Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh bakteri dari kompleks Mycobacterium


tuberculosis (MTb). Tuberkulosis adalah salah satu penyakit tertua yang diketahui
mempengaruhi manusia dan penyebab utama kematian di seluruh dunia.
Pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap
menjadi masalah kesehatan dunia yang utama. Bulan Maret 1993, World Health
Organization (WHO) menyatakan TB sebagai global health emergency.
Tuberkulosis dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena
lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh MTb. Indonesia merupakan
negara dengan prevalens tuberkulosis tertinggi ketiga di dunia setelah China dan
India. Data di Indonesia tercatat 161 kasus tuberkulosis per-100.000 penduduk
pada tahun 2017, dengan jumlah kasus baru tuberkulosis sebanyak 175.696 kasus
pada perempuan dan 245.298 kasus pada laki-laki. Data WHO pada tahun 2017
tercatat total insidens tuberkulosis di Indonesia sebesar 319 kasus dari 100.000
populasi dengan 4,3% dari insidens tersebut disertai Human Immunodeficeincy
Virus (HIV). 1,4,5

Meningkatnya beban TB di dunia disebabkan berbagai faktor, yaitu1


1. Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara yang sedang
berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu dinegara maju.
2. Terdapat perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan dari struktur usia manusia yang hidup.
3. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok
yang rentan terutama di negara miskin.
4. Tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para dokter.
5. Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnosis dan pengawasan
kasus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat.
6. Terdapat epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru merupakan penyakit radang pada
parenkim paru yang diakibatkan oleh bakteri MTB. Sebagian besar
Mycobacterium tuberculosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ
tubuh lainnya. Penyakit ini merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh
pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi hipersensitivitas
yang diperantarai sel (cell mediated hypersensitivity). Penyakit tuberkulosis yang
aktif bisa menjadi kronik dan berakhir dengan kematian apabila tidak dilakukan
pengobatan yang efektif. 3,6

2.2 Epidemiologi

Tahun 2017 diperkirakan terdapat 10 juta kasus insidens TB (kisaran, 9,0-11,1


juta), setara dengan 133 kasus (kisaran, 120-148) per 100.000 penduduk.
Berdasarkan WHO, jumlah kasus pada tahun 2017 terjadi di Asia Tenggara
(44%), Afrika (25%) dan Wilayah Pasifik Barat (18%). Proporsi yang lebih kecil
dari kasus terjadi di Mediterania Timur (7,7%), Amerika (2,8%) dan Eropa
(2,7%). Data epidemiologi WHO tahun 2017, total insidens TB tercatat sebanyak
842 kasus dari 264.000 populasi. Insidens TB di dunia sebesar 87% yang meliputi
30 negara dan delapan negara yang menyumbang dua pertiga dari total antara lain
India (27%), Cina (9%), Indonesia (8%), Filipina (6%), Pakistan (5%), Nigeria
(4%), Bangladesh (4%) dan Afrika Selatan (3%).4

Indonesia merupakan negara dengan prevalens tuberkulosis tertinggi ketiga di


dunia setelah China dan India. Data di Indonesia tercatat 161 kasus tuberkulosis
per-100.000 penduduk pada tahun 2017, dengan jumlah kasus baru tuberkulosis
sebanyak 175.696 kasus pada perempuan dan 245.298 kasus pada laki-laki. Data

2
WHO pada tahun 2017 tercatat total insidens tuberkulosis di Indonesia sebesar
319 kasus dari 100.000 populasi dengan 4,3% dari insidens tersebut disertai
Human Immunodeficeincy Virus (HIV). 1,4,5

2.3 Etiologi

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, bakteri berbentuk


batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Tergolong dalam
bakteri Mycobacterium tuberculosis kompleks adalah M. tuberculosis varian
Asia, varian Afrika I, varian African II, dan M. bovis. Pembagian tersebut adalah
berdasarkan perbedaan secara epidemiologi. Kelompok bakteri Mycobacteria
Other Than TB (MOTT) atipikal adalah M. kansasi, M. avium, M. intra cellulare,
M.scrofulaceum, M. malmacerse, dan M. xenopi.1

Sebagian besar dinding bakteri terdiri atas asam lemak (lipid), peptidoglikan dan
arabinomannan. Lipid inilah yang membuat bakteri lebih tahan terhadap asam
(asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis. Bakteri dapat tahan hidup pada udara kering
maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal
ini terjadi karena bakteri berada dalam sifat dorman. Sifat dormant ini bakteri
dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi.1
Bakteri MTB hidup sebagai parasit intra selular yaitu bakteri yang hidup dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang berfungsi sebagai fagosit MTB. Makrofag
banyak mengandung lipid. Sifat lain bakteri ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa bakteri Mycobacterium tuberculosis lebih menyukai jaringan
yang tinggi kandungan oksigennya. Tekanan oksigen pada bagian apeks paru
lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apeks merupakan tempat predileksi
penyakit tuberkulosis1.

Sumber penularan TB adalah orang yang menderita tuberkulosis. Saat batuk atau
bersin, pasien menyebarkan bakteri MTB ke udara dalam bentuk droplet

3
(percikan dahak). Bakteri yang berada di dalam droplet dapat bertahan di udara
pada suhu kamar selama beberapa jam dan dapat menginfeksi individu lain bila
terhirup ke dalam saluran napas. Bakteri Mycobacterium tuberculosis yang masuk
ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan dapat menyebar dari paru ke bagian
tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran
pernapasan atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya.2

2.4 Faktor Risiko

Penyakit TB paru terjadi ketika daya tahan tubuh menurun. Berdasarkan


perspektif epidemiologi yang menyatakan bahwa kejadian penyakit sebagai hasil
interaksi antar tiga komponen yaitu pejamu (host), penyebab (agen), dan
lingkungan (environment). Pada sisi pejamu, kerentanan terhadap infeksi
Mycobacterium tuberculosis sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh seseorang
pada saat itu. Pengidap HIV atau orang dengan status gizi yang buruk lebih
mudah untuk terinfeksi dan tertular TB.2

2.5 Patogenesis

Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit.Tahapan tersebut meliputi tahap


pajanan, infeksi, menderita sakit dan kematian sebagai berikut : 8
1. Pajanan
Peluang peningkatan pajanan terkait dengan
a. Jumlah kasus menular di masyarakat.
b. Peluang kontak dengan kasus menular.
c. Tingkat daya tular dahak sumber penularan.
d. Intensitas batuk sumber penularan.
e. Kedekatan kontak dengan sumber penularan.
f. Lamanya waktu kontak dengan sumber penularan.
2. Infeksi
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6–14 minggu setelah infeksi. Lesi
umumnya sembuh total namun dapat saja bakteri tetap hidup dalam lesi

4
tersebut (dorman) dan suatu saat dapat aktif kembali tergantung dari daya
tahun tubuh manusia. Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat
terjadi sebelum penyembuhan lesi.8
3. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk menjadi sakit TB adalah tergantung dari :8
a. Konsentrasi/jumlah bakteri yang terhirup
b. Lamanya waktu sejak terinfeksi
c. Usia seseorang yang terinfeksi
d. Tingkat daya tahan tubuh seseorang. Seseorang dengan daya tahan tubuh
yang rendah diantaranya infeksi HIV AIDS dan malnutrisi (gizi buruk)
akan memudahkan berkembangnya TB Aktif (sakit TB).
e. Infeksi HIV. Pada seseorang yang terinfeksi TB, 10% diantaranya akan
menjadi sakit TB. Namun pada seorang dengan HIV positif akan
meningkatkan kejadian TB. Orang dengan HIV berisiko 20-37 kali untuk
sakit TB dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi HIV, dengan
demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
4. Kematian
Faktor risiko kematian akibat TB adalah 8
a. Akibat dari keterlambatan diagnosis
b. Pengobatan tidak adekuat
c. Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit penyerta.
d. Pada pasien TB tanpa pengobatan, 50% diantaranya akan meninggal dan
risiko ini meningkat pada pasien dengan HIV positif. Begitu pula pada
ODHA, 25% kematian disebabkan oleh TB.

2.6 Gambaran Klinis

Sebagian besar orang yang mengalami infeksi primer tidak menunjukkan gejala
yang khas. Penderita yang mengalami infeksi primer (3-4% yang terinfeksi)
mengalami gejala umum dan respirasi. Gejala umum berupa demam dan malaise
dengan karakteristik demam yang timbul pada sore hingga malam hari dan
disertai dengan berkeringat, demam yang bersifat hilang timbul. Demam subfebris

5
menyerupai demam influenza. Demam juga dapat mencapai suhu 41o C. Malaise
yang terjadi dalam jangka waktu panjang berupa rasa pegal, lelah, anoreksia,
nafsu makan berkurang serta penurunan berat badan.1,6

Gejala respirasi meliputi batuk kering ataupun batuk produktif. Batuk ini sering
bersifat persisten. Gejala sesak napas terjadi akibat terdapat efusi pleura, infiltrat
di parenkim atau pembesaran kelenjar getah bening pada hilus yang menekan
bronkus. Sesak napas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dengan
gambaran infiltrate yang luas atau efusi pleura. Gejala nyeri dada agak jarang
ditemukan. Nyeri dada menunjukkan terjadinya pleuritis. Terjadi gesekan kedua
pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya. Pasien dapat juga
mempunyai gejala benjolan lunak atau massa yang fluktuatif, biasanya berupa
pembesaran kelenjar getah bening di supraklavikula, colli atau kelenjar
lainnya.1,6,7

2.7 Diagnosis

Diagnosis TB ditetapkan berdasarkan keluhan, anamnesis, pemeriksaan fisis,


pemeriksaan labotarorium dan pemeriksaan penunjang lainnya8.
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisis
Keluhan yang disampaikan pasien, serta wawancara rinci berdasar keluhan
pasien. Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala dan tanda TB yang meliputi 8
a. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih dari satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif,
batuk sering kali bukan merupakan gejala TB yang khas, sehingga gejala
batuk tidak harus selalu selama 2 minggu atau lebih.
b. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain
TB seperti bronkiektasis, bronchitis kronis, asma dan kanker paru.

6
Mengingat prevalens TB di Indonesia saat ini masih tinggi, setiap orang
yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut diatas
dianggap sebagai seorang terduga pasien TB dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
c. Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada orang
dengan faktor risiko seperti kontak erat dengan pasien TB, tinggal di
daerah padat penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian dan orang
yang bekerja dengan bahan kimia yang berrisiko menimbulkan pajanan
infeksi paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Bakteriologi
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menentukan
potensi penularan dan menilai keberhasilan pengobatan. Kriteria dahak
BTA positif adalah sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang bakteri BTA
pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 bakteri dalam 1 mL
dahak. Dahak diwarnai dengan tes fluoresen auramin-fenol. Staining
Ziehl-Neelsen (ZN) untuk basil tahan asam. Pemeriksaan dahak untuk
penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak
yang dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP)1,7,8
a. S (Sewaktu): dahak ditampung di fasilitas pelayanan kesehatan
b. P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun tidur.
Dapat dilakukan dirumah pasien atau di bangsal rawat inap jika pasien
menjalani rawat inap.

Pemeriksaan dahak juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan


yang sudah diberikan. Terdapat kondisi pengambilan dahak atau dahak
menjadi sulit yaitu pada pasien yang tidak batuk atau batuk non produktif.
Hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan dahak, pasien minum air
sebanyak kurang lebih dua liter dan diajarkan melakukan refleks batuk.
Dapat juga dengan memberikan tambahan obat mukolitik ekspektoran atau

7
dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Terdapat
tindakan pengambilan dahak yang lain dengan cara apat bronkoskopi
diambil dengan bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage).
Bakteri tahan asam dari dahak bisa juga didapat dengan cara bilasan
lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak karena mereka sulit
mengeluarkan dahaknya. Dahak yang akan diperiksa sebaiknya kurang
dari satu jam sejak pengambilan.1,7
2. Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB
Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan metode Xpert MTB/RIF. TCM
merupakan sarana untuk penegakan diagnosis namun tidak dapat
dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan.8
3. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu,
yaitu:
a. Pasien TB ekstra paru
b. Pasien TB anak
c. Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
BTA negatif. Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium
yang terpantau mutunya.

Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat (Lowenstein-


Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube) untuk
mengidentifikasi Mycobacterium tuberculosis. Pemeriksaan bakteriologi
diatas dilakukan di sarana laboratorium yang terpantau mutunya.
Contohnya dalam menjamin hasil pemeriksaan laboratorium, diperlukan
uji dahak yang berkualitas. Pada fasilitas kesehatan yang tidak memiliki
akses langsung terhadap pemeriksaan TCM, biakan, dan uji kepekaan,
diperlukan system transportasi contoh uji. Hal ini bertujuan untuk
menjangkau pasien yang membutuhkan akses terhadap pemeriksaan

8
tersebut serta mengurangi risiko penularan jika pasien bepergian langsung
ke laboratorium.8
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi
a. Pemeriksaan foto toraks
b. Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TB ekstra paru
c. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi
MTB terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Uji kepekaan obat tersebut
harus dilakukan di laboratorium yang telah lulus uji pemantapan mutu atau
Quality Assurance (QA) dan mendapatkan sertifikat nasional maupun
internasional.8
d. Pemeriksaan serologis
Sampai saat ini belum direkomendasikan.8
4. Alur Diagnosis TB pada Orang Dewasa
Alur diagnosis TB dibagi sesuai dengan fasilitas yang tersedia8:
a. Faskes yang mempunyai akses pemeriksaan dengan alat tes cepat
molekuler
b. Faskes yang hanya mempunyai pemeriksaan mikroskopis dan tidak
memiliki akses ke tes cepat molekuker

9
Gambar 1. Alur Diagnosis TB dan TB Resisten di Indonesia.
Dikutip dari (8)

10
2.8 Klasifikasi dan Tipe Pasien TB
1. Definisi Pasien TB
Pasien TB yang terdiagnosis secara bakteriologis adalah pasien TB yang
dinyatakan positif dengan hasil pemeriksaan mikroskopik langsung, biakan
atau tes diagnosis cepat yang direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya:
GeneXpert). Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah 2
a) Pasien TB paru BTA positif
b) Pasien TB paru hasil biakan Mycrobacterium tuberculosis positif
c) Pasien TB paru hasil tes cepat Mycrobacterium tuberculosis positif
d) Pasien TB ekstra paru terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan
BTA, biakan maupun tes cepat dari pemeriksaan jaringan yang
terkena.
e) TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.

Pasien TB terdiagnosis secara klinis adalah pasien yang tidak memenuhi


kriteria terdiagnosis secara bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien
TB aktif oleh dokter dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TB.
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah 2
a) Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks
mendukung TB.
b) Pasien TB ekstra paru yang terdiagnosis secara klinis maupun
laboratorium dan histopatologi tanpa konfirmasi bakteriologis.
c) TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.

2. Klasifikasi pasien TB
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut datas, pasien
juga diklasifikasikan menurut lokasi anatomi dari penyakit, riwayat
pengobatan sebelumnya, hasil pemeriksaan uji kepekaan obat dan status
HIV.
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit

11
Tuberkulosis paru adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan)
paru. Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada
jaringan paru. Limfadenitis TB di rongga dada (hilus atau
mediastinum)/efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang
mendukung TB pada paru dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien
yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru
diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.2
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
a. Pasien baru: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT
namun kurang dari 1 bulan (kurang dari 28 dosis).8
b. Pasien yang menjalani pengobatan TB: adalah pasien yang
sebelumnya pernah menjalani pengobatan OAT selama 1 bulan
atau lebih (lebih dari 28 dosis). Pasien ini selanjutnya
diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu8:
1. Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik
karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).
2. Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB
yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan
terakhir.
3. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
follow-up): adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan
lost to follow up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai
pengobatan pasien setelah putus berobat /default).
4. Lain-lain adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil
akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
5. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

12
Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji
dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa2:
a. Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
b. Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
c. Multi drug resistan (TB MDR): resisten terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
d. Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR yang sekaligus juga
resisten terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan
minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin,
Kapreomisin dan Amikasin)
e. Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan
metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional)
4. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV
Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV): adalah
pasien TB dengan2:
1. Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART
2. Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB.
Pasien TB dengan HIV negatif: adalah pasien TB dengan2s:
1. Hasil tes HIV negatif sebelumnya
2. Hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB
Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui adalah pasien TB tanpa
ada bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan.2

2.9 Pemeriksaan Penunjang


a. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis tuberkulosis terutama pada anak di bawah lima tahun. Biasanya
dipakai tes tuberkulin yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD

13
(Purified Protein Derivative) intrakutan. Tes tuberkulin hanya menyatakan
apakah seseorang individu sedang atau pemah mengalami infeksi M.
tuberculosis, M. bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen lainnya.
Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan
dengan bakteri patogen baik yang virulen ataupun tidak (Mycobacterium
tuberculosis atau BCG) tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi
dengan dibentuknya antibodi seluler pada permulaan dan kemudian diikuti
oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam perannya akan
menekankan antibodi seluler.1

Bila pembentukan antibodi seluler cukup misalnya pada penularan dengan


bakteri yang sangat virulen dan jumlah bakteri sangat besar atau pada
keadaan pembentukan antibodi humoral amat berkurang (pada hipogama-
globulinemia) maka akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan.
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan akan timbul reaksi berupa
indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi
persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin. Reaksi
persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin amat dipengaruhi
oleh antibodi humoral, semakin besar pengaruh antibodi humoral,
menyebabkan semakin kecil indurasi yang ditimbulkan.1

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, hasil tes Mantoux ini dibagi dalam1:
a. Indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan no
sensitivity. Di sini peran antibodi humoral paling menonjol;
b. Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan= golongan low grade sensitivity. Di
sini peran antibodi humoral masih menonjol;
c. Indurasi 10-15 mm: Mantoux positif = golongan normal sensitivity. Di
sini peran kedua antibodi seimbang;
d. Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan
hypersensitivity. Di sini peran antibodi selular paling menonjol.

14
b. Pemeriksaan Radiologi
Pada saat ini pemeriksaan foto toraks merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya
lebih dibandingkan pemeriksaan dahak tetapi dalam beberapa hal dapat
memberikan keuntungan seperti pada tuberkulosis anak dan tuberkulosis
milier. Pada kedua hal di atas diagnosis dapat diperoleh melalui
pemeriksaan foto toraks, sedangkan pemeriksaan dahak hampir selalu
negatif. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen
apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah) tetapi dapat juga
mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai
tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial). Pada awal penyakit
saat lesi masih merupakan gambaran pneumonia, gambaran foto toraks
berupa bercak seperti awan dan dengan batas yang tidak tegas. Bila lesi
sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan
batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.1

Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.


Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis
terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak
sebagai bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti
fibrosis yang luas disertai luluh yang dapat terjadi pada sebagian atau satu
lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran tuberkulosis milier terlihat
berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh
lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis
paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru
(efusi pleura/ empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/ pleura
(pneumotoraks). Foto toraks TB milier terkadang terlihat normal disebabkan
gambaran milier yang homogen berdiameter 1-2 mm terlihat di seluruh
paru. Ukuran lesi dapat meningkat hingga 5-10 mm. Sarkoidosis dan
pneumonia dapat menyerupai gambaran foto toraks dari TB milier.1,7

15
2.9 Tatalaksana

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien dan memperbaiki


produktivitas serta kualitas hidup, mencegah terjadinya kematian atau dampak
buruk selanjutnya, mencegah terjadinya kekambuhan TB, menurunkan penularan
TB serta mencegah terjadinya dan penularan TB resisten obat.2
Pengobatan TB meliputi tahap awal dan tahap lanjutan2:
1. Tahap Awal:
Pengobatan diberikan setiap hari, pada pasien baru harus diberikan selama 2
bulan. Pengobatan pada tahap ini berfungsi untuk menurunkan jumlah bakteri
yang ada dalam tubuh pasien dan mengurangi dampak dari sebagian kecil
bekteri yang mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan
pengobatan.
2. Tahap Lanjutan:
Pengobatan pada tahap ini berfungsi untuk membunuh sisa bakteri yang masih
ada dalam tubuh khususnya bakteri persister sehingga pasien dapat sembuh
dan mencegah terjadinya kekambuhan. Berikut obat anti tuberkulosis lini
pertama beserta dosis yang diperlukan.

Tabel 1. Dosis OAT Lini Pertama

. Dikutip dari (2)

OAT memiliki beberapa efek samping yang harus dipertimbangkan sebelum


memberikan terapi, seperti isoniazid memiliki efek samping berupa neuropati

16
perifer, psikosis toksik, gangguan fungsi hati, dan kejang atau rifampisin dengan
efek samping berupa flu syndrome, gangguan gastrointestinal, urin berwarna
merah, gangguan fungsi hati, trombositopeni, dan lain-lain.2

Tabel 2. Sifat dan Efek Samping OAT Lini Pertama.

Dikutip dari (2)

Kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru yaitu pasien TB paru terkonfirmasi
bakteriologis, pasien TB paru terdiagnosis klinis dan Pasien TB ekstra paru.2

Tabel 3. Dosis OAT Kategori 1.

Dikutip dari (2)

Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang) yaitu pasien kambuh, pasien gagal pada

17
pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya dan pasien yang diobati
kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

Tabel 4. Dosis OAT Kategori 2

Dikutip dari (2)

2.10 Pemantauan Kemajuan Pengobatan TB


Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan
dengan pemeriksaan ulang sputum secara mikroskopis. Pemantauan kemajuan
pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan dua sampel pemeriksaan sputum
(sewaktu dan pagi). Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum
memulai pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang sputum pasien TB yang
terkonfirmasi bakteriologis merupakan suatu cara terpenting untuk menilai hasil
kemajuan pengobatan. Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil
pemeriksaan ulang dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi
BTA negatif, pasien harus memulai pengobatan tahap lanjutan. Pemberian OAT
sisipan sudah tidak dilakukan.8

Semua pasien TB baru yang tidak konversi pada akhir 2 bulan pengobatan tahap
awal, tanpa pemberian paduan sisipan, pengobatan dilanjutkan ke paduan tahap
lanjutan. Pemeriksaan dahak diulang pada akhir bulan ke-3 pengobatan. Bila hasil
tetap BTA positif, pasien ditetapkan sebagai pasien terduga TB resisten obat (TB-
RO). Semua pasien TB pengobatan ulang yang tidak konversi akhir tahap awal
ditetapkan juga sebagai terduga TB-RO. Semua pasien TB BTA positif,

18
pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan pada akhir bulan ke-5
pengobatan. Apabila hasilnya negatif, pengobatan dilanjutkan hingga seluruh
dosis pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada
akhir pengobatan. Jika hasil pemeriksaan mikroskopisnya positif, pasien dianggap
gagal pengobatan dan dimasukkan kedalam kelompok terduga TB-RO.
Sebagaimana pada pasien TB BTA negatif, perbaikan kondisi klinis merupakan
indikator yang bermanfaat untuk menilai hasil pengobatan, antara lain
peningkatan berat badan pasien, berkurangnya keluhan, dan lain-lain.8

2.11 Komplikasi
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
Komplikasi dini yaitu pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, dan Poncet's
arthropathy. Komplikasi lanjut yaitu obstruksi jalan napas seperti SOPT (Sindrom
Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat seperti fibrosis paru, cor
pulmonal, amiloidosis, kanker paru, sindrom gagal napas akut (Acute Respiratory
Distress Syndrome) sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.1

19
BAB 3
KESIMPULAN

1. Tuberkulosis paru merupakan penyakit radang pada parenkim paru yang


diakibatkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Data di Indonesia
tercatat 161 kasus TB per-100.000 penduduk pada tahun 2017, dengan jumlah
kasus baru TB sebanyak 175.696 kasus pada perempuan dan 245.298 kasus
pada laki-laki. Penyebaran penyakit ini ditularkan melalui droplet yang akan
bertahan di udara selama 1-2 jam bergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet dan kelembapan udara.
2. Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit.Tahapan tersebut meliputi
tahap pajanan, infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia. Reaksi daya
tahan tubuh akan terjadi setelah 6–14 minggu setelah infeksi. Penyebaran
melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi sebelum penyembuhan
lesi.
3. Penyakit ini dapat muncul dengan gejala umum dan gejala respiratorik. Gejala
umum berupa demam dan malaise dengan karakteristik demam yang timbul
pada petang hingga malam hari dan disertai dengan berkeringat, demam
bersifat hilang timbul, malaise yang terjadi dalam jangka waktu panjang
berupa pegal, rasa lelah, anoreksia, nafsu makan berkurang serta penurunan
berat badan. Sedangkan gejala respiratorik berupa batuk kering ataupun batuk
produktif, dapat batuk dengan sesak napas. Pasien juga dapat datang dengan
benjolan lunak atau massa yang fluktuatif, biasanya supraklavikula atau pada
segitiga anterior leher.
4. Tatalaksana TB paru meliputi tahap awal dan tahap lanjutan di mana tahap
awal diberikan setiap hari selama 2 bulan dan berfungsi untuk menurunkan
jumlah bakteri, sedangkan tahap lanjutan berfungsi untuk membunuh sisa-sisa
bakteri agar pasien dapat sembuh total dan mencegah kekambuhan.

20
5. Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan
dengan pemeriksaan ulang sputum secara mikroskopis menggunakan dua
sampel sputum (sewaktu dan pagi). Pemeriksaan ulang sputum dilakukan pada
akhir bulan ke-2 tahap awal, akhir bulan ke-3 pengobatan, akhir bulan ke-5
pengobatan, dan akhir bulan ke-6 pengobatan.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Zulkifli A, Asril B. Tuberkulosis. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam


Jilid I Edisi VI. 2016. Halaman 863-71.
2. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Penatalaksanaan TB. 2014. Halaman
15-20.
3. Mario CR. Tuberculosis. In: Dennis LK, Stephen LH, Anthony SF,
editors. Harrison’s principle of internal medicine. 19th ed. 2015. Halaman
1102-22.
4. World Health Organization. Global tuberculosis report. 2018. Halaman
32-8.
5. Kemenkes RI. Infodatin Tuberkulosis. 2018. Halaman 4-7.
6. Darmanto D. Tuberkulosis paru. Dalam: Darmanto D. Respirologi
(respiratory medicine) edisi 2. 2012. Halaman 145-60.
7. Parveen K, Michael C. Respiratory disease: tuberculosis. In: Parveen K,
Michael C. Kumar and Clark’s Clinical Medicine 7th Edition. 2009. p.864-
6.
8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis. 2016. Halaman 22-64.

22

Anda mungkin juga menyukai