Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION LBM 1


BLOK PSIKIATRI
“Berdebar-debar”

Disusun oleh:

Nama : Widad Al-Aluf

NIM : 020.06.0086

Kelas : B

Dosen : dr. Ida Ayu Made Mahayani, M.


Biomed

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya kami dapat melaksanakan dan menyusun laporan LBM 1 ini, yang
berjudul “Berdebar-debar” tepat pada waktunya.

Laporan ini disusun untuk memenuhi prasyaratan sebagai syarat nilai SGD
(Small Group Discussion). Dalam penyusunan laporan ini, kami mendapat banyak
bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu,
melalui kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada:

1. dr. Ida Ayu Made Mahayani, M. Biomed, Selaku tutor dan fasilitator SGD
(Small Group Discussion) kelompok 10.
2. Bapak/Ibu Dosen Universitas Islam Al-Azhar yang telah memberikan
masukan terkait makalah yang penulis buat.

Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan perlu
pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, saya berharap semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Mataram, 15 Desember 2022

Penulis

i|BERDEBAR-DEBAR
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

1.1. Skenario LBM 1 ......................................................................................... 1

1.2. Identifikasi Masalah ................................................................................... 1

BAB III PEMBAHASAN ......................................................................................3

BAB III PENUTUP ..............................................................................................24

3.1 KESIMPULAN ......................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................25

ii | B E R D E B A R - D E B A R
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Skenario

"Berdebar – Debar"

Tatik berusia 40 tahun datang ke Puskesmas diantar orangtuanya dengan


keluhan merasa cemas sejak ± 3 bulan yang lalu. Keluhan cemas ini baru
pertama kali dirasakan dan terasa sepanjang hari. Perasaan cemas disertai
dengan berdebar-debar, keringat dingin, tangan gemetar, selalu merasa haus dan
mulut kering, Tatik merasa takut saat sendirian dengan alasan takut bila terjadi
sesuatu dan tidak ada yang bisa menolongnya. Terkadang ia merasa khawatir
dengan apa yang akan terjadi padanya di masa yang akan datang. Tatik juga
mengeluh sulit tidur 1 bulan terakhir dan sulit memulai tidur serta sering
mengalami nightmare.
Awal perasaan cemas ini timbul pasca gempa Lombok dengan isu
tsunami. Saat kejadian gempa, Tatik berada di rumahnya sendirian. Rumahnya
terletak di pesisir pantai Ampenan dan guncangan gempa terasa sangat keras.
Jika ada benda-benda yang bergoyang tanpa sebab rasa cemasnya muncul. Saat
ini, Tatik tinggal di rumah Tantenya di Turida, dia tidak mau tinggal di
Ampenan dan selalu menghindar apabila diajak piknik ke pantai. Tatik merasa
malas makan dan mandi. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah
170/100 mmHg, denyut nadi 90x/menit dan suhu aksila 36,8 C.

1.2 Deskripsi Masalah

Berdasarkan skenario dimana pasien seorang wanita berusia 40 tahun


dengan keluhan merasa cemas sejak ± 3 bulan yang lalu. Keluhan cemas ini
baru pertama kali dirasakan dan terasa sepanjang hari yang timbul pasca gempa
Lombok. Perasaan cemas disertai dengan berdebar-debar, keringat dingin,
tangan gemetar, selalu merasa haus dan mulut kering, merasa takut saat
sendirian, merasa khawatir dengan apa yang akan terjadi, sulit tidur 1 bulan

3|BERDEBAR-DEBAR
terakhir dan sulit memulai tidur, sering mengalami nightmare dan tidak mau
diajak pergi kepantai.
Keluhan keluhan yang dialami pasien timbul pasca gempa Lombok dengan
isu tsunami tiga bulan lalu dimana padaa saat kejadian pasien berada dirumah
sendirian sehingga diduga bahwa pasien mengalami trauma terhadap kejadian
bencana alam tersebut dan memicu timbulnya rasa cemas yang bermanifestasi
klinis sebagai gejala somatik berupa berdebar-debar, keringat dingin, tangan
gemetar, selalu merasa haus dan mulut kering yang terjadi akibat peningkatan
neurotransmiter GABA atau seratonin yang menstimulus reseptor stress
benzodiazepin pada lobus oksipitalis.
Selain itu didapatkan pula perilaku avoidance dari pasien berupa tidak mau
sendirian karena takut terjadi sesauatu dan tidak ada yang bisa menolongnya
juga meninggal kan rumahnya yang di dekat panai serta tidak mau di ajak pergi
kepantai sebagai bentuk penghindaran dari stimulus munculnya kekambuhan
kecemasan yang dialami. Selain itu sebulan yang lalu timbul pasien juga
mengaku sulit tidur dan memulai tidur serta sering mengalami nightmare
dimana gejala tersebut diduga timbul akibat pasien yang merasa cemas sehingga
meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkina buruk yang dapat terjadi.
Berdasarkan gejala yang paling menonjol dari pasien kami menduga bahwa
pasien mengalami gangguan kecemasan akibibat pasien tidak dapat mengontrol
kecemasan yang timbul juga diikuti perilaku avoidance terhadap beberapa
situasi. Untuk lebih lengkapnya mengenai pembahsan beberapa kemungkinan
penyakit yang sedang dialami oleh pasien ini, diantaranya gangguan kecemasan
menyeluruh, PTSD, dan skezofrenia, kriteria diagnosa pada pasien hingga
penatalaksanaan apa yang dapat dilakukan pada pasien akan dibahas pada
pembahasan laporan SGD kali ini.

4|BERDEBAR-DEBAR
BAB II

PEMBAHASAN

Beberapa kemungkinan penyakit yang sedang dialami:

1. Gangguan stress pasca trauma/ Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)


2. Gangguan cemas menyeluruh/Generalized Anxiety Didorder (GAD)
3. Skizofrenia

Gangguan stress pasca trauma/ Post Traumatic Stress Disorder


(PTSD)

Definisi

Post traumatic stress disorder (PTSD) adalah gangguan psikiatri yang


timbul pasca terpapar stressor berat, seperti kejadian yang dapat menyebabkan
kematian, cedera berat, atau kekerasan seksual. PTSD adalah reaksi normal dari
situasi luar biasa, dapat dimengerti dan dapat diprediksi. Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD) dapat juga diartikan sebagai sindrom yang muncul setelah
seseorang melihat, mendengar atau terlibat dalam stresor traumatis yang ekstrem
berdasarkan cluster gejala yang berbeda antara lain kembali merasakan sedang
dalam peristiwa trauma atau flashback, menghindar, emosi tumpul/numbing dan
gejala tersebut tetap bertahan selama lebih dari 1 bulan. (Maramis, WF & Maramis,
AA. 2009.)

Epidemiologi

Epidemiologi post traumatic stress disorder (PTSD) berbeda berdasarkan


jenis kelamin dan kerentanan mengalami peristiwa traumatik.

Setelah kejadian traumatik, post traumatic stress disorder (PTSD) dapat


dijumpai pada sekitar 5-10% populasi. Prevalensi kejadian traumatik dalam hidup
masing-masing individu dilaporkan sebesar 61-80%, termasuk kematian keluarga
atau sakit yang mengancam nyawa pada anak. (Jurnal Psikolog, 2016)

5|BERDEBAR-DEBAR
Etiologi

• Stressor berupa peristiwa traumatik seperti pengalaman perang, kekerasan,


bencana alam, pemerkosan, dan kecelakaan lalu lintas yang serius.
• Hormon stimulasi (katekolamin) yang lebih tinggi dari orang normal
sehingga mudah mengeluarkan adrenalin yang menyebabkan peningkatan
tekanan darah, denyut jantung, glikogenolisis dan pelepasan kortisol.
(Pitman RK, et.al. 2012)

Manifestasi klinis

Symptoms (DSM IV)

• Re-experiencing

• Flashbacks→(mengingat kembali trauma terus menerus, disertai


gejala fisik seperti jantung berdebar atau berkeringat)

• Mimpi buruk

• Pikiran yang menakutkan.

• Avoidance
• Menghindari tempat, kejadian, atau objek yang mengingatkan
tentang pengalaman traumanya
• Secara emosional mematikan rasa
• Perasaan bersalah, depresi, kekhawatiran
• Kehilangan minat dalam aktivitas yang sebelumnya dapat
dilakukan
• Mempunyai kesulitan dalam mengingat kejadian yang mengancam
• Hyperarousal

• Mudah terkejut

• Merasakan ketegangan atau merasa berada diujung tanduk

6|BERDEBAR-DEBAR
• Mempunyai kesulitan dalam tidur atau mempunyai emosi/ luapan
yang tiba2

Penderita PTSD juga mengalami gangguan konsentrasi atau gangguan


mengingat, sehingga sering mengakibatkan buruknya hubungan antar
manusia, prestasi pekerjaan.

• Gangguan fisik/ perilaku ditandai:

Sulit tidur, terbangun pagi sekali, Tidur terganggu sepanjang


malam dan gelisah, Terbangun dengan, keringat dingin, Selalu
merasa lelah walaupun tidur sepanjang malam, Mimpi buruk dan
berulang, Gangguan kemampuan berpikir, Gangguan emosi, Sakit
kepala, Gemetar dan Mual.

• Individu pernah terpapar dengan peristiwa traumatik


• Pengalaman peristiwa traumatik selalu timbul berulang dapat
sebagai mimpi buruk berulang
• Ada perilaku penghindaran yang menetap terhadap stimulus yang
berkaitan dengan peristiwa traumatik yang dialami, yang diikuti
respon emosi yang tidak terjadi sebelum trauma
• Ada gejala menetap dari peningkatan kewspadaan (sulit tidur, sulit
berkosentrasi, dll)
• Gejala berlangsung lebih dari 1 bulan
• PTSD akut < 3 bln pasca trauma, PTSD kronis <6bln pasca trauma,
awitan lambat >6bln pasca trauma. (Kaplan & Sadock. 2010).

Faktor Risiko

• Kurang mendapat dukungan dari keluarga dan teman.

• Menderita kecanduan alkohol atau penyalahgunaan NAPZA.

• Menderita gangguan mental lain, misalnya gangguan kecemasan.

• Memiliki keluarga dengan riwayat gangguan mental, seperti depresi.

7|BERDEBAR-DEBAR
Diagnosis

DIAGNOSIS PTSD (DSM-IV TR)

Kriteria Diagnosis:

1. Orang telah terpapar dengan suatu peristiwa traumatik dimana terdapat


kedua dari berikut ini:

- Orang mengalami, menyaksikan atau dihadapkan dengan


suatu peristiwa atau kejadian-kejadian yang berupa
ancaman kematian atau kematian yang sesungguhnya atau
cedera serius, atau ancaman terhadap integritas fisik diri
sendiri atau orang lain
- Respon orang tersebut berupa ketakutan yang hebat, rasa
tidak berdaya atau horor

Catatan: pada anak2, hal ini dapat diekspresikan dengan


perilaku yang kacau atau teragitasi
2. Peristiwa traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu (atau
lebih) cara berikut:

1. Ingatan tentang peristiwa yang menyebabkan penderitaan bersifat


berulang dan mengganggu, meliputi bayangan, pikiran atau
persepsi

2. Mimpi menakutkan yang berulang tentang peristiwa

3. Bertindak atau merasa seolah-olah peristiwa kembali terjadi (meliputi


perasaan mengalami kembali, ilusi, halusinasi, dan episode kilas balik
disosiatif, termasuk yg terjadi selama terjaga atau intoksikasi)
4. Penghindaran menetap dari stimulus yang berhubungan dgn trauma dan
kaku pada responsivitas secara umum (tidak ditemukan sebelum trauma),
seperti yang ditunjukan oleh tiga (atau lebih) berikut:

8|BERDEBAR-DEBAR
- Usaha untuk menghindari pikiran, perasaan, atau pecakapan
yang dihubungkan dengan trauma
- Usaha untuk menghindari aktivitas, tempat atau orang yg
membangkitkan ingatan terhadap trauma
- Tidak mampu untuk mengingat kembali aspek penting dari
trauma
- Hilangnya minat atau peran serta yang jelas dalam aktivitas
penting
- Perasaan terlepas atau asing dari orang lain
5. Adanya gejala peningkatan kewaspadaan yg menetap (tidak ditemukan
trauma), seperti yg ditunjukan oleh dua (atau lebih) berikut ini:
- Kesulitan untuk mulai atau tetap tertidur
- Iritabilitas atau ledakan kemarahan
- Kesulitan untuk berkonsentrasi
- Kewaspadaan berlebih

• Akut: jika durasi gejala kurang dari 3 bulan


• Kronik: jika durasi gejala 3 bulan atau lebih
• Sebutkan jika lambat: jika onset gejala paling kurang 6 bulan
setelah stressor

Diagnosa berdasarkan PPDGJ III

1. Diagnosa baru ditegakkan bilamana gangguan ini timbul dalam kurun


waktu 6 bulan setelah kejadian traumatik berat.
2. Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didapatkan bayang-bayang
atau mimpi-mimpi dari kejadian traumatik tersebut secara berulang-ulang
kembali (flashback)
3. Gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya
dapat mewarnai diagnosa tetapi tidak khas

9|BERDEBAR-DEBAR
Gangguan cemas menyeluruh/Generalized Anxiety Disorder
(GAD)

Definisi

Kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan terhadap beberapa kejadian


atau aktivitas sehari-hari. Terjadi sepanjang hari setidaknya selama 6 bulan
terakhir, disertai oleh berbagai gejala somatik (ketegangan otot, iritabilitas, sulit
tidur, kegelisahan) yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial
atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien.

Gangguan cemas menyeluruh (GAD) dapat juga diartikan sebagai kondisi


gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan
tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa
kehidupan sehari-hari yang sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan
gejala-gejala somatik. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung
sekurangnya selama 6 bulan. (Maramis, WF & Maramis, AA. 2009.)

Epidemiologi

Secara global, data epidemiologi gangguan cemas menyeluruh


atau generalized anxiety disorder (GAD) diperkirakan sekitar 3–8% dari populasi
dunia. Sedangkan data epidemiologi nasional di Indonesia masih belum jelas.

Prevalensi gangguan cemas menyeluruh dalam satu tahun diperkirakan 3–


8% dari populasi dunia. Studi lainnya National Comorbidity Study melaporkan 1
dari 4 orang memenuhi setidaknya salah satu kriteria gangguan cemas. Studi ini
juga melaporkan prevalensi gangguan cemas cukup tinggi yakni 17,7%.

Etiologi

• Penyebabnya belum diketahui

• Tidak ada etiologi spesifik berkaitan dengan kejadian gangguan cemas


menyeluruh. Gangguan cemas menyeluruh terjadi akibat interaksi faktor
genetik, biologis dan lingkungan.

10 | B E R D E B A R - D E B A R
• Teori biologi

• Gangguan lobus oksipital (reseptor benzodiazepin)


• Gangguan basal ganglia, sistem limbik dan korteks frontal
• Sistem sertofenik yang abnormal (GABA, serotonin, norepinefrin,
glutamat, kolesitokin)

• Teori genetik

• Peningkatan resiko GAD pada keturunan GAD

• Teori psikoanalitik

• GAD akibat konflik alam bawah sadar yang tidak terealisasikan

• Teori kognitif-perilaku

• Distorsi pada pemerosesan informasi dan pandangan yang sangat


negatif terhadap kemampuan diri untuk mengahadpi ancaman
(Sullivan Gm, et.al. 2007)

Manifestasi klinis

Kecemasan, ketegangan motorik, hiperaktivitas motorik, dan kewaspadaan


kognitif:

• Kecemasannya berlebihan dan mengganggu aspek lain kehidupan pasien.

• Ketegangan motorik paling sering dimanifestasikan sbg gemetaran,


kegelisahan, dan sakit kepala.

• Hiperaktivitas motorik dimanifestasikan oleh sesak nafas, keringat


brlebihan, palpitasi, & berbagai gejala gastrointestinal.

• Kewaspadaan kognitif ditandai oleh sifat iritabilitas, mudah terkejut.

Gejala-gejala tersebut tidak terbatas pada periode yang terpisah


(disingkirkan dari gangguan panik), tidak dipusatkan pada satu stimulus yang jelas
(disingkirkan dari fobia), dan walaupun pasien telah menghubungi sejumlah dokter
karena gejalanya tetapi tidak adanya preokupasi dengan ketakutan memiliki

11 | B E R D E B A R - D E B A R
gangguan fisik tertentu menyingkirkan dari diagnosis hipokondriasis. (Sullivan
Gm, et.al. 2007).

Faktor Risiko

• Pernah mengalami trauma, misalnya kekerasan dalam rumah tangga


(KDRT) serta perundungan (bullying).

• Adanya aktivitas berlebihan di bagian otak yang mengendalikan emosi dan


tingkah laku.

• Senyawa serotonin dan noradrenalin yang tidak seimbang dalam otak


pengidap.

Diagnosis

Kriteria Diagnostik GAD Menurut dsm-5:

• Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan (harapan yang


mengkhawatirkan), yang lebih banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi
selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah kejadian atau aktivitas
(seperti pekerjaan, prestasi sekolah).
• Individu merasa sulit untuk mengendalikan kekhawatiran.
• Kecemasan atau kekhawatiran terkait dengan tiga (atau lebih) dari enam
gejala berikut (dengan setidaknya beberapa gejala telah muncul selama
lebih dari enam bulan terakhir):
✓ Gelisah atau perasaan tertekan atau gelisah.
✓ Mudah lelah.
✓ Kesulitan berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong.
✓ Iritabilitas.
✓ Ketegangan otot.
✓ Gangguan tidur (sulit jatuh atau tertidur, atau gelisah, tidur tidak
memuaskan).

12 | B E R D E B A R - D E B A R
• Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan gangguan atau
gangguan yang bermakna secara klinis dalam bidang fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
• Gangguan tersebut tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (mis.,
Penyalahgunaan obat, pengobatan) atau kondisi medis lain (mis.
Hipertiroidisme).

Catatan: Hanya satu item yang dibutuhkan untuk anak-anak.

Kriteria Diagnostik Gangguan Cemas Menyeluruh (GCM – F41.1) Menurut


PPDGJ III

• Penderita harus menunjukan anxietas sebagai gejala primer yang


berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa
bulan yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada situasi yang khusus
tertentu saja (sifatnya free floating atau mengambang).
• Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
1. kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung
tanduk, sulit konsentrasi, dsb)

2. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat


santai)

3. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung


berdebar-debar, sesak nafas, keluhan lambung, pusing, mulut kering)

Skizofrenia

Definisi

Skizofrenia merupakan gangguan mental kronis yang menyerang sekitar 20


juta orang di seluruh dunia. Skizofrenia merupakan psikosis, sejenis penyakit
mental yang ditandai oleh distorsi dalam berpikir, persepsi, emosi, bahasa, rasa
diri dan perilaku. (James et al., 2018).

13 | B E R D E B A R - D E B A R
Epidemiologi

Kejadian skizofrenia pada pria lebih besar daripada wanita. Kejadian


tahunan berjumlah 15,2% per 100.000 penduduk, kejadian pada imigran dibanding
penduduk asli sekitar 4,7%, kejadian pada pria 1,4% lebih besar dibandingkan
wanita. (Jurnal Majority, 2016)

Di Indonesia, hampir 70% mereka yang dirawat di bagian psikiatri adalah


karena skizofrenia. Angka di masyarakat berkisar 1-2% dari seluruh penduduk
pernah mengalami skizofrenia dalam hidup mereka. 2 Indonesia sebagai negara
dengan jumlah penduduk yang banyak dapat memiliki prevalensi skizofrenia yang
tinggi. Namun sangat disayangkan data prevalensi skizofrenia tidak dimiliki oleh
Indonesia, oleh sebab itu perlu dilakukan kajian skizofrenia secara komprehensif
agar pencegahan penyakit skizofrenia dapat dilakukan dengan baik. (Jurnal
Majority, 2016)

Etiologi

1. Genetik
2. Hipotesis dopamin → overaktivitas dopamin
3. Neurodevelopmental hipotesis→ Abnormalitas struktur dan morfologi
otak

Faktor Risiko

Penyakit autoimun merupakan salah satu faktor risiko skizofrenia.


Skizofrenia meningkat pada satu tahun setelah penyakit autoimun terdiagnosis.
Pada penyakit autoimun seperti lupus eritematous sistemik, ditemukan prevalensi
gejala neuropsikiatrik yang tinggi yang dapat dipengaruhi oleh autoantibodi yang
melewati barrier darah otak. (Jurnal Majority, 2016)

Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya skizofrenia adalah sebagai


berikut.

a. Umur

14 | B E R D E B A R - D E B A R
Umur 25-35 tahun kemungkinan berisiko 1,8 kali lebih besar menderita
skizofrenia dibandingkan umur 17-24 tahun.
b. Jenis kelamin
Proporsi skiofrenia terbanyak adalah lakilaki (72%) dengan kemungkinan
laki-laki berisiko 2,37 kali lebih besar mengalami kejadian skizofrenia
dibandingkan perempuan.
c. Pekerjaan
Pada kelompok skizofrenia, jumlah yang tidak bekerja adalah sebesar
85,3% sehingga orang yang tidak bekerja kemungkinan mempunyai risiko
6,2 kali lebih besar menderita skizofrenia dibandingkan yang bekerja

Manifestasi klinis

Meskipun gejala klinis skizofrenia beraneka ragam, berikut adalah gejala


skizofrenia yang dapat ditemukan.

a. Gangguan pikiran
Biasanya ditemukan sebagai abnormalitas dalam bahasa, digresi berkelanjutan
pada bicara, serta keterbatasan isi bicara dan ekspresi.
b. Delusi
Merupakan keyakinan yang salah berdasarkan pengetahuan yang tidak benar
terhadap kenyataan yang tidak sesuai dengan latar belakang sosial dan kultural
pasien.
c. Halusinasi
Persepsi sensoris dengan ketiadaan stimulus eksternal. Halusinasi auditorik
terutama suara dan sensasi fisik bizar merupakan halusinasi yang sering
ditemukan.
d. Afek abnormal
Penurunan intensitas dan variasi emosional sebagai respon yang tidak serasi
terhadap komunikasi.
e. Gangguan kepribadian motor

15 | B E R D E B A R - D E B A R
Adopsi posisi bizar dalam waktu yang lama, pengulangan, posisi yang tidak
berubah, intens dan aktivitas yang tidak terorganisis atau penurunan pergerakan
spontan dengan kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar

Diagnosis

Menurut DSM-V individu dikatakan mengalami gangguan schizophrenia


jika mengalami gejala atau simtompositif dan negatif yang signifikan pada periode
waktu 1 bulan, dan dengan beberapa gejala lain yang berlangsung dalam waktu
minimal 6 bulan. Berikut ini adalah criteria schizophrenia berdasarkan dari DSM-
V:

• Terdapat 2 atau lebih gejala yang mengikuti, dan setiap gejala signifikan
muncul dalam kurun waktu 1 bulan (atau kurang jika berhasil ditangani).
Setidaknya ada satu dari (1), (2), atau (3). Gejala tersebut antara lain:
- Delusi.
- Halusinasi.
- Bahasa yang tidak teratur (seperti kalimat yang tidak
berhubungan atau tidak koheren).
- Perilaku tidak terorganisir atau katatonik.
- Gejala negatif (berkurangnya ekspresi emosi atau hilangnya
ketertarikan)
• Adanya gangguan signifikan pada satu atau beberapa area utama seperti
pekerjaan, relasi interpersonal, atau perawatan diri, secara nyata berada di
bawah tingkatan yang dicapai sebelum gangguan.
• Tanda gangguan yang secara kontinu berlanjut selama minimal 6 bulan.
• Gangguan bukan merupakan efek fisiologis dari zat (penyalahgunaan zat,
obat) atau kondisi medis lainnya.

PENENTUAN DIAGNOSIS

16 | B E R D E B A R - D E B A R
Berdasarkan dari permsalahan yang terdapat pada skenario, awal cemas dirasakan
setelah terjadinya gempa Lombok dengan isu tsunami:

Identitas:

• Nama: Tatik
• Jenis kelamin: perempuan
• Usia: 40 tahun

Keluhan:

• Cemas sejak kurang lebih 3 bulan lalu, baru pertama k ali dirasakan dan
terus dirasakan sepanjang hari
• Disertai berdebar-debar, keringat dingin, tangan gemetar, selalu haus, dan
mulut kering
• Sulit tidur kurang lebih 1 bulan dan mimpi buruk (nightmare)
• Menghindar jika diajak ke pantai
• Merasa khawatir dengan masa depan
• Jika ada bendabenda yang bergoyang tanpa sebab rasa cemas munvul
• Merasa malas makan dan malas mandi

Pemeriksaan fisik:

• Tekanan darah: 170/100 = Hipertensi grade 2


• Nadi: 90X/menit = Normal
• Suhu 36,8 derajat C = masih dalam batas normal

Berdasarkan dari beberapa keluhan yang telah dijelaskan pada skenario,


dengan keluhan utama cemas yang terjadi kurang lebih 3 bulan lalu, disertai
dengan beberapa keluhan lainnya, kami mengajukan beberapa kemungkinan
penyakit yang sedang dialami oleh pasien ini dianatranya:

• Gangguan stress pasca trauma/PTSD


• Gangguan cemas menyeluruh/GAD
• Skizofrenia

17 | B E R D E B A R - D E B A R
MK Waktu
PTSD Terdapat 4 tanda utama: • Akut: < 3 bulan
• Trauma • Kronik: 3 bulan
• Nightmare atau lebih
• Cemas • Jika lambat: jika
• Insomnia onset gejala
1. kurang 6 bulan
setelah stressor

GAD Tidak terjadi nightmare Terjadi menetap dalam 6


bulan atau > 6 bulan
Skizofrenia Ditandai oleh distorsi Periode waktu 1 bulan,
dalam berpikir, persepsi, dan dengan beberapa
emosi, bahasa, rasa diri gejala lain yang
dan perilaku. berlangsung dalam
waktu minimal 6 bulan

GEJALA CEMAS MENYELURUH PTSD

Cemas ✔️ ✔️

Gejala autonomik ✔️ ✔️

Insomnia ✔️ ✔️
Nightmare - ✔️
Akut: < 3 bulan
Menetap dalam 6 bulan Kronik: 3 bulan
Durasi waktu
atau > 6 bulan atau lebih

18 | B E R D E B A R - D E B A R
Jadi berdasarkan hasil diskusi kami setelah membahas mulai dari definisi,
etiologi, epidemiologi, manifesatsi klinis, dan kriteria diagnosis dari beberapa
kemungkinan penyakit tersebut dan setelah kami membandingkannya dan
menyesuaikannya dengan kriteria diagnosa yang telah ada, kami mendiagnosis
bahwa pasien ini mengalami Gangguan stress pasca trauma/ Post Trauma Stress
Disorder (PTSD)

Diagnosis multiaksial pada pasien


Aksis 1 (fokus klinis) : F43.1 Post Trauma Stress Disorder (PTSD)
Aksis 2 (kepribadian) : Z03.2 tidak ada diagnosis aksis II
Aksi 3 (kondisi medik) : hipertensi grade II*
Aksis 4 (psikososial) : trauma pasca gempa bumi
Aksis 5 (GAF) :70-61 beberapa gejala ringan dan menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum baik.

*Aksis 3 didapatkan hipertensi grade II berdasarkan tekanan sistolik 160 mmHg


atau lebih tinggi, atau tekanan diastolik 100 mmHg atau lebih tinggi dengan nadi
normal. Sehingga hipertensi yang terjadi pada pasien bukan merupakan gejala
somatik akibat kecemasan. Peningkatan tekanan darah yang terjadi akibat
kecemasan akan diikuti dengan peningkatan denyut nadi diatas normal.

Patofisiologi PTSD
Patofisiologi pasti dari post traumatic stress disorder (PTSD) masih belum
diketahui, namun hasil penelitian preklinis dan binatang percobaan memperkirakan
keterlibatan gangguan neurotransmitter. Individu dengan PTSD telah dilaporkan
memiliki kadar kortisol normal hingga rendah dan peningkatan
kadar corticotropin-releasing factor (CRF). CRF dapat menstimulasi pelepasan
norepinefrin yang akan meningkatkan respon simpatetik. Selain itu, berbagai studi
melaporkan gangguan neurotransmitter GABA, glutamat, serotonin, neuropeptide
Y, dan opioid endogen pada pasien PTSD. (Jurnal Psikolog, 2016)

19 | B E R D E B A R - D E B A R
PTSD juga telah dihubungkan dengan perubahan neurofisiologi dan anatomi
otak. Studi menyebutkan adanya penurunan ukuran hipokampus dengan amygdala
yang hiperreaktif pada pasien PTSD. Korteks prefrontal dilaporkan berukuran lebih
kecil dan lebih tidak responsif pada pasien PTSD. (Jurnal Psikolog, 2016)

Penatalaksanaan Pada Pasien

1. Early interventions

• Meningkatkan kewaspadaan dan pengenalan dini terutama pada


perawatan primer

• Fokus pada terapi psikologis

• Menggunakan medikasi dan sesi tunggal yang singkat terapi psikologis

• Critical incident stress management (CISM) → digunakan dalam


usaha mencegah atau mengurangi terjadinya PTSD

2. Psychotherapeutic interventions

Pasien juga perlu dilakukan tatalaksana psikoterapi:


1. Terapi kognitif prilaku
2. Terapi dinamik
3. Hipnoterapi
4. Exposure therapy yang merupakan terapi dengan pendekatan
psikososial terbaik yang dianjurkan dan sebaiknya dilanjutkan selarna 6
bulan
Pasien juga pelu diberikan edukasi mengenai:
1. Pemberian edukasi untuk membantu pasien mengerti adanya
perubahan-perubahan yang terjadi di dalam fungsi diri pasien baik
secara fisik maupun psikis sebagai dampak dari peristiwa traumatik
yang dialami, baik adaptif amupun maladaptif.

20 | B E R D E B A R - D E B A R
2. Berbagai teknik untuk meredakan kecemasan seperti relaksasi, teknik-
teknik mengatur pernafasan serta mengontrol pikiran-pikiran perlu
dilatih dan terbukti bermanfaat untuk individu dengan gangguan stres
pasca trauma.
3. Modifikasi pola hidup seperti diet yang sehat, mengatur konsumsi
kafein, alkohol, rokok dan obat-obatan lainnya, perlunya olah raga yang
teratur, dll. Untuk mencegah pemicu timbulnya cemas.
4. Pengedukasian keluarga pasien untuk memberikan dukunagna
psikososial kepada pasien seperti tidak memberikan stigma buruk akan
diagnosis penyakit pasien dan memberikan dukungan untuk merubah
pola pikir, membantu memantau pengobatan pasien dan membantu
melawan serangan cemas.

3. Farmakoterapi:

Penatalaksanaan medikamentosa pada pasien adalah:

1. Obat golongan SSRI sebagai anti depresan dapat berupa alah satu dari
Sertralin 50-200mg/hr atau Fluoxetin 10-60 mg/hr atau Fluvoxamine
50- 300 mg/hr
2. Terapi yang efektif harus dilanjutkan paling sedikit 12 bulan

Komplikasi

Pasien-pasien dengan post traumatic stress disorder (PTSD)


sangat sering ditemukan mengalami gangguan mental lain, seperti:

1. Depresi
2. Gangguan cemas
3. Gangguan bipolar
4. Penyalahgunaan zat.

21 | B E R D E B A R - D E B A R
Prognosis

Prognosis post traumatic stress disorder (PTSD) sangat


tergantung pada individu yang mengalami, jenis dan beratnya trauma
yang menyebabkan, serta ada atau tidaknya komplikasi atau
komorbiditas gangguan mental lain.

22 | B E R D E B A R - D E B A R
BAB III

PENUTUP

Berdasarkan dari permasalahan yang terdapat pada skenario pasien datang


dengan keluhan cemas sejak kurang lebih 3 bulan lalu, baru pertama k ali dirasakan
dan terus dirasakan sepanjang hari disertai berdebar-debar, keringat dingin, tangan
gemetar, selalu haus, dan mulut kering, sulit tidur kurang lebih 1 bulan dan mimpi
buruk (nightmare), menghindari jika diajak ke pantai, merasa khawatir dengan
masa depan, jika ada benda-benda yang bergoyang tanpa sebab rasa cemas muncul,
dan merasa malas makan dan malas mandi. Didappatkan hasil dari pemeriksaan
fisik: tekanan darah: 170/100, dinyatakan hipertensi grade 2, sedangkan untuk nadi
dan suhu masih dalam batas normal.

Kemudian dari beberapa keluhan yang telah dijelaskan pada skenario, kami
mengajukan beberapa kemungkinan penyakit yang sedang dialami oleh pasien ini
dianatranya: Gangguan stress pasca trauma/PTSD, Gangguan cemas
menyeluruh/GAD, dan Skizofrenia. Setelah kami membandingkan dari ketiga
penyakit tersebut dan menyesuaikan dengan kriteria diagnosis yang telah
ditetapkan, diagnosis dari pasien ini adalah Gangguan stress pasca trauma/PTSD,
dapat dilohat dari kronologi awal bagaimana kondisi ini bisa terjadi pada pasien
setelah terjadinya gempa Lombok dan isu tsunami. Selain itu juga, terdapat 4
kriteria pada PTSD yang sesuai dengan keluhan yang dimiliki oleh pasien ini yaitu:
trauma, nightmare, cemas, dan insomnia.

Untuk penatalaksanaan yang dapat berupa medikamentosa dengan


pemberiam obat antidepresan yang dapat berupa golongan SSRI, psikoterapi dan
pengedukasian mengenai gangguan PTSD, pengontrolan kecemasan serta
pengedukasian kepada keluarga pasien untuk membantu psikososial pasien.

23 | B E R D E B A R - D E B A R
DAFTAR PUSTAKA

Maramis, WF & Maramis, AA. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi2.

Surabaya: Airlangga University Press.

Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, Cetakan

Pertama.1993. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jendral Pelayanan

Medik.

Pitman RK, 2012. Biological studies os Post Traumatic Stress Disorder. Nature

Reviews Neuroscience.

Grace M. Post Traumatic Stress Disorder, Jurnal Psikologi Klinis Indonesia Vol 5

No 2 (2020)

Sullivan GM. 2017: Anxiety Disorders, Comprehensive Texxbook of Psihiatry

Kaplan & Sadock. 2010. Comprehensive textbook of Psychiatry 9th Edition. New
York.

24 | B E R D E B A R - D E B A R

Anda mungkin juga menyukai