Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL DESAIN INOVATIF

Penatalaksanaan ROM Pada Pasien Struk


Non Hemoragik

Disusun oleh:
Ramsyah
NIM. P07220318030

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal desain inovatif tentang penatalaksanaan ROM pada pasien struk non
hemoragik.
Saya mengucapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu dosen pembimbing dan
Preceptor ruang Flamboyan yang telah membimbing dalam penyusunan proposal
desain inovatif ini. Serta kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini.
Dalam pembuatan proposal ini, penulis menyadari masih banyak ada
kekurangan baik dari isi materi maupun penyusunan kalimat. Namun demikian,
perbaikan merupakan hal yang berlanjut sehingga kritik dan saran untuk
menyempurnakan proposal desain inovatif sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis menyampaika terimakasih kepada pembaca dan teman-
teman sekalia yang telah membaca dan mempelajari proposal desain inovatif ini.

Samarinda, April 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakan ............................................................................................... 1

B. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................. 3

A. Pengertian Diabetes Melitus ........................................................................ 3

B. Etiologi ......................................................................................................... 3

C. Manifestasi Klinik ........................................................................................ 5

D. Patofisiologi ................................................................................................. 5

E. Komplikasi ................................................................................................... 7

F. Penatalaksanaan ........................................................................................... 7

G. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 8

H. ROM............................................................................................................. 9

BAB III STRATEGI PEMECAHAN MASALAH .............................................. 15

A. Jenis Intervensi ........................................................................................... 15

B. Tujuan ........................................................................................................ 15

C. Pelaksanaan ................................................................................................ 15

D. Setting ........................................................................................................ 15

E. Media / Alat Yang Digunakan ................................................................... 15

F. Prosedur Operasional ROM ....................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakan
Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup
serius dalam kehidupan modern saat ini, Prevalensi stroke meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Pada usia 18-44 tahun prevalensinya
meningkat sebesar 0,8% dan pada usia 65 tahun keatas meningkat
8,1%(American Heart Association, 2009 dalam Andrawati, 2013). Pada
tahun 2007 di 33 provinsi dan 440 kabupaten di Indonesia diperoleh
hasil bahwa penyakit stroke merupakan pembunuh utama di kalangan
penduduk perkotaan. Secara kasar, setiap hari ada dua orang Indonesia
mengalami serangan stroke.
Penderita stroke di ponorogo pada tahun 2014-2015 sebanyak
250 pasien. Penderita stroke perlu penanganan yang baik untuk
mencegah kecacatan fisik dan mental. Sebesar 30% - 40% penderita
stroke dapat sembuh sempurna bila ditangani dalam waktu 6 jam
pertama (golden periode), namun apabila dalam waktu tersebut pasien
stroke tidak mendapatkan penanganan yang maksimal maka akan terjadi
kecacatan atau kelemahan fisik seperti hemiparese.
Sebesar 80% pasien stroke mengalami kelemahan pada salah
satu sisi tubuhnya /hemiparese. Kelemahan pada system gerak tubuh
pada pasien stroke akan mempengaruhi kontraksi otot. Berkurangnya
kontraksi otot disebabkan karena berkurangnya suplai darah ke otak
yang menyebabkan suplai oksigen ke otak berkurang, sehingga dapat
menghambat hantaran jaras-jaras utama antara otak dan medula spinalis.
Kelainan neurologis dapat bertambah karena pada stroke terjadi
pembengkakan otak (oedema serebri) sehingga tekanan didalam rongga
otak meningkat hal ini menyebabkan kerusakan jaringan otak
bertambah banyak. Oedema serebri berbahaya sehingga harus diatasi
sdalam 6 jam pertama = Golden Period.

1
Terapi dibutuhkan segera untuk mengurangi cedera cerebral
lanjut, salah satu program rehabilitasi yang dapat diberikan pada pasien
stroke yaitu mobilisasi persendian dengan latihan range of motion
(ROM) dan terapi lain seperti obat. Range of motion (ROM) merupakan
latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki
tingkat kesempurnaan kemampuan pergerakkan sendi secara normal dan
lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot. Memberikan
latihan ROM secara dini dapat meningkatkan kekuatan otot karena
dapat menstimulasi motor unit sehingga semakin banyak motor unit
yang terlibat maka akan terjadi peningkatan kekuatan otot, kerugian
pasien hemiparese bila tidak segera ditangani maka akan terjadi
kecacatan yang permanen (Potte dan Perry, 2009 dalam Andrawati,
2013).

B. Tujuan
Tujuan dari desain inovatif ini adalah melakukan penatalaksanaan ROM
untuk meningkatkan kekuatan otot pasien struk non hemoragik yang
mengalami kelemahan.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Diabetes Melitus


Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro
Susilo, 2000).
Sedangkan menurut Pahria, (2004) Stroke Non Haemoragik adalah
cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat
pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak
dan tempat lain di tubuh.
Stroke nonhemoragik adalah stroke yang disebabkan karena sumbatan
pada arteri sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan terjadi
kematian sel atau jaringan otak yang disuplai.

B. Etiologi
Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan
dari salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke
otak dari bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
3. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perlahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya
adalah gangguan suplai darah ke otak , menyebabkan kehilangan gerak,
pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau permanen.
Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :
1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan
lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Selain dari

3
endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis,
yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium
yang kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah
dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh darah.
2. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama
yang menuju ke otak.
3. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke
seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen
pembuluh darah ke otak.
4. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan.
Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke (Baughman, C Diane.dkk, 2000):
1. Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
2. Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin berasal dari
jantung).
3. Kadar hematokrit normal tinggi (yang berhubungan dengan infark
cerebral).
4. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas
35 tahun dan kadar esterogen yang tinggi.
5. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang
dapat menyebabkan iskhemia serebral umum.
6. Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
7. Konsultan individu yang muda untuk mengontrol lemak darah, tekanan
darah, merokok kretek dan obesitas.
8. Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan stroke.

4
C. Manifestasi Klinik
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai
deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi
akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
Gejala tersebut antara lain :
1. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
2. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
3. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke,
gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralysis dan hilang atau
menurunnya refleks tendon dalam.
4. Dysphagia
5. Kehilangan komunikasi
6. Gangguan persepsi
7. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
8. Disfungsi Kandung Kemih

D. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai
faktor penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat berasal dari plak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran
darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).

5
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa
jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak
fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis.
Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur
(Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit
serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan
otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral:
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk
waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).

6
E. Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,
deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus

F. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat
dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Phase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan,
oksigenisasi dan sirkulasi.
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik /
emobolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang
2. Post phase akut
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
b. Program fisiotherapi
c. Penanganan masalah psikososial

7
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
ialah sebagai berikut :
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran
lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan
pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya
proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan
otak.
4. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan
otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).

8
6. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.

H. ROM
1. Pengertian
ROM ( Range of Motion) adalah jumlah maksimum gerakan yang
mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu
sagital, transversal, dan frontal. Potongan sagital adalah garis yang
melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh menjadi bagian
kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan
membagi tubuh menjadi bagian depan ke belakang. Potongan transversal
adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan
bawah.
Mobilisasi sendi disetiap potongan dibatasi oleh ligamen, otot, dan
konstruksi sendi. Beberapa gerakan sendi adalah spesifik untuk setiap
potongan. Pada potongan sagital, gerakannya adalah fleksi dan ekstensi
(jari-jari tangan dan siku) dan hiperekstensi (pinggul). Pada potongan
frontal, gerakannya adalah abduksi dan adduksi (lengan dan tungkai) dan
eversi dan inversi (kaki). Pada potongan transversal, gerakannya adalah
pronasi dan supinasi (tangan), rotasi internal dan eksternal (lutut), dan
dorsifleksi dan plantarfleksi (kaki).
Ketika mengkaji rentang gerak, perawat menanyakan pertanyaan
dan mengobservasi dalam mengumpulkan data tentang kekakuan sendi,
pembengkakan, nyeri, keterbatasan gerak, dan gerakan yang tidak sama.
Klien yang memiliki keterbatasan mobilisasi sendi karena penyakit,
ketidakmampuan, atau trauma membutuhkan latihan sendi untuk
mengurangi bahaya imobilisasi. Latihan tersebut dilakukan oleh perawat
yaitu latihan rentang gerak pasif. Perawat menggunakan setiap sendi
yang sakit melalui rentang gerak penuh. Gerakan dapat dilihat sebagai

9
tulang yang digerakkan oleh otot ataupun gaya eksternal lain dalam
ruang geraknya melalui persendian. Bila terjadi gerakan, maka seluruh
struktur yang terdapat pada persendian tersebut akan terpengaruh, yaitu:
otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia, pembuluh darah dan saraf.
Pengertian ROM lainnya adalah latihan gerakan sendi yang
memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien
menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik
secara aktif ataupun pasif. Latihan range of motion (ROM) adalah latihan
yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan
lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry,
2005).
2. Tujuan Rom (Range Of Motion)
Adapun tujuan dari ROM (Range Of Motion), yaitu :
a. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibiltas dan kekuatan otot
b. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan
c. Mencegah kekakuan pada sendi
d. Merangsang sirkulasi darah
e. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur.
3. Manfaat Rom (Range Of Motion)
Adapun manfaat dari ROM (Range Of Motion), yaitu :
a. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam
melakukan pergerakan.
b. Mengkaji tulang, sendi, dan otot
c. Mencegah terjadinya kekakuan sendi
d. Memperlancar sirkulasi darah
e. Memperbaiki tonus otot
f. Meningkatkan mobilisasi sendi
g. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
4. Prinsip Latihan Rom (Range Of Motion)
Adapun prinsip latihan ROM (Range Of Motion), diantaranya :

10
a. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali
sehari
b. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan
pasien.
c. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur
pasien, diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.
d. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah
leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
e. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada
bagian-bagian yang di curigai mengalami proses penyakit.
f. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi
atau perawatan rutin telah di lakukan.
5. Jenis - Jenis Rom (Range Of Motion)
ROM dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
a. ROM Aktif
ROM Aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang
(pasien) dengan menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan
motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan
sendiri secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal
(klien aktif). Keuatan otot 75 %.
b. ROM Pasif
ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan
berasal dari orang lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat
melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak
yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 %.
Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak
sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu
melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan
mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis
ekstermitas total (suratun, dkk, 2008).

11
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan
otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain
secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki
pasien. Sendi yang digerakkan pada ROM pasif adalah seluruh
persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan
klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.
6. Indikasi dan Sasaran ROM
a. ROM Aktif :
Indikasi :
1) Pada saat pasien dapat melakukan kontraksi otot secara aktif dan
menggerakkan ruas sendinya baik dengan bantuan atau tidak.
2) Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat
menggerakkan persendian sepenuhnya, digunakan A-AROM
(Active-Assistive ROM, adalah jenis ROM Aktif yang mana
bantuan diberikan melalui gaya dari luar apakah secara manual
atau mekanik, karena otot penggerak primer memerlukan
bantuan untuk menyelesaikan gerakan).
3) ROM Aktif dapat digunakan untuk program latihan aerobik.
4) ROM Aktif digunakan untuk memelihara mobilisasi ruas diatas
dan dibawah daerah yang tidak dapat bergerak.
Sasaran :
1) Apabila tidak terdapat inflamasi dan kontraindikasi, sasaran
ROM Aktif serupa dengan ROM Pasif.
2) Keuntungan fisiologis dari kontraksi otot aktif dan pembelajaran
gerak dari kontrol gerak volunter.
3) Sasaran spesifik:
a) Memelihara elastisitas dan kontraktilitas fisiologis dari otot
yang terlibat
b) Memberikan umpan balik sensoris dari otot yang
berkontraksi

12
c) Memberikan rangsangan untuk tulang dan integritas
jaringan persendian
d) Meningkatkan sirkulasi
e) Mengembangkan koordinasi dan keterampilan motorik
b. ROM Pasif
Indikasi :
1) Pada daerah dimana terdapat inflamasi jaringan akut yang
apabila dilakukan pergerakan aktif akan menghambat proses
penyembuhan
2) Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan untuk
bergerak aktif pada ruas atau seluruh tubuh, misalnya keadaan
koma, kelumpuhan atau bed rest total
Sasaran :
1) Mempertahankan mobilitas sendi dan jaringan ikat
2) Meminimalisir efek dari pembentukan kontraktur
3) Mempertahankan elastisitas mekanis dari otot
4) Membantu kelancaran sirkulasi
5) Meningkatkan pergerakan sinovial untuk nutrisi tulang rawan
serta difusi persendian
6) Menurunkan atau mencegah rasa nyeri
7) Membantu proses penyembuhan pasca cedera dan operasi
8) Membantu mempertahankan kesadaran akan gerak dari pasien.
7. Macam-Macam Gerakan ROM
Ada berbagai macam gerakan ROM, yaitu :
a. Fleksi, yaitu berkurangnya sudut persendian.
b. Ekstensi, yaitu bertambahnya sudut persendian.
c. Hiperekstensi, yaitu ekstensi lebih lanjut.
d. Abduksi, yaitu gerakan menjauhi dari garis tengah tubuh.
e. Adduksi, yaitu gerakan mendekati garis tengah tubuh.
f. Rotasi, yaitu gerakan memutari pusat dari tulang.

13
g. Eversi, yaitu perputaran bagian telapak kaki ke bagian luar, bergerak
membentuk sudut persendian.
h. Inversi, yaitu putaran bagian telapak kaki ke bagian dalam bergerak
membentuk sudut persendian.
i. Pronasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan
bergerak ke bawah.
j. Supinasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan
bergerak ke atas.
k. Oposisi, yaitu gerakan menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari
tangan pada tangan yang sama.

14
BAB III
STRATEGI PEMECAHAN MASALAH

A. Jenis Intervensi
Penatalaksanaan ROM
B. Tujuan
1. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibiltas dan kekuatan otot
2. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan
3. Mencegah kekakuan pada sendi
4. Merangsang sirkulasi darah
5. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur.
C. Pelaksanaan
1. Tanggal : Mei 2019
2. Jam :
D. Setting
Ruangan Flamboyan RSUD AWS Samarinda
E. Media / Alat Yang Digunakan
Kertas, pulpen
F. Prosedur Operasional ROM

SOP ROM ( Range Of Motion)


A. Pengertian ROM
ROM adalah gerakan yang dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh
sendi yang bersangkutan.

B. Tujuan ROM
a. Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot
b. Memelihara mobilitas persendian
c. Merangsang sirkulasi darah
d. Mencegah kelainan bentuk

15
C. Prinsip Dasar Latihan ROM
a. ROM diulang sekitar 8kali dan dikerjakan minimal 2x sehari
b. ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan
pasien
c. Bagian tubuh yang dapat dilakukan latihan ROM adalah leher, jari,
lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki

D. Indikasi dan Kontra Indikasi Latih ROM :


a. Indikasi Latihan ROM :
- Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
- kelemahan otot
- klien dengan tirah baring lama
b. Kontraindikasi :
- Trombus/emboli
- Peradangan
- kelainan sendi
- tulang
- nyeri berat
- sendi kaku atau tidak dapat bergerak

E. Klasifikasi ROM
a. Latihan ROM pasif : latihan ROM yang dilakukan pasien
dengan bantuan orang lain setiap gerakannya.
Indikasi latihan pasif :
- Pasien semikoma
- Tidak sadar
- Pasien usia lanjut dengan mobilitas terbatas
- Pasien tirah baring total
b. Latihan ROM aktif : latihan ROM yang dilakukan sendiri oleh
pasien tanpa bantuan orang lain.
Indikasi latihan aktif :

16
- Semua pasien yang mampu melakukan ROM sendiri.

F. Prinsip dasar latihan ROM ( Range of Motion ) :


1. ROM diulang 8 kali gerakan dan latihan setiap 2 kali sehari.
2. Dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga pasien tidak kelelahan.
3. Perhatikan umur pasien, diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah
baring.
4. ROM dapat dilakukan pada leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki,
danpergelangan kaki
5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada
bagian-bagian yang di curigai mengalami proses penyakit.
6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau
perawatan rutin telah di lakukan.
7. mulailah latih ROM dari ekstremitas yang sehat
8. terapi latihan gerak yang diberikan adalah gerak fungsional (meraih,
memegang)

G. Gerakan pada ROM


1. Fleksi : gerakan menekuk persendian
2. Ekstensi : gerakan meluruskan persendian
3. Abduksi : gerakan satu anggota tubuh ke arah mendekati aksis tubuh
4. Adduksi : gerakan satu anggota tubuh ke arah menjauhi aksis tubuh
5. Rotasi : gerakan memutar atau menggerakkan satu bagian
melingkari aksis tubuh
6. Pronasi : gerakan memutar ke bawah
7. Supinasi : gerakan memutar ke atas
8. Inversi : gerakan ke dalam
9. Eversi : gerakan ke luar

17
1. Leher, Spina, Serfikal
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menggerakan dagu menempel ke dada, rentang 45°
Ekstensi Mengembalikan kepala ke posisi tegak, rentang 45°
Hiperektensi Menekuk kepala ke belakang sejauh rentang 40-45°
mungkin,
Fleksi lateral Memiringkan kepala sejauh mungkin rentang 40-45°
sejauh mungkin kearah setiap bahu,
Rotasi Memutar kepala sejauh mungkin dalam rentang 180°
gerakan sirkuler,
2. Bahu
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menaikan lengan dari posisi di samping rentang 180°
tubuh ke depan ke posisi di atas kepala,
Ekstensi Mengembalikan lengan ke posisi di rentang 180°
samping tubuh,
Hiperektensi Mengerkan lengan kebelakang tubuh, rentang 45-60°
siku tetap lurus,
Abduksi Menaikan lengan ke posisi samping di rentang 180°
atas kepala dengan telapak tangan jauh
dari kepala,
Adduksi Menurunkan lengan ke samping dan rentang 320°
menyilang tubuh sejauh mungkin,
Rotasi dalam Dengan siku pleksi, memutar bahu rentang 90°
dengan menggerakan lengan sampai ibu
jari menghadap ke dalam dan ke
belakang,
Rotasi luar Dengan siku fleksi, menggerakan rentang 90°
lengan sampai ibu jari ke atas dan
samping kepala,

18
Sirkumduksi Menggerakan lengan dengan lingkaran rentang 360°
penuh,
3. Siku
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menggerakkan siku sehingga lengan rentang 150°
bahu bergerak ke depan sendi bahu dan
tangan sejajar bahu,
Ektensi Meluruskan siku dengan menurunkan rentang 150°
tangan,
4. Lengan bawah
Gerakan Penjelasan Rentang
Supinasi Memutar lengan bawah dan tangan rentang 70-90°
sehingga telapak tangan menghadap ke
atas,
Pronasi Memutar lengan bawah sehingga rentang 70-90°
telapak tangan menghadap ke bawah,

5. Pergelangan tangan
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menggerakan telapak tangan ke sisi rentang 80-90°
bagian dalam lengan bawah,
Ekstensi Mengerakan jari-jari tangan sehingga rentang 80-90°
jari-jari, tangan, lengan bawah berada
dalam arah yang sama,
Hiperekstensi Membawa permukaan tangan dorsal ke rentang 89-90°
belakang sejauh mungkin,
Abduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke rentang 30°
ibu jari,
Adduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke rentang 30-50°
arah lima jari,

19
6. Jari- jari tangan
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Membuat genggaman, rentang 90°
Ekstensi Meluruskan jari-jari tangan, rentang 90°
Hiperekstensi Menggerakan jari-jari tangan ke rentang 30-60°
belakang sejauh mungkin,
Abduksi Mereggangkan jari-jari tangan yang rentang 30°
satu dengan yang lain,
Adduksi Merapatkan kembali jari-jari tangan, rentang 30°

7. Ibu jari
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Mengerakan ibu jari menyilang rentang 90°
permukaan telapak tangan,
Ekstensi menggerakan ibu jari lurus menjauh rentang 90°
dari tangan,
Abduksi Menjauhkan ibu jari ke samping, rentang 30°
Adduksi Mengerakan ibu jari ke depan tangan, rentang 30°
Oposisi Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari
-
tangan pada tangan yang sama.

8. Pinggul
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Mengerakan tungkai ke depan dan rentang 90-120°
atas,
Ekstensi Menggerakan kembali ke samping rentang 90-120°
tungkai yang lain,
Hiperekstensi Mengerakan tungkai ke belakang rentang 30-50°
tubuh,
Abduksi Menggerakan tungkai ke samping rentang 30-50°

20
menjauhi tubuh,
Adduksi Mengerakan tungkai kembali ke
posisi media dan melebihi jika rentang 30-50°
mungkin,
Rotasi Memutar kaki dan tungkai ke arah
rentang 90°
dalam tungkai lain,
Rotasi luar Memutar kaki dan tungkai menjauhi
rentang 90°
tungkai lain.
Sirkumduksi Menggerakan tungkai melingkar -

9. Lutut
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Mengerakan tumit ke arah belakang rentang 120-130°
paha,
Ekstensi Mengembalikan tungkai kelantai, rentang 120-130°

10. Mata kaki


Gerakan Penjelasan Rentang
Dorsifleksi Menggerakan kaki sehingga jari-jari rentang 20-30°
kaki menekuk ke atas,
Plantarfleksi Menggerakan kaki sehingga jari-jari rentang 45-50°
kaki menekuk ke bawah,

11. Kaki
Gerakan Penjelasan Rentang
Inversi Memutar telapak kaki ke samping rentang 10°
dalam,
Eversi Memutar telapak kaki ke samping rentang 10°
luar,

21
12. Jari-Jari Kaki
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, rentang 30-60°
Ekstensi Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-60°
Abduksi Menggerakan jari-jari kaki satu rentang 15°
dengan yang lain,
Adduksi Merapatkan kembali bersama-sama, rentang 15°

22
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith.(2008). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7.


Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Jakarta
Herdman, T.Heather (2011).NANDA International Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Penerbit Buku Kedokteran
(EGC). Jakarta
Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8
volume 2 Penerbit Jakarta: EGC
http://adf.ly/4282932/banner/http://zallien.blogspot.com/2012/08/askep-
stroke-non-hemoragik-snh.html
Doengoes, Marilynn E, Jacobs, Ester Matasarrin. Rencana asuhan
keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. 2000. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC

23

Anda mungkin juga menyukai