Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi atau keadaan
yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan interpretasi
atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. Demensia merupakan sindrom yang
ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif antara lain intelegensi, belajar dan daya
ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi,persepsi perhatian dan konsentrasi,
penyesuaian dan kemampuan bersosialisasi.
Demensia merupakan penyakit degeneratif yang sering menyerang pada orang yang
berusia diatas 60 tahun. Demensia terjadi akibat kerusakan sel-sel otak dimana sistem
saraf tidak lagi bisa membawa informasi ke dalam otak, sehingga membuat kemunduran
pada daya ingat, keterampilan secara progresif, gangguan emosi, dan perubahan perilaku,
penderita demensia sering menunjukkan gangguan perilaku harian.
B. Etiologi
Penyebab demensia adalah terganggunya beberapa fungsi otak akibat hilang atau
rusaknya sel-sel otakdalam jumlah besar termasuk zat-zat kimia dalam otak.
Penyebab demensia dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar yaitu :

1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal sering pada
golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri, mungkin kelainan terdapat pada tingkat
subseluler atau secara biokimiawi pada sistem enzim atau pada metabolisme seperti
yang ditemukan pada penyakit alzheimer dan demensia senilis.

2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya:

a) Penyakit degeneratif spino-seleberal.

b) Penyakit Leuko-ensefalitis sklerotik bagert.

c) Penyakit jacob-creutzfel

3. Sindroma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati dalam golongan
diantaranya :

a) Penyakit cerebro kardiofaskuler.


b) Penyakit metabolic.

c) Gangguan nutrisi.

d) Akibat introksikasi menahun.

e) Hidrosefalys komunikan.

C. Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia. Penuaan
menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf pusat yaitu
berat otak akan menurun sekitar 10% pada penuaan antara umur 30-70 tahun. Berbagai
faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan kondisi-kondisi yang dapat
mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri.
Penyakit degenerative pada otak, gangguan vascular dan penyakit lainnya, serta
gangguan nutrisi, metabolic dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung dapat
menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskema, infark,
inflamasi, deposisi protein abnormalsehingga jumlah neuron menurun dan mengganggu
fungsi dari area kortikal maupun subkortikal. Disamping itu kadar neurotransmitter di
otak yang diperlukan untuk proses konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan
menimbulkan gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya piker dan belajar), gangguan
sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isi piker, emosi dan mood. Fungsi yang
mengalami gangguan tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau
penyebabnya, karena manifestasinya dapat berbeda. keadaan patologis dari hal tersebut
akan memicu keadaan konfusio akut demensia.
D. Manifestasi Klinis
Ada beberapa tanda dan gejala yang dialami pada lansia demensia antara lain :

1. Kehilangan memori

Tanda awal yang dialami lansia yang menderita demensia adalah lupa tentang
informasi yang baru di dapat atau di pelajari, itu merupakan hal biasa yang diamali
lansia yang menderita demensia seperti lupa dengan pentujuk yang diberikan, nama
maupun nomer telepon, dan penderita demensia akan sering lupa dengan benda dan
tidak mengingatnya.

2. Kesulitan dalam melakukan rutinitas pekerjaan


Lansia yang menderita Demensia akan sering kesulitan untuk menyelesaikan
rutinitas pekerjaan sehari-hari. Lansia yang mengadalami Demensia terutama
Alzheimer Disease mungkin tidak mengerti tentang langkahlangkah dari
mempersiapkan aktivitas sehari-hari seperti menyiapkan makanan, menggunkan
perlatan rumah tangga dan melakukan hobi.

3. Masalah dengan bahasa

Lansia yang mengalami Demensia akan kesulitam dalam mengelolah kata


yang tepat, mengeluarkan kat-kata yang tidak biasa dan sering kali membuat kalimat
yang sulit untuk di mengerti orang lain

4. Disorientasi waktu dan tempat

Mungkin hal biasa ketika orang yang tidak mempunyai penyakit Demensia
lupa dengan hari atau diaman dia berada, namun dengan lansia yang mengalami
Demensia akan lupa dengan jalan, lupa dengan dimana mereka berada dan
baimana mereka bisa sampai ditempat itu, serta tidak mengetahui bagaimana
kebali kerumah.

5. Tidak dapat mengambil keputusan

Lansia yang mengalami Demensia tidak dapat mengambil keputusan yang


sempurna dalam setiap waktu seperti memakai pakaian tanpa melihat cuaca atau
salah memakai pakaian, tidak dapat mengelolah keuangan.

6. Perubahan suasana hati dan kepribadian

Setiap orang dapat mengalami perubahan suasan hati menjadi sedih maupun
senang atau mengalami perubahan perasaann dari waktu ke waktu, tetapi dengan
lansia yang mengalami demensia dapat menunjukan perubahan perasaan dengan
sangat cepat, misalnya menangis dan marah tanpa alasan yang jelas. Kepribadian
seseorang akan berubah sesuai dengan usia, namun dengan yang dialami lansia
dengan demensia dapat mengalami banyak perubahan kepribadian, misalnya
ketakutan, curiga yang berlebihan, menjadi sangat bingung, dan ketergantungan
pada anggota keluarga.
E. Stadium Demensia
1. Stadium I (stadium amnestik)

Berlangsung selama 2-4 tahun dengan gejala yang timbul antara lain
gangguan pada memori, berhitung, dan aktivitas spontan menurun. Fungsi memori
yang terganggu bisa menyebabkan lupa akan hal baru yang dialami, kondisi seperti
ini tidak mengganggu aktivitas rutin dalam keluarga.

2. Stadium II( stadium Demensia)


Berlansung selama 2-10 tahun dengan gejala yang dialami seperti disorintasi,
gangguan bahasa, mudah bingung, dan penurunan fungsi memori lebih berat
sehingga penderita pada stadium ini tidak dapat melakukan kegiatan sampai selesai,
mengalami gangguan visuospasial, tidak mengenali anggota keluarganya, tidak ingat
sudah melakukan tindakan sehingga mengulanginya lagi, mengalami depresi berat
sekitar 15-20%.
3. Stadium III
Pada stadium ini berlangsung sekitar 6-12 tahun dengan gejala yang
ditimbulkan penderita menjadi vegetatif, kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan
orang lain, membisu, daya ingat intelektual srta memori memburuk sehingga tidak
mengenal keluarganya sendiri, tidak bisa mengendalikan buang air besar maupun
kecil. Menyebabkan trauma kematian atau akibat infeksi.
F. Tahapan Demensia
1. EarlyStage

Lansia yang mengalami Demensia dimulai secara bertahap sehingga akan


sulit mengenali persis kapan gejala dimulai. Beberapa perubahan yang sering dialami
sebagai bagian dari proses penuaan yang normal. Dalam tahap ini penderita
mengalami kehilanganmemori jangka pendek, menjadi depresi dan sering agresif,
menjadi disorientasi pada waktu, menjadi kehilangan keakraban dengan sekitarnya,
menunjukan kesulitan dalam berbahasa, kurangnya inisiatif dan motivasi, hilangnya
minat dan hobi serta aktifitas.
2. MiddleStage
Dalam tahap ini, gajala yang cukup jelas terlihat dan mengganggu pekerjaan,
sosialisasi serta kegiatan sehari-hari adalah menjadi sangan pelupa terutama kejadian
baru yang dialami, kesulitan melakukan pekerjaan rumah tangga, kesulitan
menemukan kata yang tepat untuk diungkapkan, mudah berpergian dan tidak dapat
kembali ketmpat asal, mendengar dan melihat sesuatu yang tidak ada, tidak bisa
mengatur dirinya sendiri dan bergantung pada orang lain.
3. LateStage
Pada tahan ini tahap akhir, pasien akan kehilangan fungsi serta lebih
ketergantungan pada orang lain seprtisusah untuk makan, sulit untuk berbicara, tidak
dapat mengenali orang atau obyek, berada di kursi roda ataupun tempat tidur,
kesulitan berjalan, memiliki inkontenesia bowel dan urinary, kesulitan mengerti dan
mengiterpretasikan kejadian.
G. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada demensia adalah :
1. Peningkatan resiko infeksi di seluruh bagian tubuh :
a) Ulkus diabetikus.
b) Infeksi saluran kencing.
c) Pneumonia
2. Thromboemboli, infarkmiokardium.
3. Kejang.
4. Kontraktur sendi.
5. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri.
6. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan dan kesulitan menggunakan peralatan.
7. Kehilangan kemampuan berinteraksi.
H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk penegakkan demensia meliputi pemeriksaan


laboratorium, pencitraan otak, elektro ensefalografi dan pemeriksaan genetika.
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap termasuk elektrolit, fungsi ginjal, fungsi hati,
hormon tiroid dan kadar vitamin B12. Pemeriksaan HIV dan neurosifilis pada
penderita dengan resiko tinggi. Pemeriksaan
cairanotak bila terdapat indikasi.

2. Pemeriksaan pencitraan otak


Pemeriksaan ini berperan untuk menunjang diagnosis, menentukan beratnya
penyakit serta prognosis. Computed Tomography (CT) – Scan atau Metabolic
Resonance Imaging (MRI) dapat mendeteksi adanya kelainan struktural sedangkan
Positron Emission Tomography (PET) dan Single Photon Emission Tomography
(SPECT) digunakan untuk mendeteksi pemeriksaan fungsional. MRI menunjukkan
kelainan struktur hipokampus secara jelas dan berguna untuk membedakan
demensia alzheimer dengan demensia vaskular pada stadium awal.
3. Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG tidak menunjukkan adanya kelainan yang spesifik. Pada
stadium lanjut ditemukan adanya perlambatan umum dan kompleks secara periodik.
4. Pemeriksaan Genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik
yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. Setiap allel
mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara
penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menjadikan
genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda untuk demensia.
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan demensia antara lain sebagai berikut :
1. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a) Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat-obatan antikoliesterase
seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine, Memantine.
b) Dementia vaskuler membutuhkan obat-obatan anti platelet seperti Aspirin,
Ticlopidine, Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak sehingga
memperbaiki gangguan kognitif.
c) Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati
tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
d) Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat antidepresi
seperti Sertraline dan Citalopram.
e) Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa
menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakan obat anti psikotik (misalnya
Haloperidol, Quetiapine dan Risperidone).
2. Dukungan atau peran keluarga
Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap
memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan
angka-angka yang jelas.
3. Terapi simtomatik
a) Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi :
1) Diet
2) Latihan fisik yang sesuai
3) Terapi rekreasional dan aktifitas
4) Penanganan terhadap masalah-masalah
b) Pencegahan dan perawatan demensia :
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa
mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1) Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol
dan zat adiktif yang berlebihan.
2) Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan
setiap hari.
3) Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif :
Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
4) Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi.
5) Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
Daftar Pustaka
GULTOM, R., MARTINA, S. E., & HARIANJA, E. S. (2021). Penerapan Terapi
Reminiscence Dalam Upaya Pencegahan Demensia Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Dinas Sosial Binjai. MONSU'ANI TANO Jurnal Pengabdian Masyarakat,
4(2), 122-128.
Sari, C. W. M., Tarigan, D. P., & Rafiyah, I. (2022). Hubungan Tingkat Pendidikan dengan
Status Demensia pada Lansia Berdasarkan Kajian Data Sekunder di Posbindu Caringin.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 7(2).
https://eprints.umm.ac.id/41475/3/BAB%20II.pdf
http://repository.itsk-soepraoen.ac.id/307/9/Bab%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai