DISUSUN OLEH :
Anildhah Wahab C014181055
PEMBIMBING :
dr. Muhammad Affan Azhari
SUPERVISOR :
dr. Ahmad Ashraf, MPH, Sp.M (K), M.Kes
i
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Supervisor Pembimbing
dr. Ahmad Ashraf, MPH, Sp.M (K), M.Kes dr. Muhammad Affan Azhari
ii
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
3
4.1.1 Sindrom Down ………………………………………………………… 19
4
BAB I
PENDAHULUAN
World Health Organization’s (WHO’s) VISION 2020 – The Right to Sight programme.
Terdapat beberapa alasan untuk hal ini. Pertama, anak yang terlahir buta atau menjadi buta
seumur hidup berdampak pada emosional, sosial, dan ekonomi baik terhadap anak itu
sendiri, keluarga, dan lingkungan. Angka kebutaan pediatrik karena semua kasus, hampir
sama dengan angka kebutaan pada dewasa karena katarak. Kedua, kebanyakan penyebab
kebutaan pada anak dapat dicegah atau ditangani. Ketiga, beberapa kondisi yang
kelahiran prematur, campak, sindrom rubella kongenital, dan defisiensi vitamin A).1
menekan kebutaan pada orang dewasa. Gagal maturasi normal visus (ambliopia) tidak
dapat dikoreksi pada kehidupan dewasa, jadi terdapat keadaan darurat tentang mengatasi
penyakit mata pada anak-anak yang tidak begitu penting jika diaplikasikan pada kondisi
dewasa. Pemeriksaan dan membuat diagnosis tentang penglihatan pada anak memiliki
kesulitan tersendiri, yang membutuhkan waktu dan pengalaman dari pemeriksa. Lebih
jauh lagi, mata anak tidak dapat disamakan dengan versi kecil dari mata orang dewasa,
karena memiliki respon yang berbeda terhadap pengobatan medis dan operasi 2
1
Pada anak, mulai dari baru lahir sampai usia 6 tahun, visusnya sangat tergantung
pada: (1) perkembangan uvea dan fovea centralis, dan (2) lintasan saraf. Karena itu
gangguan penglihatan pada anak harus segera dikoreksi sebelum umur 6 tahun, jika tidak
1.2 Definisi
Buta menurut WHO yaitu visus dengan koreksi terbaik pada mata yang lebih baik
adalah 3/60 atau kurang. Sampai saat ini, menurut UNICEF batasan bahwa masih
1.3 Epidemiologi
Di seluruh dunia, kebutaan pada anak kira-kira 1,5 juta dan di Asia sebanyak 48%.
Lebih dari separuh kebutaan tersebut dapat dihindari. Usaha-usaha untuk menangani
kebutaan pada anak meliputi pencegahan, penanganan faktor penyebab kebutaannya dan
penanganan anak-anak yang sudah tidak dapat diperbaiki secara medis maupun operasi 4
berkembang adalah: (1) Defisiensi vitamin A yang berhubungan dengan intake gizi,
genetik, (4) Katarak, (5) Oftalmia neonatorum. Sedangkan kebutaan di negara maju adalah
ROP, penyakit-penyakit genetik (katarak dan distrofi kornea), problem saraf sentral dan
kelainan-kelainan kongenital serta nistagmus. Dan pada negara yang sudah cukup
2
Dari prevalensi di atas, dapat dihitung perkiraan jumla penyandang kebutaan dan
severe low vision masing masing provinsi. Karena data jumlah penduduk yang tersedia
adalah kelompok umur 5 tahunan, maka dengan diasumsikan prevalensi pada usia 5 tahun
3
sama diperkirakan jumlah penyandang kebutaan dan severe low vision pada usia 5 tahun
4
BAB II
PEMERIKSAAN VISUS
TV, posisi duduk saat belajar di kelas, dan membaca terlalu dekat. Apabila disertai posisi
miring, maka kemungkinan ada kelainan makula atau ada strabismus. Apabila anak sudah
bisa diperiksa dengan kacamata maka pemeriksaan akan lebih mudah dengan
menggunakan metode coba-coba, secara subjektif. Untuk mengetahui secara pasti refraksi
pemeriksaan ini mata anak atau bayi sebelumnya ditetesi midriatika untuk melebarkan
pupil dan melumpuhkan otot silier sehingga tidak dipengaruhi faktor akomodasi.
4 bulan 6/600 = ½ / 60
9 bulan 6/72 = 1 ½ / 60
3 tahun 6/9
5 tahun 6/6
Pemeriksaan refraksi menjadi sangat penting apabila ternyata bayi atau anak
mengalami strabismus, dengan demikian bayi akan sulit diperiksa. Untuk pemeriksaan
dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu. Ketajaman deteksi mendeteksi adanya
5
stimulus terhadap latar belakang standar (uji Bock Candy Bead), sedangkan ketajaman
resolusi mengukur kemampuan membedakan pola hitam dan putih secara tipikal 4.
Tiga metode dasar untuk menguji ketajaman resolusi pada bayi adalah sebagai
berikut. Pertama, melihat mana yang lebih disukai tergantung kebiasaan melihat saat
mengenali stimulus berpola. Kedua, bangkitan nistagmus optokinetik. Saat bayi melihat
drum bergaris berputar dari kiri ke kanan, matanya mengikuti putaran drum bergaris
tersebut secara lambat dari kiri ke kanan juga. Ketika garis menjadi objek fiksasinya yang
tadi di kiri sekarang menjadi di kanan lalu “hilang”, matanya bergerak secara cepat
kembali ke kiri untuk memfiksasi objek garis yang baru. Ketiga adalah dengan mengukur
visual evoked potential (VEP) yang merupakan suatu sinyal listrik yang dibangkitkan oleh
korteks visual sebagai respon terhadap stimulasi retina baik dengan cahaya senter atau
pola papan catur. Respon terhadap stimulus tersebut direkam. VEP terutama sebagai
metode menilai fungsi makula karena korteks visual menggambarkan penglihatan area
makula. VEP juga menggambarkan proses akhir penglihatan, sehingga bisa merefleksikan
Penggunaan klinis VEP antara lain untuk konfirmasi diagnosis neuropati dan
menilai ketajaman penglihatan pada bayi dan anak yang belum bisa membaca dengan
memakai stimulus pola garis yang makin halus, mendeteksi lokasi defek lapang pandang
mengevaluasi potensial ketajaman penglihatan pada subjek dengan opasitas lensa, dan
6
untuk mendeteksi “kepura-puraan” atau malingering .
6
2.1 Pemeriksaan Segmen anterior
kornea, bilik mata depan, iris dan pupil, dan lensa. Alat-alat yang bisa digunakan antara
lain senter, kaca pembesar. Untuk mengetahui secara lebih rinci dapat menggunakan slit
lamp. Slit lamp yang dipakai bisa yang tegak apabila anak sudah kooperatif atau dengan
flying baby (anak diangkat ibunya). Bisa juga dengan menggunakan hand slit lamp.
Kelainan refraksi dapat dicurigai dari kebiasaan cara melihat televisi (suka nonton
dalam jarak dekat), saat belajar di sekolah (biasanya anak suka duduk di depan, karena
tidak jelas kalau duduk di belakang), membaca terlalu dekat, dan posisi agak miring
(kelainan makula atau strabismus). Anak yang mempunyai pusat fiksasi penglihatan di
luar fovea sentralis akan selalu berusaha mensejajarkan posisi aksis visual atau
menjatuhkan fokus sinar di bagian retina yang berfungsi sebagai fovea dengan cara
menggunakan area ekstrafovea untuk memfiksasi suatu objek. Fiksasi jenis ini dapat
sederhana dan bermanfaat. Bila ditemukan perbaikan dengan pemeriksaan ini, berarti ada
kelainan refraksi. Untuk mengetahui status refraksi secara pasti bisa dilakukan dengan
7
BAB III
PENYAKIT KORNEA
Penyakit kornea menjadi penyebab utama kebutaan pada anak-anak. Di Afrika dan
Asia, hampir 70% anak buta karena penyakit kornea. Skar kornea yang berhubungan
dengan vitamin A
Suplemen vitamin A
Edukasi gizi
tradisional
8
Oftalmia Neonatorum Membersihkan mata bayi baru Penangangan intensif, tepat,
dengan konjungtivitis
Profilaksis povidone iodone
dengan antiviral
ini berhasil pada anak yang lebih besar dengan distrofi kornea dan skar kornea non-
vaskularisasi. Namun, kebanyakan anak yang buta karena skar kornea bukan merupakan
kandidat untuk transplantasi kornea, dengan prognosis yang tidak baik pada anak yang
masih sangat kecil dan pada mata dengan skar vaskular, sinekia anterior, dan kelainan lain.
Makanan adekuat
Edukasi
Penanganan penyakit kornea aktif idealnya harus termasuk dalam program primary
9
3.2 Defisiensi Vitamin A
Kata lain dari defisiensi vitamin A adalah xeroftalmia. Disebabkan oleh karena
pemasukan vitamin A yang kurang (malnutrisi kronis), gangguan absorpsi (seperti pada
penyakit obstruksi bilier, fibrosis kistik, dan pada pembedahan pankreas atau usus), dan
pemakaian yang berlebihan (seperti pada penyakit morbili). Defisiensi vitamin A akan
menyebabkan perubahan sistem imun meliputi fungsi barier sehingga terjadi perubahan
metaplasi skuamosa dan keratinasi dan perubahan membran mukosa yang normal pada
Kekurangan vitamin A dapat terjadi pada semua umur akan tetapi kekurangan yang
disertai kelainan pada mata umumnya terdapat pada anak berusia 6 bulan sampai 4 tahun.
Gejala awal defisiensi vitamin A adalah buta pada malam hari (niktalopia), mata
kering, sensasi benda asing, dan hilangnya penglihatan secara perlahan. Defisiensi vitamin
A dalam jangka waktu yang lama terdapat atrofi serta keratinisasi jaringan epitel dan
mukosa yang memberikan gambaran (1) xerosis konjungtiva dan kornea, (2) keratinisasi
konjungtiva, (3) ulkus kornea steril dan parut kornea, dan (4) nekrosis kornea
(keratomalasia). Pada keadaan ini akan terlihat ketidakmampuan air mata membasahi
mata, walaupun pada pemeriksaan Schirmer terlihat jumlah air mata cukup. Hal ini
mungkin disebabkan kerusakan sel Goblet sehingga hasil musin kurang. Fundus
xeroftalmia merupakan keadaan yang jarang, gambaran berupa bercak putih kekuningan
1
0
Manifestasi kornea (X2/xerosis kornea, X3a/ulkus kornea dengan
Gejala sisa dari lesi kornea yang aktif dan sikatriks kornea (Xs)9
Rabun senja (niktalopia) yaitu keterbatasan sensitivitas di ruang gelap. Penderita merasa
gelap pada sore hari menjelang malam. Konjungtiva xerosis (X1a) yaitu keriputnya
lapisan air mata dan kering yang berisi keratinisasi lapisan superfisial epitelium tanpa sel
goblet. Xerosis yang terjadi pada defisiensi vitamin A merupakan xerosis epitel. Xerosis
pada hipovitaminosis A berupa kekeringan khas pada konjungtiva bulbi yang terdapat
celah kelopak mata. Xerosis disertai dengan pergeseran dan penebalan epitel. Letak
xerosis ini biasanya pada konjungtiva bulbi di daerah celah kelopak kantus eksternus. Bila
mata digerakkan maka akan terlihat lipatan yang timbul pada konjungtiva bulbi.
Konjungtiva xerosis (X1b/bercak Bitot) yaitu lesi xerosis konjungtiva yang dilapisi lapisan
putih suatu material seperti sabun yang berisi deskuamasi epitel yang mengalami
keratinisasi dan bakteri. Konjungtiva di daerah ini terlihat kurang mengkilat atau terlihat
sedikit kurang. Bila kekeringan ini menggambarkan bercak Bitot maka bercak ini akan
berwarna seperti mutiara yang berbentuk segitiga dengan pangkal di daerah limbus.
Bercak Bitot seperti terdapat busa di atasnya. Bercak ini tidak dibasahi oleh air mata dan
akan terbentuk kembali bila dilakukan debridemen. Xerosis kornea (X2) yaitu adanya
keratopati pungtata superfisial dimulai dari bagian bawah dan jika penyakitnya berjalan
terus maka akan melibatkan sebagian besar proporsi permukaan kornea. Ulserasi kornea
kurang dari 1/3 luas permukaan (X3a/keratomalasia) yaitu adanya satu atau lebih ulkus
1
1
dengan kedalaman yang bervariasi. Biasanya terletak di perifer 1-2 ml dari limbus. Ulkus
bisa melanjut menjadi perforasi total atau pembentukan descemetokel dan ulkus yang
perforasi akan menjadi sikatriks yang luas dengan iris yang terjepit pada tepi luka.
Ulserasi kornea melebihi 1/3 luas permukaan kornea (X3b atau keratomalasia) yaitu
ulserasi yang melebihi stadium sebelumnya dan sering menimbulkan nekrosis dan bisa
terjadi kornea luluh dengan komplit dan seluruh ketebalan kornea dan berakhir dengan
stafiloma kornea atau ptisis. Skar kornea (Xs) yaitu timbulnya jaringan parut yang
mungkin tipis hanya di tepi saja tanpa mengganggu visus ataupun di sentral yang dapat
mengganggu visus, bisa juga melibatkan seluruh ketebalan kornea. Fundus xeroftalmi (Xf)
pada fundus didapatkan bercak-bercak kuning di dalam retina yang kecil dan tersebar yang
1. Pencegahan
200000 IU dalam bentuk kapsul berbasis minyak diberikan tiap 4-6 bulan
kepada anak-anak umur lebih 12 bulan dan dosis setengahnya untuk umur 6-
12 bulan.
10
10
2. Pengobatan
minyak diberikan secara oral, tidak diberikan secara injeksi. Vitamin A yang
dilarutkan dalam air bisa dalam bentuk injeksi tetapi tidak lebih baik daripada oral
secara langsung, diulang pada hari berikutnya kemudian diulang lagi 2-4
minggu berikutnya.
b. Untuk wanita hamil yang hanya menderita rabun senja sebaiknyua diobati
dengan dosis 10000 IU vitamin A setiap hari selama 2 minggu atau dosis
baik dalam bentuk tetes atau salep. Selain hal tersebut di atas perlu juga
11
11
3.3 Oftalmia Neonatorum
pertama kehidupan yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan zat kimia. Bentuk yang paling
berbahaya dari oftalmia neonatorum adalah yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae.
Penyakit ini terjadi pada hari ke 3-4 kehidupan, tetapi bisa juga muncul lambat sampai 3
minggu. Organisme ini biasanya mengkontaminasi bayi melalui kontak langsung jalan
lahir ibu yang terinfeksi. Gejala klinis oftalmia neonatorum adalah konjungtiva hiperemis
ringan sampai kemosis, sekret purulen yang berlimpah, yang mungkin dengan cepat
menyebabkan ulkus kornea sampai perforasi. Infeksi sistemik bisa menyebabkan sepsis,
Diagnosis berdasarkan pada gambaran klinik, usia bayi, dan pemeriksaan Gram
dari sekret konjungtiva. Suatu gambaran Gram negatif berbentuk diplokokus intraseluler.
sangat berguna untuk menghilangkan sekret yang banyak minimal 2 kali sehari dengan
larutan garam fisiologis, antibiotik topikal dalam bentuk tetes misalnya penisilin 15000-
150000 IU/ml tiap 15 menit. Gentamisin salep dapat ditambahkan juga 4 kali/hari. Bagi
yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan obat lain misalnya ofloksasin tetes mata
sesering mungkin. Ceftriaxon dan penisilin dalam bentuk injeksi dapat diberikan pada
12
12
Gambar 3.1 Oftalmia neonatorum
Terjadi dalam 5-14 hari setelah dilahirkan. Penularannya melalui jalan lahir.
Gambaran klinisnya antara lain: reaksi papilar, akut, dan sekret mukopurulen. Gambaran
badan inklusi di sel epitel pada apusan konjungtiva merupakan tanda diagnosis.
Pengelolaannya dengan tetrasiklin topikal dan eritromisin secara oral. Selain itu
diperlukan pengobatan kedua orangtua, karena kondisi ini terkait dengan penyakit menular
seksual.
Gambar 3.2 Konjungtivitis folikular dari trakoma. Folikel terdapat pada konjungtiva palpebra superior.
Terjadinya 1-3 hari setelah dilahirkan, juga melalui jalan lahir, biasanya ibu
tertular pada trimester terakhir dari suaminya yang menderita gonore. Bakteri infeksius
13
13
pada kornea biasanya baru bisa menginfeksi kalau korneanya tidak utuh, tapi gonokokus
bisa menginfeksi kornea yang intak karena bakteri ini punya suatu enzim yang bisa
klinisnya antara lain bersifat hiperakut, sekret purulen, kemosis dan dapat terjadi membran
Gambaran klinisnya: akut, gatal, lakrimasi, hiperemia, kemosis ringan, dan reaksi
papilar yang difus. Pada kasus yang berat terdapat edema palpebra. Kornea tidak terkena.
Keadaan ini dikelola dengan pemberian stabilisator sel mast topikal yaitu sodium
Gambar 3.3 Konjungtivitis folikular karena alergi. Folikel terutama pada konjungtiva palpebra inferior.
Kondisi ini bersifat rekuren, bilateral, mengenai anak-anak serta dewasa muda, dan
lebih sering pada laki-laki. Individu dengan keadaan ini memiliki riwayat atopi positif.
Gambaran klinisnya: gatal, lakrimasi, fotofobia, sensasi benda asing, rasa terbakar, sekret
mukus yang tebal, dan ptosis (palpebra jatuh dan bisa menutup pupil). Palpebra terasa
berat bila diangkat dan di bagian konjungtiva palpebra superior ada reaksi papilar raksasa.
Oleh karena itu lebih tepat disebut pseudoptosis karena bukan masalah otot. Penyakit ini
14
14
bisa diikuti keratitis dan infeksi palpebra superior. Terdapat 3 bentuk: palpebral, limbal,
dan campuran. Bisa ada gambaran arkus senilis. Kondisi ini dikelola dengan steroid
topikal. Steroid topikal ini tidak boleh untuk pemakaian jangka panjang, karena walaupun
efek obatnya cepat, tapi bisa menimbulkan efek samping berupa glaukoma dan katarak.
Gambar 3.4 Konjungtivitis Vernal dengan hipertrofi papil besar datar pada konjungtiva palpebra superior,
Konjungtivitis kimia seperti nitras argenti, terjadi dalam 24 jam sesudah penetesan
nitras argenti profilaktik untuk gonore. Pengobatan dengan pembilasan sisa obat dan
bahan penyokong.
Konjungtivitis stafilokok, masa inkubasi lebih dari 5 hari. Diobati dengan antibiotika
Konjungtivitis virus, dapat dibawa langsung setelah lahir, atau dengan masa inkubasi
15
15
3.8 Keratitis Herpes Simpleks
Keratitis ini dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal. Hal yang murni
epitelial adalah dendritik dan stromal adalah diskiformis. Biasanya infeksi herpes simpleks
ini berupa campuran epitel dan stroma. Perbedaan ini akibat mekanisme kerusakannya
berbeda. Pada yang epitelial kerusakan terjadi akibat pembelahan virus di dalm sel epitel,
yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk tukak kornea superfisial. Stromal
diakibatkan reaksi imunologik tubuh pasien sendiri terhadap virus yang menyerang.
Antigen (virus) dan antibodi (pasien) bereaksi di dalam stroma kornea dan menarik sel
leukosit dan sel radang lainnya. Sel ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak
antigen (virus) yang juga akan merusak jaringan stromal di sekitarnya. Hal ini sangat
berkaitan dengan pengobatan dimana pada yang epitelial dilakukan terhadap virus dan
pembelahan dirinya sedang pada keratitis stromal dilakukan pengobatan menyerang virus
menyerang epitel basal. Keratitis meta herpetik atau pasca infeksi, bentuk linear tidak
teratur sehingga hampir sama dengan keratitis geografika, kesembuhan sangat lambat (8-
12 minggu). Keratitis interstitialis virus, putih seperti keju (nekrosis), ada radang limbus,
harus dibedakan dengan keratitis karena infeksi sekunder atau jamur. Keratitis diskiformis,
16
16
Gambar 3.5 Ulkus dendritik akibat virus herpes simpleks. Ulkus paling baik dilihat dengan fluorescein.
Gambar 3.6 Opasitas kornea akibat infeksi herpes simpleks (keratitis diskiformis).11
Pengobatan dengan IDU yang merupakan obat antiviral yang murah, bersifat tidak
stabil. Bekerja dengan menghambat sintesis DNA virus dan manusia, sehingga bersifat
toksik untuk epitel normal dan tidak boleh dipergunakan lebih dari 2 minggu. Terdapat
dalam larutan 1% dan diberikan setiap jam. Salep 0,5% diberikan setiap 4 jam. Vibrabin
sama dengan IDU, akan tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep. Trifluorotimidin (TFT)
Acyclovir, bersifat selektif terhadap sintesis DNA virus. Dalam bentuk salep 3%
yang diberikan setiap 4 jam. Sama efektif dengan antivirus lain akan tetapi dengan efek
17
17
BAB IV
KATARAK KONGENITAL
Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang mulai ada sejak lahir atau bayi
dalam kandungan dan segera dapat dilihat setelah lahir atau kurang dari 3 bulan, katarak
bisa bilateral atau unilateral. Tanda-tandanya adalah kekeruhan lensa, dan sering disertai
adanya strabismus, nistagmus, dan refleks fundus suram. Pasien dengan katarak
monokular sering menutup sedikit matanya, sehingga tampak bola mata lebih kecil. Pada
pupil mata bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu
leukokoria. Tipe-tipenya antara lain polaris anterior, zonularis, (lamelaris, keruh sekeliling
Bahaya katarak kongenital adalah ambliopia dan strabismus. Karena makula lutea
yang tidak cukup mendapat rangsangan. Makula ini tidak akan berkembang sempurna
hingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak maka visusnya biasanya tidak akan
mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris (ambliopia ex anopsia). Mata tak mampu
mencapai suatu penglihatan binokular tunggal; dan karena penglihatan kabur, mata
berusaha mencari-cari objek, lama kelamaan bola mata goyang dan timbul strabismus.
idiopatik atau herediter. Dalam hal ini bisa dikaitkan dengan kelainan genetik maupun
Penyebab lainnya adalah infeksi, misalnya infeksi toksoplasma dan rubella (paling
sering). Virus rubella bisa menembus kapsul lensa pada usia 6 minggu kehamilan.
Terdapat opasitas saat lahir tapi baru berkembang setelah beberapa minggu bahkan bulan
18
18
kemudian. Seluruh lensa bisa menjadi opaq. Virus bisa tetap ada dalam lensa hingga usia 3
tahun.
Katarak pada galaktosemia ditandai dengan adanya suatu opasitas tetesan minyak sentral.
4.1 Etiologi
Kelainan ini merupakan kelainan kromosom, yaitu kelebihan satu kromosom 21.
Kelainan pada mata yang bisa ditemukan antara lain hiperplasia iris, celah palpebra sempit
(sipit), kemiringan oriental, sering terjadi strabismus, epikantus, sering terdapat katarak,
miopia tinggi (33%), dan bercak Brusfield (abu-abu perak pada iris).
Sindrom yang langka ini terdiri dari defek serebral, retardasi mental, dan kelainan
okular yang berkaitan dengan bentuk tubuh yang kerdil karena disfungsi ginjal. Gambaran
di mata berupa katarak kongenital, glaukoma infantil, dan nistagmus. Kelainan ini lebih
Pada sindrom ini tulang-tulang bertambah panjang (jari tangan dan jari kaki),
ligamen kendor, terdapat penyakit jantung bawaan, serta ada kelainan tulang belakang dan
sendi-sendi. Gambaran pada mata berupa dislokasi lensa ke arah superior dan nasal,
19
19
kelainan refraksi berat, megalokornea, katarak, koloboma uvea, dan glaukoma sekunder.
infeksi rubella pada bayi sewaktu masih dalam kandungan. Apabila ibu yang tengah
mengandung terkena infeksi rubella, maka virus akan menyebar ke dalam peredaran darah,
masuk ke plasenta, dan menginfeksi janin. Ibu yang sakit memberi gejala yang tidak jelas
dan sering diabaikan, misalnya makula merah pada wajah, yang menyebar ke bahu dan
badan selama 2 hari. Terjadi juga limfadenitis retroaurikular dan suboksipital dengan
sehingga pada waktu lahir akan mengandung banyak jaringan yang tidak sempurna
20
20
pertumbuhannya. Tanda-tanda sindrom rubella kongenital bisa digolongkan menjadi
tanda-tanda yang terdapat di mata dan yang teradapat di luar mata. Tanda-tanda yang
terdapat di mata antara lain katarak (unilateral atau bilateral), mikroftalmus, hipoplasi iris,
beberapa area nekrotik pada badan silier, koloboma pada uvea, strabismus, glaukoma
kornea.
(misalnya duktus arteriosus persisten, stenosis arteri pulmonalis, defek septum atrium dan
defek septum ventrikel), cacat pada otak dan terjadi retardasi mental dengan mikrosefali,
dan air kemih. Virus ini ditularkan lewat percikan ludah. Selama 1-2 hari sebelum dan
sesudah adanya makula kemerahan virus rubella mudah menular. Namun demikian, bayi
dengan sindrom rubella kongenital masih bisa menularkan virus tersebut hingga bayi
terjadi karena tidak sempurnanya pelepasan kornea terhadap lensa. Bentuk kekeruhannya
seperti piramid dengan tepi yang masih jernih, sehingga apabila pupilnya midriasis maka
21
21
Gambar 4.3 Katarak polaris anterior. Penglihatan memburuk pada cahaya terang atau ketika membaca saat
pupil konstriksi
Karena selubung vaskular tak teresorbsi dengan sempurna, maka akan timbul
kekeruhan di bagian belakang lensa. Keadaan ini diturunkan secara autosom dominan,
Kekeruhan terdapat pada zona atau area tertentu. Kekeruhan pada nukleus disebut
sebagai katarak nuklearis. Pada umumnya visus buruk. Katarak ini diduga diturunkan
secara autosomal dominan atau resesif atau mungkin terangkai gonosom (sex-linked).
Kekeruhan yang terdapat pada lamela mengelilingi area calon nukleus yang masih jernih
(saat itu nukleus belum terbentuk) disebut katarak lamelaris. Bagian di luar kekeruhan ini
juga masih jernih. Gambarannya seperti cakram dengan jari-jari radial. Faktor
penyebabnya diduga karena faktor herediter, dengan sifat pewarisan autosomal dominan.
Namun mungkin juga terkait dengan infeksi rubella, hipoglikemia, hipokalsemia, dan
karena paparan radiasi. Sedangkan kekeruhan yang terdapat pada sutura Y disebut dengan
katarak stelata.
22
22
Gambar 4.4 Katarak kongenital nuklearis.
Lensa yang keruh menjadi sangat tipis seperti membran, dan sering berisi jaringan
Seluruh lensa menjadi keruh, hal ini sering terdapat pada galaktosemia.
23
23
4.3 Penanganan
Anak dengan katarak tidak akan mengeluh, maka pertama kali disadari oleh orang
Katarak pada anak sangat berbeda dengan katarak pada orang dewasa. Operasi
Anak-anak tidak lahir dengan penglihatan yang normal, mereka harus belajar untuk
melihat dengan menggunakan mata mereka secara menetap selama beberapa bulan awal.
Untuk melakukan hal ini harus terdapat gambar yang jelas terfokus pada makula pada
retina anak. Jika tidak terjadi keadaan ini, penglihatan anak tidak akan berkembang secara
normal. Pada orang dewasa, operasi katarak tidak darurat, dan koreksi afakia dapat
dilakukan kapan saja. Pada anak-anak, operasi dan rehabilitasi penglihatan penuh adalah
keadaan darurat.
Mata anak-anak berbeda dengan mata orang dewasa. Inflamasi intraokular berat
lebih sering terjadi. Jika kapsul posterior tidak intak, akan menjadi opaq. Mata akan
tumbuh sampai anak berusia 2 tahun, yang akan menyebabkan perubahan refraksi anak.
Pertama kali harus ditentukan dulu penyebabnya, jadi perlu konsultasi dengan
bagian anak, THT, dan saraf. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan antara lain
pemeriksaan darah, gula darah, kalsium, dan kadar fosfor. Urine diperiksa untuk mencari
jumlah asam amino (Lowe). Pemeriksaan mata yang diperlukan antara lain visus dan
anatomi mata. Pemeriksaan yang dimaksud adalah ada tidaknya glaukoma, diameter
24
24
Terapi non-operatif yang mungkin diberikan ialah dengan midriatikum. Sedangkan
terapi operatif yang diperlukan antara lain lensektomi, kombinasi dengan kapsulektomi
posterior dan vitrektomi anterior. Ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK) akan
sekunder. Apabila sudah diketemukan nistagmus pada penderita katarak sebaiknya segera
dilakukan operasi, sebab keadaan tersebut menunjukkan adanya ambliopia. Apabila tidak
diketemukan nistagmus, pastikan dulu apakah anak sangat terganggu oleh penglihatannya
atau tidak. Apabila kataraknya total, maka operasi sebaiknya segera dikerjakan.
dapat dikerjakan dengan tenang dan tidak menimbulkan banyak kerusakan pada jaringan
lainnya.
THT, saraf. Jika memungkinkan lakukan kultur virus di bagian mikrobiologi. Beberapa
ahli kebidanan di Eropa dan Amerika menginduksi aborsi pada kehamilan yang diduga
positif terinfeksi rubella. Untuk katarak kongenital, operasi sebaiknya ditunda sampai bayi
berusia 3 tahun agar tidak ada lagi virus pada lensanya. Operasi yang dikerjakan sebelum
usia ini sering menimbulkan komplikasi pasca bedah akibat reaktivasi virus. Apabila
ditemukan kekeruhan cukup padat bilateral maka bisa dilakukan operasi pada satu mata
dahulu. Baru setelah usia 3 tahun dilakukan operasi pada mata satunya lagi.
25
25
4.4 Koreksi Afakia
Karena gambar yang terfokus pada retina penting untuk perkembangan penglihatan
anak, jika hanya dengan operasi katarak tidak akan mengembalikan penglihatan. Koreksi
penuh terhadap afakia, dilakukan secepatnya setelah operasi sangatlah penting. Sekarang
ini terdapat 3 metode yang digunakan untuk koreksi afakia pada anak-anak:
1. Kacamata
Aman dan tidak mahal. Mudah untuk merubah kekuatannya. Namun, dapat
2. Lensa kontak
3. Lensa intraokular
Tidak mahal. Tidak dapat hilang ataupun rusak. Tidak mungkin untuk merubah
26
26
Gambar 4.7 Lensa intraokular dalam kantong kapsul.13
27
BAB V
RETINOPATHY OF PREMATURITY
Retinopathy of prematurity terjadi pada bayi prematur dengan berat badan lahir
rendah yang ditangani dengan pemberian oksigen di inkubator. Pada bayi prematur proses
normal vaskularisasi pada retina perifer tidak lengkap saat lahir. Perkembangan pembuluh
darah sensitif terhadap perubahan biokimia (seperti nilai gas darah) yang akan
menyebabkan formasi abnormal dari pembuluh darah di belakang mata. Level oksigen
pembentukan retina yang inkomplit pada bayi prematur. Pembuluh darah ini dapat pecah
dan berdarah, serta membentuk jaringan parut abnormal. Akibatnya, dengan berjalannya
waktu, terjadi retinopati proliferatif dan ablasio retina yang menyebabkan kebutaan. Setiap
bayi prematur yang menerima suplemen oksigen harus dilakukan pemeriksaan fundus
okular. Pemeriksaan harus dimulai 2-4 minggu setelah kelahiran dan dilanjutkan sampai
retina vaskularisasi penuh, sampai mengalami regresi spontan atau sampai penanganan
5.1 Klasifikasi
Vaskularisasi retina terbentuk sentrifugal dari saraf optik, dimulai dari gestasi
bulan ke-4. Pembuluh darah retina normalnya akan menuju ora serrata nasal pada bulan
ke-8 dan ora serrata temporal pada bulan ke-9. Retinopathy of prematurity berkembang
ROP dapat diklasifikasikan sesuai dengan daerah retina yang terkena (Zona 1, 2,
28
28
Klasifikasi berdasarkan lokasi yaitu zona 1, 2, dan 3. Zona 1 adalah zona yang
dibatasi oleh garis imajiner berbentuk lingkaran yang radiusnya 2 kali jarak diskus optikus
ke makula. Zona 2 yaitu dari tepi garis zona 1 sampai titik tangensial ora serata bagian
nasal dan melingkar ke area dekat ekuator temporal. Zona 3 adalah dari garis tepi zona 2
sampai area yang tersisa (membentuk bulan sabit). Klasifikasi berdasarkan stadium yaitu
stadium I sampai V. Stadium I adalah apabila terdapat garis demarkasi. Stadium II, Pada
garis demarkasi tersebut terbentuk rigi (ridge). Stadium III, rigi dengan proliferasi
fibrovaskular ekstraretina. Stadium IV bila terjadi ablasi retina subtotal. Stadium V adalah
bila terjadi ablasi retina total. Klasifikasi berdasarkan luas, ditentukan dengan angka jam
Ketiga klasifikasi ini mempengaruhi apa yang disebut penyakit ambang (threshold
disease). Jika keadaan ini tidak ditangani dalam waktu 72 jam, maka akan timbul
komplikasi seperti neovaskularisasi atau ablasi retina. Pada penyakit plus (Plus Disease)
pembuluh darah fundus posterior melebar dan berkelok-kelok. Pencatatan kondisi ini
Pada stadium awal ROP (Stadium I dan II) biasanya tidak terlihat sampai minggu
ke 6-7 setelah kelahiran. Regresi spontan terjadi pada mayoritas bayi, tetapi beberapa
penyakit meningkat menjadi stadium III. Jika ditambah dengan penyakit plus yang dapat
melemahkan perlindungan retina, 50% dari bayi berubah menjadi Stadium IV (ablasio
Bayi dengan risiko retinopati prematuritas ialah bayi yang berat lahirnya kurang
dari 1500 gram, masa kehamilan kurang dari 28 minggu, atau berat lahir antara 1500
sampai 2000 gram dengan perjalanan klinis yang tidak stabil atau berisiko tinggi.
29
29
Pemeriksaan pertama dilakukan pada umur 4-6 minggu pasca kelahiran atau antara 31-33
minggu setelah konsepsi atau hari pertama menstruasi terakhir. Pemeriksaan dilakukan
dengan oftalmoskop indirek dengan pupil lebar, minimal dua kali atau sampai
penyakit ambang (threshold disease), maka dilakukan fotokoagulasi laser atau aplikasi
krio dalam waktu paling lambat 72 jam, setelah diagnosis ditegakkan. ROP stadium IV
Gambar 5.2 Retinopathy of prematurity stadium lanjut (dengan mikrokornea pada mata kiri).
30
30
5.2 Penatalaksanaan
Cryoterapi atau dengan laser pada oftalmoskop indirek binokular untuk ablasio
retina perifer efektif untuk mencegah hasil yang tidak diinginkan. Operasi vitreoretinal
5.3 Pencegahan
memuaskan dengan operasi, jadi yang dapat dilakukan adalah mencegah sebelum hal
tersebut terjadi. Pencegahan primer adalah dengan mencegah kelahiran prematur dan
penanganan baik dari bayi prematur, BBLR, termasuk monitor dan kontrok gas darah.
bayi dengan ablasio retina perifer (Stadium III plus). Pemeriksaan retina perifer pada bayi
yang sangat kecil adalah kemampuan khusus dan harus dilakukan oleh oftalmologis yang
Semua bayi yang masuk dalam program skrining ROP harus di follow-up untuk
identifikasi dan mengatur masalah okular ini karena penelitian memperlihatkan bayi
31
31
BAB VI
KESIMPULAN
Terdapat 1,4 juta anak buta di dunia. Penyebab Kebutaan pediatrik bervariasi
menurut daerah dan perkembangan sosioekonomi. Namun sekitar 40% kebutaan pediatrik
dapat dihindari.
Skar kornea masih menjadi penyebab utama dari kebutaan pada anak. Penyebab
penting dari skar kornea terdiri dari defisiensi vitamin A, campak, oftalmia neonatorum,
praktik tradisional berbahaya, dan infeksi kornea lainnya. Keadaan ini dapat dieliminasi
oleh primary health care, seperti program imunisasi campak, suplementasi vitamin A,
posyandu, dll.
Sebagian kasus dari katarak kongenital adalah sindrom rubela. Keadaan ini dapat
dicegah dengan imunisasi rubela. Kebanyakan kongenital katarak tidak dapat dicegah.
Namun dengan penanganan cepat dan tepat, penglihatan dapat kembali sempurna.
penting yang akan meningkat pada negara sedang berkembang. Pada beberapa negara,
sepertinya akan menjadi masalah pada negara kurang berkembang dengan dikenalkannya
perawatan intensif bagi neonatus. Skrining bayi dengan risiko membutuhkan koordinasi
32
32
DAFTAR PUSTAKA
3. WHO. 2010. Action Plan For The Prevention Of Avoidable Blindness And
Visual Impairment 2009-2013. WHO Library Catalouging.
33
33
34