Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN REFLEKSI

FIELD LAB ASUHAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN

KELUARGA BERENCANA

DISUSUN OLEH :

RAKHMADINI WULANDARI

1911060024

PRODI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA DAN PRODI PENDIDIKAN PROFESI


BIDAN PROGRAM PROFESI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2022/ 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya
dapat menyelesaikan Laporan Refleksi Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Kelainan dan
Keganasan Organ Reproduksi ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Selawat dan salam
semoga tetap tercurah kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya,
yang kita nantikan syafaatnya di yaumul kiyamah. Amin
Terimakasih saya ucapkan kepada :
1. Allah SWT yang telah memberi saya nikmat iman, islam, ihsan dan sehat
2. Ibu Dewi Ambarwati, M. Keb selaku Kepala Program Studi Kebidanan S1 Universitas
Muhammadiyah Purwokerto
3. Seluruh dosen Program Studi Kebidanan S1 Universitas Muhammadiyah Purwokerto
4. Ibu Purwati, M. Keb selaku Dosen Pembimbing Field Lab Kesehatan Reproduksi dan KB
5. Seluruh Bidan dan Perawat RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu selaku pembimbing
Field Lab Kesehatan Reproduksi dan KB
6. Klien/ pasien RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu
7. Orang tua dan keluarga
8. teman – teman
9. Seluruh pihak yang ikut berkontribusi dalam pelaksanaan Field Lab Kesehatan Reproduksi
dan KB
Saya berharap, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan
wawasan dan pengetahuan terutama tentang Asuhan Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana.
Saya juga sadar bahwasanya laporan ini masih jauh dari kata sempurna, banyak kekurangan
dan kelemahan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran untuk diri saya dan
kesempurnaan laporan ini. Semoga tujuan dibuatnya laporan ini dapat tercapai dengan baik.

Bumiayu, Januari 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan....................................................................................2

Kata Pengantar............................................................................................3

Daftar Isi.......................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang ………………………………………… 5


b. Tujuan ………………………………………… 7
c. Manfaat ………………………………………… 7

BAB II TINJAUAN TEORI

Konsep Dasar Teori

1. Pengertian Fibrodenoma ………………………………… 8


2. Etiologi Fibrodenoma ………………………………… 9
3. Patofisiologi Fibrodenoma ………………………………… 9
4. Faktor Resiko Fibrodenoma………………………………… 10
5. Tanda Gejala Fibrodenoma ………………………………… 11
6. Diagnosis Fibrodenoma ………………………………… 11
7. Komplikasi Fibrodenoma ………………………………… 12
8. Pencegahan Fibrodenoma ………………………………… 12
9. Penatalaksanaan Fibrodenoma………………………………… 12

Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan

BAB III Refleksi Kasus ………………………………… 16

DAFTAR PUSTAKA …………………………………. 24

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakanng

Sel tumor ialah sel tubuh yang mengalami transfortnasi dan tumbuh secara autonom,
lepas dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga bentuk dan struktur sel ini berbeda dengan
sel normal. Perbedaan sifat sel tumor ini bergantung pada besamya penyimpangan bentuk, dan
flingsi, autonominya dalam sifat pertumbuhan, dan kemampuannya berinfiltrasi dan
bermetastasis (Sjamsuhidajat dan De Jong 2013). Tumor payudara merupakan lesi terpenting
pada payudara perempuan. Walaupun dapat berasal dari jaringan ikat atau struktur epitel,
tumor struktur epitel yang sering menyebabkan neoplasma payudara (Kumar, Cotran dan
Robbins, 2012).
Fibroadenoma adalah tumor jinak yang berasal dari jaringan ikat (fibrosa)yang
mengandung struktur glandular. Fibroadenoma paling sering ditemukan pada wanita muda
berusia 20-30 tahun tetapi dapat juga ditemukan pada wanita di berbagai usia (American
Cancer Society, 2014). Fibroadenoma sejaub ini adalah tumor jinak tersering pada payudara
perempuan. Peningkatan aktivitas estrogen diperkirakan berperan dalam pembentukannya.
Fibroadenoma biasanya terjadi pada perempuan muda dengan insidensi pimcak pada usia 30-an
(Kumar, Cotran dan Robbins, 2012).Dalam beberapa laporan kasus wanita yang menderita
fibroadenoma mammae (FAM) memiliki resiko untuk menderita kanker payudara. Apabila
diperhatikan, benjolan yang ada tersebut terkadang tumbuh menjadi suatu keganasan yaitu
kanker namun kasusnya sangat jarang terjadi, bila mengarab ke keganasan maka membutubkan
perawatan lebih lanjut (Kuijper dkk, 2001). Pada masa remaja, fibroadenoma dapat dijumpai
dalam ukuran yang besar. Fibroadenoma dapat sangat cepat tumbuh dan dapat berpotensi
kambub saat rangsangan estrogen meninggi. Fibroadenoma hams dieksisi karena tumor jinak
ini akan terns membesar (Sjamsuhidajat dan De Jong, 2013).
Berdasarkan temuan dari beberapa perempuan yang mencari evaluasi terhaxlap benjolan
yang tampak pada payudaranya maka didapatkan sebanyak 40% terjadi perubahan fibrokistik,
30% normal, 13% menderita penyakit jinak lain, 10% menderita kanker dan 7% menderita
fibroadenoma (Kumar, Cotran dan Robbins, 2012).Berdasarkan laporan dari New South Wales
(NSW) Breats Cancer Institute, fibroadenoma umumnya terjadi pada wanita dengan usia 21-25
tahun, pada usia di atas 50 terjadi kurang dari 5%, sedangkan prevalensinya lebih dari 9%
populasi wanita terkena fibroadenoma. Sedangkan laporan dari Western Breast
ServicesAlliance, fibroadenoma terjadi pada wanita dengan usia antara 15-25 tahun, dan lebih
dari 15% (satu dari enam wanita) mengalami fibroadenoma dalam hidupnya.

4
Berdasarkan penelitian Al-Thobbani, tahun 2006 di Yaman yang melaporkan profil patologi
payudara di laboratorium histopatologi rujukan di Yaman dari 773 orang wanita dengan biopsi
positif atau temuan mastektomi. Lesi jinak ditemukan sebanyak 79.9% kasus. Dari 79,9%
kasus tersebut FAM adalah lesi yang paling umiun ditemukan yaitu 30,0% dengan usia rata-
rata 22,2 tahun. Di Indonesia, laporan data penyakit F A M masih sedikit, namun diperkirakan
tiap tahun teqadi. Berdasarkan hasil penelitian Dewi (2008), melaporkan kejadian FAM di
Rumah Sakit Immanuel Bandung periode 2005- 2006 sebanyak 144 kasus. Paling banyak
ditemukan pada usia dibawah 30 tahun sebesar 79,90% dari kasus. Dari 79,90% kasus tersebut
ditemukan sebanyak 41,70% pada kelompok usia 21-25 tahun, 25,70% pada kelompok usia 16-
20 tahun, 9,70% pada kelompok usia 26-30 tahim dan 2,80% pada kelompok usia 10- 15 tahun.
Untuk lokasi F A M itu sendiri, paling sering terdapat pada payudarakanan yaitu sebanyak
44,5% dari kasus.
Penelitian Sidauruk (2013) melaporkan kejadian kasus F A M di Riunah Sakit Santa
Elisabeth Medan periode 2007-2011 sebanyak 103 penderita, Dari 103 penderita FAM tersebut
ditemukan paling banyak pada usia < 35 tahun yaitu sebanyak 72,8% dari kasus.
1.2 Tujuan

Tujuan Umum

Untuk mengatahui dan menganalisis bagaimana deteksi dini dan penatalaksanaan kelainan
dan keganasan organ reproduksi dan konseling yang diberikan.

Tujuan Khusus

1. Untuk mengatahui Pengertian Fibroadenoma


2. Untuk mengatahui Etiologi Fibroadenoma
3. Untuk mengatahui Patofisiologi Fibroadenoma
4. Untuk mengatahui Faktor Resiko Fibroadenoma
5. Untuk mengatahui Tanda Gejala Fibroadenoma
6. Untuk mengatahui Diagnosis Fibroadenoma
7. Untuk mengatahui Komplikasi Fibroadenoma
8. Untuk mengetahui Pencegahan Fibroadenoma
9. Untuk mengatahui Penatalaksanaan Fibroadenoma
1.3 Manfaat
Manfaat Teoritis
Mengaplikasikan teori asuhan kesehatan reproduksi dalam praktik pelayanan kebidanan.

5
Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan dari institusi secara
langsung di lapangan dalam memberikan asuhan kesehatan reproduksi.
b. Bagi Lahan Praktik
Dapat dijadikan sebagai acuan untuk dapat mempertahankan mutu pelayanan terutama
dalam memberikan asuhan pelayanan kebidanan terhadap kesehatan reproduksi secara
komprehensif.
c. Bagi Klien
Klien mendapatkan asuhan kebidanan komprehensif yang sesuai dengan standar
pelayanan kebidanan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Fibroadenoma mempakan neoplasma jinak yang temtama dijumpai pada perempuan


muda. Fibroadenoma teraba sebagai benjolan bulat dengan simpai licin, bebas digerakkan
dan konsistensmya kenyal padat (Sjamsuhidajat dan De Jong, 2013). Menurut kamus
kedokteran Dorland, (2012) fibroadenoma mammae merupakan tumor jinak payudara yang
berasal dari jaringan fibrosa dan epitel kelenjar.
Fibroadenoma mammae (FAM) adalah penyakit wanita muda dengan frekuensi yang
paling tinggi pada wanita yang berumur 20 – 25 tahun (Sarwono, 2010). FAM merupakan
tumor jinak yang berbatas tegas dengan konsistensi padat dan kenyal, benjolan atau massa
tersebut berasal dari jaringan fibrosa (mesenkim) dan jaringan glanduler (epithel) yang
berada di payudara, sehingga tumor ini disebut sebagai tumor campur/ mix tumour (Smeltzer,
2008). FAM banyak ditemukan pada payudara wanita yang timbul disaat usia subur. Tumor
ini kebanyakan terjadi pada usia wanita yang lebih muda dan biasanya muncul diusia antara
20-30 tahun (Andrews, 2010).
B. Etiologi

Etiologi dari FAM asih tidak diketahui pasti tetapi dikatakan bahwa hipersensitivitas
terhadap estrogen pada lobul dianggap menjadi penyebabnya {Breast Cancer Care, 2010).
Fibroadenoma mammae terjadi akibat proliferasi abnormal jaringan periduktus ke dalam
lobulus; dengan demikian sering ditemukan di kuadran lateral atas karena di bagian ini
distribusi kelenjar paling banyak. Baik estrogen, progesteron, kehamilan, maupun laktasi
dapat merangsang pertumbuhan FAM (Fadjari, 2012).
Fibroadenoma mammae adalah lesi yang paling umum dari payudara, terjadi pada
25% wanita tanpa gejala. Hal ini biasanya merupakan suatu penyakit pada wanita di usia
awal reproduktif dimana kejadian puncak adalah antara usia 15 hingga 35 tahun (Guray dan
Sahin, 2006). Meskipun kejadian puncak adalah antara dekade kedua dan ketiga kehidupan,
tidak jarang terjadi pada wanita pascamenopause, dengan peningkatan insiden setelah terapi
hormon pengganti. Secara keseluruhan, itu terjadi pada sekitar 10% wanita (Sperber dkk,
2003).
Hasil penelitian lain menyatakan F A M sering ditemukan pada usia yang muda,
antara 20-40 tahun dengan usia rata-rata 30 tahun. Insidensinya tidak diketahui pasti, namun
sekitar 50% hasil biopsi payudara adalah FAM, berap^un usianya (Fadjari, 2012).

7
Fibroadenoma umumnya terjadi pada wanita dengan usia 21-25 tahun, pada usia di
atas 50 terjadi kurang dari 5%, sedangkan prevalensinya lebih dari 9% populasi wanita
terkena FAM (NSW Breast Cancer Institute, 2014). Sedangkan laporan dari Western Breast
Services Alliance, FAM terjadi pada wanita dengan usia antara 15-25 tahun, dan lebih dari
15% (satu dari enam wanita) mengalami FAM dalam hidupnya.
Berdasarkan penelitian yang pemah dilakukan di India, dilaporkan bahwa dari 210
kasus FAM paling banyak terjadi pada kelompok usia 16-30 tahun dengan latar belakang
tempat tinggal di perkotaan dan lebih sering terjadi pada penderita yang telah menikah
dengan kemungkinan alasan pemikahan dini dan paritas. Usia menarche, usia menopause,
dan terapi hormonal menunjukan tidak mengubah resiko terjadinya lesi ini (Vijaykumar dkk,
2012).
C. Patofisiologi

Fibroadenoma mammae dianggap mewakili sekelompok lobus hiperplastik dari


mammae yang dikenai sebagai "kelainan dari pertumbuhan normal dan involusi".
Fibroadenoma sering terbentuk sewaktu menarche (15-25 tahun), waktu dimana struktur
lobul ditambahkan kedalam sistem duktus pada mammae. Lobus hiperplastik sering terjadi
pada waktu ini dan dianggap merupakan bagian dari perkembangan mammae (Guray dan
Sahin, 2006).
Fibroadenoma mammae merupakan lobus yang berbatas jelas, mudah digerakkan dari
jaringan disekitamya. Pada gambaran histologis menunjukkan stroma dengan proliferasi
fibroblast yang mengelilingi kelenjar dan rongga kistik yang dilapisi epitel dengan bentuk
dan ukuran yang berbeda. Pembagian fibroadenoma berdasarkan gambaran histologisnya
yaitu :
1. Fibroadenoma pericanaliculare Kelenjar bulat dan lonjong dilapisi epitel selapis
atau beberapa lapis
2. Fibroadenoma intracanaliculare Jaringan ikat mengalami proliferasi lebih
banyak sehingga kelenjar berbentuk panjang-panjang (tidak teratur) dengan
lumen sempit mirip bintang (Kumar, Cotran dan Robbins, 2012)Lesi ini
mempakan hormone dependent neoplasma distimulasi oleh laktasi sewaktu
hamil dan mengalami involusi sewaktu perimenopause. Tumor ini dapat terjadi
karena mutasi DNA sel. Wanita dengan mutasi pada gen BRCAl atau BRCA2
yang diperoleh dari mestektomi bilateral memiliki frekuensi yang tinggi untuk
terjadinya lesi jinak maupun ganas pada payudara (Santen dan Mansel,2005)

8
D. Faktor Resiko

Usia menarche, usia menopause dan terapi hormonal termasuk kontrasepsi


oral tidak merubah risiko terjadinya lesi ini.Pengamatan klinis yang dilakukan pada
perempuan yang menerima estrogen dan obat antiestrogen menunjukan bahwa wanita
pasca menopause yang menerima estrogen lebih dari delapan tahun mengalami lesi
jinak. Faktor genetik juga dikatakan tidak berpengaruh tetapi adanya riwayat keluarga
dengan carsinoma mammae dikatakan meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini
(Santen dan Mansel, 2005).Beberapa faktor risiko FAM menurut Hendrawanto (2010)
yaitu :
1. Jenis kelamin Wanita lebih beresiko menderita tumor payudara
dibandingkan dengan pria. Prevalensi tumor payudara pada pria hanya 1%
dari seluruh tumor payudara.
2. Riwayat keluarga Wanita yang memiliki keluarga tingkat satu penderita
tumor payudara beresiko tiga kali lebih besar untuk menderita tumor
payudara.
3. Faktor genetik Mutasi gen BRCA1 pada kromosom 17 dan BRCA2 pada
kromosom 13 dapat meningkatkan resiko tumor payudara sampai 85%.
Selain itu, gen p53, BARD1, BRCA3, dan noey2 juga diduga
meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.
4. Faktor usia Resiko tumor payudara meningkat seiring dengan pertambahan
usia. Biasanya pada usia 15 sampai 35 tahun.
5. Faktor hormonal Kadar hormon yang tinggi selama masa reproduktif,
terutama jika tidak diselingi oleh perubahan hormon akibat kehamilan,
dapat meningkatkan resiko terjadinya tumor payudara.
6. Usia saat kehamilan pertama Hamil pertama pada usia 30 tahun beresiko
dua kali lipat dibandingkan dengan hamil pada usia kurang dari 20 tahun.
7. Terpapar radiasi
8. Intake alcohol
9. Pemakaian kontrasepsi oral Pemakaian kontrasepsi oral dapat
meningkatkan resiko tumor payudara. Penggunaan pada usia kurang dari
20 tahun beresiko lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan pada usia
lebih tua.
E. Tanda
Gejala

9
Menurut Nugroho (2011), tanda dan gejala fibroadenoma mammae adalah sebagai

10
1. Fibroadenoma dapat multipel dan bilateral
2. Benjolan berdiameter 2-3 cm
3. Benjolan tidak menimbulkan reaksi radang, mobile dan tidak menyebabkan
pengerutan kulit payudara
4. Benjolan berlobus – lobus
5. Pada pemeriksaan mammografi , gambaran jelas jinak berupa rata
dan memiliki batas jelas
Secara makropis tumor berupa nodus berbatas tegas kenyal, putih abu-abu,
dan menonjol diatas jaringan sekitar serta sering mengandung rongga- rongga
berbentuk celah. Stroma biasanya halus, selular dan sering sekali miksoid, mirip
stroma intralobulus, membungkus rongga kistik dan glandular yang dilapisi oleh
epitel. Ukuran lesi bervariasi mulai dari kurang 1cm garis tengahnya sampai tumor
besar yang dapat menggantikan payudara (Kumar, 2010). Ukuran saat ditemukan rata-
rata bergaris tengah 2-4cm. (Marwoto, 2010). Fibroadenoma paling banyak dialami
wanita lebih muda dan biasanya muncul diusia antara 20 dan 30 tahun. (Andrews,
2010). Giant fibroadenoma terjadi pada remaja sekitar usia 16 tahun atau
perimenopouse sekitar usia 50 tahunan, karakter pertumbuhannya cepat dan dalam
ukuran besar dan harus segera dilakukan insisi untuk pengangkatan tumor (Tjandra et
al. 2008). Bentuk giant fibroadenoma berukuran sangat besar mencapai 10.15cm,
untuk wanita Indonesia sebagai patokan lebih dari atau sama dengan 6cm (Marwoto,
2010).
F. Diagnosis
Fibroadenoma pada sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala dan
terdeteksi setelah dilakukan pemeriksaanfisik. Pertumbuhan fibroadenoma relatif
lambat dan hanya menunjukkan sedikit perubahan ukuran dan tekstur dalam beberapa
bulan. Fibroadenoma memiliki gejala berupa benjolan dengan permukaan yang licin
dan merah. Biasanya fibroadenoma tidak nyeri, tetapi kadang dirasakan nyeri bila
ditekan.Secara morfologi, fibroadenoma ditemukan sebagai nodul diskret, biasanya
soliter, dapat digerakkan secara bebas, dan berukuran 1-10 cm. Fibroadenoma dapat
membesar pada akhir siklus menstruasi dan selama kehamilan. Setelah menaupose
adenofibroma mengalami regresi dan kalsifikasi. Studi sitogenetik mengungkap
bahwa sel stroma merupakan sel monoklonal dan juga menunjukkan elemen
neoplastik pada tumor ini. Secara mikroskopis terlihat stroma halus, seluler dan sering
myxoid, menyerupai stroma intralobular, memagari glandular dan bagian kistik

11
dengan epitel. Kemungkinan sel stroma neoplastik dapat mensekresi faktor
pertumbuhan yang menginduksi proliferasi sel epitel.
Fibroadenoma dapat berkembang menjadi karsinoma lobular, namun sangat
jarang.Pada pemeriksan fisik dapat dijumpai massa soliter, diskret, dan mudah
digerakkan, selama tidak terbentuk jaringan fibroblast di sekitar jaringan payudara,
dengan diameter kira-kira 1–3 cm, tetapi ukurannya dapat bertambah sehingga
membentuk nodul dan lobus. Fibroadenoma dapat ditemukan di seluruh bagian
payudara, tetapi lokasi tersering adalah pada kuadran lateral atas payudara. Tidak
terlihat adanya perubahan kontur payudara yang berarti.Sebagian besar pasien dengan
multipel fibroadenoma memiliki riwayat keluarga yang kuat. Aspirasi jarum halus
sitopatologik digunakan sebagai alat investigasi untuk pengelolaan fibroadenoma
karena lebih handal, sederhana, dan tidak memakan waktu. Aspirasi jarum halus
histopatologik merupakan investigasi awal untuk membedakan fibroadenoma dengan
tumor jinak lainnya.Pada pemeriksaan histologi, dapat ditemukan penigkatan
selularitas. Kelompok sel multipel yang padat dan disosiasi sel duktus dapat terlihat.
Sel-sel tersebut sering menyerupai staghorn dan biasanya tersusun monolayer. Tiap
sel memiliki nukleus bundar monomorfik dengan kromatin granular dan nukleoli
kecil. Mungkin terdapat banyak kelompok sel stroma yang tertanam dalan jaringan
ikat stroma. Sel stroma sel-sel stroma memanjang dengan nukleus yang seperti jarum.
Ditemukan pula adenosis dengan sklerosing, metaplasia apokrin papilar, dan
kalsifikasi epitel. Fibroadenoma yang memiliki karakter histologis dengan diameter
lebih dari 3 mm atau dengan sklerosis adenosis, kalsifikasi epitel, atau apokrin papilar
metaplasia berhubungan dengan penningkatan resiko kanker payudara. Perubahan
proliferasi di parenkim yang berdekatan dengan fibroadenoma dan riwayat adanya
kanker payudara dan fibroadenoma kompleks dalam keluarga berhubungan dengan
peningkatan lebih lanjut risiko kanker payudara. Perubahan ganas dalam komponen
epitel fibroadenoma umumnya dianggap langka.Pada pemeriksaan mamografi,
fibroadenoma digambarkan sebagai massa berbentuk bulat atau oval dengan batas
tegas. Terkadang pada lesi dapat ditemukan gambaran kalsifikasi kasar yang
menyerupai pop corn dan gambaran kalsifikasi kasar yang heterogen. Fibrodenoma
biasanya memiliki densitas yang sama dengan jaringan kelenjar sekitarnya, tetapi
pada fibroadenoma yang besar, dapat menunjukkan densitas yang lebih tinggi. Pada
perempuan postmenopause, komponen fibroglandular dari fibroadenoma akan
berkurang dan hanya meninggalkan gambaran kalsifikasi dengan sedikit atau tanpa
komponen jaringan ikat.

12
G. Komplikasi

Fibroadenoma adalah sebuah tumor jinak namun dalam beberapa laporan


kasus menggambarkan bahwa seseorang yang terdiagnosis F A M mengalami
peningkatan resiko carcinoma mammae (Kuijper dkk, 2001). Pada beberapa kasus
yang jarang, FAM dapat menjadi carcinoma mammae (Guray dan Sahin, 2006),
Jenis tertentu dari fibroadenoma mammae bisa meningkatkan resiko kanker
payudara. Meski demikian, kebanyakan kasus tidak sampai terjadi kanker payudara.
Adapun yang memiliki kanker payudara yang memiliki fibroadenoma, biasanya
memiliki komplikasi lainnya atau orang tersebut memiliki resiko kanker payudara
yang tinggi dari keluarga atau lingkungannya (Taufan, 2011). Marwoto, dkk
(2010) menyatakan adanya hubungan penyakit kelainan fibrokistik dengan timbunya
karsinoma payudara adalah:
1. Beresiko minimal atau tanpa resiko menimbulkan karsinoma payudara:
hiperplasia ringan, fibrosis, metraplassia apokrin dan mikro/makrokista
simpleks.
2. Beresiko ringan (meningkatkan resiko 1,5-2 kali) hiperplasia sedang sampai
keras, papilomatosis intraduktal, sklerosing adenosis, fibroadenoma,
khususnya yang disertai dengan penyakit atau kelainan fibrokistik jenis
proliferatif, atau mempunyai riwayat keluarga dengan kanker payudara.
3. Peningkatan bermakna (resiko sampai 5 kali) pada hiperplasia duktulus atau
lobulus atipik.
4. Dengan fokus proliferatif multifokal, memiliki resiko yang sama menderita
kanker payudara pada kedua sisi payudaranya.
5. Bila disertai riwayat keluarga menderita kanker payudara akan meningkatkan
semua kategori, misalnya hiperplasia atipik resiko menjadi 10 kali lipat.

H. Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan pada fibroadenoma mammae


menurut Pamungkas, 2011) dilakukan dengan cara sebagai berikut, antara lain:
1. Menghindari makanan yang tinggi lemak
2. Menghindari pemakaian obat hormonal terutama estrogen
3. Rajin melakukan SADARI minimal 1 bulan sekali pada wanita yang telah
berusia 20 tahun

13
I. Penatalaksanaan
Pilihan tatalaksana konservatif yang tersedia bagi perempuan yang didiagnosis
fibroadenoma meliputi observasi atau observasi bedah. Fibroadenoma dapat dengan
aman diobservasi jika tingkat pertumbuhan volume kurang dari 16% pada mereka
yang lebih muda dari 50 tahun dan kurang dari 13% per bulan pada mereka 50 tahun
atau lebih. Dua pendekatan baru, eksisi perkutan dan insitu cryoablasi, telah
dikembangkan dan kurang invasif dibandingkan eksisi bedah. Studi terbaru
menunjukkan bahwa sebagai terapi utama untuk fibroadenoma payudara, cryoablasi
perkutan aman dan efektif dengan hasil yang tahan lama dan segi kosmetik yang baik.
Cryoablasi adalah cara cepat serta efisien untuk membekukan fibroadenoma hingga
mati. Cryoablasi hanya membeku benjolannya saja sehingga jaringan sehat dapat
mengambil alih. Prosedur ini relatif sederhana dan menghasilkan bekas luka kecil.
Setelah lesi terlokalisasi di bawah bimbingan USG, cryoprobe dimasukkan ke
payudara dan dipandu ke pusat lesi, dan diameter cross sectional diukur. Upaya ini
dilakukan untuk menempatkan probe melalui sumbu panjang fibroadenoma. Real-
time USG digunakan secara bersamaan untuk memandu pembentukan bola es. Siklus
freeze-thawganda selalu digunakan pada prosedur ini. Pembentukan tepi bola es
sangat echogenic, memungkinkan untuk pemantauan oleh USG. Tetesan dan suntikan
salin steril di antara kulit dan pembentukan bola es meningkatkan jarak satu sama lain
sebaga ruang pelindung kulit. evolusi teknik pembekuan cryoablation, ditambah
dengan perbaikan dalam desain cryoprobe, telah menghasilkan peningkatan yang
signifikan dalam keamanan dan efektivitas prosedur ini Baik penghapusan atau biopsi
dari massa sisa mengungkapkan matriks hialin menyusut dengan arsitektur kolagen
yang diawetkan. Mammografi menunjukkan penyembuhan efek masa dengan
dikelilingi reaksi parenkimal ringan di sekitarnya.Biopsi eksisi terbuka konservatif
merupakan terapi yang efektif pada beberapa kasus, eksisi terbuka mungkin masih
merupakan pilihan terbaik pada beberapa kasus berdasarkan besarnya ukuran

14
KONSEP DASAR MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN

Manajemen kebidanan, adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan
metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosa
kebidanan, perencanaan dan evaluasi. Asuhan kebidanan, adalah penerapan fungsi dan kegiatan
yang menjadi tanggung jawab bidan dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai
kebutuhan/masalah di bidang kesehatan ibu pada masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi setelah
lahir serta keluarga berencana (Permenkes 1416, 2007).

Proses ini menguraikan bagaimana perilaku yang diharapkan dari pemberi asuhan. Proses
manajemen ini bukan hanya terdiri dari pemikiran dan tindakan saja, melainkan juga perilaku pada
setiap langkah agar pelayanan yang komprehensif dan aman dapat tercapai.

Manajemen Asuhan Kebidanan Menurut Helen Varney

Langkah I : Pengumpulan data dasar

Dilakukan pengkajian dengan pengumpulan semua data yang diperlukan untuk evaluasi
keadaan klien secara lengkap. Mengumpulkan semua informasi yang akurat dari sumber yang
berkaitan dengan kondisi klien.

Langkah II: Interpretasi data dasar

Dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah klien atau kebutuhan
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Kata “masalah dan
diagnose” keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosa
tetapi membutuhkan penanganan yang dituangkan dalam rencana asuhan kebidanan terhadap klien.
Masalah bisa menyertai diagnose. Kebutuhan adalah suatu bentuk asuhan yang harus diberikan
kepada klien, baik klien tahu ataupun tidak tahu.

Langkah III: mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial

Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan
diagnosa yang sudah diidentifikasi. Membutuhkan antisipasi, bila mungkin dilakukan pencegahan.
Penting untuk melakukan asuhan yang aman.

Langkah IV: Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk
dikonsultaikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan
kondisi klien.

15
Langkah V: Merencanakan asuhan yang menyeluruh

Merencanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya.


Rencana asuhan yg menyeluruh meliputi apa yang sudah diidentifikasi dari klien dan dari kerangka
pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya.

Langkah VI: Melaksanakan perencanaan

Melaksanakan rencana asuhan pada langkah ke lima secara efisien dan aman. Jika bidan tidak
melakukannya sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya.

Langkah VII: Evaluasi

Dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan
kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana
telah diidentifikasikan didalam masalah dan diagnosa.

16
BAB III

REFLEKSI KASUS

ASUHAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN KELUARGA BERENCANA

DETEKSI DINI DAN PENATALAKSANAAN KELAINAN DAN KEGANASAN ORGAN


REPRODUKSI PADA NY. A UMUR 26 th DENGAN FIBRODENOMA

1. DESCRIPTION

Fibroadenoma atau fibroadenoma mammae (FAM) adalah jenis tumor jinak di payudara.
Fibroadenoma ditandai dengan benjolan kecil di salah satu atau kedua payudara, yang teraba
padat dan mudah digerakkan. Fibroadenoma merupakan salah satu jenis tumor jinak payudara
yang paling sering dialami oleh wanita berusia antara 15–35 tahun. Tumor ini berukuran kecil
dengan tekstur yang padat dan mudah digerakkan. Fibroadenoma bisa hilang dengan
sendirinya, tetapi pada beberapa kasus dapat membesar dan harus diangkat melalui
operasi.seperti pada kasus Ny A umur 26 tahun yang mengeluh sejak satu tahun lalu ketika
sedang mengalami menstruasi terasa nyeri pada bagian payudara,dan dalam satu bulan
terakhir ini mengalami nyeri payudara setiap harinnya.Ny A mengunjungi poli klinik
kebidanan dan kandungan pada tanggal 28 desember 2022 untuk melakukan pemeriksaan
pada payudaranya karna sejak bulan desember mengalami nyeri yang hebat ditandai dengan
terabanya benjolan pada payudara sebelah kanan,dalam pemeriksaan yang dilakukan 28
desember 2023 tersebut dokter sepesialis kandungan dan kebidanan menyarankan untuk
melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah penyebab dari benjolan
tersebut.

Pada tanggal 10 januari 2023 Ny A melakukan kunjungan ulang di RSU muhammadiyah


Siti Aminah Bumiayu di Poli kandungan dan kebidanan,dari hasil data subjektif yang
didapatkan pada Ny A adalah Ny A masih mengeluh merasakan nyeri payudara disetiap
harinnya bahkan Ny A mengatakan tidak nyaman dengan yang dirasakan tersebut,lalu
dilakukan pemeriksaan untuk mendukung data objektif keadaan umum ibu cukup
baik,kesadaran baik dan hasil pemriksaan tanda-tanda vital S :36,4 c T: 112/64 N : 82 dan
hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan dokter teraba benjolan disebelah payudara kanan
atas.dan hasil pemeriksaan penunjang dari Ny A yang dilakukan pemeriksaan USG pada
tanggal 1 januari bahwa hasilnya tumor payudara jinak atau fibroadenoma mammae
berukuran 1 cm tidak terdapat cairan dalam benjolan tersebut.

17
Setelah melakukan edukasi mengenai deteksi dini dari keganasan pada payudara,Ny A
disarankan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan mendapatkan surat pengantar ke poli
bedah RSU Muhammadiyah siti Aminah bumiayu dan bertemu dengan dokter bedah untuk
melakukan tindakan dan penanganan lebih lanjut lagi oleh tenaga kesehatan yang lebih
professional.

Setelah sampai dipoli beda Ny A melakukan pemeriksaan fisik ulang oleh dokter bedah untuk
menegakan diagnosa lebih lanjut,selanjutnya dokter menyarankan untuk melakukan
pengangkatan benjolah tersebut dengan melakukan tindakan operasi.

2. FEELINGS

Sebelum melakukan kegiatan field lab, penulis hanya memiliki gambaran tentang teori
– teori dan materi yang telah disampaikan, sedangkan penulis tidak mengetahui gambaran
yang muncul dalam pikiran tersebut merupakan hal yang benar ataupun tidak. Penulisa sangat
membutuhkan kegiatan field lab sebagai bahan observasi, pengkajian, penyelarasan anatara
teori dan praktik serta evaluasi yang harus dilakukan.

Setelah diadakan kegiatan field lab, penulis dapat melakukan observasi antara teori dan
praktik yang sesungguhnya, penulis juga diperkenankan untuk melakukan penilaian segera
terhadap deteksi dini kegawatdaruratan dan keganasan pada payudara,sebuah kesempatan
yang sangat luar biasa karna dapat belajar lebih lanjut tentang diagnosa dan penatalaksanaan
secara menyeluruh dengan kasus tersebut

3. EVALUATION

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan masalah klien. Pada
dasarnya tujuan pengkajian adalah pengumpulan data objektif dan subjektif dari klien.
Adapun data yang terkumpul mencakup klien, keluarga, masyarakat, lingkungan, dan
kebudayaan (Barahah & Jaurah 2013).

Menurut (Hani, 2010) pada langkah pertama (Data Subyektif) ini dikumpulkan semua
informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
Data subyektif yang dikaji pada Ny A adalah biodata ibu dan suami ,umur,jenis
kelamin,tanggal lahir dan agama

Dari data lapangan yang penulis lihat dan laporkan, terdapat kesenjangan, karna tidak
terkaji riwayat penyakit ibu sebelumnya Perlu ditanyakan antara lain apakah klien pernah
mengalami penyakit yang sama sebelumnya atau pernah punya penyakit yang menular

18
sebelumnya. dan sekarang,lalu riwayat penyakit keluarga Perlu dikaji lebih lanjut kebiasaan
makan dikeluarga, apakah ada anggota keluarga dengan penyakit yang sama dengan klien
dan kebiasaan anggota keluarga mencari pertolongan bila ada anggota keluarga yang sakit.
Selain itu pula perlu ditanyakan adanya pantangan- pantangan misalnya makanan dan
kepercayaan waktu sakit. dan apakah ibu sudah pernah hamil dan melahirkan lalu pola
aktifitas dan istirahat dan juga pola makan sehari hari Pada aspek ini dikaji mengenai
kebiasaan makan klien sebelum dan sesudah masuk rumah sakit. Dikaji mengenai riwayat
diet klien. Bagaimana kebiasaan makan, apakah dijumpai perubahan pada makan akibat
penyakit, setelah itu dikaji tentang kebiasaan minum (jenis, jumlah dalam sehari) dan
kebiasaan minum-minuman beralkohol (Rohmah, 2010). Dikaji mengenai kebutuhan istirahat
dan tidur, apakah ada gangguan sebelum dan pada saat tidur, lama tidur dan kebutuhan
istirahat tidur (Rohmah, 2010).

Pada pengkajian data obyektif tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus. Data obyektif
menurut Pantiawati (2010) merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan pemeriksaan
antropometri dan pemeriksaan fisik. Pada kasus Ny A telah dilakukan asuhan kebidanan
yang diberikan telah dilaksanakan secara efektif, efesien, dan aman. Namun Pada kasus
terjadi kesenjangan antara teori dan kasus.

4. ANALYSIS

semua tindakan yang dilakukan dilapangan sudah sesuai dengan manajemen asuhan yang
seharusnya diberikan meski ada beberapa yang belum dilakukan tetapi semua tindakan sudah
mencakup untuk membantu mendukung diagnosa dan penanganan terhadap pasien ,tindakan
yang sesuai dan sudah dilakukan yaitu melakukan anamnesis ,pengkajian data subjektif dan
data objektif,melakukan pemeriksaan fisik dan melakukan kolaborasi terhadap tenaga
kesehatan lainnya untuk membantu mendiagnosa kasus tersebut.

Tahapan Dalam Manajemen Asuhan Kebidanan Pada langkah pertama pengumpulan


seluruh data yang di kumpulkan untuk mengevaluasi kondisi klien secara lengkap. Pada
langkah ini bidan mengumpulkan seluruh informasi yang terkait dengan kondisi klien, suami,
keluarga serta dari catatan/dokumentasi klien untuk mendapatkan data subjektif. Selanjutnya
data objektif di dapatkan dari melakuka observasi dan pemeriksaan terhadap klien (Yulifa &
Surachmindary, 2013: 128).

Data subjektif adalah mengumpulkan semua data yang di butuhkan untuk keadaan pasien
dan mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi pasien. Dari hasil baca dari referensi yang sudah di kumpulkan didapatkan tanda dan

19
gejala benjolan payudara yang dialami oleh ibu yaitu pasien merasakan adanya benjolan pada
payudara, benjolan tersebut nyeri saat di tekan dan dapat di gerakkan serta benjolan tersebut
berlobus-lobus (Tony Hollingworth, 2012: 262).

Data objektif adalah data yang sesungguhnya dapat di observasi dan di lihat oleh tenaga
kesehatan. Dari berbagai macam sumber yang ada, untuk mendapat data objektif pada pasien
dengan benjolan payudara dapat dilihat dari hasil pemeriksaan generalis, keadaan umum baik,
kesadaran composmentis dan di lakukan pemeriksaan penunjang pada kasus benjolan
payudara. Pemeriksaan yang dilakukan yakni pemeriksaan USG, mam.bidan melakukan
identifikasi diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang akurat terhadap data-data
yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasi sehingga dapat
merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.

Diagnosis kebidanan adalah diagnosis yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik
kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosis kebidanan (Atik Purwandari, 2008).

Dari referensi yang dikumpulkan benjolan payudara ini berawal dari penemuan massa
yang tidak sakit ketika di raba saat mandi, benjolan ini biasanya tumbuh dengan lambat,
fibroadenoma dapat multiple. Diameter benjolan yang kebanyakan di temukan yakni 2-3 cm,
tapi fibroadenoma ini dapat tumbuh dengan ukuran yang lebih besar jika di biarkan (Giant
Fibroadenoma) (Suyatno, 2015:21)

Pada referensi yang ada, tahap pemeriksaan benjolan fibroadenoma teraba kenyal dan
halus. Benjolan tersebut tidak menimbulkan efek samping seperti merah, nyeri ataupun
panas. Fibroadenoma juga dapat di gerakkan dan tidak menyebabkan pengkerutan kulit
payudara ataupun retraksi puting, benjolan tersebut berlobus-lobus. Pada pemeriksaan
mamografi menghasilkan gambaran yang jelas yang merupakan benjolan tersebut adalah
benjolan yang jinak dan rata serta memiliki batasan yang jelas (Naviri, 2016: 87).

Wanita dengan fibroadenoma simpel tanpa penampakan histologi komplek dan tanpa
penyakit proliferatif pada prenkim payudara tidak memiliki peningkatan resiko kanker
payudara. Ada pun ciri-cirinya berdasarkan referensi yang di dapatkan yakni seperti massa
yang padat, licin, kuat dan elastis dengan bentuk yang jelas. Pada pemeriksaan USG terdapat
massa yang padat dan kista pada pada jaringan payudara keras (Sari, 2012: 123).Pada tahap
ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial berdasarkan beberapa rangkaian
masalah dan diagnosa yang telah di identifikasi. Pada langkah ini di butuhkan antisipasi, atau
bila perlu dilakukan pencegahan serta memantau klien, pada tahap ini bidan sangat
diharapkan siap sedia jika sewaktu- waktu diagnosa/masalah potensial ini benar terjadi.

20
Dari berbagai macam referensi terkait benjolan payudara diagnosa potensial yang dapat
terjadi pada kasus benjolan payudara yaitu terjadi Ca Mammae. Ca Mammae adalah kejadian
keterlambatan pemeriksaan dengan gejala penemuan benjolan (tumor) payudara yang
ukuruannya terus meningkat, dan semakin kecil tumor maka semakin kecil potensi Ca
Mammae (Naviri, 2016: 87).

perlunya tindakan segera oleh bidan dan untuk di konsultasikan bersama anggota
kesehatan yang lain yang sesuai dengan kondisi klien.Pada kasus gangguan reproduksi
dengan benjolan payudara yang tidak bersifat ganas maka tindakan yang dapat dilakukan
berdasarkan referensi yang ada yaitu mengajurkan atau mengarahkan ibu untuk melakukan
pemeriksaan lebih lanjut pada dokter untuk melihat perkembangan penyakitnya agar tidak
terjadi komplkasi pada ibu (Smeltzer, dkk, 2002).

Jika benjolan payudara bersifat ganas maka tindakan yang dilakukan berdasarkan referensi
yang dikumpulkan yaitu melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis bedah, bila tidak
terjadi keganasan bisa di obati secara operasi atau obat- obatan, bila terjadi keganasan harus
di lakukan pengangkatan payudara dengan cara operasi serta pemberian obat-obatan anti
kanker (Smeltzer, dkk, 2002).Dari referensi yang ada rencana tindakan yang di lakukan tidak
hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi atau masalah pasien tetapi juga
antisipasi terhadap pasien tersebut, apakah kebutuhan pasien tersebut konseling, penyuluhan,
pengangkatan tumor payudara, dan apakah pasien perlu di rujuk karena ada masalah-masalah
yang berkaitan dengan masalah kesehatan lainnya (Manuaba, 2012: 42).

Selain itu tindakan yang diberikan yaitu melakukan pemeriksaan fisik terutama pada
bagian payudara untuk adanya benjolan pada payudara, memberikan dukungan psikolosi
pada ibu dan menjelaskan bahwa benjolan payudara yang tidak menyebabkan kanker
umumnya tidak berbahaya karena jarang menyerang jaringan sekitarnya, tidak berkembang
ke daerah tubuh lainnya, serta bisa di angkat dan tidak tumbuh kembali. Berbeda halnya
dengan tumor yang dapat menyebabkan kanker yang dapat mengancam kehidupan,
menyerang jaringan sekitar bahkan dapat menyebar ke tubuh lainnya dan sering kali bisa di
angkat namun kadang-kadang tumbuh kembali (Tempali, 2019: 66).

Memberikan dukungan spiritual kepada pasien dan keluarga agar tetap berdoa dan
berserah kepada Allah Swt agar proses pengobatan ibu berjalan dengan normal tanpa
menimbulkan komplikasi apapun serta mengajurkan untuk mengonsumsi makanan yang
tinggi kandungan zat besi seperti daging, hati, sayuran hijau (bayam, kangkung, brokoli), dan

21
bahan makanan peningkat penyerapan zat besi, seperti protein (ayam, ikan, telur) dan vitamin
C (jeruk,nanas, tomat, kiwi, dan lain-lain) (Setyowati: 2017: 19).

5. CONCLUSION

Dari kasus yang dihadapi, penulis mendapatkan banyak ilmu, tidak hanya tentang
manajemen pada deteksi dini keganasan pada payudara namun juga tentang bagiaman tindak
lanjut yang harus diberikan serta bagaimana dilakukannya pencegahan sejak dini . terdapat
juga banyak pelajaran baru yang belum didapatkan dari field lab sebelumnya. Penulis
menjadi lebih paham bagaimana asuhan yang harus dilakukan sesuai dengan manajemen
asuhan kesehatan reproduksi. Seperti dalam teori yang telah dijelaskan, manajemen asuhan
kesehatan reproduksi

Berdasarkan referensi maka untuk melakukan pendekatan manajemen asuhan kebidanan


yang dimulai dengan mendapatkan data subjektif dan objektif dari tanda dan gejala, faktor
penyebab berbagai referensi mengenai remaja dengan benjolan payudara. Dari referensi
didapatkan tanda dan gejala yaitu benjolan payudara dapat multipel, benjolan berdiameter 2-3
cm, benjolan tidak menimbulkan reksi radang, mobile dan tidak menyebabkan pengerutan
kulit payudara. Faktor penyebab didapatkan yaitu jenis kelamin, riwayat keluarga, faktor usia
dan faktor hormonal.Untuk mengetahui diagnosis benjolan payudara berdasarkan hasil
referensi yang didapatkan yaitu melakukan pemeriksaan seperti Ultrasonograf, mammografi,
Scan CT dan MRI, Pemeriksaan Biopsi Masalah potensial yang bisa terjadi pada remaja
dengan benjolan payudara berdasarakan hasil referensi yaitu Ca Mammae, gangguan
neurovaskuler, metastasis, otak, paru, hati, tulang tengkorak, vertebra, iga, tulang panjang.
Fraktur patologi dan Fibrosis payudara dan bahkan dapat terjadi kematian.

Komplikasi tersebut dapat terjadi jika pasien tidak mendapatkan perawatan secara intensif
dan tindakan segera jika mengalami diantara komplikasi diatas. Tindakan segera dan
kolaborasi dengan dokter berdasarkan referensi diatas yaitu kolaborasi dengan dokter
spesialis bedah, bila tidak terjadi keganasan bisa di obati secara operasi atau obat-obatan, bila
terjadi keganasan harus di lakukan pengangkatan payudara dengan cara operasi serta
pemberian obat- obatan anti kanker.Rencana tindakan pada remaja dengan benjolan payudara
yaitu SADARI, berolaraga teratur, diet, pemberian obat-obatan atau operasi. Rencana
tersebut berguna untuk pasien agar dapat terhindar dari berbagai komplikasi yang dapat
mengancam jiwa.Tindakan yang dilakukan pada remaja dengan benjolan payudara sesuai
dengan intervensi yaitu diet makanan yang berlemak, mengkonsumsi buah dan sayur,
pemberian obat-obatan atau operasi, pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan

22
laboratorium.Tindakan evaluasi pada remaja dengan benjolan payudara untuk mengetahui
keadaan pasien dengan maksimal serta komplikasi- komplikasi yang mungkin terjadi dapat
teratasi. Kondisi klien baik dan tidak mengalami komplikasi serta kembali normal.

6. ACTION PLAN

Jika situasi serupa terjadi, maka sudah menjadi hal wajar untuk melakukan
penatalaksanaan sesuai dengan teori dan pengalaman field yang dilaksanakan sebelumnya.
Semua yang dilakukan harus sesuai dengan prosedur asuhan kebidanan kesehatan reproduksi.
Seperti teori yang telah dijelaskan, asuhan yang harus dilakukan diantaranya adalah Tahapan
Dalam Manajemen Asuhan Kebidanan Pada langkah pertama pengumpulan seluruh data yang
di kumpulkan untuk mengevaluasi kondisi klien secara lengkap. Pada langkah ini bidan
mengumpulkan seluruh informasi yang terkait dengan kondisi klien, suami, keluarga serta
dari catatan/dokumentasi klien untuk mendapatkan data subjektif. Selanjutnya data objektif di
dapatkan dari melakuka observasi dan pemeriksaan terhadap klien (Yulifa & Surachmindary,
2013: 128).

Data subjektif adalah mengumpulkan semua data yang di butuhkan untuk keadaan pasien
dan mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi pasien. Dari hasil baca dari referensi yang sudah di kumpulkan didapatkan tanda dan
gejala benjolan payudara yang dialami oleh ibu yaitu pasien merasakan adanya benjolan pada
payudara, benjolan tersebut nyeri saat di tekan dan dapat di gerakkan serta benjolan tersebut
berlobus-lobus (Tony Hollingworth, 2012: 262).

Data objektif adalah data yang sesungguhnya dapat di observasi dan di lihat oleh tenaga
kesehatan. Dari berbagai macam sumber yang ada, untuk mendapat data objektif pada pasien
dengan benjolan payudara dapat dilihat dari hasil pemeriksaan generalis, keadaan umum
baik, kesadaran composmentis dan di lakukan pemeriksaan penunjang pada kasus benjolan
payudara. Pemeriksaan yang dilakukan yakni pemeriksaan USG, mam.bidan melakukan
identifikasi diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang akurat terhadap data-data
yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasi sehingga dapat
merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.

Diagnosis kebidanan adalah diagnosis yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik
kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosis kebidanan (Atik Purwandari,
2008).Dari referensi yang dikumpulkan benjolan payudara ini berawal dari penemuan massa
yang tidak sakit ketika di raba saat mandi, benjolan ini biasanya tumbuh dengan lambat,
fibroadenoma dapat multiple. Diameter benjolan yang kebanyakan di temukan yakni 2-3 cm,

23
tapi fibroadenoma ini dapat tumbuh dengan ukuran yang lebih besar jika di biarkan (Giant
Fibroadenoma) (Suyatno, 2015:21)

Pada referensi yang ada, tahap pemeriksaan benjolan fibroadenoma teraba kenyal dan
halus. Benjolan tersebut tidak menimbulkan efek samping seperti merah, nyeri ataupun
panas. Fibroadenoma juga dapat di gerakkan dan tidak menyebabkan pengkerutan kulit
payudara ataupun retraksi puting, benjolan tersebut berlobus-lobus. Pada pemeriksaan
mamografi menghasilkan gambaran yang jelas yang merupakan benjolan tersebut adalah
benjolan yang jinak dan rata serta memiliki batasan yang jelas (Naviri, 2016: 87).

Wanita dengan fibroadenoma simpel tanpa penampakan histologi komplek dan tanpa
penyakit proliferatif pada prenkim payudara tidak memiliki peningkatan resiko kanker
payudara. Ada pun ciri-cirinya berdasarkan referensi yang di dapatkan yakni seperti massa
yang padat, licin, kuat dan elastis dengan bentuk yang jelas. Pada pemeriksaan USG terdapat
massa yang padat dan kista pada pada jaringan payudara keras (Sari, 2012: 123).Pada tahap
ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial berdasarkan beberapa rangkaian
masalah dan diagnosa yang telah di identifikasi. Pada langkah ini di butuhkan antisipasi, atau
bila perlu dilakukan pencegahan serta memantau klien, pada tahap ini bidan sangat
diharapkan siap sedia jika sewaktu- waktu diagnosa/masalah potensial ini benar terjadi.

Dari berbagai macam referensi terkait benjolan payudara diagnosa potensial yang dapat
terjadi pada kasus benjolan payudara yaitu terjadi Ca Mammae. Ca Mammae adalah kejadian
keterlambatan pemeriksaan dengan gejala penemuan benjolan (tumor) payudara yang
ukuruannya terus meningkat, dan semakin kecil tumor maka semakin kecil potensi Ca
Mammae (Naviri, 2016: 87).

perlunya tindakan segera oleh bidan dan untuk di konsultasikan bersama anggota
kesehatan yang lain yang sesuai dengan kondisi klien.

Pada kasus gangguan reproduksi dengan benjolan payudara yang tidak bersifat ganas
maka tindakan yang dapat dilakukan berdasarkan referensi yang ada yaitu mengajurkan atau
mengarahkan ibu untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut pada dokter untuk melihat
perkembangan penyakitnya agar tidak terjadi komplkasi pada ibu (Smeltzer, dkk, 2002).

Jika benjolan payudara bersifat ganas maka tindakan yang dilakukan berdasarkan referensi
yang dikumpulkan yaitu melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis bedah, bila tidak
terjadi keganasan bisa di obati secara operasi atau obat- obatan, bila terjadi keganasan harus
di lakukan pengangkatan payudara dengan cara operasi serta pemberian obat-obatan anti

24
kanker (Smeltzer, dkk, 2002).Dari referensi yang ada rencana tindakan yang di lakukan tidak
hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi atau masalah pasien tetapi juga
antisipasi terhadap pasien tersebut, apakah kebutuhan pasien tersebut konseling, penyuluhan,
pengangkatan tumor payudara, dan apakah pasien perlu di rujuk karena ada masalah-masalah
yang berkaitan dengan masalah kesehatan lainnya (Manuaba, 2012: 42).

Selain itu tindakan yang diberikan yaitu melakukan pemeriksaan fisik terutama pada
bagian payudara untuk adanya benjolan pada payudara, memberikan dukungan psikolosi
pada ibu dan menjelaskan bahwa benjolan payudara yang tidak menyebabkan kanker
umumnya tidak berbahaya karena jarang menyerang jaringan sekitarnya, tidak berkembang
ke daerah tubuh lainnya, serta bisa di angkat dan tidak tumbuh kembali. Berbeda halnya
dengan tumor yang dapat menyebabkan kanker yang dapat mengancam kehidupan,
menyerang jaringan sekitar bahkan dapat menyebar ke tubuh lainnya dan sering kali bisa di
angkat namun kadang-kadang tumbuh kembali (Tempali, 2019: 66).

Memberikan dukungan spiritual kepada pasien dan keluarga agar tetap berdoa dan
berserah kepada Allah Swt agar proses pengobatan ibu berjalan dengan normal tanpa
menimbulkan komplikasi apapun serta mengajurkan untuk mengonsumsi makanan yang
tinggi kandungan zat besi seperti daging, hati, sayuran hijau (bayam, kangkung, brokoli), dan
bahan makanan peningkat penyerapan zat besi, seperti protein (ayam, ikan, telur) dan vitamin
C (jeruk,nanas, tomat, kiwi, dan lain-lain) (Setyowati: 2017: 19).

25
DAFTAR PUSTAKA

Abiyyi, P. (2020) Pengaruh Benjolan Payudara Terhadap Remaja. Jurnal Kesehatan


Komunitas. e-ISSN 2715-6885; p-ISSN 2714-9757

Ahamd. (2017). Gizi prakonsepsi, kehamilan, dan menyusui. Jakarta: Trans Info
Medika.

Ahsani Fauziah Rizqy, Machmud Bungsu Putri. 2019. Hubungan Riwayat Reproduksi
dengan Tumor pada Payudara Perempuan usia Muda di Indonesia (Analisis Riset PTM
2016). Jurnal MKMI, Vol.15 No:3. DOI:http://dx.doi.org/10.30597/mkmi.vI5i3.6278

Ai Yeyeh, Rukiyah, Yulianti, Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak
Balita.Jakarta: Trans Info Medika.

Ajmal Maleeha, Fossen Van Kelly. 2020. Breast Fibroadenoma.

Alini, Widya, L. 2018. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kejadian Fibroadenoma


mammae (FAM) Pada Pasien Wanita yang Berkunjung di Poliklinik Spesialiis Bedah Umum
RSUD Bengkalis. Jurnal Ners, Vol. 2, No.2 .Universitas Pahlawan.

Alvita Brilliana R.Arafah,Hari Basuki Notobroto.2017.Faktor Yang Berhubungan


Dengan Perilaku Ibu Rumah Tangga Melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)

Amartami. 2018. Faktor Penyebab Tejadinya Benjolan Payudara Pada Remaja. Jurnal
keperswatan.

Baswedan Hafidzah Rizki, Listiowati Ekorini. 2014. Hubungan Tingkat Pengetahuan


Tentang Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) Dengan Perilaku SADARI pada
Mahasiswi Non Kesehatan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Biomedika vol.6 No
1. https://doi.org/10.23917/biomedika.v6i1.280

Bare & Smeltzer.2002. Buku Ajaran Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart
(Alih Bahasa Agung Waluyo).Edisi 8.Vol. 3.Jakarta :EGC

Bickley Lynn S,Peter G.Szilagyi. 2014. Pemeriksaan Fisik & Riwayat KesehatanEd:8.
Jakarta:Buku Kedokteran EGC.

Cesariana Vindy, CitraDewi, Dalilah. 2019. Prevalensi, Insidensi, dan Karakteristik


Klinikohistopatoogi Fibrocystic Change.Universitas Sriwijaya. Palembang.

Cerrato Felicia and Labow. I Brian. 2013. Diagnosis and Management of


Fibroadenomas Andolescent Breast. Semin plast surg Vol 27(1), 23-25.

26

Anda mungkin juga menyukai