat Sakit
Klien mengatakan tidak pernah rekreas

3.1.6 Pemeriksaan Fisik


3.1.6.1 Keadaan Umum
Klien tampak lemah
3.1.6.2 Tanda-tanda Vital
1) Suhu : 36.6 ° C
2) Nadi : 79x/menit
3) Respirasi : 20x/menit
4) Tekanan Darah : 119/74 mmHg
3.1.6.3 Antropomentri
1) Tinggi Badan : 165 cm
2) Berat Badan : 50 kg
3) Indeks Massa tubuh : 18,36 (18,5-25,0)

3.1.6.4 Sistem Pernapasan


1) Hidung
Inspeksi : Simetris, tidak ada pernapsan cuping hidung,tidak ada polip, tidak ada
secret, tidak ada epitaksis
Palpasi : tidak ada nyeri
2) Leher
Inspeksi : Tidak pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada peningkatan JVP, tidak ada
tumor
Palpasi : Posisi trakea berada ditengah. Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Tidak ada kaku kuduk.

40
3) Dada
(1) Inspeksi
Bentuk dada normal (normochest), gerakan dada simetris kanan kiri, tidak
terdapat retraksi dinding dada, tidak terdapat otot bantu pernapasan
(2) Palpasi
Vocal premitus terdapat getaran saat klien mengucakan tujuh puluh tujuh dan
gerakan seimbang kiri kanan, perbandingan anterior posterior dengan transversal
1:2
(3) Perkusi
Bunyi paru sonor
(4) Auskultasi
Bunyi napas vesikuler (inspirasi lebih panjang dari pada ekspirasi) dan tidak ada
suara napas tambahan
3.1.6.5 Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Conjungtiva Pucat, Bibir Pucat, arteri carotis terlihat
Palpasi : Arteri Carotis teraba, nadi 79x/menit, CRT <3 detik
Perkusi : Posisi jantung berada disebelah kiri batas jantung atas ICS 3 mid clavikula
sinistra, batas jantung bawah ICS 5 mid clavikula
Auskultasi : Irama jantung teratur, suara jantung S1 lup dan S2 dug. Tidak terdapat
bunyi suara jantung tambahan.
3.1.6.6 Sistem Pencernaan
Inspeksi : Sklera tidak ikterik, Bibir pucat, mulut kemampuan menelan baik, Anus
tidak ada hemoroid
Auskultasi : Bising usus 15x/menit
Palpasi : Gaster tidak ada nyeri, tidak ada pembesaran hati
Perkusi : Terdengar suara timpani pada kuadran kiri dan kanan bawah dan pekak
pada kuadran kiri dan kanan atas. Tidak terdapat benjolan, Tidak terdapat
nyeri lepas dan nyeri tekan.
3.1.6.7 Sistem Penginderaan
1) Mata
Kelopak mata simetris kiri dan kanan, terdapat bulu mata dan alis merata, klien dapat
membaca dengan baik menggunakan kacamata

41
2) Hidung
Fungsi penciuman klien dapat mencium bau dengan baik, Polip tidak terdapat pada
hidung klien, Deviasi septum tidak ada pada hidung klien, Tidak terdapat sekret,
terdapat silia pada hidung klien
3) Telinga
Inspeksi : Keadaan daun telinga klien terdapat serumen, Fungsi pendengaran klien
dapat mendengar dengan baik kiri dan kanan,
Palpasi : Tidak terdapat nodul pada telinga, tidak ada nyeri tekan.
3.1.6.8 Sistem Persarafan
1) Fungsi cerebral
Klien dapat mengingat dengan baik tentang kejadian sebelumnya
2) Tingkat kesadaran
Kesadaran klien Composmentis
Glasgow Coma Scale (GCS) : Respon Motorik :6
Respon Bicara :5
Respon Pembukaan Mata :4 +
Total : 15
3) Fungsi cranial
(1) N.I (Olfaktorius)
Klien dapat membedakan bau minyak kayu putih.
(2) N.II (Optikus)
Klien dapat membaca menggunakan kaca mata
(3) N.III (Okulamotorius)
Pupil klien isokor
(4) N.IV (Trokhlearis)
Klien dapat menggerakkan bola mata ke atas, bawah, kiri dan kanan
(5) N.V (Trigeminus)
Klien dapat membca menggunakan kaca mata
(6) N.VI (Abdusen)
Klien dapat merespon terhadap sentuhan halus. Terdapat reaksi terhadap cahaya.
(7) N.VII

42
Klien dapat mengangkat alis, klien dapat memejamkan mata, klien dapat
mengkerutkan dahi
(8) N. VIII (Vistibulokoklhlearis)
Klien dapat mendengarkan detak jam tangan, klien idak dapat berjalan
dikarenakan kondisi klien sangat lemah.
(9) N.IX, N.X (Glosofaringeus dan Vagus)
Klien dapat menelan dengan baik
(10) N.XI (Asesorius)
Klien dapat mengangkat bahu dengan baik
(11) N.XII (Hipoglosus)
Lidah simetris, tidak ada atrofi, klien dapat menjulurkan lidah dan menarik
dengan cepat
3.1.6.9 Sistem Muskuloskeletal
1) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala mesochepal, tidak ada benjolan atau lesi. Warna rambut
hitam disertai uban, distribusi merata, terdapat ketombe.
Palpasi : Tidak terjadi deformitas, tidak terdapat benjolan atau nodul.
2) Vertebra
Tidak dilakukan pengkajian
3) Pelvis
Tidak dilakukan pengkajian
4) Lutut
Tidak terdapat nyeri dan tidak kaku
5) Kaki
Terdapat luka DM pada kedua kaki klien. Pada kaki kiri klien terdapat luka DM
dan jari – jari klien hanya tersisa jari jempol dan kelingking. Pada kaki kanan
terdapat luka DM di daerah tumit kaki klien. Luka pada kedua kaki klien
berwarnah merah, bernanah dan tampak basah
6) Tangan
Klien dapat menggerakan kedua tangan, tidak ada bengkak, terpasang infus pada
tangan kiri klien
7) Cara Berdiri

43
Klien tidak dapat berdiri dengan karena luka pada kedua kaki klien.
8) Posisi Berdiri
Klien tidak dapat berdiri
9) Posisi Saat Duduk
Normal
10) Sendi
Tidak ada pembengkakan, tidak ada inflamasi, tidak ada kekakuan.
11) Kekuatan Otot
5 5
2 3

3.1.6.10 Sistem Integumen


1) Rambut
Warna rambut hitam disertai uban, distribusi merata, terdapat ketombe.
2) Kulit
Warna kulit sawo matang. Akral teraba hangat, terdapat luka DM di kedua kaki
klien, tampak terpasang perban pada kedua kaki klien
3) Kelembapan
Kulit klien lembab
4) Kuku
Bersih, tidak mudah patah
3.1.6.11 Sistem Endokrin
1) Kelenjar Tiroid
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
2) Ekresi Urine
Tidak ada eksresi urine yang berlebihan tidak ada keringat berlebih
3.1.6.12 Sistem Perkemihan
Tidak terdapat oedem palpebra, tidak terdapat moon face, tidak terdapat oedem
anasarka.
3.1.6.13 Sistem Reproduksi
Pertumbuhan rambut merata dan jakun klien menonjol.
3.1.6.14 Sistem Imun

44
Klien mengatakan tidak ada alergi
3.1.7 Pemeriksaan Penunjang
3.1.7.1 Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS)
160 mg/dL (12 April 2021)
253 mg/dL (13 April 2021)
194 mg/dL (14 April 2021)
3.1.7.2 Pemeriksaan Laboratorium
Senin, 12 April 2021
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan Keterangan
Glukosa sewaktu serum
Gula dara sewaktu 160 Mg/dl <160
Hema automatic 3 diff/darah rutin
Hb (HGB) 7.6 g/dl L = 14 -18 P = 12- 16
Lekosit (WBC) 18.800 ribu/cc 4.000 – 11.000 H
Eritrosit (RBC) 2.66 juta/cc L = 4.5 – 6.5 P = 3.0 – 6.0
Trombosit (PLT) 320.000 ribu/cc 150.000 – 450.000
S % L= 40 – 48 P = 37 – 43
Hit. Jenis : - % 0–1
Basofil
Hit. Jenis : - % 1–3
Eosinofil
Hit. Jenis : 75.2 % 50 – 70 H
Neotrofil
Hit. Jenis : 15.4 % 20 – 40
Limfosit
Hit. Jenis : Monosit 9.4 % 2–8
Hematokrit (HCT) 21.5 % L= 40 – 48 P = 37 – 43
MCV 81.0 fL 82,9 – 92,9
MCH 26.5 pg 27,0 – 33,0
MCHC 35.3 g/dl 30,1 – 38,1

Sumber : Laboratorium RSUKT


3.1.8 Terapi Saat Ini

No Terapi Dosis Rute


1 Ceftriaxone 1 gr/12 jam Intravena
2 Ranitidine 1 amp/12 jam Intravena
3 IVFD RL 500 ml 30 tpm Intravena
4 Novorapid 8-8-8 Subkutan

45
5 Levemir 0-0-14 Subkutan
6 Metamizole 2 ml/12 jam Intravena

3.1.9 Pengelompokkan Data


3.1.9.1 Data Subjektif
1) Klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi di kedua kakinya.
2) Klien mengatakan nyeri seperti bertusuk-tusuk.
3) Klien mengatakan skala nyeri 5
4) Klien mengatakan nyeri semakin bertambah ketika klien bergerak dan berkurang
ketika klien berbaring.
5) Klien mengatakan nyeri hilang timbul durasi sekitar 1 menit.
6) Klien mengatakan BAK menggunakan pispot
7) Klien mengatakan saat sakit segala aktivitas dibantu oleh keluarga.
8) Klien mengatakan sering terbangun pada malam hari sekitar jam 2 malam karena
nyeri pada kakinya dan sulit untuk tidur kembali.
9) Klien mengatakan tidak ada makanan pantangan
10) Klien mengatakan kadar gulanya selalu turun naik
11) Klien mengatakan tidak mengetahui penyebab sakit klien
3.1.9.2 Data Objektif
1) Klien tampak meringis dan gelisah
2) Klien tampak sulit bergerak
3) Klien tampak dibantu oleh keluarga
4) Terdapat luka bekas operasi pada kedua kaki klien.
5) Pada kaki kiri klien terdapat luka bekas operasi dan jari – jari klien hanya tersisa jari
jempol dan kelingking.
6) Pada kaki kanan terdapat luka bekas operasi di daerah tumit kaki klien.
7) Luka pada kedua kaki klien berwarnah merah dan bernanah dan tampak basah.
8) Tampak terpasang perban pada kedua kaki klien.
9) Klien tampak lemah
10) Klien terlihat makan sate kambing

46
11) Leukosit 18.800 ribu/cc (4.000-11.000)
12) Neotrofil 75.3 % (50-70)
13) Limfosit 15.4 % (20-40)
14) GDS (Gula Darah Sewaktu)

160 mg/dL (12 April 2021)

253 mg/dL (13 April 2021)

194 mg/dL (14 April 2021)

15) Kekuatan otot


5 5

2 3

3.1.10 Analisa Data


3.1.10.1 Pengelompokan Data 1
1) Data Subjektif :
(1) Klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi di kedua kakinya.
(2) Klien mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk
(3) Klien mengatakan skala nyeri 5.
(4) Klien mengatakan nyeri semakin bertambah ketika klien bergerak dan berkurang
ketika klien berbaring.
(5) Klien mengatakan nyeri hilang timbul durasi sekitar 1 menit.
(6) Klien mengatakan sering terbangun pada malam hari sekitar jam 2 malam karena
nyeri pada kakinya dan sulit untuk tidur kembali.

2) Data Objektif
(1) Klien tampak meringis dan gelisah
(2) Klien tampak sulit bergerak
3) Penyebab : Agen pencedera fisik
4) Masalah : Nyeri Akut
3.1.10.2 Pengelompokan Data 2
1) Data Subjektif

47
(1) Klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi di kedua kakinya
2) Data Objektif
(1) Terdapat luka operasi debridement pada kedua kaki klien.
(2) Pada kaki kiri klien terdapat luka luka operasi dan jari – jari klien hanya tersisa
jari jempol dan kelingking.
(3) Pada kaki kanan terdapat luka bekas operasi di daerah tumit kaki klien.
(4) Luka pada kedua kaki klien berwarnah merah dan bernanah dan tampak basah.
(5) Tampak terpasang perban pada kedua kaki klien.
(6) Leukosit 18.800 ribu/cc (4.000-11.000)
(7) Neotrofil 75.3 % (50-70)
(8) Limfosit 15.4 % (20-40)
3) Penyebab : Efek prosedur invasif pembedahan
4) Masalah : Gangguan integritas kulit
3.1.10.3 Pengelompokan Data 3
1) Data Subjektif
(1) Klien mengatakan kadar gulanya selalu turun naik
2) Data Objektif
(1) Klien tampak lemah
(2) GDS (Gula Darah Sewaktu)
160 mg/dL (12 April 2021)
253 mg/dL (13 April 2021)
194 mg/dL (14 April 2021)
3) Penyebab : Gangguan toleransi glukosa darah
4) Masalah : Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
3.1.10.4 Pengelompokan Data 4
1) Data Subjektif
(1) Klien mengatakan saat sakit segala aktivitas dibantu oleh keluarga.
(2) Klien mengatakan nyeri semakin bertambah ketika klien bergerak dan
berkurang ketika klien berbaring.
(3) Klien mengatakan BAK menggunakan pispot
(4) Klien mengatakan mandi di atas tempat tidur
2) Data Objektif

48
(1) Klien tampak sulit bergerak
(2) Klien tampak dibantu oleh keluarga
(3) Kekuatan otot
5 5
2 3
3) Penyebab : Penurunan kekuatan otot
4) Masalah : Gangguan Mobilitas Fisik
3.1.10.5 Pengelompokan Data 5
1) Data Subjektif
(1) Klien mengatakan tidak ada makanan pantangan
(2) Klien mengatakan tidak mengetahui penyebab sakit klien
2) Data Objektif
(1) Klien terlihat makan sate kambing
(2) Klien dan keluarga sering bertanya
3) Penyebab : Kurang terpapar informasi
4) Masalah : Defisit Pengetahuan

3.3. Penyimpangan KDM Tn. A

Usia dan pola hidup

Destruksi sel beta

49
retensi

Diabetes Melitus

Retennsi Mikrovaskuler Makrovaskuler Hiperglikemi

Penurunan glukosa kerusakan pembuluh otak Ketidakstabilan


Intrasel kapiler Kadar Glukosa
Darah
Kelemahan trombos dan jaringan kerusakan pembuluh darah

Kekuatan gangguan suplai darah gangguan suplai darah kurang tepapar


otot turun ke mata informasi
hipoksis jaringan
gangguan Mobilitas Retinopati Defisit Pengetahuan
Fisik kerusakan jaringan

Ulkus

Gangguan Integritas Nyeri Akut


Jaringan

3.3 Bagan penyimpangan KDM Tn. A

3.4 Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan skala prioritas diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. A dengan
Diabetes Melitus Tipe 2 adalah :
3.4.1 Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik

50
3.4.2 Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan Gangguan toleransi
glukosa darah
3.4.3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
3.4.4 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek prosedur invasif
pembedahan
3.4.5 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
3.5 Intervensi Keperawatan
3.5.1 Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik
Tujuan : Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama 1x6 jam. Diharapkan
tingkat nyeri klien dapat menurun denga kriteria hasil :
3.5.1.1 Keluhan nyeri menurun
3.5.1.2 Gelisah menurun
3.5.1.3 Nyeri klien dapat berkurang dari skala 5-2
3.5.1.4 Klien tampak rileks
Intervensi Keperawatan :
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
3) Berikan teknik nonfarmakologis seperti RND
4) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
5) Kolaborasi pemberian analgetik
3.5.2 Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan gangguan
toleransi glukosa darah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam. Di harapkan
masalah kestabilan kadar glukosa darah dapat teratasi dengan kriteria hasil :
3.5.2.1 Lelah menurun
3.5.2.2 kadar glukosa dalam darah membaik

Intervensi Keperawatan
1) Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
2) Monitor kadar glukosa darah, jika perlu

51
3) Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
4) Anjurkan monitor kadar glukosa secara mandiri
5) Kolaborasi pemberian insulin
6) Kolaborasi pemberian cairan IV
3.5.3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan masalah
mobilitas klien meningkat dengan kriteria hasil :
3.5.3.1 Pergerakan ekstremitas meningkat
3.5.3.2 Nyeri menurun
3.5.3.3 Gerakan terbatas menurun
Intervensi Keperawatan
1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
4) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
5) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
3.5.4 Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan efek prosedur invasif
pembedahan
Tujuan : Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama 2x24 jam. Diharapkan
masalah Gangguan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil :
3.5.4.1 tidak ada kemerahan pada luka klien
3.5.4.2 tidak ada nyeri
Intervensi Keperawatan
1. Monitor karakteristik luka
2. Monitor tanda-tanda infeksi
3. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
4. Bersihan dengan cairan NaCl
5. Berikan salep yang sesuai ke kulit /lesi
6. Pasang balutan sesuai jenis luka.
7. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi protein dan kalori.
Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

52
3.5.5 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 menit. Di harapkan
masalah Defisit Pengetahuan dapat teratasi dengan kriteria hasil :
3.5.5.1 Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat
3.5.5.2 Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
3.5.5.3 Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
Intervensi Keperawatan
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan.
3) Berikan kesempatan untuk bertanya
4) Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi keesehatan
3.6 Implementasi Keperawatan
3.6.1 Implementasi Hari I
Hari Selasa, 13 April 2021
3.6.1.1 Diagnosa Keperawatan 1
1) Pukul 09.00 Wita
Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
Data Subjektif : Klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi di
kedua kaki
Data Objektif : Klien tampak gelisah ketika nyeri datang
2) Pukul 09.05 Wita
Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Data Subjektif : Klien mengatakan nyeri bertambah ketika bergerak dan
berkurang ketika berbaring
Data Objektif : Klien tampak meringis saat bergerak
3) Pukul 09.10 Wita
Memberikan teknik nonfarmakologis seperti RND
Data Subjektif : Klien mengatakan paham dan mulai melakukan RND
Data Objektif : Klien tampak paham dan memperhatikan apa yang
dijelaskan oleh petugas
4) Pukul 09.15 Wita

53
Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
nonfarmakologis relaksasi napas dalam
Data Subjektif : Klien mengatakan akan melakukan teknik yang
diajarkan oleh petugas
Data Objektif : klien mulai melakukan teknik nonfarmakologis relaksasi
napas dalam
5) Pukul 09.20 Wita
Mengkolaborasi pemberian analgetik
Data Subjektif : -
Data Objektif : Klien sudah diberikan obat Metamizole 2 ml/IV
3.6.1.2 Diagnosa Keperawatan 2
1) Pukul 09.25 Wita
Mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
Data Subjektif : Klien mengatakan suka makan sate kambing
Data Objektif : Klien terlihat makan sate kambing
2) Pukul 09.30 Wita
Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
Data Subjektif : -
Data Objektif : Gula Darah Sewaktu 160 mg/dL (12 April 2021)
3) Pukul 09.35 Wita
Mengkonsultasikan dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia
tetap ada atau memburuk
Data Subjektif : -
Data Objektif : Klien rutin diperiksa GDS setiap hari
4) Pukul 09.40 Wita
Mengkolaborasi pemberian insulin jika perlu.
Data Subjektif : Klien mengatakan rutin diberi insulin oleh petugas
Data Objektif : Klien diberi insulin Novorapid 8-8-8

3.6.1.3 Diagnosa Keperawatan 3


1) Pukul 09.45 Wita
Memonitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

54
Data Subjektif : Klien mengatakan belum bisa berpindah tempat dengan
bantuan pagar tempat tidur
Data Objektif : Klien hanya berbaring ditempat tidur
2) Pukul 09.50 Wita
Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (pagar tempat tidur)
Data Subjektif : Klien mengatakan masih belum bisa berpindah ditempat
tidur
Data Objektif : tempat tidur klien diberi pagar tempat tidur
3) Pukul 09.55 wita
Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (duduk di
tempat tidur,)
Data Subjektif : Klien mengatakan masih sulit bergerak
Data Objektif : Klien masih belum bisa mobilisasi
3.6.1.4 Diagnosa Keperawatan 4
1) Pukul 10.00 Wita
Memonitor karakteristik luka
Subjektif : -
Objektif : luka klien tampak merah,bernanah dan basah
2) Memonitor tanda-tanda infeksi
Subjektif :klien mengatakan nyeri pada luka kedua kaki
Objektif : luka tampak merah,basah dan bernanah.
3) Pukul 10.05 wita
Melepaskan balutan dan plester secara perlahan
Subjektif :-
Objektif : Panjang luka klien sekitar 10 cm dan lebar sekitar 5 cm di kaki
kiri dan panjang luka di kaki kanan di daerah tumit sekitar 4cm, lebar
sekitar 3cm dan kedalaman sekitar 2 cm.

4) Pukul 10.10 Wita


Membersihkan dengan cairan NaCl
Subjektif :-

55
Objektif : luka pada punggung klien dan tumit klien dibersihkan dengan
NaCl
5) Pukul 10.15 Wita
Memasang balutan sesuai jenis luka
Subjektif : -
Objektif :Tampak terpasang balutan pada luka klien
6) Pukul 10.20 Wita
Menganjurkan mengkonsumsi makanan tinggi protein dan kalori
Subjektif : Klien mengatakan mengerti anjuran yang diberikan
Objektif : klien dapat menyebutkan kembali anjuran yang diberikan
7) Pukul 10.23 Wita
Kolaborasi pemberian antibiotik
Subjektif: klien mengatakan telah diberikan obat
Objektif: klien tampak diberikan obat Ceftriaxone 1 gr/IV
3.6.1.5 Diagnosa Keperawatan 5
1) Pukul 10.25 Wita
Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Data Subjektif : Klien mengatakan bersedia menerima informasi
Data Objektif : Klien tampak bersedia
2) Pukul 10.30 Wita
Menyediakan materi dan media pendidikan kesehatan.
Data Subjektif : -
Data Objektif : Klien tampak memperhatikan saat diberi pendidikan
kesehatan
3.6.2 Implementasi Hari II
Hari Rabu, 14 April 2021
3.6.2.1 Diagnosa Keperawatan 1
1) Pukul 08.35 Wita
Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Data Subjektif : Klien mengatakan masih nyeri saat bergerak
Data Objektif : Klien tampak meringis saat bergerak
2) Pukul 08.45 Wita

56
Memberikan teknik nonfarmakologis seperti RND
Data Subjektif : Klien mengatakan sudah melakukan RND saat nyeri tiba
Data Objektif : Klien tampak paham cara mengatasi saat nyeri
3) Pukul 08.50 Wita
Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
nonfarmakologis relaksasi napas dalam
Data Subjektif : Klien mengatakan sudah paham teknik relaksasi napas
dalam yang diajarkan oleh petugas
Data Objektif : klien mulai melakukan teknik nonfarmakologis relaksasi
napas dalam
4) Pukul 08.55 Wita
Mengkolaborasi pemberian analgetik
Data Subjektif : -
Data Objektif : Klien rutin diberikan obat Metamizole 2 ml/IV
3.6.2.2 Diagnosa Keperawatan 2
1) Pukul 09.20 Wita
Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
Data Subjektif : -
Data Objektif : Gula Darah Sewaktu 253 mg/dL (13 April 2021)
2) Pukul 09.25 Wita
Mengkonsultasikan dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia
tetap ada atau memburuk
Data Subjektif : -
Data Objektif : Klien rutin diperiksa GDS setiap hari
3) Pukul 09.35 Wita
Mengkolaborasi pemberian insulin jika perlu.
Data Subjektif : Klien mengatakan rutin diberi insulin oleh petugas
Data Objektif : Klien rutin diberi insulin Novorapid 8-8-8

3.6.2.3 Diagnosa Keperawatan 3


1) Pukul 09.45 Wita
Memonitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

57
Data Subjektif : Klien mengatakan masih belum bisa berpindah tempat
dengan bantuan pagar tempat tidur
Data Objektif : Klien hanya berbaring ditempat tidur
2) Pukul 09.50 Wita
Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (pagar tempat tidur)
Data Subjektif : Klien mengatakan masih belum bisa berpindah ditempat
tidur
Data Objektif : tempat tidur klien diberi pagar tempat tidur
3) Pukul 09.55 wita
Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (duduk di
tempat tidur)
Data Subjektif : Klien mengatakan masih sulit bergerak
Data Objektif : Klien masih belum bisa mobilisasi
3.6.2.4 Diagnosa Keperawatan 4
1) Pukul 10.00 Wita
Memonitor karakteristik luka
Subjektif : -
Objektif : luka klien tampak merah,bernanah dan basah
2) Memonitor tanda-tanda infeksi
Subjektif :klien mengatakan masih nyeri pada kedua kakinya
Objektif : luka tampak merah,basah dan bernanah.
3) Pukul 10.05 wita
Melepaskan balutan dan plester secara perlahan
Subjektif :-
Objektif : Panjang luka klien sekitar 10 cm dan lebar sekitar 5 cm di kaki
kiri dan panjang luka di kaki kanan di daerah tumit sekitar 4cm, lebar
sekitar 3cm dan kedalaman sekitar 2 cm.

4) Pukul 10.10 Wita


Membersihkan dengan cairan NaCl
Subjektif :-

58
Objektif : luka pada punggung klien dan tumit klien dibersihkan dengan
NaCl
5) Pukul 10.15 Wita
Memasang balutan sesuai jenis luka
Subjektif : -
Objektif :Tampak terpasang balutan pada luka klien
6) Pukul 10.20 Wita
Menganjurkan mengkonsumsi makanan tinggi protein dan kalori
Subjektif : Klien mengatakan mengerti anjuran yang diberikan
Objektif : klien dapat menyebutkan kembali anjuran yang diberikan
7) Pukul 10.23 Wita
Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
Subjektif: klien mengatakan telah diberikan obat
Objektif: klien tampak diberikan obat Ceftriaxone 1 gr/IV
3.6.2.5 Diagnosa Keperawatan 5
1) Pukul 10.25 Wita
Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Data Subjektif : Klien mengatakan bersedia menerima informasi
Data Objektif : Klien tampak bersedia
2) 2Pukul 10.30 Wita
Menyediakan materi dan media pendidikan kesehatan.
Data Subjektif : -
Data Objektif : Klien tampak memperhatikan saat diberi pendidikan
kesehatan

59
3.7 Evaluasi Keperawatan
Hari Rabu, 14 April 2021
3.7.1 Evaluasi Hasil Diagnosa 1 (Pukul 16.30 Wita)
Subjektif : Klien mengatakan nyeri berkurang
Objektif : Klien tampak rileks, skala nyeri 2
Assesment : Masalah Nyeri teratasi
Planning : Pertahankan Intervensi
(melakukan relaksasi napas dalam jika nyeri muncul dan diberi
obat Ceftriaxone 1 gr/12 jam IV)

3.7.2 Evaluasi Hasil Diagnosa 2 (Pukul 16.35 Wita)


Subjektif : Klien mengatakan gula darah masih naik turun
Objektif : GDS : 194 mg/dL
Assesment : Masalah Hiperglikemia belum teratasi
Planning : Intervensi dilanjutkan

3.7.3 Evaluasi Hasil Diagnosa 3 (Pukul 16.40 Wita)


Subjektif : Klien mengatakan masih belum bisa berpindah ditempat tidur
Objektif : klien tampak hanya berbaring saja
Assesment : Masalah Gangguan Mobilitas Fisik belum teratasi
Planning : Intervensi dilanjutkan

3.7.4 Evaluasi Hasil Diagnosa 4 (Pukul 16.45 Wita)


Subjektif : Klien mengatakan masih ada kemerahan di area luka operasi
Objektif : masih terdapat puss dan kemerahan di area luka operasi klien
Assesment : Masalah Gangguan Integritas Kulit belum teratasi
Planning : Intervensi dilanjutkan

3.7.5 Evaluasi Hasil Diagnosa 5 (Pukul 16.50 Wita)


Subjektif : Klien mengatakan paham tentang makanan yang harus dibatasi
klien

60
Objektif : Klien sudah paham tentang apa yang dijelaskan oleh petugas
Assesment : Masalah Defisit Pengetahuan teratasi
Planning : Intervensi dihentikan

BAB 4
PEMBAHASAN

61
Penulis membahas tentang kesenjangan antara teori dengan kasus pada Tn. A.
Setelah mempelajari landasan teori dan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien
Tn. A dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Perawatan Cemara Rumah Sakit
Umum Kota Tarakan mulai tanggal 12 April 2021 sampai dengan 14 April 2021, maka
pada bab ini penulis mengemukakan kesenjangan antara teori dengan pelaksanaan
asuhan keperawatan pada Tn. A dengan Diabetes Melitus Tipe 2. Adapun kesenjangan
tersebut akan diuraikan sesuai dengan langkah-langkah proses keperawatan sebagai
berikut:
4.1 Pengkajian
Pada tahap pengkajian penulis tidak memiliki hambatan selama proses
wawancara dengan klien ataupun keluarga klien. Klien dan keluarganya bersifat terbuka
dan kooperatif dalam menjawab pertanyaan dan mengungkapkan masalah yang
dirasakan klien, selain itu penulis juga menjalin kerjasama dengan perawat ruangan
untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan kesehatan pada Tn. A.
Berdasarkan proses pengkajian pada Tn. A dengan penyakit Diabetes Melitus
tipe 2 di Ruang Cemara Rumah Sakit Umum Kota Tarakan pada tanggal 12 April 2021
sampai dengan 14 April 2021 di dapatkan beberapa kesenjangan antara teori dan kasus
yang diperoleh dari lahan praktik di Rumah Sakit Umum Kota Tarakan.
4.1.1 Aktivitas/Istirahat
Berdasarkan data pengkajian Diabetes Melitus menurut Doengoes (2014), yang
terdapat pada teori ada yang tidak ditemukan pada klien seperti, takikarda dan takipneu
pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas, latergi/disorientasi, dan koma.
Takikardia adalah keadaan di mana detak jantung melebihi 100 kali per menit.
Dalam keadaan normal, jantung berdetak sebanyak 60 hingga 100 kali per
menit. Menurut (Fatmawati, 2019) takikardi terjadi kekurangan energi sel sehingga
jantung melakukan kompensasi untuk meningkatkan pengiriman. Berdasarkan
pengkajian Tn. A tidak ditemukan takikardia dengan hasil 79x/menit.
Takipneu adalah kondisi dimana pernapasan cepat dan dangkal karena
ketidakseimbangan antara karbondioksida dan oksigen di dalam tubuh. Takipneu tidak
ditemukan pada klien karena takipneu terjadi pada klien ketoasidois metabolik yang
mengakibatkan peningkatan ventilasi (Fatmawaty, 2019). Berdasarkan pengkajian pada
Tn. A tidak ditemukan takipneu dengan hasil frekuensi pernapasan 20 x/menit yang

62
berarti tidak terjadinya ketidakseimbangan antara karbondioksida dan oksigen di dalam
tubuh.
Latergi adalah keadaan dimana klien tampak mengantuk sampai tidur, akan
tetapi masih dapat dibangunkan sampai sadar dengan rangsangan suara atau nyeri
(Windiastuti et al., 2012). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia disorientasi adalah
kehilangan daya untuk mengenal lingkungan, terutama yang berkenaan dengan waktu,
tempat dan orang. Koma adalah gangguan kesadaran yang berat, dimana klien tampak
tidur dalam tanpa dapat dibangunkan dan tidak ada raeksi terhadap berbagai rangsangan
(Windiastuti et al., 2012). Menurut Fatmawaty (2019), tingkat kesadaran pada pasien
DM tergantung pada kadar glukosa dalam tubuh dan kondisi fisiologi untuk melakukan
kompensasi kelebihan gula darah. Latergi/disorientasi dan koma tidak ditemukan pada
kasus Tn. A karena klien memiliki tingkat kesadaran composmentis yang berarti tubuh
dapat mengkompensasi kelebihan kadar glukosa dalam tubuh.
4.1.2 Sirkulasi
Berdasarkan pengkajian yang ada di teori umum terdapat pengkajian yang tidak
terdapat pada klien Tn. A yaitu, adanyan riwayat hipertensi. Hipertensi terjadi karena
peningkatan viskositas darah oleh glukosa sehingga terjadi peningkatan tekanan pada
dinding pembuluh darah dan risiko terjadinya plak pada pembuluh darah, kondisi ini
terjadi pada fase diabetes melitus yang sudah lama atau penderita yang memang
mempunyai bakat hipertensi (Fatmawaty, 2019). Pada klien Tn. A ditemukan hasil
pemeriksaan tekanan darah klien 132/69 mmHg dan 119/74 mmHg yang berarti tekanan
darah klien masih fluktuatif sehingga klien memiliki bakat untuk menderita hipertensi.
4.1.3 Eliminasi
Berdasarkan pengkajian di teori umum terdapat pengkajian yang tidak terdapat
pada klien Tn. A yaitu poliuria. Poliuria adalah keadaan sering kencing yang disebabkan
kadar glukosa darah melebihi ambang batas ginjal dalam reabsorbsi glukosa di tubulus
ginjal (Subiyanto, 2019). Poliuria disebabkan oleh karena glukosa bersifat diuretik
osmotik, sehingga diuresis meningkat disertai hilangnya berbagai elektrolit
(Kurniawaty, 2014). Poliuria tidak terjadi pada klien Tn. A karena ditemukan tidak ada
keluhan sering kencing (poliuria) pada klien Tn.A yang berumur 58 tahun, hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aziztama (2014), tentang DM pada
lansia. Menurut Aziztama (2014), DM pada lansia umumnya bersifat asimptomatik dan

63
kalaupun terdapat gejala seringkali berupa perubahan tingkah laku, menurunnya status
kognitif atau kemampuan fungsional seperti, delirium, demensia, depresi agitasi dan
mudah jatuh. Hal ini menyebabkan diagnosis\ DM pada lansia seringkali terlambat.
Gejala klasik DM seperti poifagia, poluria dan polidipsia tidak selalu tampak pada
lansia penderita DM hal ini disebabkan oleh seiring terjadinya peningkatan usia maka
terjadi kenaikan ambang batas ginjal untuk glukosa sehingga glukosa baru dikeluarkan
melalui urin bila glukosa darah sudah cukup tinggi.
Berdasarkan pengkajian di teori umum terdapat pengkajian yang tidak terdapat
pada klien Tn. A yaitu diare. Diare adalah kondisi ketika seseorang mengalami buang
air besar lebih sering dari biasanya. Diare merupakan gangguan buang air besar yang
ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai
dengan darah atau lendir (Wasliah et al., 2020). Diare pada Tn. A tidak ditemukan
karena klien mengatakan belum ada BAB sejak 3 hari dirawat dan bising usus klien 15
kali/menit dengan nilai normal bisisng usus 5-35 kali/menit.
4.1.4 Makanan atau cairan
Berdasarakan pengkajian di teori umum terdapat pengkajian yang tidak terdapat
pada klien Tn. A yaitu haus (polidipsi). Polidipsi terjadi karena adanya dehidrasi akibat
klien mengalami poliuria, maka untuk mengatasiya, tubuh akan sering merasa haus
sehingga banyak minum (polidipsia). Polidipsia tidak terjadi pada klien Tn. A karena
ditemukan Tn. A tidak mengalami keluhan sering haus (polidipsi). Menurut Kurniawan
(2011) mekanisme haus terganggu seiring dengan penuaan, maka polidipsi juga tidak
terjadi, sehingga lansia penderita DM mudah mengalami dehidrasi hiperosmolar akibat
hiperglikemia berat.
Berdasarakan pengkajian pada Tn. A terdapat pengkajian yang tidak terdapat pada
pengkajian teori yaitu hilang napsu makan. Pada klien DM umunya terjadi keluhan
mudah lapar dan sering makan yang umumnya juga disertai mudah lelah dan
mengantuk, disebabkan adanya penurunan ambilan glukosa oleh sel akibat defisiensi
insulin (Perkeni, 2019). Polifagia muncul karena adanya rangsangan pusat nafsu makan
di hipotalamus akibat kurangnya pemakaian glukosa di sel, jaringan dan hati
(Kurniawaty, 2014). Penurunan napsu makan tidak terjadi pada klien Tn.A karena
ditemukan Tn. A mengeluh sering lapar.
4.1.5 Neurosensori

64
Berdasarakan pengkajian di teori umum terdapat pengkajian yang tidak terdapat
pada klien Tn. A yaitu, pusing/pening dan sakit kepala. Menurut Fatmawaty (2019),
mengatakan penderita diabetes melitus mungkin akan merasakan gejala seperti pusing
dan sakit kepala. Menurut Kalsum dkk (2015), kadar glukosa yang rendah
(hipoglikemia) pada klien diabetes melitus tipe 2 dengan gejala hipoglikemia sedang
yaitu akan menyebabkan sakit kepala. Pada pengkajian pada klien Tn. A tidak
ditemukan adanya keluhan sakit kepala ataupun pusing dikarenakan GDS klien 160
mg/dL (12 April 2021), 253 mg/dL (13 April 2021), 194 mg/dL (14 April 2021) dan
tidak mengalami hipoglikemia.
4.1.6 Pernapasan
Berdasarkan pengkajian di teori umum terdapat pengkajian yang tidak terdapat
pada klien Tn. A yaitu, batuk dengan/tanpa sputum purulen. Batuk adalah upaya
pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada dan refleks fisiologi yang
melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu. Batuk menjadi patalogis bila
dirasakan sebagai gangguan (Hidayati & Yogananda, 2021). Pengkajian pada Tn. A
tidak ditemukan adanya keluhan batuk baik berdahak maupun tidak hal ini
mengindikasikan tidak adanya infeksi pada saluran pernapasan.
4.2 Diagnosis Keperawatan
Berdasarakan hasil analisa data yang dilakukan maka penulis memperoleh data-
data yang diperlukan untuk menegakkan suatu diagnosis\ keperawatan yang sesuai
dengan keadaan data yang ditemukan pada Tn. A dengan diagnosis Diabetes tipe 2.
Antara diagnosis\keperawatan yang penulis peroleh dari dasar teori dengan yang penulis
temukan di lapangan memiliki beberapa perbedaan. Penulis mengambil beberapa
sumber buku terkait dengan penegakan diagnosis keperawatan yaitu diagnosis menurut
Doenges (2014) dan pada sistem penulisan menggunakan sumber dari SDKI (2017).
4.2.1 Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. A dengan diagnosis Diabetes Tipe 2
terdapat diagnosis\ keperawatan yang tidak ditegakkan sesuai dengan diagnosis\
keperawatan menurut SDKI (2017), yaitu :

4.2.1.1 Risiko Infeksi dapat dihubungkan dengan faktor risiko diantaranya penyakit
kronis (mis. diabetes melitus), efek prosedur invasif, malnutrisi, peningkatan
paparan organisme patogen lingkungan, ketidakadekuatan pertahanan tubuh

65
primer dan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder.
Menurut SDKI (2017), risiko infeksi adalah berisiko mengalami peningkatan
terserang organisme patogen. Berdasarkan pengkajian pada Tn. A ditemukan
data klien terdapat luka pada kedua kaki klien. Luka pada kaki sebelah kiri
memiliki panjang sekitar 10 cm dan lebar 5 cm luka berwarna merah dan tampak
basah serta luka di kaki kanan terdapat di tumit klien dengan panjang luka
sekitar 4 cm, lebar 3 cm dan kedalaman sekitar 2 cm dengan keadaan luka
tampak bernanah. Diagnosis\ ini tidak dapat ditegakkan karena sudah terjadi
infeksi pada klien.
4.2.1.2 Intoleran Aktivitas dapat dihubungkan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan, imobilitas dan gaya hidup
monoton.
Menurut SDKI (2017), intoleran aktivitas adalah ketidakcukupan energi untuk
melakukan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan pengkajian pada Tn. A tidak
ditemukan intoleran aktivitas. Data dikuatkan dengan tidak ditemukan gejala
mayor dan minor seperti mengeluh lelah, frekuensi jantung meningkat > 20%
dari kondisi istirahat, dispnea saat/setelah aktivitas, merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas, merasa lemah, tekana darah berubah > 20% dari kondisi istirahat,
gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas, gambaran EKG
menunjukkan iskemia dan sianosis.
4.2.1.3 Keletihan berhubungan dengan gangguan tidur, gaya hidup monoton, kondisi
fisiologis (mis. penyakit kroonis, penyakit terminal, anemia, malnutrisi,
kehamilan), program perawatan/pengobatan jangka panjang, peristiwa hidup
negatif, stres berlebihan, depresi (SDKI PPNI, 2017).
Keletihan adalah penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak
pulih dengan istirahat (SDKI PPNI, 2017). Diagnosis ini tidak dapat ditegakkan
pada Tn. A dengan Diabetes Melitus tipe 2 karena pada Tn. A tidak mengalami
keletihan. Data dikuatkan dengan tidak ditemukan gejala mayor dan minor
seperti tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin, tampak lesu, kebutuhan
istirahat meningkat, merasa energy tidak pulih walaupun telah tidur, merasa
kurang tenang, mengeluh lelah, merasa bersalah akibat tidak mampu
menjalankan tanggung jawab.

66
4.2.4 Ketidakberdayaan berhubungan dengan program perawatan/ pengobatan yang
kompleks atau jangka panjang, lingkungan tidak mendukung
perawatan/pengobatan, interaksi interpersonal tidak memuaskan (SDKI PPNI,
2017).
Ketidakberdayaan adalah persepsi bahwa tindakan seseorang tidak akan
mempengaruhi hasil secara signifikan; persepsi kurang terkontrol pada situasi
saat ini atau yang akan datang (SDKI PPNI, 2017). Diagnosis ini tidak dapat
ditegakkan pada Tn. A dengan Diabetes Melitus tipe 2 karena pada Tn. A tidak
mengalami ketidakberdayaan. Data dikuatkan dengan tidak ditemukan gejala
mayor dan minor seperti bergantung pada orang lain, tidak berpartisipasi dalam
perawatan, pengasingan, menyatakan frustasi atau tidak mampu melaksanakan
aktivitas sebelumnya, merasa diasingkan, menyatakan keraguan tentang kinerja
peran, menyatakan kurang kontrol, menyatakan rasa malu, merasa tertekan
(depresi). Berdasarkan hasil pengkajian, klien mengatakan telah 3 tahun
menderita penyakit diabetes melitus namun klien tidak menunjukkan tanda klien
frustasi terhadap penyakitnya sehingga diagnosa ketidakberdayaan tidak dapat
ketidakberdayaan tidak dapat ditegakkan.
4.2.2 Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. A dengan diagnosis Diabetes Tipe 2
terdapat diagnosis keperawatan yang tidak terdapat di teori dan ditegakkan pada kasus
karena sesuai dengan diagnosis keperawatan menurut SDKI (2017), yaitu:
4.2.2.1 Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan dengan
batasan karakteristik mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif,
gelisah, sulit tidur (SDKI, 2017). Diagnosis ini tidak terdapat pada teori karena
disesuaikan dengan kebutuhan pasien yang dibuktikan dengan adanya tanda
gejala mayor dan minor pada Tn. A seperti mengeluh nyeri pada kedua kakinya,
tampak meringis, gelisah dan sulit tidur.
4.2.2.2 Gangguan Integritas Jaringan berhubungan dengan neuropati perifer
Kerusakan kulit (dermis atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa,
kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi atau ligament) (SDKI

67
PPNI, 2017). Diagnosis ini tidak terdapat pada teori karena disesuaikan dengan
kebutuhan pasien yang dibuktikan dengan Tn. A mengeluh terdapat luka pada
kedua kakinya, klien mengeluh nyeri, dan balutan lukanya merembes. Data dari
masalah di atas di perkuat dengan adanya sumber SDKI (2017) yang
menyatakan bahwa diagnosis gangguan integritas jaringan dapat ditegakkan
pada pasien yang memiliki kriteria mayor dan minor yang mendukung seperti
kerusakan jaringan atau lapisan kulit, nyeri, perdarahan, kemerahan, hematoma.
4.2.2.3 Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan Muskuloskeletal
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri
(SDKI PPNI, 2017). Diagnosis ini tidak terdapat pada teori karena disesuaikan
dengan kebutuhan pasien yang dibuktikan dengan Tn. A mengeluh nyeri saat
menggerakkan kakinya, kekuatan otot menurun 5/5/2/3 dan klien merasa lemas.
Data dari masalah di atas di perkuat dengan adanya sumber SDKI (2017) yang
menyatakan bahwa diagnosis gangguan mobilitas fisik dapat ditegakkan jika
terdapat kriteria mayor dan minor seperti mengeluh sulit menggerakkan
ekstemitas, kekuatan otot menurun, rentang gerak ROM menurun, nyeri saat
bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak, sendi
kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah.
4.2.2.4 Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan Resistensi Insulin
Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah merupakan variasi kadar glukosa darah
dari rentang normal yaitu mengalami hiperglikemia atau hipoglikemia (SDKI
PPNI, 2017). Hiperglikemia adalah keadaan kadar glukosa darah meningkat atau
berlebihan, kadar glukosa darah puasa yang lebih tinggi dari 110 mg/dL.
Diagnosis ini tidak terdapat pada teori karena disesuaikan dengan kebutuhan
pasien yang dibuktikan dengan Tn. A mulut kering, jumlah urin meningkat.
Data dari masalah di atas diperkuat dengan adanya sumber SDKI (2017) yang
menyatakan bahwa Diagnosis Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah dapat
ditegakkan jika terdapat kriteria mayor dan minor seperti mulut kering, haus
meningkat, jumlah urin meningkat
4.3 Perencanaan
Perencanaan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan setelah
dilakukan diagnosis keperawatan. Rencana keperawatan merupakan segala bentuk

68
terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian
klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan klien
individu, keluarga, dan komunitas (PPNI, 2018). Pada tahap perencanaan penulis
menemukan perbedaan antara teori dan juga kasus yang diambil pada Tn. A semua
tindakan disesuaikan dengan perencanaan yang telah ditentukan dan disesuaikan
dengan kondidi klien. Adapun beberapa tindakan yang tidak dimasukkan dalam
perencanaan yaitu:
4.3.1 Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
4.3.3.1 Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
Hipotensi ortostatik adalah tekanan darah rendah yang dimana penderita
merasakan pusing ketika beranjak dari duduk atau berbaring. Pada klien tidak
dilakukan intervensi ini dikarenakan klien hanya dapat berbaring dan tidak ada
keluhan seperti pusing ketika bangun dari posisi berbaring.
4.3.3.2 Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dL.
Intervensi ini tidak dilakukan karena klien tidak dapat melakukan kegiatan
olahraga dikarenakan terdapat luka DM pada kedua kaki klien.
4.3.3.3 Kolaborasi pemberian kalium
Intervensi ini tidak dilakukan karena pada saat pengkajian tidak ditemukan
teraapi kolaborasi pemberian kalium pada klien.
4.4 Implementasi
Pada tahap pelaksanaan intervensi/perencanaan penulis akan melakukan
perencanaan yang telah disusun pada tahap pengumpulan data, pelaksanaan asuhan
keperawatan yang dilakukan penulis disesuaikan dengan rencana yang telah disusun.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping. Namun, dari beberapa intervensi yang dibuat ada
beberapa intervensi yang tidak maksimal dikarenakan pengetahuan dan keterampilan
penulis saat melakukan intervensi tersebut.

Dalam melakukan implementasi tidak didapatkan masalah yang begitu berarti,


klien dan keluarga bersifat terbuka, klien dan keluarga bersifat kooperatif dan mudah
untuk diajak kerjasama, mudah untuk menerima penjelasan dan saran serta klien

69
berpartisipasi aktif dalam tindakan keperawatan sehingga intervensi yang dibuat dapat
diimplementasikan.
Intervensi yang tidak diimplementasikan penulis pada Tn. A dengan diagnosis
Diabetes Tipe 2 dengan masalah gangguan integritas jaringan sebagai berikut:
1). Intervensi: Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi
Intervensi ini tidak dilakukan pada Tn. A karena sesuai dengan kondisi klien dimana
pada luka klien hanya dilakukan pembersihan dengan cairan NaCl tanpa diberikan salep
pada lukanya.
4.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan fase terakhir dari proses keperawatan untuk menilai asuhan
keperawatan yang telah diberikan pada Tn. A dengan diagnosis medis Diabetes Tipe 2
selama 3 hari dimulai tanggal 12 sampai 14 April 2021 berdasarkan tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan pada perencanaan, penulis dapat menyimpulkan dari lima
diagnosis keperawatan terdapat dua diagnosis yang telah teratasi dan tiga diagnosis
keperawatan yang belum teratasi. Untuk diagnosis ketidakstabilan kadar glukosa darah
masih belum teratasi dikarenakan GDS klien masih naik turun. Diagnosis gangguan
mobilitas fisik masih belum teratasi karena klien masih belum dapat menggerakkan
kakinya. Diagnosis keperawatan gangguan integritas jaringan masih belum teratasi
karena luka klien masih tampak basah, bernanah dan masih terdapat jaringan nekrotik
dan intervensi masih dilanjutkan yaitu GV perhari baik di rumah maupun di fasilitas
kesehatan.

BAB 5
PENUTUP

70
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. A dengan diagnosis medis
Diabetes Tipe 2 selama 3 hari mulai tanggal 12 sampai dengan 14 April 2021 di
ruang Cemara Rumah Sakit Umum Kota Tarakan dapat disimpulkan sebagai
berikut:
5.1.1 Pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. A yang meliputi pengkajian dan
menganalisa data, perumusan diagnosa keperawatan, membuat intervensi
keperawatan, melakukan implementasi dan melakukan evaluasi. Penulis dapat
melaksanakan setiap tahap sesuai dengan tingkat pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki oleh penulis berdasarkan yang telah dipelajari selama proses
pembelajaran. Pengkajian pada Tn. A dilakukan secara bertahap dengan
memperhatikan kondisi klien. Penulis mendapat hasil penkajian menyeluruh
untuk mendapatkan data yang akurat Tn. A sesuai dengan kondisi klien
5.1.2 Dengan melakukan proses keperawatan penulis mengemukakan kesenjangan
antara tinjauan pustaka dan laporan kasus dengan diagnosa DM tipe 2
diantaranya, pada tinjauan pustaka didapatkan 7 diagnosis yang dapat
ditegakkan pada pasien DM tipe 2, namun di dalam laporan kasus hanya terdapat
5 diagnosis keperawatan, ada 4 diagnosis yang tidak terdapat pada tinjauan
pustaka.
5.1.3 Faktor pendukung dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yaitu
sikap klien dan keluarga yang ramah dan berperan aktif pada setiap tindakan
yang yang dilakukan, serta izin yang diberikan pihak rumah sakit, tersedianya
fasilitas dari institusi yang menunjang pelaksanaan asuhan keperawatan pada
klien, dan peran perawat ruangan yang membantu dalam memperhatikan
keadaan klien. Faktor penghambat dalam melaksanakan asuhan keperawatan ini
selain waktu yang singkat dan keterbatasan waktu penulis dalam melakukan
perawatan pada klien 24 jam sehingga penulis mendelegasikan perawatan
selanjutnya pada perawat ruangan.
5.1.4 Pemecahan masalah yang dilakukan pada Tn. A didapatkan dari pelaksanaan
tindakan keperawatan pada Tn. A yang telah dilakukan dengan baik berdasarkan
rencana yang telah disusun yaitu dengan cara melakukan tindakan mandiri dan
berkolaborasi dengan tim medis lainnya. Pada tahap evaluasi ditemukan 2

71
diagnosis yang sudah teratasi. Diagnosis yang teratasi adalah Defisit
Pengetahuan dan Nyeri Akut. Semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan
dapat didokumentasikan dengan baik.
5.2 Saran
Dari kesimpulan di atas, maka saran yang dapat penulis kemukakan adalah
sebagai berikut:
5.2.1 Saran untuk penulis
Diharapkan penulis mendapatkan pengalaman yang nyata terkait dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosis Diabetes Tipe 2
5.2.2 Saran Untuk Mahasiswa
Diharapkan mampu meningkatkan atau membuka wawasan dan keterampilan
dasar untuk memperbarui ilmu tentang proses keperawatan dan teori yang ada
dengan yang nyata yang terjadi di lapangan saat melakukan praktik kerja
keperawatan.
5.2.3 Saran Untuk Rumah Sakit
Diharapkan Rumah Sakit dapat meningkatkan kualitas serta sarana dan
prasarana dalam perawatan pasien khususnya pada pasien dengan diagnosis
Diabetes Tipe 2.
5.2.4 Saran Untuk Institusi
Diharapkan dapat mevcapai tujuan pembelajaran asuhan keperawatan yang
sesuai dengan standar praktik keperawatan pada pasien dengan Diabetes Tipe 2.

DAFTAR PUSTAKA

Astar, F., Tamsah, H., & Kadir, I. (2018). Pengaruh Pelayanan Asuhan Keperawatan

72
Terhadap Kepuasan Pasien Di Puskesmas Takalala Kabupaten Soppeng. Mirai :
Journal of Management, 1(2), 33–57.
https://journal.stieamkop.ac.id/index.php/yume/article/download/231/123
Awaliyah Nor Faida, Y. D. P. S. (2019). Kejadian Diabetes Melitus Tipe I pada Usia
10-30 Tahun. Higeia Journal of Public Health Research and Development, 1(3),
625–634.
Aziztama, R. (2014). DIABETES MELLITUS TYPE II AND GRADE I
HYPERTENSION ACCOMPANIED OBESITY ON 75 YEARS OLD WOMAN
WITHOUT. 1, 174–179.
Fatmawati. (2019). karya tulis ilmiah asuhan keperawatan dengan diabetes melitus.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Fatmawaty, D. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes Melitus Dengan
Masalah Keperawatan Kerusakan Integritas Kulit. 9–51.
GEffenberger, K. (2016). 済無 No Title No Title No Title. Angewandte Chemie
International Edition, 6(11), 951–952.
Harista, R. A., & Lisiswanti, R. (2015). Depresi pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe
2. Majority, 4(9), 73–77.
Hidayati, L., & Yogananda, A. A. (2021). Hubungan Tingkat Pengetahuan
Penggunaan Obat Batuk OTC ( Over The Counter ) dengan Faktor Demografi
pada Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta Correlation Between
Knowledge about The Use of Cough Medicine and Demographic in Students of
Nahdlatu. 17(1), 149–158. https://doi.org/10.22146/farmaseutik.v17i1.62011
Huang, I. (2018). Patofisiologi dan Diagnosis Penurunan Kesadaran pada Penderita
Diabetes Mellitus. Medicinus, 5(2), 48–57. https://doi.org/10.19166/med.v5i2.1169
Kalsum, U., Sulistianingsih, P., & Yulianti, D. (2015). Hubungan Kualitas Tidur
Dengan Kadar Glukosa Darah pada Pasien DM Tipe 2 Di Rumah Sakit Islam
Cempaka Putih Jakarta. Jurnal Bidang Ilmu Kesehatan, 5(1), 309–320.
Kurniawan, I. (2011). Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut. Tinjauan Pustaka.
Kurniawaty, E. (2014). Diabetes Mellitus. 4, 114–119.
Langi, Y. A. (2018). PENATALAKSANAAN ULKUS KAKI DIABETES SECARA
TERPADU. Dm, 95–101.
Lingga, B. Y. S. U. (2019). Keberhasilan Diagnosa Keperawatan Menentukan Potensi

73
Dan Kompetensi Perawat. 1–5. https://doi.org/10.31219/osf.io/y9zcg
Murtiningsih, M. K., Pandelaki, K., & Sedli, B. P. (2021). Gaya Hidup sebagai Faktor
Risiko Diabetes Melitus Tipe 2. E-CliniC, 9(2), 328–333.
https://doi.org/10.35790/ecl.9.2.2021.32852
Perkeni. (2019). Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 dewasa
di indonesia. PB.Perkeni.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Subiyanto, P. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Endokrin. Pustaka Baru Press.
Supriyadi. (2017). PANDUAN PRAKTIS SKRINING KAKI DIABETES MELITUS.
Tim Riskesdas. (2018). Laporan Provinsi Kalimantan Utara Riskesdas Tahun 2018.
Trisnawati, S., Widarsa, I. K. T., & Suastika, K. (2013). Risk factors of type 2 diabetes
mellitus of outpatients in the community health centres of South Denpasar
Subdistrict Faktor risiko diabetes mellitus tipe 2 pasien rawat jalan di Puskesmas
Wilayah Kecamatan Denpasar Selatan. Public Health and Preventive Medicine
Archive (PHPMA), 1(1), 69–73.
Warganegara, E., & Nur, N. N. (2016). Faktor Risiko Perilaku Penyakit Tidak Menular.
Majority, 5(2), 88–94.
Wasliah, I., Syamdarniati, & Aristiawan, D. (2020). Jurnal Abdimas Kesehatan Perintis
Pemberian Edukasi Kesehatan Tentang Pencegahan Diare Pada Anak Di Posyandu
Wilayah Kerja Puskesmas Dasan Agung Kota. Jurnal Abdiman Kesehatan
Perintis, 2(1), 13–16.
Windiastuti, E., Gayatri, P., Sekartini, R., Indawati, W., & Idris, N. S. (2012).
Kegawatan pada Bayi dan Anak.
Wirdah, H., & Yusuf, M. (2016). Penerapan Asuhan Keperawatan oleh Perawat
Pelaksana di Rumah Sakit Banda Aceh. PSIK Unsyiah, 1(1), 1–6.
Zahra, I. (2013). Asuhan Keperawatan Ulkus Diabetik pada Ny. R dengan Masalah
Kerusakan Integritas Jaringan.

74
75

Anda mungkin juga menyukai