Diagnosis demensia tepat waktu sebagai kunci dalam peningkatan layanan demensia
dan didukung oleh pedoman klinis di seluruh Eropa. Diagnosis tepat waktu
memungkinkan perencanaan untuk masa depan. Pasien demensia yang memiliki
penyakit Alzheimer, penggunaan inhibitor kolinesterase berpotensi untuk mengubah
gejala dan menunda kebutuhan untuk mencari perawatan di panti jompo. Kira-kira
50% dari orang dewasa yang lebih tua dengan demensia tidak terdiagnosis atau tidak
menyadari diagnosisnya. Saat mempertimbangkan diagnosis demensia, penting untuk
membedakan antara penemuan kasus dan skrining.19
Dalam praktiknya, sebagian besar penilaian gangguan kognitif di perawatan
primer melibatkan penemuan kasus daripada skrining non-target. Penemuan kasus
adalah proses menegakkan diagnosis bila ada kecurigaan klinis. Skrining non-target
pada individu asimtomatik tidak direkomendasikan, karena tidak ada bukti bahwa
skrining meningkatkan hasil. Kondisi dan kelompok berisiko tinggi yang perlu
dipertimbangkan termasuk gangguan kognitif ringan atau mild cognitive impairment
(MCI), faktor risiko kardiovaskular yang kuat, pasca stroke, sindroma Down, HIV,
intoksikasi alkohol, penghuni panti jompo, penyakit neurodegeneratif (Parkinson).19
Kriteria Diagnosis
Demensia adalah sekelompok gangguan ditandai dengan penurunan kognisi yang
melibatkan satu atau lebih domain kognitif (pembelajaran dan memori, bahasa, fungsi
eksekutif, perhatian kompleks, motor persepsi, kognisi sosial). Defisit harus mewakili
penurunan dari tingkat fungsi sebelumnya dan cukup parah untuk mengganggu fungsi
sehari-hari. Demensia onset muda secara konvensional dianggap mencakup pasien
dengan onset demensia sebelum usia 65 tahun. Demensia sering kali diawali dengan
periode MCI. Namun, sepertiga dari kasus MCI tidak berkembang menjadi demensia.
MCI umumnya didefinisikan dengan adanya kesulitan memori dan gangguan memori
obyektif tetapi dibedakan dari demensia oleh kemampuan yang dipertahankan untuk
berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Delirium adalah keadaan akut (jam sampai
hari) biasanya reversibel akibat gangguan metabolisme, seringkali dengan kesadaran
berfluktuasi. Penderita delirium mengalami kesulitan mempertahankan perhatian dan
konsentrasi. Delirium dan demensia bisa tumpang tindih, sehingga sulit dibedakan.
Demensia sendiri adalah faktor risiko terbesar untuk mengembangkan delirium,
menambah kompleksitas penilaian.19
Jenis Demensia
Istilah demensia mengacu pada sekelompok sindrom yang ditandai dengan
penurunan fungsi kognitif secara progresif. Sub-jenis utama demensia termasuk
Penyakit Alzheimer (AD), Demensia Vaskular (VaD), Demensia dengan Badan Lewy
(DLB), demensia Fronto-temporal (FTD), dan demensia terkait alkohol secara singkat
dijelaskan pada Tabel 1. Sub-jenis lainnya termasuk Penyakit Huntington, Demensia
HIV, Penyakit Neuron Motorik, dan Penyakit Prion (termasuk Penyakit Klasik
Creutzfeldt-Jakob). Identifikasi subtipe demensia penting karena jenis demensia yang
berbeda akan memiliki perjalanan yang berbeda, dengan pola gejala yang berbeda,
dan dapat merespons pengobatan yang berbeda pula.19
Tabel 1. Subtipe demensia.22
Anamnesis
Perhatian khusus harus diberikan pada onset, perjalanan perkembangan, pola
gangguan kognitif dan adanya gejala non-kognitif seperti gangguan perilaku,
halusinasi dan delusi. Terlepas dari masalah seputar gangguan memori, riwayat juga
harus fokus pada bukti afasia (gangguan bahasa), apraksia (gangguan motorik) dan
agnosia (kesulitan mengenali objek), dan aktivitas instrumental yang kompleks dalam
kehidupan sehari-hari, seperti berbelanja, menyiapkan makanan atau mengelola
keuangan. Gangguan perilaku juga harus dieksplorasi, karena hampir semua pasien
demensia Alzheimer mengalami beberapa bentuk gejala perilaku selama perjalanan
penyakit mereka, seperti apatis, kecemasan, agitasi dan depresi. Beberapa tes skrining
kognitif misal GPCOG. Diagnosis banding utama untuk demensia adalah depresi,
delirium, dan obat-obatan. Penyebab gangguan kognitif lain yang dapat diobati
termasuk hipotiroidisme dan defisiensi vitamin tertentu. Perbedaan lain yang perlu
dipertimbangkan termasuk MCI, masalah memori subjektif, tuli, gangguan
penglihatan dan tumor otak.19
Pemeriksaan Fisik
Fokus pemeriksaan fisik harus pada penyakit kardiovaskular, tanda-tanda neurologis
khususnya Parkinsonisme, kehilangan sensorik, dan menyingkirkan kemungkinan
penyebab penurunan kognitif atau delirium yang dapat diperbaiki.
Pemeriksaan Tambahan
Tidak ada satu pun tes laboratorium yang dapat membuktikan adanya demensia.
Pemeriksaan dilakukan untuk menemukan penyebab potensial gangguan kognitif
yang dapat diperbaiki. Pemeriksaan relevan disertakan dalam Tabel 3.
Registrasi :
- Pemeriksa menyebutkan 3 kata/ 3
benda dan minta pasien mengulangi
kata-kata tadi (kemudian
mengulangi lagi sebanyak 3 kali).
Atensi :
7 serial : hentikan setelah 5 jawaban, 1 poin 5
untuk setiap jawaban yang benar; alternative
lain minta pasien untuk menyebut huruf yang
membentuk kata DUNIA, dari belakang ke
depan.
Mengingat kembali :
- Pasien diminta untuk mengulang 3
kembali 3 kata yang telah
disebutkan sebelumnya.
Bahasa :
- Pasien diminta untuk menyebutkan 2
merek pulpen dan merek jam.
- Pasien diminta untuk mengulang “ 1
jika tidak, dan atau tetapi”
- Berikan perintah 3 tahap. Nilai 1 3
untuk setiap tahap (misalnya :
ambil kertas ini dengan tangan
kanan, lipat jadi dua, dan letakkan
di atas meja).
- Pasien diminta untuk membaca dan 1
mematuhi suatu perintah yang
ditulis pada selembar kertas yang
menyatakan “tutup mata”
- Pasien diminta untuk menulis 1
sebuah kalimat – beri nilai bila
kalimat mamsuk akal, dan
mengandung subjek dari kata kerja.
Meniru :
- Pasien diminta untuk meniru 1
gambar pentagon yang saling
berpotongan.
TOTAL 30
Tingkat keparahan demensia sering ditentukan oleh skor Mini Mental State
Examination (MMSE):6,20
Penyakit Alzheimer ringan: MMSE 21–26
Penyakit Alzheimer sedang: MMSE: 10-20
Penyakit Alzheimer yang cukup parah: MMSE 10–14
Penyakit Alzheimer yang parah: MMSE kurang dari 10
Skor di bawah 24/30 pada tes ini mengindikasikan demensia. Akan tetapi,
keseluruhan nilai tes ini tidak sensitive pada tahap awal demensia, teutama jika
kemampuan intelektual premorbid cukup tinggi, dan pada deficit kognitif
sirkumskrip, terutama yang melibatkan fungsi hemisfer non dominan dan lobus
frontal. Oleh karena itu, banyak pasien dengan defisit kognitif membutuhkan evaluasi
psikometrik yang lebih detail oleh neuropsikologi.6,20
Tabel 5. Alat pemeriksaan kognisi di layanan primer.19
Tatalaksana Demensia
Pencegahan
Sampai saat ini, penelitian yang mengevaluasi peran statin dan asam lemak omega-3
dalam mencegah demensia Alzheimer telah memberikan hasil yang bertentangan. Uji
coba terkontrol secara acak belum mendukung penggunaan ginkgo biloba untuk
mengurangi risiko pengembangan demensia Alzheimer pada pasien usia lanjut
dengan atau tanpa MCI. Stres oksidatif dianggap sebagai faktor dalam degenerasi
saraf dan kematian neuron pada demensia Alzheimer, oksidan seperti selenium dan
vitamin E telah diteliti, namun tidak menunjukkan peran pencegahan dalam demensia
Alzheimer.21
Tatalaksana nonfarmakologis
Meskipun berbagai pelatihan kognitif dan program latihan telah diusulkan untuk
meningkatkan atau mempertahankan kognisi dan fungsi pada pasien dengan demensia
ringan hingga sedang, beberapa penelitian belum memberikan bukti yang cukup
untuk mendukung intervensi tertentu yang bermanfaat. Namun, meskipun olahraga
tidak meningkatkan kognisi, gejala neuropsikiatri, atau depresi, olahraga dapat
meningkatkan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari pada individu
dengan demensia.21
Tatalaksana farmakologis
The NICE Guideline merekomendasikan tiga Acetylcholinesterase inhibitors
(AChEIs) donepezil, rivastigmine dan galantamine, sebagai pilihan untuk menangani
penyakit Alzheimer ringan sampai sedang. Bukti telah menunjukkan bahwa AChEI
memiliki beberapa manfaat dalam hal peningkatan kognisi.1 Penghambat
kolinesterase mencegah kerusakan asetilkolin di otak, neurotransmitter utama yang
terlibat dalam pembelajaran dan memori, sehingga meningkatkan kadar asetilkolin di
otak individu dengan demensia. Donepezil (Aricept), galantamine (Reminyl) dan
rivastigmine (Exelon) adalah penghambat kolinesterase yang diindikasikan untuk
pengobatan demensia Alzheimer ringan sampai sedang di Kanada. Donepezil juga
dapat digunakan pada demensia Alzheimer yang parah, dan rivastigmin diindikasikan
untuk pengobatan pasien dengan PDD dan demensia Alzheimer ringan sampai
sedang.
Penghambat kolinesterase harus digunakan dengan hati-hati pada pasien
dengan bradikardia (denyut jantung <55 denyut per menit), kelainan konduksi
jantung (misalnya, blok cabang berkas kiri), gangguan epilepsi dan kejang. Efek
samping yang paling umum yang terkait dengan kelas obat ini adalah gastrointestinal
(misalnya, mual, muntah, diare) dan berasal dari peningkatan konsentrasi asetilkolin
di pusat dan perifer. Efek samping ini biasanya bersifat sementara dan muncul saat
terapi dimulai atau saat dosis ditingkatkan. Efek samping lain yang mungkin terjadi
yang memerlukan pemantauan termasuk insomnia, mengantuk, penurunan berat
badan dan sinkop. Meskipun tidak ada inhibitor kolinesterase yang terbukti lebih
unggul dari yang lain untuk mengobati demensia ringan hingga sedang, rivastigmin
oral tampaknya dikaitkan dengan efek gastrointestinal.
Rivastigmin transdermal memberikan tolerabilitas gastrointestinal yang lebih tinggi
daripada formulasi oral. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa peralihan dari
penghambat kolinesterase oral ke rivastigmin transdermal dapat menjadi strategi
terapeutik yang efektif setelah kurangnya atau hilangnya kemanjuran menjadi agen
pertama atau untuk meningkatkan tolerabilitas gastrointestinal. Selain itu, karena
orang dewasa yang lebih tua cenderung memiliki beberapa penyakit penyerta yang
memerlukan pengobatan, skenario klinis yang umum adalah pengobatan demensia
dan inkontinensia urin secara bersamaan. Obat antikolinergik memberikan
perlawanan farmakologis dengan penghambat kolinesterase. Sebuah studi kohort
prospektif pada orang dewasa yang lebih tua di panti jompo menunjukkan bahwa
penggunaan obat antikolinergik kandung kemih secara bersamaan dengan
penghambat kolinesterase dikaitkan dengan tingkat penurunan fungsional yang lebih
besar daripada penggunaan penghambat kolinesterase saja. Penting untuk diketahui
bahwa pilihan pengobatan farmakologis saat ini tidak mencegah perkembangan
demensia. Farmakoterapi dapat menunda perkembangan hasil kognitif, fungsional
dan perilaku dan dengan demikian meningkatkan kualitas hidup pasien dan perawat,
tetapi penting bahwa dokter menetapkan ekspektasi yang realistis dari hasil
pengobatan.21
Pedoman NICE lebih lanjut menjelaskan bahwa ketika menilai kebutuhan
pengobatan AChEI, dokter tidak boleh bergantung pada skor kognisi saja. Keputusan
tentang permulaan dan pemeliharaan obat harus dibuat atas dasar terapeutik dan
klinis. Efek samping yang paling umum dari AChEI adalah gastrointestinal, yang
melibatkan mual, muntah, diare, dan sakit perut. Efek ini paling sering terjadi pada
inisiasi dan dosis titrasi dinaikkan dan biasanya bersifat sementara. Efek samping
dapat dikurangi atau dihindari dengan meningkatkan dosis secara perlahan atau
dengan meminum obat setelah makan. Pasien yang tidak mentolerir satu AChEI dapat
mentolerir AChEI lainnya.19
Terapi Okupasi
Penekanan terapi okupasi terutama pada aktivitas sehari-hari, termasuk berpakaian,
makan, dan dandan. Tujuan utamanya adalah untuk memulihkan dan mengurangi
penurunan kemampuan fungsional orang tersebut. Terapi okupasi meningkatkan
kemampuan individu untuk terlibat dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (misalnya
makan, mandi, toilet, mobilitas fungsional) dan aktivitas instrumental dari kehidupan
sehari-hari (misalnya menyiapkan makan, berbelanja, mengatur keuangan seseorang),
pekerjaan dan aktivitas produktif.19
Fisioterapi
Tujuan utama fisioterapi adalah memaksimalkan kemampuan orang tersebut terkait
mobilitas untuk memungkinkan tingkat kemandirian setinggi mungkin. Selain
penurunan kognitif, gangguan gaya berjalan dan gangguan keseimbangan
menyebabkan risiko jatuh dan patah tulang yang lebih besar bagi penderita demensia.
Diperkirakan bahwa orang dengan demensia kira-kira tiga kali lebih mungkin
mengalami patah tulang pinggul mereka daripada kelompok kontrol yang sesuai jenis
kelamin dan usia. Selain itu, bagi penderita demensia, pemulihan setelah patah tulang
pinggul diperumit oleh pengaruh faktor psikologis dan sosial.
Edukasi Demensia
Dokter ditempatkan pada posisi yang tepat untuk memberikan pendidikan dan
dukungan bagi penderita demensia dan keluarganya. Informasi sebaiknya tidak hanya
mencakup masalah yang dianggap relevan oleh dokter, tetapi harus disesuaikan untuk
memenuhi kebutuhan yang muncul dari pasien dan pengasuh. Banyak orang dengan
demensia dini mempertahankan beberapa wawasan, dapat memahami diagnosis
mereka, dan harus terlibat dalam pengambilan keputusan. Untuk kasus dementia,
dokter sebaiknya memberikan edukasi kepada keluarga dan caregiver mengenai cara
untuk merawat pasien, yaitu:19
Menggunakan bahasa yang sederhana untuk berkomunikasi dengan pasien.
Membuat rutinitas harian, misalnya makan, mandi, tidur, dan lain-lain. Bantu
pasien agar dapat melakukan kegiatan harian secara mandiri.
Untuk reorientasi, dapat digunakan gambar, tanda, kalender, foto keluarga,
dan jadwal harian.
Tidak mengkonfrontasi tindakan atau pemikiran pasien yang salah karena
dapat memicu pasien untuk melakukan tindakan yang tidak diinginkan.
Sebaiknya ganti subyek pembicaraan atau memberitahu kebenaran secara
persuasi.
Lingkungan rumah dibuat agar aman, misalnya tidak meletakkan peralatan
elektronik di toilet, menyimpan benda berbahaya di lemari yang dikunci, dan
lain-lain. Sebaiknya, tidak melakukan perubahan yang besar di lingkungan
rumah.