Anda di halaman 1dari 91

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas limpahan
rahmat serta hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan
makalah tepat pada waktunya. Makalah ini berisikan tentang “Post Power Syndrome”.

Dalam penyusunan makalah ini penulis sudah berusaha semaksimal mungkin,


namun kesempurnaan hanya milik Tuhan. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang membangun dengan kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya bagi semua pihak atau
pembaca.
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................................................i

Kata Pengantar.................................................................................................................................ii

Daftar Isi............................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang...................................................................................................................1

2. Rumusan Masalah.............................................................................................................1

3. Tujuan Masalah..................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian Post Power Syndrome.................................................................................3

2. Orang Yang Rentan Terkena Post Power Syndrome..............................................9

3. Terjadinya Post Power Syndrome.................................................................................11

4. Waktu Terjadinya Post Power Syndrome...................................................................16

5. Cara Mengatasi dan Mencegah Post Power Syndrome..........................................24

BAB III KESIMPULAN

1. Kesimpulan..........................................................................................................................42

2. Saran.....................................................................................................................................42

Daftar Pustaka....................................................................................................................43
Lampiran..............................................................................................................................45
BAB I.
PENDAHULU
AN
A. Latar Belakang

Ada suatu penyakit kejiwaan yang terjadi dalam masyarakat yang sangat
ditakuti yaitu Post Power Syndrome. Fenomena ini biasanya muncul atau terjadi pada
orang-orang yang baru saja kehilangan kekuasaan maupun kelebihan- kelebihan
lainnya, baik karena pensiun, PHK, mutasi, kehilangan popularitas, atau karena sebab
lainnya. Pada saat tidak menjabat atau berkuasa dan tidak populer lagi, seketika itu
terlihat gejala-gejala kejiwaan atau emosi yang kurang stabil yang biasanya bersifat
negative. Mereka kecewa terhadap hidup, karena yang bersangkutan tidak lagi
dihormati dan dipuja-puji seperti ketika masih berkuasa maupun saat memiliki
kelebihan-kelebihan lainnya. Kondisi ini disebut sebagai post power syndrome.
Pada gejala post power syndrome ini, khususnya adalah adanya gejala yang
terjadi dimana penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalu
(kekuasaannya, karirnya, kecantikannya, ketampanannya, kepopulerannya,
kecerdasannya, dll), dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini.
Ketika semua itu tidak dimilikinya, maka timbullah berbagai gangguan psikis dan
phisik yang semestinya tidak perlu. Mereka bereaksi dan mendadak menjadi sangat
sensitive dan merasa hidupnya akan segera berakhir hanya karena masa kejayaannya
telah berlalu (Kartono, 1997)

B. Rumusan Masalah

1. Apa Post Power Syndrome ?

2. Siapa Yang Rentan Terkena Post Power Syndrome?

3. Mengapa Post Power Syndrome Dapat Terjadi ?

4. Kapan Post Power Syndrome Terjadi?


5. Bagaimana Cara Mengatasi Dan Mencegah Post Power Syndrom

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui pengertian Post Power Syndrome.

2. Mengetahui orang yang mengalami Post Power Syndrome.

3. Menjelaskan terjadinya Post Power Syndrome.

4. Mengetahui kapan terjadinya Post Power Syndrome.

5. Menjelaskan cara mengatasi dan mencegah Post Power Syndrom


BAB II
PEMBAHAS
AN

2. 1. Pengertian Post Power Syndrome

Syndrome adalah kumpulan gejala-gejala negatif, sedangkan power adalah


kekuasaan, dan post adalah pasca. Dengan demikian terjemahan dari post power
syndrome adalah gejala-gejala setelah berakhirnya kekuasaan. Gejala ini umumnya
terjadi pada orang-orang yang tadinya mempunyai kekuasaan, namun ketika sudah tidak
berkuasa lagi, seketika itu terlihat gejala-gejala kejiwaan yang biasanya bersifat negatif
atau emosi yang kurang stabil.
Post power syndrome adalah gejala sindrom yang cukup populer di kalangan
orang lanjut usia khususnya sering menjangkit individu yang telah usia lanjut dan telah
pensiun atau tidak memiliki jabatan lagi di tempat kerjanya. Post power syndrome
merupakan salah satu gangguan keseimbangan mental ringan akibat dari reaksi
somatisasi dalam bentuk dan kerusakan fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang
bersifat progresif karena individu telah pensiun dan tidak memiliki jabatan ataupun
kekuasaan lagi (Kartono, 2000:231).
Post power syndrome adalah gejala yang terjadi di mana penderita hidup dalam
bayang-bayang kebesaran masa lalunya (karirnya, kecantikannya, ketampanannya,
kecerdasannya, atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang
ada saat ini. Seperti yang terjadi pada kebanyakan orang pada usia mendekati pensiun.
Selalu ingin mengungkapkan betapa begitu bangga akan masa lalunya yang dilaluinya
dengan jerih payah yang luar biasa.
Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya post power syndrome.
Pensiun dini dan PHK adalah salah satu dari faktor tersebut. Bila orang yang
mendapatkan pensiun dini tidak bisa menerima keadaan bahwa tenaganya sudah tidak
dipakai lagi, walaupun menurutnya dirinya masih bisa memberi kontribusi yang
signifikan kepada perusahaan, post power syndrom akan dengan mudah menyerang.
Apalagi bila ternyata usianya sudah termasuk usia kurang produktif
dan ditolak ketika melamar di perusahaan lain, post power syndrom yang menyerangnya
akan semakin parah.
Kejadian traumatik juga menjadi salah satu penyebab terjadinya post power
syndrome. Misalnya kecelakaan yang dialami oleh seorang pelari, yang menyebabkan
kakinya harus diamputasi. Bila dia tidak mampu menerima keadaan yang dialaminya,
dia akan mengalami post power syndrome. Dan jika terus berlarut-larut, tidak mustahil
gangguan jiwa yang lebih berat akan dideritanya.
Post power syndrome hampir selalu dialami terutama orang yang sudah lanjut
usia dan pensiun dari pekerjaannya. Hanya saja banyak orang yang berhasil melalui fase
ini dengan cepat dan dapat menerima kenyataan dengan hati yang lapang. Tetapi pada
kasus-kasus tertentu, dimana seseorang tidak mampu menerima kenyataan yang ada,
ditambah dengan tuntutan hidup yang terus mendesak, dan dirinya adalah satu-satunya
penopang hidup keluarga, resiko terjadinya post-power syndrome yang berat semakin
besar.
Beberapa kasus post power syndrome yang berat diikuti oleh gangguan jiwa
seperti tidak bisa berpikir rasional dalam jangka waktu tertentu, depresi yang berat, atau
pada pribadi-pribadi introfert (tertutup) terjadi psikosomatik (sakit yang disebabkan
beban emosi yang tidak tersalurkan) yang parah.

Menurut

http://www.suyotohospital.com/index.php?option=com_content&view=art
icle&id=99:memahami-post-power-syndrome&catid=3:artikel&Itemid=2
dipostkan oleh Unit Psikologi Rehab Medik RSDS, diunduh pukul 10:00 tanggal 22
Oktober 2015.
Post power syndrome memiliki beberapa fase, antara lain : Fase
Penyesuaian Diri pada Saat Pensiun
Penyesuaian diri pada saat pensiun merupakan saat yang sulit, dan
terdapat tiga fase proses pension, yaitu :

1) Preretirement phase (fase pra pensiun)

Fase ini bisa dibagi pada 2 bagian lagi yaitu remote dan near. Pada

remote phase, masa pensiun masih dipandang sebagai suatu masa yang jauh.

Biasanya fase ini dimulai pada saat orang tersebut pertama kali mendapat
pekerjaan dan masa ini berakhir ketika orang terebut mulai mendekati masa
pensiun. Sedangkan pada near phase, biasanya orang mulai sadar bahwa mereka
akan segera memasuki masa pensiun dan hal ini membutuhkan penyesuaian diri
yang baik. Ada beberapa perusahaan yang mulai memberikan program persiapan
masa pensiun.

2) Retirement phase (fase pensiun)

Masa pensiun ini sendiri terbagi dalam 4 fase besar, dan dimulai dengan
tahapan pertama yakni honeymoon phase. Periode ini biasanya terjadi tidak lama
setelah orang memasuki masa pensiun. Sesuai dengan istilah honeymoon (bulan
madu), maka perasaan yang muncul ketika memasuki fase ini adalah perasaan
gembira karena bebas dari pekerjaan dan rutinitas. Biasanya orang mulai mencari
kegiatan pengganti lain seperti mengembangkan hobi.
Kegiatan ini pun tergantung pada kesehatan, keuangan, gaya hidup dan
situasi keluarga. Lamanya fase ini tergantung pada kemampuan seseorang.
Orang yang selama masa kegiatan aktifnya bekerja dan gaya hidupnya tidak
bertumpu pada pekerjaan, biasanya akan mampu menyesuaikan diri dan
mengembangkan kegiatan lain yang juga menyenangkan. Setelah fase ini
berakhir maka akan masuk pada fase kedua
yakni disenchatment phase. Pada fase ini pensiunan mulai merasa depresi, merasa
kosong. Untuk beberapa orang pada fase ini, ada rasa kehilangan baik itu
kehilangan kekuasaan, martabat, status, penghasilan, teman kerja, aturan tertentu.
Pensiunan yang terpukul pada fase ini akan memasuki reorientation phase, yaitu
fase dimana seseorang mulai mengembangkan pandangan yang lebih realistik
mengenai alternatif hidup, mereka mulai mencari aktivitas baru. Setelah
mencapai tahapan ini, para pensiunan akan masuk pada stability phase yaitu fase
dimana mereka mulai mengembangkan suatu set kriteria mengenai pemilihan
aktivitas, dimana mereka merasa dapat hidup tentram dengan pilihannya.

3) End of retirement (fase pasca masa pensiun)

Biasanya fase ini ditandai dengan penyakit yang mulai menggerogoti


seseorang, ketidak-mampuan dalam mengurus diri sendiri dan keuangan yang
sangat merosot. Peran saat seorang pensiun digantikan dengan peran orang sakit
yang membutuhkan orang lain untuk tempat bergantung.

Menurut http://srireskipsikologi.blogspot.co.id/2013/05/makalah-
psikologi-lansia-post-power.html dipostkan oleh Sri reski, diunduh puk
10:00 tanggal 22 Oktober 2015.

Ahli gerontologi Robert Archley (1976), dalam Santrock, John W)


menggambarkan tujuh tahapan pensiun. Ketujuh tahapan pensiun ini dibagi dalam
dua tahapan yaitu pra-pensiun dan masa pensiun yaitu :
1) Fase Remote

Adalah fase permulaan fase pra-pensiun dimana para pekerja hanya sedikit sekali
yang memikirkan persiapan untuk pensiun dan mereka kebanyakan mengharapkan
bahwa pensiun tidak akan terjadi.
2) Fase Near

Para pekerja mulai berpartisipasi dalam sebuah program persiapan pensiun.


Program tersebut biasanya membantu para calon pensiun memutuskan kapan
dan bagaimana mereka akan membiasakan diri dengan penghasilan dan aktivitas,
hal ini juga terkait dengan hal fisik dan kesehatan mental.
3) Fase Honeymoon

Adalah fase paling awal dari masa pensiun dan pada fase ini banyak individu yang
merasa eforia (bersenang-senang). Mereka dapat mengerjakan beberapa banyak hal
yang dahulu tidak sempat dikerjakan karena padatnya waktu bekerja, dan mereka
menikmati waktu luang dengan lebih banyak aktivitas serta bersenang – senang
dengan uang yang mereka terima.
4) Fase Disenchantment

Setelah fase Honeymoon, para pensiunan sering merasa dalam kerutinan. Jika itu
memuaskan, maka keputusan untuk pensiun dianggap berhasil. Tetapi para
pensiunan yang gaya hidupnya hanya berorientasi seputar pekerjaannya seperti
sebelum pensiun, maka keputusan pensiun merupakan kekecewaan.
5) Fase Reorientantion

Para pensiun menerima cadangan penghasilan dan menarik seluruh miliknya serta
menghasilkan alternatif hidup yang lebih realistik. Mereka menganalisa dan
mengevaluasi gaya hidup yang mungkin membawa mereka pada kehidupan yang
lebih memuaskan .
6) Fase Stability

Para pensiunan memutuskan dan mengevaluasi terhadap suatu kriteria


perkumpulan yang akan dipilih sebagai sarana kegiatan dalam masa pensiun. Jika
masa peralihan dari fase Honeymoon menuju fase Disenchantment dan fase
Reorientantion sangat lambat maka fase stability akan sukar dicapai.
7) Fase Termination

Para pensiunan berperilaku sebagai orang yang “sakit” dan “ketergantungan”


karena para pensiunan merasa orang yang menjadi tua tidak berfungsi lebih lama
secara suatantra dan hanya sendirian.

Para pensiunan dengan mempunyai waktu luang yang banyak sangat


membosankan dan mereka juga memerlukan uang untuk menunjang kehidupan
keluarga. Dari kebosanan waktu luang dan tuntutan waktu luang tersebut
membuat mereka menjadi stres menjalani masa pensiun. Hal ini terkait dengan dengan
persepsi para pensiun terhadap waktu, aktivitas dan rangkaian dari tujuh tahapan
pension.

Contoh Analisa Pensiun Yang Post Power Syndrome

1) Tahap perkembangan menjadi tua

a) Fase Stagnasi : tidak mau beraktvitas, marah-marah terhadap lingkungan,


beraktivitas orientasi kerja dulu, mengarahkan untuk kepentingan dirinya.
Tidak mendidik anak sendiri, memikirkan dirinya sendiri, tidak
mengarahkan sesuatu pada anak muda, tidak sabar mengarahkan pada anak
muda, acuh tak acuh.
b) Fase Putus-Asa : punya keinginan cepat menghadap tuhan, merasa menjadi
laskar tidak berguna, jiwanya tidak stabil, putus asa, egocentris. Bicaranya
tidak konsisten, dirinya merasa masih bos, tidak menerima keadaan selama
pensiun, berontak, tidak menyadari dirinya sudah tua, depresi, sering lupa,
sensitif, kurang pergaulan, rendah diri.
2) Pra pensiun

a) Fase Remote : tidak sadar pensiun.

b) Fase Near : tidak mencari informasi pensiun, tidak ikut pelatihan pra
pensiun.
3) Masa pensiun

a) Fase Honeymoon : uang untuk kesenangan, waktu untuk melamun, dan


marah-marah.
b) Fase Disenchantment : merasa tidak puas dengan kerutinan, capai dengan
kegiatan sehingga kerutinan dirasakan melelahkan, mengurung diri di
kamar.
c) Fase Reorientantion : tidak cari aktivitas yang berguna, cari ativitas untuk
mencari pengakuan.
d) Fase Stability : masih bimbang, masih diragukan, mencari yang cocok.
e) Fase Termination : menjadi gangguan dalam keluarga, sering bengong dan
marah pada lingkungan di luar rumah, menjadi perhatian keluarga.
(Andreson & Weber, dalam Santrock, John W, 2002).

2.2. Orang Yang Rentan Terkena Post Power Syndrome

Tidak semua lansia akan mengalami post power syndrome saat memasuki
masa pensiun. Pada umumnya ciri kepribadian yang rentan terhadap post pow

jabatan, dan suka dilayani orang lain atau biasa disebut orang yang memiliki ne
of power yang tinggi. Tetapi sebaliknya, orang-orang dengan kepercayaan d

yang kurang kuat, sehingga selalu membutuhkan pengakuan dari orang lain, d
merasa aman melalui jabatannya saat memasuki masa pensiun pun rentan terke

post power syndrome.

Menurut
power-syndrome-pada-lansia dipostkan oleh Amelia Rusli Asali, diunduh puk
21.00 tanggal 22 Oktober 2015.
Adapun ciri-ciri lain kepribadian yang rentan terhadap post power syndrome di
antaranya adalah :
1. Orang-orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang
permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain. Orang-
orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang permintaannya
selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
2. Orang-orang yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena kurangnya
harga diri, jadi kalau ada jabatan dia merasa lebih diakui oleh orang lain.
3. Orang-orang yang menaruh arti hidupnya pada prestise jabatan dan pada
kemampuan untuk mengatur hidup orang lain, untuk berkuasa terhadap orang
lain. Istilahnya orang yang menganggap kekuasaan itu segala- galanya atau
merupakan hal yang sangat berarti dalam hidupnya.
4. Antara pria dan wanita, pria lebih rentan terhadap post power sindrome karena
pada wanita umumnya lebih menghargai relasi dari pada prestise, prestise dan
kekuasaan itu lebih dihargai oleh pria.

Menurut Sawitri corak kepribadian yang rentan terhadap post power syndrome
yaitu :

1. Seseorang yang pada dasarnya memiliki kepribadian yang ditandai


kekurangtangguhan mental sehingga jabatan dianggapnya menjadi satu-
satunya pegangan, penunjang bagi kehidupan secara menyeluruh.
2. Seseorang yang pada dasarnya sangat terpaku pada orientasi kerja dan
menganggapnya pekerjaan sebagai satu-satunya kegiatan yang dinikmati dan
seolah-olah menjadi pegangan seluruh hidupnya.

Menurut http://houseofsuccess99.blogspot.co.id/2014/08/post-power-

syndrome-apakah-itu.html dipostkan oleh Head Office HOUSE OF SUCCES

diunduh pukul 11:00 tanggal 23 Oktober 2015.


Secara umum, ciri-ciri kepribadian yang rentan terhadap sindrom pasca-
kekuasaan adalah mereka yang suka dihargai dan dihormati oleh orang lain, posis
merasa aman melalui kantor - ketika pensiun adalah rentan terhadap sindro

pasca-kekuasaan.
power-syndrome.html Artikel Posted by Sidik Paningal.
2.3. Terjadinya Post Power Syndrome

1. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Post Power Syndrome

syndrome.html Artikel Posted by Sidik Paningal menyatakan bahwa, menjadi tu


pensiun-dalam istilah medis ini disebut sebagai sindrom pasca-kekuasaan.

Menurut Turner dan Helms (dalam Supardi, Sawitri) terdapat beberapa faktor
internal penyebab berkembangnya post power syndrome pada diri seseorang yang
kehilangan jabatan yaitu :
1. Menurunnya harga diri karena dengan hilangnya jabatan,

2. Kehilangan hubungan dengan kelompok ekslusif

3. Kehilangan perasaan berarti dalam satu kelompok tertentu

4. Kehilangan orientasi kerja

5. Kehilangan sebagian sumber penghasilan yang terkait dengan jabatan


yang pernah dipegangnya
Keadaan tersebut mudah sekali menimbulkan berbagai gangguan
perasaan seperti : ketidak bahagiaan, stress, dan depresi.

 Stress

Peristiwa yang memberikan perubahan-perubahan dalam kehidupan yang


berpotensi menimbulkan stress dalam kehidupan disebabkan karena adanya berbagai
perubahan yang membutuhkan usaha-usaha penyesuaian dari individu.
Menurut Cox & McKay (dalam Cooper & Payne), pengertian stress dapat dilihat
berdasarkan tiga pendekatan, yaitu :

a. Engineering approach atau the stimulus-based, yaitu stress dilihat


sebagai stimulus.
Contoh : kehilangan pekerjaan.

b. Medico-psychological atau the response-based, dimana stress dapat dilihat


sebagai respon yang umum atau non-spesifik terhadap stimulus yang
dianggap membahayakan. Respon ada dua komponen yaitu psikologis
(kecewa, sedih, marah,dll)dan fisologis (jantung melemah, tekanan darah
meningkat,dll) semuanya itu dikarenakan keputusan terhadap pension.

c. Psychological approach atau interactional and appraisal theories, dimana


stress dilihat sebagai transaksi antara individu dengan lingkungannya.

Contoh : marah terhadap lingkungan atau mendekatkan diri pada Tuhan


menghadapi masa pension.

Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa stress adalah
suatu keadaan yang disebabkan oleh adanya tuntutan internal maupun eksternal
(stimulus) sehingga individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun psikologis
(respon) serta melakukan usaha-usaha penyesuaian diri terhadap situasi tersebut
(proses).

 Depresi

Depresi merupakan keadaan kemurungan (sedih, patah semangat) yang


ditandai dengan perasaan tidak puas, menurunnya kegiatan dan pesimis menghadapi
masa yang akan datang.

Menurut American Association for Griatric Psychiatry, AAGP, 1996 (dalam


Papalia, 2001) sindroma depresi menunjukkan paling sedikit selama dua
minggu individu memperlihatkan kesedihan yang sangat berat dan kehilangan minat
atau kesenangan dalam hidupnya. Simtom tersebut meliputi perubahan berat badan,
kesulitan tidur, merasa tidak berharga atau merasa tidak pantas, penurunan daya ingat,
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, dan memiliki pemikiran untuk mati atau bunuh
diri.

Pernyataan AAGP (1996) sindroma depresi dari orang lanjut usia juga
memberikan gambaran pada para pensiunan yang mengalami ketidaksiapan menghadapi
masa pension, yang yang biasa disebut dengan istilah post power syndrome.
Kepribadian (temperamen, karakter) dan sikap mental seseorang tampaknya yang
terutama menentukan apakah ia akan mengalami post power syndrome atau tidak
mengalami post power syndrome setelah memasuki masa pensiun.

2. Gejala - Gejala Post-Power Syndrome

Seseorang yang masuk usia tua biasanya akan terbayang-bayang oleh


kehidupan yang biasanya dijalani saat masih bekerja. Kondisi ini biasanya disebut
dengan post-power syndrome. Mereka tidak mampu mengendalikan dan menerima
kondisinya sekarang serta tidak mampu melepaskan diri dari pekerjaan dan kesuksesan
masa lalunya. Biasanya orang tidak menyadari bahwa ia terkena post-power syndrom.
Padahal semakin cepat Anda atau keluarga menyadarinya, Anda bisa lebih cepat
mengatasi dan memperbaiki kualitas hidup.
Orang yang mengalami post-power syndrome umumnya akan menjadi sering
kecewa, bingung, kesepian, ragu-ragu, khawatir, takut, putus asa, ketergantungan,
kekosongan dan kerinduan terhadap suasana kerja. Lebih jauh lagi, orang dengan
sindrom ini akan merasa harga dirinya turun karena merasa tidak dihormati atau
terpisah dari kelompoknya. Selain itu, ada juga tanda-tanda yang mudah dikenali
sehingga kita bisa segera mengatasinya, seperti:
1) Tanda fisik

Post-power syndrome bisa menyebabkan seseorang mengalami


tanda-tanda penurunan fisik seperti terlihat mudah lemah, kondisi fisik
menurun sehingga mudah sakit, dan terlihat tampak lebih tua.
2) Gangguan emosi

Tanda-tanda post-power syndrome juga dapat dilihat dari


menurunnya cara mengendalikan emosi seperti mudah marah, mudah
tersinggung dan pendapatnya tidak suka dibantah.
3) Gangguan perilaku

Biasanya orang yang mengalami post-power syndrome akan


mengalami perubahan perilaku, misalnya menjadi pendiam, memiliki
kecenderungan menarik diri dari pergaulan, serta suka berbicara tentang
kehebatan masa lalu yang pernah dilakukannya.

Post-power syndrome bisa terjadi pada pria dan wanita dan merupakan tanda
kurang berhasilnya seseorang menyesuaikan diri. Untuk ini, Anda pun perlu
mengatasinya dengan cara positif, agar tidak menurunkan kualitas hidup Anda.

Menurut http://www.1health.id/id/article/category/mens-health/kenali-
tanda-tanda-post-power-syndrome-881.htmldipostkanolehIlhamdidiunduh pukul 11
Jika dia tidak bisa menerima situasi yang terjadi, ia akan mengalami
pasang power syndrome. Dan jika terus berlarut-larut, itu mungkin bahwa gangg
cepat dan dapat menerima dengan hati terbuka.

Namun dalam kasus-kasus tertentu, di mana orang tidak dapat menerima


kenyataan, ditambah dengan tuntutan mendesak hidup, dan ia adalah kehidupa
besar. Beberapa kasus pasca power syndrome diikuti oleh penyakit mental yang
berat seperti tidak bisa berpikir rasional dalam jangka waktu tertentu, depresi berat, ata

oleh beban emosional yang tidak tersalurkan) yang parah.

syndrome.html Artikel F English dipostkan Lailatul Badriyah

Gejala yang cenderung muncul kepada orang yang mengalami Post Power
Syndrome, antara lain adalah:

1) Lunturnya antusias menghadapi hidup.

2) Mudah tesinggung dan marah, kendati untuk hal yang sepele.

3) Tidak mau menerima saran.

4) Menjadi pendiam.

5) Suka bernostalgia masa masa kejayaannya.

6) Rentan terhadap berbagai perubahan.


Kegalauan dan kegelisahan hati, serta rasa khawatir berlebihan menghadapi
masa masa yang berada diluar zona keamanan dan kenyamanannya, dapat mendistorsi
jiwa seseorang yang tidak mempersiapkan diri sedari awal. Sebenarnya terlepas dari
siapapun adanya diri kita adalah wajar, ada rasa kekuatiran, menghadapi masa masa
pensiun. Karena pension bukan hanya pemasukan uang tidak lagi berjalan seperti
biasa tetapi pensiun juga berarti,ia tidak lagi memiliki “kekuasaan” untuk
“memerintah” orang lain. Bila gejala ini merambat dan menguasi dirinya, maka
kegalauan dan keresahan tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi langsung atau tidak
akan menebar dan mendistorsi anggota keluarga. Oleh karena itu pilihan terbaik
adalah jika kita memasuki masa pensiun, tanpa rasa kekhawatiran yang berlebihan .
Menurut http://www.kompasiana.com/tjiptadinataeffendi21may43/langkah-

langkah-menghadapi-post-power-syndrome_5528bad1f17e61677d8b459f

dipostkan oleh Tjiptadinata Effendi, diunduh pukul 11:30 tanggal 23 Oktober 2015.

2.4. Waktu Terjadinya Post Power Syndrome

A. Masa Lanjut Usia

Memasuki lanjut usia merupakan periode akhir dalam rentang kehidupan


manusia di dunia ini. Banyak hal penting yang perlu di perhatikan guna mempersiapkan
memasuki masa lanjut usia dengan sebaik-baiknya. Kisaran usia yang ada pada periode
ini adalah enam puluh tahun ke atas. Ada beberapa orang yang sudah menginjak usia 60
tetapi tidak menampakkan gejala-gejala penuaan fisik maupun mental. Oleh karena
itu, usia 65 dianggap sebagai batas awal periode usia lanjut pada orang yang memiliki
kondisi hidup yang baik (Hurlock, 1980:380). Setelah usia 65 tahun manusia akan
menghadapi sejumlah permasalahan. Permasalahan pertama adalah penurunan
kemampuan fisik sehingga kekuatan fisik berkurang, aktifitas menurun, sering
mengalami gangguan kesehatan yang menyebabkan mereka kehilangan semangat.
Pengaruh dari kondisi penurunan kemampuan fisik ini menyebabkan mereka yang telah
memasuki usia lanjut merasa dirinya tidak berharga atau kurang dihargai. Namun ada
juga beberapa usia lanjut yang menepiskan anggapan bahwa akan timbul perasan tidak
berharga ketika mereka memasuki masa tersebut. Mereka justru mengisinya dengan
kegiatan-kegiatan positif seperti membuka bisnis baru untuk mengisi hari-hari yang dulu
penuh 27 dengan jadwal kerja yang padat. Kemunduran fisik pasti akan mereka alami
namun itu tidak dijadikan hambatan oleh orang yang berpikiran positif tentang masa
tuanya. Berolahraga, menjaga konsumsi makanan yang masuk dalam tubuh, istirahat
cukup, memeriksakan fisik secara berkala dan tidak memikirkan masalah hingga
berlarut-larut malah melakukan antisipasi atau memperkecil dampak negatif dari
masalah tersebut
menjadi senjata ampuh mereka untuk menghadapi masalah di masa usia lanjut (Yusuf,
2009:28-30).
Hasil penelitian Neugarten (dalam Jalaluddin) masalah utama yang dihadapi
pada usia 70-79 tahun menunjukkan 75 persen dari mereka yang dijadikan responden
menyatakan puas dengan status mereka setelah menginjak masa bebas tugas. Sebagian
besar dari mereka menunjukkan aktifitas yang positif dan tidak merasa dalam
keterasingan dan hanya sedikit yang sudah berada dalam kondisi uzur serta mengalami
gangguan kesehatan mental (Atkinson).
Semakin bertambah tua usia seseorang maka status penganggurannya akan
makin serius. Akibat dari itu tidak hanya menjadi sulit bagi mereka untuk mencari
pekerjaan baru, tetapi efek menganggur terhadap kepribadiannya jauh lebih serius dan
jangkauannya lebih jauh dan luas terhadap berbagai aspek kehidupan. Studi tentang
efek enganggur orng usia lanjut terhadap kesehatan mentalnya menghasilkan
kesimpulan bahwa efek psikologisnya begitu besar. Pengukuran terhadap efisiensi dan
sikap mental orang-orang usia lanjut yang bekerja dan menganggur menunjukkan
bahwa mereka yang terkait dengan pekerjaan reguler atau memperoleh pekerjaan penuh
secara keseluruhan mempunyai superioritas mental terhadap mereka yang
menganggur. Kurangnya latihan, kurangnya motivasi dan sikap yang tidak
menyenangkan merupakan faktor penunjang utama terhadap menurunnya skap mental
yang terjadi karena menganggur ketidakmampuan untuk memperoleh pekerjaan
memperburuk perasaan bahwa dirinya tidak berguna. Orang usia lanjut yang percaya
bahwa organisasi dimana dulu mereka bekerja tidak dapat melepaskannya begitu saja
dan sewaktu-waktu dapat memanggilnya untuk bekerja lagi membuat penyesuaian
dirinya denggan masa pensiun menjadi buruk.
Orang usia lanjut menghadapi masalah krisis identitas yang tidak sama dengan
krisis identitas yang dihadapi seseorang pada masa dewasanya. Krisis identitas yang
menimpa rang setelah pensiun adalah sebagai akibat dari keharusannya untuk
melakukan perubahan peran yang drastis dari seorang pekerja yang sibuk dan penuh
optimis, menjadi seorang penganggur yang tidak menentu. Perlu dikethui bahwa
perubahan terhadap kebiasaan dan pola yang sudah mantap
yang telah dilakukan sepanjang hidup yang pernah dialaminya,
sering mengakibatkan perasaan yang sangat traumatik bagi orang usia lanjut.
B. Masa Pensiun

Masa pensiun bisa memengaruhi konsep diri karena pensiun menyebabkan


seseorang kehilangan peran, status, dan identitasnya dalam masyarakat menjadi berubah
sehingga dapat menurunkan harga diri. Bila anggota keluarga memandang pensiunan
sebagai orang yang sudah tidak berharga lagi dan memperlakukan mereka secara buruk,
bukan tak mungkin juga akan memicu munculnya sindrom ini.

Seseorang yang memasuki masa pensiun, bisa merubah arah hidupnya dengan
mengerjakan aktivitas lain, tetapi bisa juga tidak mengerjakan aktivitas tertentu lagi.
Pensiun sering kali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga
menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu
kehidupan macam apa yang akan dihadapi kelak. Dalam era modern seperti sekarang
ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang biasa mendatangkan
kepuasan (karena uang, jabatan, dan memperkuat harga diri). Oleh karena itu, sering
kali terjadi orang yang pensiun bukannya bisa menikmati masa tua dengan hidup santai,
sebaliknya ada yang justru mengalami problem serius (kejiwaan ataupun fisik).
Individu yang melihat masa pensiun hanya dari segi finansial kurang bisa beradaptasi
dengan baik dibandingkan dengan mereka yang dapat melihat masa pensiun sebagai
masa di mana manusia beristirahat manikmati hasil jerih payahnya selama ini di masa
tuanya.

Manusia yang bermental lemah dan belum siap secara psikis menghadapi masa
pensiun akan mengalami pukulan batin apalagi apabila terjadi pencopotan jabatan yang
tidak terhormat maka akan tercabik-cabiklah mentalnya di seluruh masa hidupnya.
Pada awalnya bermunculanlah gejala psikis seperti perasaan sedih, takut, cemas, rasa
inferior/rendah diri, tidak berguna, putus asa, bingung, yang semuanya jelas
mengganggu fungsi-fungsi kejiwaan dan organiknya. Maka tidak lama kemudian
semua simptom itu akan berkembang menjadi satu
kumpulan penyakit dan kerusakan-kerusakan fungsional. Orang tersebut akan
mengalami sakit secara berkepanjangan dengan macam-macam komplikasi, yaitu
menderita penyakit post-power syndrome (sindrom purna-kuasa atau sindrom pensiun).
Menurut buku Psikologi Perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan, Elizabeth B. Hurlock, Jakarta : Erlangga (2000).

Prediktor Penentu Terjadinya Masalah Pada Masa Pensiun

1) Kepuasan kerja dan pekerjaan

Pekerjaan membawa kepuasan tersendiri karena disamping mendatangkan uang


dan fasilitas, dapat juga memberikan nilai dan kebanggaan pada diri sendiri (karena
berprestasi atau pun kebebasan menuangkan kreativitas).Namun ada catatan, orang yang
mengalami problem saat pensiun biasanya justru mereka yang pada dasarnya sudah
memiliki kondisi mental yang tidak stabil, konsep diri yang negatif dan rasa kurang
percaya diri terutama berkaitan dengan kompetensi diri dan keuangan/penghasilan.
Selain itu, masalah harga diri memang sering menjadi akar depresi semasa pensiun
karena orang-orang dengan harga diri yang rendah semasa produktifnya cenderung akan
jadi overachiever semata-mata untuk membuktikan dirinya sehingga mereka habis-
habisan dalam bekerja sehingga mengabaikan sosialisasi dengan sesamanya pula.
Pada saat pensiun, mereka merasa kehilangan harga diri dan ditambah kesepian karena
tidak punya teman- teman.

Pada orang dengan kondisi kejiwaan yang stabil, konsep diri positif, rasa
percaya diri kuat serta didukung oleh keuangan yang cukup, maka orang tersebut akan
lebih dapat menyesuaikan diri dengan kondisi pensiun tersebut karena selama tahun-
tahun ia bekerja, ia “menabung” pengalaman, keahlian serta keuangan untuk
menghadapi masa pensiun.

2) Usia
Banyak orang yang takut menghadapi masa tua karena asumsinya jika sudah
tua, maka fisik akan makin lemah, makin banyak penyakit, cepat lupa, penampilan
makin tidak menarik dan makin banyak hambatan lain yang membuat hidup makin
terbatas. Pensiun sering diidentikkan dengan tanda seseorang memasuki masa tua.
Banyak orang mempersepsi secara negatif dengan menganggap bahwa pensiun itu
merupakan pertanda dirinya sudah tidak berguna dan dibutuhkan lagi karena usia tua
dan produktivitas makin menurun sehingga tidak menguntungkan lagi bagi
perusahaan/organisasi tempat mereka bekerja. Seringkali pemahaman itu tanpa sadar
mempengaruhi persepsi seseorang sehingga ia menjadi over sensitif dan subyektif
terhadap stimulus yang ditangkap. Kondisi ini lah yang membuat orang jadi sakit-
sakitan saat pensiun tiba.Memang, masa tua harus dihadapi secara realistis karena tidak
mau menghadapi kenyataan bahwa dirinya getting older dan harus pensiun juga
membawa masalah serius seperti halnya post power-syndrome dan depresi. Salah satu
cara mengatasi persepsi negatif terhadap masa tua adalah dengan mengatakan pada diri
sendiri : “Act your age, but I don’t want to act old”

3) Kesehatan

Beberapa orang peneliti melakukan penelitian dan menemukan bahwa


kesehatan mental dan fisik merupakan prekondisi yang mendukung keberhasilan
seseorang beradaptasi terhadap perubahan hidup yang disebabkan oleh pensiun.Hal
ini masih ditambah dengan persepsi orang tersebut terhadap penyakit atau kondisi
fisiknya. Jika ia menganggap bahwa kondisi fisik atau penyakit yang dideritanya itu
sebagai hambatan besar dan bersikap pesimistik terhadap hidup, maka ia akan
mengalami masa pensiun dengan penuh kesukaran. Menurut hasil penelitian, pensiun
tidak menyebabkan orang jadi cepat tua dan sakit-sakitan, karena justru berpotensi
meningkatkan kesehatan karena mereka semakin bisa mengatur waktu untuk berolah
tubuh (lihat fakta seputar pensiun).

4) Status sosial sebelum pensiun


Status sosial berpengaruh terhadap kemampuan seseorang menghadapi masa
pensiunnya. Jika semasa kerja ia mempunyai status sosial tertentu sebagai hasil dari
prestasi dan kerja keras (sehingga mendapatkan penghargaan dan pengakuan dari
masyarakat atau organisasi), maka ia cenderung lebih memiliki kemampuan adaptasi
yang lebih baik (karena konsep diri yang positif dan social network yang baik). Namun
jika status sosial itu didapat bukan murni dari hasil jerih payah prestasinya (misalnya
lebih karena politis dan uang/harta) maka orang itu justru cenderung mengalami
kesulitan saat menghadapi pensiun karena begitu pensiun, maka kebanggaan dirinya
lenyap sejalan dengan hilangnya atribut dan fasilitas yang menempel pada dirinya
selama ia masih bekerja.

Adapun kondisi yang dapat mempengaruhi penyesuian terhadap masa pensiun


yaitu sebagai berikut :

1) Para pekerja yang pensiun secara sukarela akan menyesuaikan diri lebih baik
dibandingkan dengan mereka merasa pensiun dengan terpaksa trauma bagi
mereka yang masih ingin melanjutkan bekerja.
2) Kesehatan yang buruk pada waktu pensun memudahkan penyesuaian sedangkan
orang sehat mungkin cenderung melawan untuk melakukan penyesuaian diri
3) Banyak pekerja yang merasabahwa berenti dari pekerjaan secara tertahap
ternyata lebih baik efeknya dibandingan dengan mereka yang tiba – tiba berhenti
dari kebiasaan bekerja karena mereka tidak bisa mengatur persiapan pola
hidup tanpa pekerjaan.
4) Bimbingan dan perencanaan pensiun akan membantu penyesuaian diri.

5) Pekerja yang mengembangkan minat tertentu guna menggantikan aktvitas kerja


rutin, yang bermanfaat bagi mereka,dan menghasilkan kepuasan yang dulu
diperoleh dari pekerjaan, tidak akan menentukan masalah penyesuaian
terhadap masa pensiun, yang secara emosional membingungkan eeka yang
berbata-bata mengembangkan minat pengganti.
6) Kontak sosial, sebagaimana diketemukan dalam rumah-rumah jompo,
membantu mereka dalam penyesuaian diri terhadap masa pensiun. Baik
tinggal dalam rumah mereka sendiri, atau dirumah anak yang sudah menikah
atau anggota keluarga lainnya, menyebabkan orang pensiunan memutuskan
untuk melakukan kontak sosial.
7) Semakin sedikit perubahan yang harus dilakukan terhadap kehidupan semasa
pensiun semakin baik penyesuian dapat dilakukan.
8) Status ekonomi yang baik, yang memungkinkan seseorang untuk hidup dengan
nyaman dan dapat menikmati yang menyenangkan, adalah penting untuk
penyesuaian yang baik pada masa pensiun.
9) Status perkawinan yang bahagia sngat membantu penyeuaian diri terhadap masa
pensiun sedangkan perkawinan yang banyak diwarnai olek percekcokan
cenderung menghambat.

 Menghadapi Pasca Lepasnya Kekuasaan (Pensiun)

Tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk menghadapi pasca lepasnya


kekuasaan yang menyebabkan terjadinya post power syndrome , menurut psikolog
Jacinta F. Rini, dapat ditempuh dengan cara-cara:
1) Mampukan menempatkan diri (menyadari) tentang perbedaan hak dan
kewajiban selaku seorang yang telah kehilangan jabatan atau kekuasaan.
2) Luangkan waktu untuk terus berdoa.

3) Hadapi secara rileks. Ketegangan dan kecemasan tidak


menyelesaikan masalah.
4) Bercermin dan belajarlah dari pengalaman (keberhasilan maupun kegagalan)
dimasa lalu, sebagai bahan rencana masa depan.
5) Buatlah rencana kegiatan setiap hari.

6) Lakukan kegiatan sosial yang menarik, disertai optimisme


bahwa hidup anda akan menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya.
7) Jangan suka berdiam diri dan melamun, karena hanya akan membangkitkan
emosi dan pikiran negative.
8) Hilangkan rasa kesepian dan libatkan diri pada orang-orang disekitar anda.
9) Lakukan olah raga santai atau kegiatan kebersamaan dengan teman-
teman untuk menjaga kondisi dan kesehatan tubuh.
10) Baca buku-buku yang dapat membangkitkan motivasi.

11) Jangan biarkan pesimisme menguasai pikiran dan perasaan.

12) Menyiapkan diri untuk menjadi bawahan jika terpaksa harus


bekerja di tempat lain.
13) Kembangkan hobi yang selama ini belum sempat terlaksana.

14) Pikirkan untuk menekuni usaha atau pekerjaan baru sesuai dengan usia dan hobi.
15) Ambil kursus singkat untuk menunjang hobi dan usaha baru.

16) Ambil inisiatif untuk terlibat dalam kegiatan rumah tangga.

17) Hubungi teman-teman lama, siapa tahu ada sesuatu yang baru dan menarik
yang bisa di dapatkan.
Menurut http://srireskipsikologi.blogspot.co.id/2013/05/makalah-

psikologi-lansia-post-power.html dipostkan oleh Sri reski, diunduh pukul 11:30

23 Oktober 2015.
Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pasca - power syndrome. Pensi
digunakan lagi, meskipun dia pikir dia masih bisa memberikan kontribusi ya

signifikankepadaperusahaan,post-powersyndromeakanmudahdiserang.
Terutama ketika ternyata dia sudah termasuk usia kurang produktif dan ditol

ketika melamar di perusahaan lain, post-power syndrome yang menyerang ak


bertambah buruk.

http://psycologywithus.blogspot.co.id/2013/12/understanding-post-power-

syndrome.html Artikel F English dipostkan Fauzul Mutmainah.


2.5. Cara Mengatasi dan Mencegah Post Power Syndrome

1. Mengatasi Post-Power Syndrome

Terapi untuk meringankan gejala-gejala sindrom pensiun dan untuk


memperoleh kembali kesehatan jasmani serta kesejahteraan jiwa mengarah pada
integrasi struktur kepribadian, menurut Kartini Kartono (2000) dalam bukunya Hygiene
Mental disarankan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1) Mau menerima semua kondisi baru. yaitu masa pensiun/ purnakarya tersebut
dengan perasaan rela, ikhlas, lega, bahagia, karena semua tugas-tugas pokok
selaku manusia dan pejabat sudah selesai. Maka kini tiba saatnya pribadi yang
bersangkutan belajar menyesuaikan diri lebih baik lagi terhadap tuntutan situasi-
kondisi baru yang masih penuh tantangan, yang harus dijawab dan dijalani.
2) Masa purnakarya ini diantisipasikan sebagai pengalaman baru, atau sebagai satu
periode hidup baru, yang mungkin masih akan memberikan kesan- kesan
indah dan menakjubkan di masa mendatang. Pribadi yang bersangkutan harus
bisa menerima, bahwa masa lampau memang sudah lewat, dan harus dilupakan
atau dilepaskan dengan perasaan tulus ikhlas. Dan tidak mengharapkan
pengulangan kembali pengalaman lama dengan rasa kerinduan mitis (mitos)
atau secara sentimentil.
3) Segala kebahagiaan, dan puncak kehidupan yang sudah digariskan oleh Yang
Maha Kuasa, juga semua ujian dan derita-nestapa sudah dilalui dengan hati
pasrah. Namun perjalanan hidup seterusnya masih harus dilanjutkan dengan
ketabahan dan rasa tawakal. Sebab pada masa usia tua ini masih saja ada misi-
misi hidup yang harus diselesaikan sampai tuntas; di samping harus memberikan
kebaikan dan kecintaan kepada lingkungan sekitar.
4) Peristiwa kepurnakaryaan supaya diterima dengan kemantapan hati sebagai
anugerah Ilahi, dan sebagai kebahagiaan yang diberikan oleh lingkungan
masyarakat manusia sebagai edisi hidup baru yang harus diisi dengan darmabakti
dan kebaikan. Memang tidak banyak yang bisa dilakukan oleh
para mantan pada sisa hidupnya yang sudah “senja”. Tetapi setidak-tidaknya
seperti keindahan panorama senja yang masih memberikan kecemerlangan mistis
yang gilang-gemilang, memberikan kebaikan kepada anak-cucu, generasi penerus
serta masyarakat pada umumnya.
5) Sebaiknya tidak melakukan pembandingan dengan siapa atau apapun juga; sebab
usaha sedemikian itu akan sia-sia, dan menjadikan hatinya “nelangsa“, serta
meratap sedih, ngresula/kecewa. Ada kalanya bisa memacu diri-nya untuk
berbuat “ngaya” di luar batas kemampuan sendiri dan tidak wajar. Setiap relasi
sosial yang baru di masa sekarang, sudah tidak lagi dibebani oleh ikatan dan
kekecewaan macam apapun. Hidup ini dihadapi dengan hati tulus, polos, sabar,
narima, jernih.
6) Membebaskan diri dari nafsu-nafsu, ambisi-ambisi, keinginan berkuasaan atau
nafsu untuk memiliki. Apa yang didambakan dalam sisa hidup sekarang ialah:
tenang, damai dan sejuk di hati. Kalbunya sudah mantap, tidak terbelah oleh
macam-macam kontradiksi, ambisi, dan fikiran khayali. Sebab sekarang sudah
menjadi pribadi yang mampu menyambut akhir hayat dengan senyum dan
kemantapan.

Bagi jiwa-jiwa yang menerima, maka segala apa pun yang kan terjadi di
depannya akan mampu dihadapi dengan besar hati. Karena dari setiap kejadian pasti
ada hikmah yang menyertainya. Setiap kita hendaknya sadar bahwa dimensi kesehatan
bukan hanya jasmaniah saja, tetapi rohani (mentalitas) juga memegang peranan penting
(important role) dalam menentukan kesehatan seseorang. Awali segala sesuatu dengan
pikiran positif (positive thingking/huznudzon) sehingga mental-mental positif dalam diri
kita akan tumbuh dengan subur. Mari kita wujudkan cita-cita Indonesia Sehat dimulai
dari diri kita masing-masing, keluarga dan lingkungan sekitar kita.

Post-power syndrome adalah gejala yang terjadi dimana penderita hidup dalam
bayang-bayang kebesaran masa lalunya (karirnya, kecantikannya, ketampanannya,
kecerdasannya, atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang
ada saat ini. Seperti yang terjadi pada kebanyakan orang
pada usia mendekati pensiun. Selalu ingin mengungkapkan betapa begitu bangga akan
masa lalunya yang dilaluinya dengan jerih payah yang luar biasa.

Seseorang yang mengalami post-power syndrome biasanya menganggap bahwa


jabatan atau pekerjaannya merupakan hal yang sangat membanggakan bahkan
cenderung menjadikan pekerjaannya sebagai dunianya. Sehingga hilangnya pekerjaan
karena pensiun atau PHK memberikan dampak psikologis pada mental seseorang.
Penanganan yang bisa dilakukan pada kasus seperti ini adalah dengan memberikan
terapi kognitif/cognitive behavioral therapy. Dengan terapi kognitif, diharapkan
seseorang dapat mengubah pola pikir yang sebelumnya membanggakan prestasi,
jabatan, dan pekerjaannya, menjadi yakin, percaya dan menerima bahwa tidak ada
yang abadi di dunia ini. Setelah itu, temukanlah hal- hal baru yang bisa
membanggakan atau memberikan kebermaknaan hidup. Dalam keadaan seperti ini,
keluarga juga memiliki pengaruh pada terlewatinya fase post- power syndrome.
Seseorang bisa menerima kenyataan dan keberadaannya dengan baik akan lebih mampu
melewati fase ini dibandingkan seseorang yang memiliki konflik emosi.

Post power syndrome banyak dialami oleh mereka yang baru saja menjalani
masa pensiun. Pensiun merupakan masa seseorang secara formal berhenti dari tugasnya
selama ini, bisa merupakan pilihan atau keharusan.

Para pensiunan terbagi menjadi dua kelompok. Ada yang bahagia karena dapat
menyelesaikan tugas dan pengabdiannya dengan lancar. Sebaliknya, ada juga yang
mengalami ketidakpuasan atau kekecewaan akan kehidupannya.

Sindrom ini bisa dialami oleh pria maupun wanita, tergantung dari berbagai
faktor, seperti ciri kepribadian, penghayatan terhadap makna dan tujuan kerja,
pengalaman selama bekerja, pengaruh lingkungan keluarga dan budaya. Berbagai faktor
tersebut menentukan keberhasilan individu dalam menyesuaikan diri menghadapi masa
pensiun. Post power syndrome merupakan tanda kurang berhasilnya seseorang
menyesuaikan diri.
Tujuan bekerja tak hanya untuk memenuhi kebutuhan primer manusia, tapi
secara psikologis, bekerja dapat memenuhi pencapaian identitas diri, status, ataupun
fungsi sosial lainnya. Beberapa orang sangat menghargai prestise dan kekuasaan dalam
kehidupannya, hal ini bisa diperoleh selama ia memegang jabatan atau mempunyai
kekuasaan. Apalagi bila lingkungan kerjanya juga mengondisikan dirinya untuk terus
memperoleh prestise tersebut, misalnya anak buah yang tak berani memberikan
masukan untuk perbaikan atau adanya fasilitas berlebihan yang diberikan perusahaan
baginya selama menjabat.

Secara ringkas disebut sebagai orang dengan need of power yang tinggi.
Selain itu, ada pula mereka yang sebenarnya kurang kuat kepercayaan dirin
sehingga sebenarnya selalu membutuhkan pengakuan dari orang lain, melal

Menurut artikel 1 Mahaning Riyana, ada beberapa saran yang bisa


dikumpulkan dari pengalaman beliau sendiri, sehingga Anda dapat menangani

Jika Anda berada di posisi teratas, siap untuk memiliki sindrom ini, jangka pend
Bagaimana rasanya? Ada sensasi 'identitas' di minggu pertama, ini adalah yang
pikiran dari apapun yang berhubungan dengan ini. Berhenti menghubungi
rekan-rekan yang hanya akan membuatnya sulit untuk membiarkan pergi. Pada
periode ini, saya akan menyarankan untuk tidak merencanakan apa pun untuk
masa depan. Pada periode ini, otak Anda tidak dapat memproses apapun
obyektif. Ini adalah semua tentang perasaan campur aduk. Merangkul, dan hanya
pergi dengan itu. Saya memiliki ratusan daftar keinginan apa yang akan saya
lakukan, setelah pengunduran diri saya, tapi percayalah, tidak banyak yang bisa
kita lakukan minggu pertama ini, karena tubuh dan jiwa kita, tidak menghadapi
perubahan drastis tersebut. Jadi hanya diam. Ini adalah minggu melepaskan.
3) Pada minggu kedua, Anda akan merasa jauh lebih baik, dan mampu
menenangkan diri. Anda mulai memasukkan zona baru, zona anda. Ini akan
menjadi sedikit goyah di awal, tapi Anda mulai mendapatkan semua energi untuk
mulai berpikir apa yang akan saya lakukan selanjutnya? Masih Anda tidak
melupakan topi tua, tetapi Anda berada di tempat yang jauh lebih baik dari
menerima kenyataan itu sejarah. Mengambil perlahan-lahan, dan hanya pergi
dengan itu. Namun, bukan waktu yang tepat untuk memulai perencanaan masa
depan yang serius baru. Anda dapat mengatakan ini adalah minggu malas, tapi
ya, memungkinkan tubuh dan jiwa untuk mendapatkan istirahat setelah bertahun-
tahun kerja keras dalam siklus.
4) Oke, sekarang minggu ketiga, bangun! Ini benar-benar minggu melepaskan. Anda
akan merasa begitu baik, sampai Anda hanya ingin berdiri diam, dan merasa
begitu bebas !. ini adalah saat di mana Anda sangat rileks, dan dalam periode ini,
yang terbaik adalah untuk mulai bekerja keluar mimpi Anda berikutnya. Lebih
baik untuk mendiskusikan dengan mitra Anda, keluarga, tentang apa masa depan
yang Anda inginkan. Ini bagi saya, saat di mana Anda dapat menemukan begitu
banyak momen AHA, selama Anda telah membebaskan pikiran dan jiwa untuk
merangkul hari baru.
5) minggu keempat - yeehaaa .. !! jika Anda memiliki anggaran untuk perjalanan,
melakukannya! Apakah itu untuk perjalanan dan mengambil petualangan gila,
untuk mendapatkan energi dibebankan fullly sebelum Anda memulai awal yang
baru! Anda tidak dapat melakukan lebih awal dari
ini, pandangan saya, karena Anda lebih baik menghabiskan uang Anda
bepergian ketika Anda memiliki pikiran yang bebas dan jiwa! Jadi menikmati hidup And
6) Menerima kenyataan bahwa setelah melewati minggu keempat, Anda mungkin telah b
bahkan tidak pernah menyadari sebelumnya!

Jadi, cepat atau lambat, Anda akan harus melewati periode ini. Jadi saya
kira yang terbaik, semakin lama Anda memegang posisi senior Anda, rentang wa
how-scary-is-post-power-syndrome-and-how-to-deal-with-it Arikel sumber da

Mahaning Riyana.

2. Mencegah Power Post Syndrome

Ada beberapa nasihat psikologis untuk menghindarkan diri dari post power
syndrome, yakni:
a) Pada saat melakukan suatu pekerjaan atau sebelum menjabat, perlu disadari bahwa
segala sesuatu adalah karunia dari Tuhan termasuk kekusaan dan jabatan.
b) Kekuasaan itu tidak bersifat permanen sehingga harus mempersiapkan diri apabila
suatu waktu kuasa itu lepas, pribadi yang siap akan menjadi pribadi yang lebih
tahan dalam menghadapi krisis ini.
c) Sebaiknya selama memegang jabatan, tidak hanya memikirkan bagaimana cara
untuk memertahankan kekuasaan, tetapi memikirkan bagaimana cara untuk
melakukan kaderisasi / regenerasi.
d) Penghargaan akan diberikan bukan karena kekuasaan yang dimiliki, tetapi karena
telah melakukan suatu regenerasi yang baik. Perlu selalu ditanamkan bahwa tujuan
kekuasaan bukanlah agar kita dihargai oleh orang lain, tetapi supaya kita dapat
berbuat lebih banyak bagi kesejahteraan orang lain.
Menurut http://www.tanyadok.com/artikel-kesehatan/waspadai-post-
power-syndrome-pada-lansiadipostkanolehAmeliaRusliAsaliKesehatan

Umum, diunduh pukul 10:30 24 Oktober 2015.

Menurut para ahli psikologi, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya post-power syndrome pada diri individu, yaitu:

1) Langkah preventif dapat dilakukan dengan mengembangkan pola hidup positif.


Pengembangan pola hidup yang positif memberikan energi positif pada pemikiran
seseorang, sehingga memiliki kecenderungan untuk tidak terpuruk dalam
permasalahannya.
2) Langkah perseporatif dapat dilakukan dengan membuka diri pada ajakan untuk
membuka kesempatan aktualisasi diri. Dengan memiliki banyak pengalaman,
seseorang akan memiliki wawasan yang luas dalam berpikir. Sehingga hilangnya
pekerjaan tidak menjadi hal yang mematikan semangat hidup seseorang.
3) Langkah kuratif dapat dilakukan dengan bergembira menjalani tantangan hidup.
Seseorang yang memiliki pandangan positif pada setiap kesulitan akan mencari
solusi dalam setiap masalah hidupnya, bukan memikirkan masalah sebagai
problematika yang tak ada solusinya.

Menurut https://psychologystudyclubuii.wordpress.com/2012/12/30/post-

power-syndrome/ndipostkan oleh Sub divisi PIO, DivisiAkademik dan

Aplikasi, diunduh pukul 20:30 tanggal 22 Oktober 2015.


Untuk meminimalisir permasalahan penyebab berkembangnya post power
syndrome, lebih lanjut Turner dan Helms mengemukakan kiat- kiat yang harus
dilakukan, yaitu :

1) Pada saat kita melakukan sesuatu atau sebelum menjabat, kita perlu belajar
menyadari bahwa segala sesuatu itu adalah karunia dari Allah termasuk kekuasaan
dan jabatan. Tugas kita adalah hanya sebagai alat yang dipakai Allah untuk
melakukan pekerjaan-Nya. Jadi, kita ngga boleh mengganggap kuasa/ jabatan
yang dipercayakan kepada kita sebagai milik kita yang harus kita pertahankan
sepenuhnya.
2) Kita juga harus selalu menyadari bahwa kekuasaan itu tidak bersifat permanen
dan kita harus menyiapkan diri apabila suatu ketika kuasa itu lepas dari diri kita.
Apabila tiba-tiba kita kehilangan kekuasaan, tetapi kita mempunyai persiapan
sebelumnya, maka kita akan lebih tahan menghadapi krisis ini.
3) Sebaiknya selama memegang jabatan, kita tidak memikirkan bagaimana
mempertahankan kekuasaan, tetapi kita memikirkan untuk melakukan kaderisasi.
Justru karena dengan kita melatih dan mendidik, maka nantinya kita dihargai,
karena kita telah melakukan suatu regenerasi dan melakukan pendidikan, tugas
mendidik orang lain, bukan karena kekuasaan yang kita miliki.
4) Kita perlu belajar rendah hati, tidak perlu sombong apalagi congkak. Apalagi
mengungkit-ungkit kiprah dan hasil kerja keras kita selama ini. Keep low
profile.Sebanyak mungkin menanamkan kebaikan selama kita berkuasa. Kalau
kita banyak menyakiti hati orang, kita banyak menindas orang, waspadalah bahwa
gejala post power syndrome ini dekat dengan kita. Tujuan utama kekuasaan bukan
agar kita dihargai orang, tetapi supaya kita berbuat banyak bagi kesejahteraan
orang lain.

Menurut http://www.tanyadok.com/artikel-kesehatan/waspadai-post-
power-syndrome-pada-lansiadipostkanolehAmeliaRusliAsaliKesehatan

Umum, diunduh pukul 10:30 24 Oktober 2015.


Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya post power syndrome :

1. Mempersiapkan diri sedini mungkin dengan menanamkan di dalam hati bahwa


tidak ada manusia yang bisa hidup selamanya. Bahwa suatu waktu suka ataupun
tidak, kedudukan kita akan digantikan oleh orang lain.

2. Tanamkanlah pada diri kita bahwa pensiun adalah sesuatu yang wajar yang
merupakan proses alami. Yang tidak dapat dihindarkan oleh siapapun. Dengan jalan
menerima bahwa hal tersebut adalah suatu kenyataan hidup maka hati kita
menjadi tenang jauh dari kerisauan memikirkan masa pensiun.
3. Mempersiapkan tabungan sebaik-baiknya atau rencana investasi jangka panjang
dengan resiko yang seminim mungkin. Misalnya buka warnet, kursus, kost-
kosan .Walaupun hasilnya tidak besar, tapi setidaknya untuk pengeluaran sehari
harian. "Dalam bisnis, tidak ada sahabat yang sejati" Sharing and connecting
(berkomunikasi dan memasyarakatkan diri) dengan baik pada siapa saja tanpa
memandang apakah itu selevel ataupun tidak dengan kita. Sehingga ketika
memasuki masa pensiun, bila kita memiliki kepribadian yang baik pasti akan tetap
akan dihargai dengan baik, tapi sebaliknya bila memiliki kepribadian yang tidak
menyenangkan maka siapapun akan cuek kepada kita.
4. Jangan pernah membanggakan diri, baik karena jabatan maupun kekuasaan yang
kita miliki pada saat masa jaya. Janganlah kita pernah mengabaikan prinsip hidup
yang satu ini “Bahwa segala sesuatu yang sudah berhasil dicapai, tidak akan
selamanya kita miliki”. Sehingga kelak bila waktunya memasuki masa pensiun,
maka kita dengan berbesar hati dan percaya diri, berani melenggang masuk
kegelangang arena pensiunan. Hal ini akan mengatur dan mengarahkan langkah
langkah kita, sehingga kita mampu melengkapi motto : “Muda berkarya, tua
berguna”. Post Power Syndrom ibaratkan penyakit kanker yang menular. Dia bisa
menggerogoti seluruh jiwa dan harapan yang ada didalam diri si penderita, dan
bukan berhenti disitu saja, penyakit ini bisa menular kepada orang-orang yang ada
disekitar penderita.
Solusi dalam Menghadapi Penderita Bagaimanapun juga, mencegah lebih baik
daripada mengobati. Tetapi apabila sudah terlanjur menderita Post-power syndrome,
maka diperlukan kesabaran dan penerimaan yang luar biasa dari pasangan maupun
anggota keluarga yang tinggal serumah.
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah pemahaman bahwa penderita tidak
sepenuhnya menyadari gejala yang dia alami. Tetapi dengan melawan secara frontal
pun bukan merupakan suatu cara yang bijaksana. Lebih baik meminta pihak ketiga,
seseorang yang mendapat respek dari yang bersangkutan untuk memberikan nasihat
atau melalui kegiatan-kegiatan yang dapat mendekatkan diri kepada Tuhan.
Kedua, sebaiknya belajar untuk menerima penderita apa adanya. Tidak
merespons kemarahan dengan hal yang sama. Disarankan agar penderita mempunyai
berbagai aktivitas untuk menyalurkan emosi negatif atau ketidakpuasan hidupnya
secara lebih konstruktif.
Dukungan lingkungan terdekat, dalam hal ini keluarga dan kematangan emosi
seseorang sangat berpengaruh dalam melewati masa krisis ini. Jika penderita melihat
bahwa orang-orang terdekatnya mampu memahami dan mengerti tentang keadaan
dirinya atau ketidakmampuannya mencari nafkah, ia akan lebih bisa menerima
keadaannya dan lebih mampu untuk berpikir secara dingin. Hal tersebut akan kembali
memunculkan kreativitas dan produktivitasnya, walaupun tidak sehebat sebelumnya,
sehingga akhirnya penderita dapat menemukan aktualisasi diri yang baru dan melewati
masa krisis ini dengan baik.
Menurut http://www.kompasiana.com/tjiptadinataeffendi21may43/langkah-

langkah-menghadapi-post-power-syndrome_5528bad1f17e61677d8b459f

dipostkan oleh Tjiptadinata Effendi, diunduh pukul 11:30 tanggal 23 Oktober 2015.

Ada beberapa hal juga yang dapat dilakukan ketika post power syndrome

sudah menyerang dalam diri seseorang yaitu sebagai berikut :


1) Arahkan kepada kegiatan yang membuatnya merasa nyaman, misalnya kegiatan
olah raga, kerohanian, dan peduli lingkungan, sebisa mungkin kegiatan yang
melibatkan orang banyak, dengan begitu akan meminimalisir pengaruh post power
syndrome.
2) Tidak ada salahnya pula kita memahami penderita dengan menyimak setiap cerita-
cerita heroiknya. Dengan begitu kita dapat mengambil pelajaran dari pengalaman
yang dilaluinya, lebih bagus lagi mereka dijadikan narasumber pada setiap seminar
atau perkumpulan.

Yang terpenting dari kasus ini adalah peranan orang sekitar termasuk kita yang
harus memahami bahwa post power syndrome dapat menyerang siapa saja, dan kapan
saja. Oleh karena itu dengan menjadi pribadi yang banyak bersyukur dan berbagi
kepada sesama kita dapat terhindar dari penyakit tersebut.
Menurut http://srireskipsikologi.blogspot.co.id/2013/05/makalah-

psikologi-lansia-post-power.html dipostkan oleh Sri reski, diunduh pukul 11:30

23 Oktober 2015.

Post Power Syndrome tak akan menghinggapi kita jika kita menganggap
kekuasaan yang sedang kita pegang ini hanyalah sementara. Jika hanya sementara,
maka kita tak akan mengejar kekuasaan itu dan bahkan menyalahgunakan kekuasaan itu
untuk kepentingan dirinya sendiri.
Selain itu, saat kita sedang berjaya, kita mestilah menyediakan rencana
cadangan jika tak lagi memiliki jabatan. Paling tidak, kita memiliki rencana tentang
apa yang akan kita lakukan jika masa kekuasaan itu berakhir. Untuk yang purnatugas
bisa merencanakan kegiatan hariannya.
Tetap bergaul seperti biasa, karena bergaul merupakan salah satu ciri kita
sebagai makhluk sosial. Kalau kita mengasingkan diri, tentu kehidupan kita akan terasa
suram. Beberapa orang mungkin akan berubah sikap ketika kita tak lagi punya
kekuasaan. Tetapi yakinlah, akan banyak orang yang lebih menghargai kita ketika kita
mampu untuk tetap bersosialisasi. Bahkan, akhirnya kita tahu mana orang yang tulus,
mana orang yang tak tulus terhadap kita.
Melakukan kegiatan bermanfaat yang dulu tidak bisa sering kita lakukan.
Tanpa kekuasaan, mungkin kita akan memiliki pemasukan yang lebih sedikit. Namun,
tanpa kekuasaan, kita jadi punya lebih banyak waktu luang. Jika dulu kita tak sempat
untuk sekadar berhandai-handai dengan tetangga atau keluarga, sekarang waktu yang
terluang lebih banyak sehingga kita bisa melakukan apa yang dulu tak kita lakukan.
Menghadapi semuanya dengan sudut pandang positif sangatlah penting.
Dengan demikian, kita terhindar dari sikap berburuk sangka yang justru bisa merusak
nood kita. Kita pun tetap bahagia dengan apa yang kita punya sekarang.
Kekuasaan bukanlah segalanya. Berakhirnya kekuasaan juga bukan akhir
segalanya. Banyak orang yang tak bisa mengatasi post power syndrome, tetapi banyak
pula yang cerdas menghadapinya sehingga hidupnya menjadi lebih baik meskipun tak
lagi berjaya. Semuanya tergantung pada caranya menghadapi kenyataan.
Menurut http://www.1health.id/id/article/category/mens-health/5-cara-
hadapi-post-power-syndrome-884.htmldipostkanolehAyuningtias,psikolog

Siloam Hospitals Simatupang, diunduh pukul 11:00 tanggal 24 Oktober 2015.

Menurut Ayuningtias, psikolog Siloam Hospitals Simatupang menyarankan


agar keluarga terdekat dapat menyikapi orangtua yang mengalami post-power syndrome
dengan bijaksana. Beberapa hal yang dapat Anda lakukan adalah :
1) Memaklumi

Apabila ada perubahan emosi dan perilaku dari orangtua dengan post-
power syndrome, Anda harus lebih memaklumi dan memahami keadaan tersebut.
Jadi Anda sebaiknya tidak ikut emosi saat menghadapinya.
2) Menerima

Anda juga sebaiknya menerima apapun keadaan orangtua termasuk yang


mengalami post-power syndrome. Jangan menghindar atau menjauhi orangtua
yang mengalami post-power syndrome.

3) Berkomunikasi

Orangtua yang mengalami post-power syndrome juga sebaiknya sering-


sering diajak untuk berkomunikasi untuk meredakan emosinya. Tentu saja Anda
harus dapat berkomunikasi dengan baik tanpa melibatkan emosi.

4) Meminta bantuan orang ketiga

Saat Anda tidak bisa menghadapi orangtua dengan post-power syndrome,


anda bisa meminta bantuan orang ketiga yang dipercaya atau memiliki pengaruh
terhadap orangtua anda, misalnya teman orangtua, pemuka agama atau psikolog.

5) Berikan kesibukan
Anda bisa memfasilitasi orangtua dengan berbagai kesibukan yang
disukainya, misalnya berkebun, melukis dan lain sebagainya. Dengan memiliki
kesibukan maka pikiran orangtua Anda dapat teralihkan dan tidak lagi merasa
stres.

Keluarga mempunyai pengaruh yang paling besar ketika terjadinya post


power syndrome yang terjadi pada seseorang, berikut ini merupakan alasan
mengapa unit keluarga harus menjadi fokus sentral dari perawatan pada
seseorang yang menderita post power syndrome :

1) Dalam unit keluarga, disfungsi apa saja yang mempengaruhi satu atau lebih
anggota keluarga, dan dalam hal tertentu, seringkali akan mempengaruhi anggota
keluarga yang lain dan unit ini secara keseluruhan.
2) Ada semacam hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan
anggotanya, bahwa peran dari keluarga sangta penting bagi setiap aspek perawatan
kesehatan anggota keluarga secara individu, mulai dari strategi- strategi hingga
fase rehabilitasi.
3) Dapat mengangkat derajat kesehatan keluarga secara menyeluruh, yang mana
secara tidak langsung mengangkat derajat kesehatan dari setiap anggota keluarga.
4) Dapat menemukan faktor-faktor resiko.

5) Seseorang dapat mencapai sesuatu pemahaman yang lebih jelas terhadap individu-
individu dan berfungsinya mereka bila individu-individu tersebut dipandang dalam
konteks keluarga mereka.
6) Mengingat keluarga merupakan sistem pendukung yang vital bagi individu-
individu, sumber dari kebutuhan-kebutuhan ini perlu dinilai dan disatukan
kedalam perencanaan tindakan bagi individu-individu.
Menurut http://srireskipsikologi.blogspot.co.id/2013/05/makalah-

psikologi-lansia-post-power.html dipostkan oleh Sri reski, diunduh pukul 11:30 23

Oktober 2015.

3. Menghadapi Penderita Post Power Syndrome


Menghadapi orang yang sudah telanjur menderita memang diperlukan
kesabaran luar biasa. Sebagai pasangan atau anggota keluarga yang serumah, pertama
hendaknya memahami dulu bahwa penderita tidak sepenuhnya menyadari gejala yang
dia alami. Tapi dengan melawan atau mencoba menyadarkan mereka secara langsung
juga tidak bijak.

Lebih baik meminta pihak ketiga, yaitu seseorang yang cukup mendapat respek
dari yang bersangkutan, untuk memberikan wejangan, atau melalui doa bersama,
meditasi atau berzikir. Melalui kegiatan yang dapat mendekatkan diri kepada Tuhan, dia
bisa belajar memahami bahwa ternyata kekuasaan itu tidak abadi.
Kedua, sebaiknya kita belajar menerima dia apa adanya, tidak merespons
kemarahan dengan hal yang sama. Saya lebih menyarankan agar yang bersangkutan
diusahakan untuk mempunyai berbagai aktivitas yang dapat menyalurkan emosi negatif
atau ketidakpuasan hidupnya secara lebih konstruktif, seperti mengikuti kegiatan sosial
yang menarik, diminta memberikan ceramah dengan topik yang dikuasainya ketika ada
acara keluarga, mengajar keterampilan tertentu kepada orang yang memerlukan,
menjalani hobi berkebun, dan berolahraga.

Sikap yang dapat dilakukan terhadap pensiun yang ada di sekitar kita, sampai
saat ini, pensiun masih merupakan masalah yang mempengaruhi sebagian kecil pekerja.
Dewasa ini bagaimanapun juga dengan makin meluasnya kesadaran untuk
kebijaksanaan menerima pensiun yang diwajibkan dan tumbuhnya kecenderungan pria
dan wanita yang ingin hidup lebih lama dan sebelumnya, pensiun merupakan salah satu
masalah sosial yang penting didalam keudayaan kita. Setiap tahun, jurang antara
rentang seluruh kehidupan dengan rentang kehidupan bekerja bagi pria dan wanita
semakin melebar. Akibatnya, lama masa pensiun semakin bertambah panjang dan
bertabah lama bagi kebanyakan orang.

Bagi orang yang lebih muda, yang hari – harinya sering kali dipengaruhi
dengan tugas dan tanggung jawab tahun – tahun pensiun atau semi pensiun nampak
seperti masa emas dalam kehidupan. Pada masa usia madya pikiran mengenai masa
pensiun tubuh semakin ketat, bukan hanya pria dan wanita merasa bahwa
tanggungjawabnya terhadap pekerjaan menjadi semakin berat tetapi juga karena mereka
menyadari bahwa tenaga mereka semakin berkurang dengan bersaingg dengan
karyawan muda.

Apabila masa pensiun itu betul betul tiba, bagaimanapun juga masa itu nampak
kurang diinginkan dari pada masa sebelumnya. Orang – orang usia lanjut merasa bahwa
tunjangan pensiunnya tidak mencukupi untuk memungkinkan mereka hidup sesuai
dengan rencana dan harapan mereka. Akibatnya, mereka merasa perlu untuk mencari
pekerjaan guna menambah pendapatan mereka. Hal
ini berarti bahwa bagi sebagian orang usia lanjut terdapat perbedaan antara
pengharapan dan kenyataan pesiun. Seperti yang dijelaskan oleh Beverly atas dasar
bahan – bahan yang dikumpulkan dari penelitian tentang orang usia lanjut, bahwa
“pensiun nampak leih baik bagi kelompok yang lebih muda dari pada mereka orang -
orang yang sedang memasuki pensiun. Nilai – nilai yang ditaruh pada masa senggang
nampaknya menngkat dalam roporsi langsung terhadap pendapatan dan pendidikan.

Havighurst membagi orang usia lanjut dalam dua kategori umum atas dasar
sikap mereka terhadap pensiun. Kategori pertama disebut “pengalihan peran”
(transformer) mereka yang mampu dan mau mengubah gaya hidupnya dengan
mengurangi kegiatan-kegiatan berdasarkan pilihan sendiri dengan menciptakan gaya
hidup yang baru yang dan menyenangkan diri mereka sendiri. Hal iini mereka lakukan
dengan cara melepaskan berbagai peran lama dan menjalankan peran baru. Mereka
sendiri jarang rileks dan tidak mengerjakan apapun, kecuali mereka mengembangkan
hobi, melakukan perjalanan, dan menjadi aktif dalam berbagai pertemuan yang
diadakan oleh masyarakat.

Bekerja adalah suatu keharusan untuk memenuhi kebutuhan dan kesenangan


hidup. Bekerja juga merupakan rangkaian ibadah untuk mengabdi kepada Tuhan.
Bekerja dengan dilandasi skill maka akan menemukan banyak kemudahan. Bekerja
dengan rasa kecintaan pada bidang yang digelutinya akan mendatangkan kesuksesan
dan kenyamanan sehingga orang dengan mudah dipromosikan, memiliki komunikasi
sosial yang terbuka, dan mendapatkan kedudukan di tengah masyarakat. Tetapi
dengan bekerja dapat pula membawa pada masalah besar ketika terjadi pemberhentian
di tengah-tengah kenikmatan bekerja. Sedangkan tidak bekerja karena pensiun, tidak
menjabat lagi pada umumnya ditanggapi oleh banyak orang dengan perasaan negatif
dan cenderung secara mental belum siap menerima perubahan itu. Mereka benar-
benar mengalami shock (kejutan mental hebat) karena dianggap sebagai kejadian yang
merugikan, menimbulkan aib/kenistaan, dan dianggap sebagai hal yang memalukan
yang dapat mengakibatkan degradasi sosial. Realita di lapangan
menunjukkan bahwa orang-orang yang dikenakan PHK ataupun para pensiunan
cenderung mengalami penyakit mental yang akhirnya berdampak pada psikis mereka.

Di sisi lain, menganggur dapat menimbulkan perasaan-perasaan inferior


(minder, rendahdiri), rasa tidak berguna, tidak dipakai lagi, dan tidak dibutuhkan, juga
menimbulkan banyak frustrasi. Bagi orang-orang yang sudah pensiun
(mantan pegawai, purnawirawan) yang sudah dirumahkan, segala fasilitas jabatan,
kemudahan birokrasi, pujian, serta kemewahan yang biasa diterima sewaktu
masih menjabat dahulu semuanya sudah habis. Perasaan
kehilangansemua fasilitas dan keenakan yang pernah didapatkan dirasakan
sebagai beban mental yang berat membebani psikis. Secara umum
orang belum bisa menerima perubahan dari yang dulu menjadi
(pejabat yang disegani) dan sekarang tidak menjadi (bukan apa-apa dan bukan siapa-
siapa).

. Syndrome/sindrom adalah sekumpulan kompleks gejala penyakit (symptoms)


yang saling berkaitan berupa reaksi somatis (tubuh) dalam bentuk tanda-tanda penyakit,
luka-luka, atau kerusakan-kerusakan. Post-Power Syndrome adalah reaksi somatisasi
dalam bentuk sekumpulan simptom penyakit, luka-luka, dan kerusakan-kerusakan
fungsi-fungsi jasmani dan mental yang progresif, karena orang yang bersangkutan
sudah tidak bekerja pensiun. tidak menjabat, atau tidak berkuasa lagi. Simptom-
simptom penyakit ini pada intinya disebabkan oleh banyaknya stress (ketegangan,
tekanan batin), rasa kekecewaan, kecemasan dan ketakutan, yang mengganggu fungsi-
fungsi organik dan psikis, sehingga mengakibatkan macam-macam penyakit, luka-luka
dan kerusakan yang progresif (terus berkembang/meluas). Sindrom purna kuasa
tersebut banyak diidap oleh para pensiunan, Kemudian mereka tidak mampu
melakukan adaptasi yang sehat terhadap tuntutan kondisi hidup baru.

Gejala psikis dan fisik yang sering tampil antara lain ialah: layu, sayu, lemas,
apatis, depresif, semuanya “serba- salah”; tidak pernah merasa puas, dan berputus asa.
Atau tanda-tanda sebaliknya, yaitu menjadi mudah ribut, tidak
toleran, cepat tersinggung, gelisah, agresif, dan suka menyerang baik dengan kata- kata
atau ucapan-ucapan maupun dengan benda-benda, dan lain-lain. Bahkan tidak jarang
menjadi beringas, setengah sadar. Kondisi psikis sedemikian ini jika tidak bisa
dikendalikan oleh si pelaku sendiri, bahkan juga tidak bisa diperingan dengan bantuan
medis dan psikiatris, maka menjadi semakin gawat, dan pasti akan memperpendek
umur penderitanya.

Perasaan-perasaan negatif. terutama keengganan menerima situasi baru dengan


kebesaran jiwa, pasti menimbul-kan banyak stress, keresahan batin, konflik-konflik
jiwani, ketakutan. kecemasan, rasa inferior, apatis, melankholis dan depresi, serta
macam-macam ketidakpuasan lainnya. Jika semua itu berlangsung berlarut-larut, kronis
berkepanjangan. maka jelas akan menyebabkan proses dementia (kemunduran mental)
yang pesat. dengan menyandang kerusakan-kerusakan pada fungsi-fungsi organis (alat/
bagian tubuh) dan fungsi- fungsi kejiwaan yang saling berkaitan. dan kita kenal sebagai
gejala post-power syndrome.

Tentunya bagi mental sakit ini telah ada solusinya. Namun terkadang manusia
tidak menyadarinya ketika dia masih asyik masyuk bekerja. Persiapan mental untuk
dapat menerima apapun yang akan terjadi merupakan cara merawat mental agar tetap
sehat. Islam telah mengajarkan dan mengingatkan manusia tentang takdir
”Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran” (QS. Qomar 49).
Sayid Sabiq mengartikan takdir adalah suatu peraturan yang telah dibuat oleh Allah
SWT untuk segala yang ada di alam semesta ini. Imam Nawami menambahkan takdir
itu sendiri telah ditulis sejak sebelum manusia dilahirkan. Allah mengetahui apa saja
yang akan terjadi sesuai dengan waktu yang telah ditetap atau digariskan-Nya. Dalam
falsafah Jawa ”nrima ing pandum” akan membuat manusia menjadi nyaman dan tidak
mudah putus asa.
BAB
III
PENU
TUP

3.1. Kesimpulan

Post Power Syndrome adalah gejala-gejala setelah berakhirnya kekuasaan.


Gejala ini umumnya terjadi pada orang-orang yang tadinya mempunyai kekuasaan,
namun ketika sudah tidak berkuasa lagi, seketika itu terlihat gejala- gejala kejiwaan
yang biasanya bersifat negatif atau emosi yang kurang stabil. Faktor-faktor penyebab
Post Power Syndrome :
Pensiun, PHK atau pudarnya ketenaran seorang artis adalah salah satu dari
faktor tersebut, kejadian traumatik juga misalnya kecelakaan yang dialami oleh seorang
pembalap, yang menyebabkan kakinya harus diamputasi, Post-power syndrome hampir
selalu dialami terutama orang yang sudah lanjut usia dan pensiun dari pekerjaannya .

3.2. Saran

Ada beberapa saran psikologis untuk menghindari sindrom pasca-


kekuasaan.
- Saat melakukan pekerjaan atau sebelum disajikan, kita perlu menyadari bahwa
segala sesuatu adalah hadiah dari Tuhan, termasuk kekusaan dan posisi.
- Sebaiknya sambil memegang kantor, tidak hanya untuk mempertimbangkan
bagaimana mempertahankan kekuasaan, tapi untuk mencari tahu bagaimana
melakukan suksesi perencanaan / regenerasi. Penghargaan akan diberikan bukan
karena kekuasaan yang dimiliki, tetapi karena telah melakukan regenerasi yang
baik.
- Butuh selalu menanamkan bahwa tujuan kekuasaan tidak bahwa kita dihargai oleh
orang lain, tapi kita bisa berbuat lebih banyak untuk kesejahteraan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Kartini Kartono, Patologi Sosial 3 Gangguan-gangguan Kejiwaan , Jakarta :


Rajawali, 2012.

Psikologi Perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, Elizabeth B.


Hurlock, Jakarta : Erlangga.

(http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2012/02/13/cerdas-menghadapi-post-
power-syndrome/)

http://psycologywithus.blogspot.co.id/2013/12/understanding-post-power-

syndrome.html Artikel F English dipostkan Lailatul Badriyah


http://peaceandfit.blogspot.co.id/2013/07/anticipating-post-power-syndrome.html

Artikel Posted by Sidik Paningal

https://www.linkedin.com/pulse/20140915110829-71574762-how-scary-is-post-

power-syndrome-and-how-to-deal-with-it Arikel sumber dari Mahaning Riya

=99:memahami-post-power-syndrome&catid=3:artikel&Itemid=2 dipostkan

Unit Psikologi Rehab Medik RSDS

http://srireskipsikologi.blogspot.co.id/2013/05/makalah-psikologi-lansia-post-

power.html dipostkan oleh Sri reski

itu.html dipostkan oleh Head Office HOUSE OF SUCCESS


http://www.1health.id/id/article/category/mens-health/kenali-tanda-tanda-post-

power-syndrome-881.html 0

http://www.kompasiana.com/tjiptadinataeffendi21may43/langkah-langkah- menghadapi-
post-power-syndrome_5528bad1f17e61677d8b459f dipostkan
oleh
Tjiptadinata Effendi

https://psychologystudyclubuii.wordpress.com/2012/12/30/post-power-
syndrome/n dipostkan oleh Sub divisi PIO, Divisi Akademik dan Aplikasi

http://www.tanyadok.com/artikel-kesehatan/waspadai-post-power-syndrome-

pada-lansia dipostkan oleh Amelia Rusli Asali Kesehatan Umum

syndrome-884.htmldipostkanolehAyuningtias,psikologSiloamHospitals
Simatupang
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai