PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
2
WHO pada tahun 2017 tercatat total insidens tuberkulosis di Indonesia sebesar
319 kasus dari 100.000 populasi dengan 4,3% dari insidens tersebut disertai
Human Immunodeficeincy Virus (HIV). 1,4,5
2.3 Etiologi
Sebagian besar dinding bakteri terdiri atas asam lemak (lipid), peptidoglikan dan
arabinomannan. Lipid inilah yang membuat bakteri lebih tahan terhadap asam
(asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis. Bakteri dapat tahan hidup pada udara kering
maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal
ini terjadi karena bakteri berada dalam sifat dorman. Sifat dormant ini bakteri
dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi.1
Bakteri MTB hidup sebagai parasit intra selular yaitu bakteri yang hidup dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang berfungsi sebagai fagosit MTB. Makrofag
banyak mengandung lipid. Sifat lain bakteri ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa bakteri Mycobacterium tuberculosis lebih menyukai jaringan
yang tinggi kandungan oksigennya. Tekanan oksigen pada bagian apeks paru
lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apeks merupakan tempat predileksi
penyakit tuberkulosis1.
Sumber penularan TB adalah orang yang menderita tuberkulosis. Saat batuk atau
bersin, pasien menyebarkan bakteri MTB ke udara dalam bentuk droplet
3
(percikan dahak). Bakteri yang berada di dalam droplet dapat bertahan di udara
pada suhu kamar selama beberapa jam dan dapat menginfeksi individu lain bila
terhirup ke dalam saluran napas. Bakteri Mycobacterium tuberculosis yang masuk
ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan dapat menyebar dari paru ke bagian
tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran
pernapasan atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya.2
2.5 Patogenesis
4
tersebut (dorman) dan suatu saat dapat aktif kembali tergantung dari daya
tahun tubuh manusia. Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat
terjadi sebelum penyembuhan lesi.8
3. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk menjadi sakit TB adalah tergantung dari :8
a. Konsentrasi/jumlah bakteri yang terhirup
b. Lamanya waktu sejak terinfeksi
c. Usia seseorang yang terinfeksi
d. Tingkat daya tahan tubuh seseorang. Seseorang dengan daya tahan tubuh
yang rendah diantaranya infeksi HIV AIDS dan malnutrisi (gizi buruk)
akan memudahkan berkembangnya TB Aktif (sakit TB).
e. Infeksi HIV. Pada seseorang yang terinfeksi TB, 10% diantaranya akan
menjadi sakit TB. Namun pada seorang dengan HIV positif akan
meningkatkan kejadian TB. Orang dengan HIV berisiko 20-37 kali untuk
sakit TB dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi HIV, dengan
demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
4. Kematian
Faktor risiko kematian akibat TB adalah 8
a. Akibat dari keterlambatan diagnosis
b. Pengobatan tidak adekuat
c. Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit penyerta.
d. Pada pasien TB tanpa pengobatan, 50% diantaranya akan meninggal dan
risiko ini meningkat pada pasien dengan HIV positif. Begitu pula pada
ODHA, 25% kematian disebabkan oleh TB.
Sebagian besar orang yang mengalami infeksi primer tidak menunjukkan gejala
yang khas. Penderita yang mengalami infeksi primer (3-4% yang terinfeksi)
mengalami gejala umum dan respirasi. Gejala umum berupa demam dan malaise
dengan karakteristik demam yang timbul pada sore hingga malam hari dan
disertai dengan berkeringat, demam yang bersifat hilang timbul. Demam subfebris
5
menyerupai demam influenza. Demam juga dapat mencapai suhu 41o C. Malaise
yang terjadi dalam jangka waktu panjang berupa rasa pegal, lelah, anoreksia,
nafsu makan berkurang serta penurunan berat badan.1,6
Gejala respirasi meliputi batuk kering ataupun batuk produktif. Batuk ini sering
bersifat persisten. Gejala sesak napas terjadi akibat terdapat efusi pleura, infiltrat
di parenkim atau pembesaran kelenjar getah bening pada hilus yang menekan
bronkus. Sesak napas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dengan
gambaran infiltrate yang luas atau efusi pleura. Gejala nyeri dada agak jarang
ditemukan. Nyeri dada menunjukkan terjadinya pleuritis. Terjadi gesekan kedua
pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya. Pasien dapat juga
mempunyai gejala benjolan lunak atau massa yang fluktuatif, biasanya berupa
pembesaran kelenjar getah bening di supraklavikula, colli atau kelenjar
lainnya.1,6,7
2.7 Diagnosis
6
Mengingat prevalens TB di Indonesia saat ini masih tinggi, setiap orang
yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut diatas
dianggap sebagai seorang terduga pasien TB dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
c. Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada orang
dengan faktor risiko seperti kontak erat dengan pasien TB, tinggal di
daerah padat penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian dan orang
yang bekerja dengan bahan kimia yang berrisiko menimbulkan pajanan
infeksi paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Bakteriologi
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menentukan
potensi penularan dan menilai keberhasilan pengobatan. Kriteria dahak
BTA positif adalah sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang bakteri BTA
pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 bakteri dalam 1 mL
dahak. Dahak diwarnai dengan tes fluoresen auramin-fenol. Staining
Ziehl-Neelsen (ZN) untuk basil tahan asam. Pemeriksaan dahak untuk
penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak
yang dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP)1,7,8
a. S (Sewaktu): dahak ditampung di fasilitas pelayanan kesehatan
b. P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun tidur.
Dapat dilakukan dirumah pasien atau di bangsal rawat inap jika pasien
menjalani rawat inap.
7
dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Terdapat
tindakan pengambilan dahak yang lain dengan cara apat bronkoskopi
diambil dengan bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage).
Bakteri tahan asam dari dahak bisa juga didapat dengan cara bilasan
lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak karena mereka sulit
mengeluarkan dahaknya. Dahak yang akan diperiksa sebaiknya kurang
dari satu jam sejak pengambilan.1,7
2. Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB
Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan metode Xpert MTB/RIF. TCM
merupakan sarana untuk penegakan diagnosis namun tidak dapat
dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan.8
3. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu,
yaitu:
a. Pasien TB ekstra paru
b. Pasien TB anak
c. Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
BTA negatif. Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium
yang terpantau mutunya.
8
tersebut serta mengurangi risiko penularan jika pasien bepergian langsung
ke laboratorium.8
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi
a. Pemeriksaan foto toraks
b. Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TB ekstra paru
c. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi
MTB terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Uji kepekaan obat tersebut
harus dilakukan di laboratorium yang telah lulus uji pemantapan mutu atau
Quality Assurance (QA) dan mendapatkan sertifikat nasional maupun
internasional.8
d. Pemeriksaan serologis
Sampai saat ini belum direkomendasikan.8
4. Alur Diagnosis TB pada Orang Dewasa
Alur diagnosis TB dibagi sesuai dengan fasilitas yang tersedia8:
a. Faskes yang mempunyai akses pemeriksaan dengan alat tes cepat
molekuler
b. Faskes yang hanya mempunyai pemeriksaan mikroskopis dan tidak
memiliki akses ke tes cepat molekuker
9
Gambar 1. Alur Diagnosis TB dan TB Resisten di Indonesia.
Dikutip dari (8)
10
2.8 Klasifikasi dan Tipe Pasien TB
1. Definisi Pasien TB
Pasien TB yang terdiagnosis secara bakteriologis adalah pasien TB yang
dinyatakan positif dengan hasil pemeriksaan mikroskopik langsung, biakan
atau tes diagnosis cepat yang direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya:
GeneXpert). Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah 2
a) Pasien TB paru BTA positif
b) Pasien TB paru hasil biakan Mycrobacterium tuberculosis positif
c) Pasien TB paru hasil tes cepat Mycrobacterium tuberculosis positif
d) Pasien TB ekstra paru terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan
BTA, biakan maupun tes cepat dari pemeriksaan jaringan yang
terkena.
e) TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
2. Klasifikasi pasien TB
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut datas, pasien
juga diklasifikasikan menurut lokasi anatomi dari penyakit, riwayat
pengobatan sebelumnya, hasil pemeriksaan uji kepekaan obat dan status
HIV.
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
11
Tuberkulosis paru adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan)
paru. Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada
jaringan paru. Limfadenitis TB di rongga dada (hilus atau
mediastinum)/efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang
mendukung TB pada paru dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien
yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru
diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.2
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
a. Pasien baru: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT
namun kurang dari 1 bulan (kurang dari 28 dosis).8
b. Pasien yang menjalani pengobatan TB: adalah pasien yang
sebelumnya pernah menjalani pengobatan OAT selama 1 bulan
atau lebih (lebih dari 28 dosis). Pasien ini selanjutnya
diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu8:
1. Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik
karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).
2. Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB
yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan
terakhir.
3. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
follow-up): adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan
lost to follow up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai
pengobatan pasien setelah putus berobat /default).
4. Lain-lain adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil
akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
5. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
12
Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji
dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa2:
a. Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
b. Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
c. Multi drug resistan (TB MDR): resisten terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
d. Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR yang sekaligus juga
resisten terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan
minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin,
Kapreomisin dan Amikasin)
e. Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan
metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional)
4. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV
Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV): adalah
pasien TB dengan2:
1. Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART
2. Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB.
Pasien TB dengan HIV negatif: adalah pasien TB dengan2s:
1. Hasil tes HIV negatif sebelumnya
2. Hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB
Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui adalah pasien TB tanpa
ada bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan.2
13
(Purified Protein Derivative) intrakutan. Tes tuberkulin hanya menyatakan
apakah seseorang individu sedang atau pemah mengalami infeksi M.
tuberculosis, M. bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen lainnya.
Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan
dengan bakteri patogen baik yang virulen ataupun tidak (Mycobacterium
tuberculosis atau BCG) tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi
dengan dibentuknya antibodi seluler pada permulaan dan kemudian diikuti
oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam perannya akan
menekankan antibodi seluler.1
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, hasil tes Mantoux ini dibagi dalam1:
a. Indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan no
sensitivity. Di sini peran antibodi humoral paling menonjol;
b. Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan= golongan low grade sensitivity. Di
sini peran antibodi humoral masih menonjol;
c. Indurasi 10-15 mm: Mantoux positif = golongan normal sensitivity. Di
sini peran kedua antibodi seimbang;
d. Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan
hypersensitivity. Di sini peran antibodi selular paling menonjol.
14
b. Pemeriksaan Radiologi
Pada saat ini pemeriksaan foto toraks merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya
lebih dibandingkan pemeriksaan dahak tetapi dalam beberapa hal dapat
memberikan keuntungan seperti pada tuberkulosis anak dan tuberkulosis
milier. Pada kedua hal di atas diagnosis dapat diperoleh melalui
pemeriksaan foto toraks, sedangkan pemeriksaan dahak hampir selalu
negatif. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen
apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah) tetapi dapat juga
mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai
tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial). Pada awal penyakit
saat lesi masih merupakan gambaran pneumonia, gambaran foto toraks
berupa bercak seperti awan dan dengan batas yang tidak tegas. Bila lesi
sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan
batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.1
15
2.9 Tatalaksana
16
perifer, psikosis toksik, gangguan fungsi hati, dan kejang atau rifampisin dengan
efek samping berupa flu syndrome, gangguan gastrointestinal, urin berwarna
merah, gangguan fungsi hati, trombositopeni, dan lain-lain.2
17
pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya dan pasien yang diobati
kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)
Semua pasien TB baru yang tidak konversi pada akhir 2 bulan pengobatan tahap
awal, tanpa pemberian paduan sisipan, pengobatan dilanjutkan ke paduan tahap
lanjutan. Pemeriksaan dahak diulang pada akhir bulan ke-3 pengobatan. Bila hasil
tetap BTA positif, pasien ditetapkan sebagai pasien terduga TB resisten obat (TB-
RO). Semua pasien TB pengobatan ulang yang tidak konversi akhir tahap awal
ditetapkan juga sebagai terduga TB-RO. Semua pasien TB BTA positif,
18
pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan pada akhir bulan ke-5
pengobatan. Apabila hasilnya negatif, pengobatan dilanjutkan hingga seluruh
dosis pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada
akhir pengobatan. Jika hasil pemeriksaan mikroskopisnya positif, pasien dianggap
gagal pengobatan dan dimasukkan kedalam kelompok terduga TB-RO.
Sebagaimana pada pasien TB BTA negatif, perbaikan kondisi klinis merupakan
indikator yang bermanfaat untuk menilai hasil pengobatan, antara lain
peningkatan berat badan pasien, berkurangnya keluhan, dan lain-lain.8
2.11 Komplikasi
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
Komplikasi dini yaitu pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, dan Poncet's
arthropathy. Komplikasi lanjut yaitu obstruksi jalan napas seperti SOPT (Sindrom
Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat seperti fibrosis paru, cor
pulmonal, amiloidosis, kanker paru, sindrom gagal napas akut (Acute Respiratory
Distress Syndrome) sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.1
19
BAB 3
KESIMPULAN
20
5. Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan
dengan pemeriksaan ulang sputum secara mikroskopis menggunakan dua
sampel sputum (sewaktu dan pagi). Pemeriksaan ulang sputum dilakukan pada
akhir bulan ke-2 tahap awal, akhir bulan ke-3 pengobatan, akhir bulan ke-5
pengobatan, dan akhir bulan ke-6 pengobatan.
21
DAFTAR PUSTAKA
22