Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGIOMA

Pembimbing Klinik :

Ns.Ridya K., S.Kep

DISUSUN OLEH :

Ahmad Suhadi

2011102411139

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH KALIMANTAN TIMUR

2022
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Meningioma merupakan tumor jinak ekstra-aksial atau tumor yang terjadi di luar jaringan parenkim otak yaitu
berasal dari meningen otak. Meningioma tumbuh dari sel-sel arachnoid cap dengan pertumbuhan yang lambat (Al-
Hadidy, 2007).
Meningioma merupakan tumor asal meninginen, sel-sel mesotel, serta sel-sel jaringan penyambung arakhnoid
dan dura meter yang paling penting. Sebagian besar tumor adalah jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan
yang berdekatan namun menekan struktur yang berada di bawahnya (Muttaqin, 2008).
Meningioma adalah tumor otak jinak yang sering ditemui dan melibatkan semua lapisan meningen (Black, Joyce
M & Hawks, Jane Hokanson, 2014).
Jadi meningioma merupakan tumor jinak yang melibatkan semua lapisan meningen dan tumbuh dari sel-sel
arachnoid cap dengan pertumbuhan yang lambat.

2. Etiologi
Faktor-faktor terpenting sebagai penyebab meningioma adalah pada penyelidikan dilaporkan 1/3 dari
meningioma mengalami trauma. Pada beberapa kasus ada hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma
dengan tempat timbulnya tumor. Sehingga disimpulkan bahwa penyebab timbulnya meningioma adalah trauma.
Beberapa penyelidik berpendapat hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara meningioma
dengan trauma. Dilaporkan juga bahwa meningioma ini sering timbul pada akhir kehamilan, mungkin hal ini dapat
dijelaskan atas dasar adanya hidrasi otak yang meningkat pada saat itu. Teori lain menyatakan bahwa virus dapat
juga sebagai penyebabnya. Pada penyelidikan dengan lught microscope ditemukan virus like inclusion bodies dalam
nuclei dari meningioma. Tetapi penyelidikan ini kemudian dibantah bahwa pemeriksaan electron microscope
inclusion bodies ini adalah proyeksi cytoplasma yang berada dalam membrane inti. Beberapa teori telah diteliti dan
sebagian besar menyetujui bahwa kromosom yang jelek menyebabkan timbulnya meningioma. Para peneliti sedang
mempelajari beberapa teori tentang kemungkinan asal usul meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningioma
berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2) NF2 merupakan gen supresor tumor
pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadic. Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2
sindrom famili yang lain dapat berkembang menjadi meningioma multiple dan sering terjadi pada usia muda.
Disamping itu, depresi gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma (American Brain Tumor
Association, 2018).
Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor. Penyebab kelainan ini tidak diketahui,
meningioma juga sering memiliki salinan tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan (PDGFR) dan
epidermis reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang mungkin memberikan kontribusi pada pertumbuhan tumor ini.
Ada beberapa penyebab lain seperti radiasi pada bagian kepala, riwayat kanker payudara, atau neurofibromatosis
tipe 2 dapat menjadi faktor resiko terjadinya meningioma. Multiple meningioma terjadi pada 5% sampai 15% dari
pasien, terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa meningioma memiliki reseptor yang
berinteraksi dengan hormone seks progestron, androgen, dan jarang estrogen. Ekspresi progestron reseptor dilihat
paling sering pada meningioma yang jinak baik pada pria dan wanita.

3. Tanda dan Gejala


Gejala meningioma dapat bersifat umum disebabkan oleh tekanan tumor pada otak dan medulla spinalis, atau bisa
bersifat khusus disebabkan oleh terganggunya fungsi normal dari bagian khusus otak atau tekanan pada nervus dan
pembuluh darah. Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal.
Gejala umumnya, seperti:
1) Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada pagi hari.
2) Perubahan mental
3) Kejang
4) Mual muntah
5) Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.
6) Asimtomatis (terutama meningioma di daerah midline, tumbuh lambat dan tumor dengan ukuran kecil, diameter
< 3 cm).
7) Gejala dan tanda akibat peningkatan tekanan intrakranial: nyeri kepala, mual muntah, kejang, penurunan visus
sampai kebutaan. Keluhan bersifat intermiten dan progresif.
8) Gejala dan tanda akibat kompresi atau destruksi struktur otak, berupa defisit neurologis: kelemahan ekstremitas,
kelumpuhan saraf cranial, penurunan penglihatan, gangguan afektif dan perubahan perilaku serta penurunan
kesadaran (bradipsiki, depresi, letargi, apatis, somnolen, koma) dan kejang. Gejala menyerupai “TIA” atau
stroke.

Gejala khusus :

Gejala dapat pula spesifikasi terhadap lokasi tumor:


1) Meningioma falx dan parasagital : nyeri tungkai.
2) Meningioma convexitas: kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal, perubahan status mental.
3) Meningioma sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapang padang, kebutaan, dan penglihatan
ganda.
4) Meningioma olfactorius: kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.
5) Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-otot wajah, berkurangnya
pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya berjalan.
6) Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah virus.
7) Spinal meningioma: nyeri punggung, nyeri dada, dan lengan.
8) Meningioma intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata.
9) Meningima intraventrikluer : perubahan mental, sakit kepala, pusing.

4. Komplikasi
Secara umum komplikasi dari tumor meningen atau meningioma adalah sebagaiberikut(Ariani, 2012):
a) Edema serebralEdema serebri atau edema otakadalah keadaan patologis terjadinya akumulasi cairan di
dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak yang meningkatkan volume intraseluler (lebih
banyak di daerah substansia grisea) maupun ekstraseluler (daerah substansia alba), yang menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.
b) Tekanan intrakranial meningkat (TIK).Peningkatan tekanan intrakranial sendiri dapat terjadi pada pasien dengan
gangguan tumor otak atau meningioma. Peningkatan tekanan intrakranial ini diakibatkan oleh karena
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi
cairan serebrospinal.
c) Herniasi otak
d) HidrosefalusHidrosefalus dapat teradi karena diakibatkan oleh adanya obstruksi sirkulasi cairan
serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid.
e) KejangSerangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompesi invasi dan
perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim
otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan neurologis fokal.
f) Metastase ke tempat lain.

5. Patofisiologi
Menurut Muttaqin (2008), Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis yang progresif yang
disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal oleh tumor dan kenaikan tekanan intrakranial (TIK).
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung pada
parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulakn
tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak yang mengakibatkan terjadi kehilangan fungsi
secara akut dan dapat diperparah dengan gangguan serebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai
manifestasi perubahan kepekaan neuron akibat kompresi, invasi dan perubahan suplai darah ke dalam jaringan
otak.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti bertambahnya massa
dalam tengkorak, edema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi CSS. Tumor ganas menyebabkan edema dalam
jaringan otak yang diduga disebabkan oleh perbedaan tekanan osmosis yang menyebabkan penyerapan
cairan tumor. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar di otak menimbulkan
peningkatan volume intrakranial dan meningkatkan TIK (Batticca, 2008).
Peningkatakan TIK membahayakan jiwa jika terjadi dengan cepat. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu
berhari-hari atau berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan intra
cranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini meliputi volume darah intrakranial, volume CSS, kandungan
cairan intrasel, dan mengurangi sel parenkim otak. Kenaikan tekanan yang tidak diatasi akan menimbulkan
herniasiun kusserebellum. Herniasiunkus timbul jika girusmedialislobus melalui insis urat entorial karena adanya
lobus temporalis bergeserke inferior melalui insis urat entorial karena adanya massa dalam hemis ferotak. Herniasi
menekan mesensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ke 3.Padah erniasiserebellum,
tonsil serebellum bergeser kebawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medulla
oblongata dan hentina faster jadi dengan cepat. Perubahan fisiologis yang terjadi akibat peningkatan intrakranial
yang cepat adalah bradikardi progresif, hipertensi sistemik dan gangguan pernafasan (Batticca, 2008).
6. Pathway
7. Penatalaksaan Farmakologis dan Non Farmakologis
(1) Penatalaksanaan Medis
Medikamentosa Pemberian kortikosteroid (deksamethason), dengan dosis :
- Dewasa: 10 mg loading intravena, diikuti dosis rumatan 6 mg peroral atau intravena tiap 6 jam. Pada kasus
dengan edema vasogenik yang berat maka dosis dapat ditingkatkan sampai 10 mg tiap 4 jam
(2) Pembedahan
Pembedahan adalah terapi primer untuk pasien meningioma. Reseksi total/komplit menghasilkan harapan yang
tinggi untuk terbebas dari meningioma.
(3) Radioterapi/radiosurgery : dipertimbangkan pada kasus tumor yang lokasinya sulit/resiko tinggi untuk operasi
(mis: meningioma sinus kavernosa), tumor unresectable, subtotal reseksi atau tumor yang rekuren.
(4) Terapi lain sifatnya suportif guna meningkatkan ketahanan dan meningkatkan kualitas hidup.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Anamnesis
Anamnesis pada klien dengan meningioma dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Data demografi Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
golongan darah, penghasilan, alamat, penanggung jawab, tanggal dan jam masuk rumah sakit,
nomor register, diagnosa medis.
2) Keluhan utama Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
biasanya berhubungan dengan peningkatan TIK dan adanya gangguan fokal sepeti nyeri kepala hebat,
muntah-muntah, kejang dan penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat kesehatan sekarangKaji bagaimana terjadi nyeri kepala,mual, muntah, kejang dan penurunan
tingkat keasadarandengan pendekatan PQRST.Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
dihubungkan dengan perubahan didalam intrakranial.Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi.Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsifdan koma.
4) Riwayat kesehatan dahuluKaji adanya riwayat nyeri kepala sebelumnya.Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit saat ini dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh
danuntuk memberikan tindakan selanjutnya.
5) Riwayat kesehatan keluargaUntuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga sebelumnya apakah ada yang
memiliki riwayat tumor otak atau tidak
6) Pemeriksaan Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Dikaji apakah klien mengerti tentang penyakitnya
dan bagaimana pengambilan keputusan saat sakit
b) Pola nutrisi metabolik Nafsu makan hilang, adanya mual muntah selama fase akut, kehilangan
sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan, kesulitan menelan gangguan pada refleks palatum dan
faringeal
c) Pola eliminasiPerubahan pola berkemih dan buang air besar
d) Pola aktifitas dan latihanGangguan tonus otot terjadinya kelemahan otot, gangguan tingkat
kesadaran, resiko trauma karena epilepsi, hemiparesis, ataksia, gangguan penglihatan dan merasa
mudah lelah
e) Pola tidur dan istirahatSusah untuk beristirahat atau mudah tertidur
f) Pola persepsi kognitif dan sensori Pusing, sakit kepala, kelemahan, tinitus, afasia motorik,
gangguan rasa pengecapan, penciuman dan penglihatan, penurunan memori, pemecahan
masalah, kehilangan kemampuan masuknya rangsang visual, menurunan kesadaran sampai
dengan koma, tidak mampu merekam gambar, tidak mampu membedakan kanan/kiri
g) Pola persepsi dan konsep diri Perasaan tidak berdaya dan putus asa, emosi labil dan kesulitan untuk
mengekspresikan
h) Pola peran dan hubungan dengan sesamaMasalah bicara dan ketidakmampuan dalam
berkomunikasi (kehilangan komunikasi verbal/ bicara pelo)
i) Reproduksi dan seksualitasAdanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas atau
pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas
j) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stresAdanya perasaan cemas, takut, tidak sabar
ataupun marah, perasaan tidak berdaya, putus asa, respon emosional klien terhadap status
saat ini, mudah tersinggung, mekanisme koping yang biasa digunakan dan orang yang
membantu dalam pemecahan masalah
k) Sistem kepercayaanAgama yang dianut, apakah kegiatan ibadah terganggu atau tidak.
2. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Keadaan umum pasien diamati mulai saat pertama kali bertemu dengan pasien dilanjutkan mengukur TTV,
kesadaran pasien diamati sadar sepenuhnya (komposmentis, apatis, somnolen, delirium semi koma, koma,
keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau tampak tidak sakit.
2) Pengkajian saraf kranial
a) Saraf I
Pada klien tumor meningeal yang tidak mengalami kompresi saraf ini tidak memiliki kelainan pada fungsi
penciuman.
b) Saraf II
Gangguan lapang pandang disebabakan lesi pada bagian tertentu dari lintasan visual. Pada pemeriksaan
funduskopi dapat ditemukan adanya papiledema. Tanda yang menyertai papailedema dapat terjadi gangguan
penglihatan termasuk pembesaran bintik buta dan amaurosis fugaks (saat ketika penglihatan berkurang).
c) Saraf III, IV, dan VI
Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari saraf VI memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya
glioblastoma multiforms
d) Saraf V
Pada meningioma tidak menekan saraf trigeminus, tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini.
e) Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
f) Saraf VIII
Pada neurolema didapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus temporalis menyebabkan tinitus dan
halusinasi pendengaran yang mungkin diakibatkan iritasi korteks pendengaran temporalis atau korteks yang
berbatasan
g) Saraf IX dan X
Kemampuan menelan kurang baik dan terdapat kesulitan membuka mulut
h) Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
i) Saraf XII
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, indra pengecapan normal
3) Pengkajian sistem motoric
Keseimbangan dan koordinasi, lesi serebellum mengakibatkan gangguan pergerakan. Gangguan ini bervariasi
bergantung pada ukuran dan lokasi spesifik tumor dalam serebellum. Gangguan yag paling sering dijumpai yang
kurang mencolok tetapi memiliki karakteristik yang sama dengan tumor serebellum adalah hipotonia (tidak ada
resistensi normal terhadap regangan dan perpindahan anggota tubuh dari sikap aslinya) dan hiperekstenbilitas
sendi. Gangguan dalam koordinasi berpakaian merupakan ciri khas pada klien dengan tumor lobus temporalis.
4) Pengkajian reflex
Gerakan involunter: pada lesi tertentu yang memberikan tekanan pada area fokal kortikal tertentu, biasanya
menyebabkan kejang umum.
5) Pengkajian sistem sensorik
Mungkin nyeri kepala merupakan gejala umum yang paling sering dijumpai pada klien tumor otak. Nyeri dapat
digambarkan bersifat dalam, terus-menerus, tumpul, dan kadang-kadang hebat sekali. Nyeri ini paling hebat
waktu pagi hari dan menjadi lebih hebat oleh aktivitas yang biasanya meningkatkan tekanan intrakranial, seperti
membungkuk, batuk dan mengejan. Nyeri kepala dapat berkurang bila diberi aspirin dan kompres air dingin di
daerah yang sakit. Nyeri kepala digambarkan dalam atau meluas atau dangkal tetapi terus menerus. Tumor
frontal menghasilkan sakit kepala pada frontal bilateral, tumor kelenjar hipofisis menghasilkan nyeri yang
menyebar antara 2 pelipis, tumor serrebelum menghasilkan nyeri daerah suboksipital bagian belakang kepala.
Nyeri kepala oksipital merupakan gejala pertama pada tumor fosa posterior. Kira-kira sepertiga lesi
supratentorial menyebabkan nyeri kepala frontal.
6) Pemeriksaan fisik (B1-B6)
a) B1 (Breathing)
Inspeksi pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla oblongata didapatkan adanya
gangguan pernafasan seperti irama nafas meningkat, dispnea, potensial obstruksi jalan nafas, disfungsi
neuromuskuler
b) B2 (Blood)
Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla oblongata didapatkan adanya
kegagalan sirkulasi
c) B3 (Brain)
Tumor otak sering menyebabkan berbagai defisit neurologi tergantung dari gangguan fokal dan adanya
peningkatan TIK. Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan
pengkajian pada sistem lainnya. Trias klasik pada tumor kepala adalah nyeri kepala, muntah dan papilledema
d) B4 (Bladder)
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis yang luas.
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase
akut.Mual dan muntah terjadi sebagai akibat rangsangan pusat muntah pada medulla oblongata.Muntah
paling sering terjadi pada anak-anak dan berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial disertai
pergeseran batang otak.Muntah dapat terjadi tanpa didahului mual dan dapat berupa muntah proyektil.
f) B6 (Bone)
Adanya gangguan beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik mudah lelah menyebabkan masalah
pada pola aktivitas dan istirahat.
3. Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang
1) CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur data awal ketika penderita menunjukkan gejala
yang progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal dan salah satu tanda spesifik dari sindrom
atau gejala-gejala tumor.
2) Pemeriksaan cairan serebrospinal
Tujuan untuk melihat adanya sel-sel tumor. Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan
massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi
sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
3) Biopsi
Tujuan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan
informasi prognosis
4) Angiografi Serebral
Tujuan memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral
5) Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk
megevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
4. Diagnostik
Meningioma bisa sulit didiagnosis karena pertumbuhannya yang lambat. Oleh karena itu, dokter memerlukan
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis, yaitu CT scan atau MRI untuk mengetahui posisi dan ukuran
tumor. Jika diperlukan, dokter juga akan melakukan biopsi.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri kronis berhubungan dengan infiltrasi tumor dibuktikan dengan mengeluh nyeri tampak meringis kesakitan
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan penekanan saraf dibagian kepala dibuktikan dengan nafsu makan menurun.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis dibuktikan dengan pola napas abnormal.

Diagnosa sesuai kasus pasien :

1. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler dibuktikan dengan tidak mampu mandi,
mengenakan pakaian, makan, ke toilet, berhias secara mandiri
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret pada pernafasan
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan bedrest total

D. PENETAPAN TUJUAN DAN KRITERIA EVALUASI

N Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervemsi (SIKI)


O (SDKI)

1. Nyeri kronis berhubungan L.08066 Tingkat Nyeri I.08238 Manajemen Nyeri


dengan infiltrasi tumor Observasi
dibuktikan dengan Ekspektasi: Menurun - Identifikasi lokasi, karakteristik,
mengeluh nyeri tampak Kriteria hasil: durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
meringis kesakitan. - Keluhan nyeri nyeri.
menurun. - Identifikasi skala nyeri. Identifikasi
- Meringis respons nyeri non verbal.
menurun. - Identifikasi faktor yang memperberat
- Sikap protektif dan memperingan nyeri.
menurun. - Identifikasi pengetahuan dan
- Gelisah menurun. keyakinan tentang nyeri.
- Kesulitan tidur - Identifikasi pengaruh budaya terhadap
menurun. respon nyeri.
- Berfokus pada diri - Identifikasi pengaruh nyeri pada
sendiri menurun. kualitas hidup.
- Perasaan depresi - Monitor keberhasilan terapi
(tertekan) komplementer yang sudah diberikan.
menurun - Monitor efek samping penggunaan
analgetik.

Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain).
- Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).
- Fasilitasi istirahat dan tidur. 37
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri.

Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri.
- Jelaskan strategi meredakan nyeri.
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri.
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat.
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.

2. Defisit nutrisi berhubungan I.03030 Status Nutrisi I.03119 Manajemen Nutrisi


dengan penekanan saraf Ekspektasi: Observasi
dibuktikan dengan nafsu Membaik - Identifikasi status nutrisi.
makan menurun. -Identifikasi alergi dan intoleransi makanan.
Kriteria hasil: - Identifikasi makanan yang disukai.
- Porsi makanan yang -Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
dihabiskan meningkat. nutrient.
- Kekuatan otot pengunyah - Monitor asupan makanan. - Monitor berat
meningkat. badan.
- Kekuatan otot menelan - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium.
meningkat. Teraupetik
- Verbalisasi keinginan untuk - Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
meningkatkan nutrisi perlu.
meningkat. - Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
- Sikap terhadap makanan / Piramida makanan).
minuman sesuai dengan - Sajikan makanan secara menarik dan suhu
tujuan kesehatan meningkat. yang sesuai.
- Berat badan membaik. - Berikan makanan tinggi serat untuk
- Indeks Massa Tubuh (IMT) mencegah konstipasi.
membaik. - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
- Nafsu makan membaik protein.
- Berikan makanan rendah protein
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu.
- Anjurkan diet yang diprogramkan.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis. pereda nyeri, antiemetic), jika
perlu.
- Kolaborasi dengan ahli gizi menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu.

3. Pola napas tidak efektif L. 01004 Pola Napas I.01011Manajemen Jalan Napas
berhubungan dengan Ekspektasi: Membaik Observasi
gangguan neurologis Kriteria Hasil: - Monitor pola napas
dibuktikan dengan pola - Ventilasi semenit meningkat. - Monitor bunyi napas
napas abnormal. - Kapasitas vital meningkat. - Monitor sputum Terapeutik
- Diameter thoraks anterior - Pertahankan kepatenan jalan napas
meningkat. - Posisikan semi fowler atau fowler
- Tekanan ekspirasi meningkat. - Lakukan fisioterapi dada
- Tekanan inspirasi meningkat. - Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
- Dispnea menurun. detik
- Penggunaan otot bantu -Lakukan hiperoksigenasi sebelum
pernapasan menurun. penghisapan endotrakeal
- Pemanjangan fase ekspirasi -Keluarkan sumbatan benda padat
menurun. -Berikan oksigenasi, jika perlu
- Ortopnea menurun. Edukasi
- Pernapasan pursed lip menurun. - Anjurkan asupan cairan 200 ml/hari, jika
- Pernapasan cuping hidung tidak kontraindikasi.
menurun. - Anjurkan teknik batuk efektif.
- Frekuensi napas membaik. Kolaborasi
- Kedalaman napas membaik. -Kolaborasi pemberian bronkodilator,
- Ekskursi dada membaik. ekspektorat, mukolitik, jika perlu.

E. DAFTAR PUSTAKA
https://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/1010/2/KTI%20Meningioma_Hesty%20Setianingsih_P17127.pdf

http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/13435/2/R014192001_skripsi%201-2.pdf

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan
Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan
Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan
Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai