Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

MK ASUHAN KEBIDANAN PADA REMAJA DAN


PERIMENOPAUSE

Dosen Pengampu : Mastina, S.ST. M.Keb

Disusun Oleh kelompok 14:


Meta Anggraini NIM 22251142P
Adinda Rianita NIM 222511
Efria Susanti NIM 22251165P
Fadilah Ermizah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN TAHAP


AKADEMIK
FAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KADER BANGSA
PALEMBANG 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Kami mengharapkan makalah ini dapat memberikan
informasi kepada kita semua tentang “ Masalah seksual yang terjadi pada masa
perimenopause”.
Dalam menyusun makalah ini kami banyak memperoleh bantuan serta bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dosen pembimbing dan kepada teman-teman yang telah memberikan
dukungan untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan untuk
kesempurnaan makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat untuk
semua pihak.

Palembang, 01 April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................


DAFTAR ISI .................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................
A. Latar Belakang ........................................................................................
B. Rumusan Masalah ...................................................................................
C. Tujuan .....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................
A. DEFENISI MENOPAUSE ..................................................................
B. TERAPI AFIRMASI POSITIF ............................................................

C. PENGARUH TERAPI AFIRMASI OSITIF TERHADAP TINGKAT


KECEMASAN IBU PREMENOPAUSE........................................
D. KONSEP AKTIVITAS SEKSUAL..................................................
BAB III PENUTUP ......................................................................................
A. Kesimpulan .......................................................................................
B. Saran ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Premenopause merupakan suatu fase transisi yang dialami para perempuan dalam
menuju masa menopause, fase ini adalah satu kondisi fisiologis pada perempuan yang
telah memasuki proses penuaan (aging), yang ditandai dengan menurunnya kadar
hormonal estrogen dari ovarium. Masa ini bisa terjadi selama 2- 5 tahun, sebelum
menopause (Proverawati, 2010). Premenopause sendiri terjadi ketika perempuan mulai
memasuki usia 39 – 51 tahun, namun umur terjadinya premenopause pada masing-
masing individu tidaklah sama (Lauren dkk, 2012). Pada masa ini perempuan
menyesuaikan diri dengan menurunnya produksi hormon yang dihasilkan oleh ovarium
yang dampaknya sangat bevariasi (Proverawati, 2010).
A. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu,
sebagai berikut:
1. Bagaimana perimenoupause?
2. Bagaimana cara mengatasi masalah seksual pada masa perimenopause?

B. Tujuan
Adapun tujuan permasalahan dari makalah ini yaitu, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami Masalah seksual yang terjadi pada masa
perimenopause .
2. Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
kecemasan dan cara mengatasinya .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Premenopause

Periode klimakterium (Premenopause) merupakan masa peralihan antara masa


reproduksi dan masa senium. Biasanya masa ini disebut juga dengan pra menopause,
antara usia 40 tahun, ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur, dengan perdarahan
haid yang memanjang dan relatif banyak. Premenopause merupakan bagian dari masa
klimakterium yang terjadi sebelum menopause (Pranoto, 2007).
Perubahan premenopause dan proses penuaan itu diantaranya seperti perubahan pola
perdarahan, hot flash, gangguan tidur, perubahan atropik, perubahan psikologi,
perubahan berat badan, perubahan kulit, seksualitas dan perubahan fungsi tiroid
(Varney, 2006).
1. Perubahan Psikologi Pada Masa Menopause

Selama beberapa decade, menopause telah dikaitkan dengan masalah psikologis.


Informasi pada aspek psikologis menopause menyorot tentang masalah morbiditas,
patologi dan terapi medis. Wanita yang mencari bantuan medis untuk gejala menopause
sangat berbeda dengan wanita yang usia dan status menopause sama yang tidak mencari
bantuan, tetapi lebih cenderung melaporkan distress. Mempunyai efek negatif terhadap
kesehatan mental (Varney, 2006). Beberapa wanita menemukan perubahan membuat
menopause menjadi masa-masa yang sulit.
Ketidakteraturan haid mungkin secara bawah sadar meningkatkan kecemasannya bahwa
daya tarik seksual dan fisiknya berkurang. Dia menjadi tua dan ditolak, dia mencapai
akhir dari kehidupan. Psikiatris menemukan, banyak wanita pada masa menopause
melampaui 3 tahap sebelum menyesuaikan dengan kehidupan barunya.
Perasaan cemas paling menonjol. Biasanya periode ini cukup singkat. Dilanjutkan
dengan periode yang mungkin berlansung berbulan- bulan, ketika gangguan depresi dan
perubahan suasana hati yang lainnya muncul. Ketiga, merasa ditolak oleh semua orang.
Semua anggapannya itu tidak benar kelak, wanita akan memasuki tahap penyesuaian
ulang. Semua kesedihan dari bulan-bulan sebelumnya, tinggal sebagai mimpi buruk
(Llewellyn, 2009).
Hilangnya libido dapat dipengaruhi sejumlah faktor, termasuk peningkatan depresi.
Peranan dalam kehidupan sosial sangat penting bagi lansia, terutama dalam menghadapi
masalah-masalah yang berkaitan dengan dalam menghadapi masalah yang berkaitan
dengan pensiun atau hilangnya jabatan dan pekerjaan yang sebelumnya sangat menjadi
kebanggaan lansia dalam pendekatan holistik, sebenanya tidak dapat dipisahkan antara
aspek organ biologis, psikologis, sosial, budaya, dan spritual dalam kehidupan lansia
(Mubarak, 2012).
Beberapa gejala psikologis yang menonjol ketika menopause ketika menopause adalah
mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, tegang, cemas,
dan depresi. Ada juga lansia yang kehilangan harga diri karena menurunnya daya tarik
fisik dan seksual. Menurut (Mubarak, 2012), beberapa keluhan psikologis yang
merupakan tanda gejala dari menopause adalah sebagai berikut :
a. Daya ingatan menurun.

Gejala ini terlihat bahwa sebelum menopause wanita dapat mengingat dengan mudah,
namun sesudah mengalami menopause terjadi kemunduran dalam mengingat, bahkan
sering lupa pada hal- hal sederhana.
b. Timbul kecemasan.

Banyak wanita yang mengeluh bahwa setelah menopause, mereka menjadi pencemas.
Kecemasan yang timbul sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam
menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan dalam menghadapi
situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Misalnya jika dulu biasa pergi
sendirian pergi sendirian ke luar kota, sekarang merasa cemas dan khawatir. Hal itu
sering diperkuat oleh larangan oleh anak-anaknya. Kecemasan pada wanita lansia yang
telah menopause umumnya bersifat relatif, artinya ada orang cemas dan khawatir.
c. Mudah tersinggung.

Gejala ini lebih mudah terlihat dibandingkan dengan kecemasan. Wanita lebih mudah
tersinggung dan marah terhadap sesuatu yang sebelumya dianggap tidak menganggu.
Perasaannya menjadi sangat sensitif terhadap tidak mengganggu. Perasaannya menjadi
sangat sensitif terhadap sikap dan perilaku orang-orang disekitarnya, terutama jika
sikap dan perilaku tersebut dipersepsikan menyinggung proses penerimaan yang sedang
terjadi dalam dirinya.
d. Mengalami stres.

Ketegangan perasaan atau selalu beredar dalam lingkungan pekerjaan, pergaulan sosial,
kehidupan rumah tangga dan bahkan menyelusup ke dalam tidur. Jika tidak
ditanggulangi stress dapat menyita energi, mengurangi produktivitas kerja dan
menurunkan kekebalan terhadap penyakit. Tingkat psikologis, respon orang terhadap
sumber stress tidak bias diramalkan. Perbedaan suasana hati dan emosi dapat
menimbulkan beragam reaksi, mulai dari reaksi marah sampai akhirnya ke hal-hal yang
lebih sulit untuk dikendalikan.
e. Depresi.

Wanita yang mengalami depresi sering merasa sedih karena kehilangan kemampuan
untuk bereproduksi, sedih karena kehilangan kemampuan untuk bereproduksi, sedih
karena kehilangan kesempatan untuk memiliki anak, atau sedih karena kehilangan daya
tarik.
2. Gejala-Gejala Menopause (Mubarak, 2012)
Gejala menopause menurut Mubarak dipengaruhi oleh 4 faktor diantaranya :

a. Faktor Psikis

Perubahan-perubahan psikologik maupun fisik ini berhubungan dengan kadar estrogen.


Gejala yang menonjol adalah berkurangnya tenaga dan gairah berkurangnya konsentrasi
dan kemampuan akademik, serta timbulnya perubahan emosi seperti mudah
tersinggung, susah tidur, rasa kesepian, ketakutan keganasan, tidak sabar dan lain-lain.
Perubahan psikis ini berbeda-beda bergantung pada kemampuan seorang wanita untuk
menyesuaikan diri.
b. Sosial ekonomi

Keadaan sosial ekonomi mempengaruhi faktor fisik, kesehatan dan pendidikan. Apabila
faktor-faktor di atas cukup baik, akan mengurangi beban fisiologis dan psikologik.
c. Budaya dan lingkungan

Pengaruh budaya dan lingkungan sudah terbukti sangat mempengaruhi wanita dalam
penyesuaian diri dengan fase klimakterium.
d. Fakor lain

Wanita yang belum menikah dan wanita karier, baik yang sudah atau belum berumah
tangga, riwayat menarche yang terlambat berpengaruh terhadap keluhan-keluhan
klimakterium yang ringan. Tanda dan gejela menopause mempunyai ciri-ciri khusus,
baik tanda dan gejala menopause karena perubahan fisik maupun karena perubahan
psikologis. Gejala-gejala menopause disebabkan oleh perubahan kadar estrogen dan
progesteron. Karena fungsi ovarium

berkurang, maka ovarium menghasilkan lebih sedikit estrogen dan progesteron dan
tubuh memberikan reaksi. Beberapa wanita hanya mengalami sedikit gejala, sedangkan
wanita lain mengalami berbagai gejala yang sifatnya ringan sampai berat (Proverawati,
2009). Berkurangnya kadar estrogen secara bertahap menyebabkan tubuh secara
perlahan menyesuaikan diri terhadap perubahan hormon, tetapi pada beberapa wanita
penurunan kadar estrogen ini terjadi secara tiba-tiba dan menyebabkan gejala-gejala
yang hebat. Hal ini sering terjadi jika menopause disebabkan oleh pengangkatan
ovarium (Proverawati, 2009).
3. Beberapa keluhan fisik yang di alami wanita premenopause (Aqila,
2010) :
a. Ketidakteraturan siklus haid

Di sini siklus perdarahan yang keluar dari vagina tidak teratur. Perdarahan seperti ini
terjadi terutama diawal menopause. Perdarahan akan terjadi dalam rentang waktu
beberapa bulan yang kemudian akan berhenti sama sekali. Gejala ini disebut gejala
peralihan.
b. Kekeringan vagina

Gejala pada vagina muncul akibat perubahan yang terjadi pada lapisan dinding vagina.
Vagina menjadi kering dan kurang elastis. Ini disebabkan karena penurunan kadar
estrogen. Tidak hanya itu, juga muncul rasa gatal pada vagina. Yang lebih parah lagi
adalah rasa sakit saat berhubungan seksual, dikarenakan perubahan pada vagina, maka
wanita menopause biasanya rentan terhadap infeksi vagina. Intercourse yang teratur
akan menjaga kelembapan alat kelamin. Kekeringan vagina terjadi karena leher rahim
sedikit sekali mensekresikan lendir. Penyebabnya adalah kekurangan estrogen yang
menyebabkan liang vagina menjadi lebih tipis, lebih kering dan kurang elastis. Alat
kelamin mulai mengerut, keputihan rasa sakit pada saat kencing (Aqila, 2010).
4. Adapun persiapan-persiapan yang dapat kita lakukan untuk
mempersiapkan masa menopause antara lain sebagai berikut :
a. Mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin seperti buah
dan sayuran
b. Berolahraga teratur

c. Makanan yang baik dan bergizi

d. Melakukan hobi

e. Mengurangi konsumsi kopi, teh, minuman soda dan alcohol

f. Menghindari rokok

g. Tetaplah berkarya dan usahakan dapat memberikan manfaat bagi


orang lain
h. Berfikirlah bahwa menopause itu adalah sesuatu yang wajar

i. Terlibat dalam aktivitas-aktivitas keagamaan dan social

j. Bersilaturrahmi denagn teman bersama untuk bertukar fikiran

k. Mengkomunikasikan masalah dengan pasangan

l. Tingkatkan ibadah

5. Masalah seksual yang terjadi pada masa menopause

Perubahan gairah seksual wanita menopause umumnya disebabkan perubahan kadar


hormon dalam tubuh. Saat menopause, kadar hormon estrogen yang memegang peranan
penting terhadap fungsi seksual akan mengalami penurunan. Efeknya, wanita menopause
lebih sulit untuk terangsang dan mengalami orgasme.

Menurunnya kadar hormon estrogen dalam tubuh wanita menopause juga menurunkan
aliran darah yang mengalir ke vagina. Efeknya, terjadi penurunan produksi cairan
pelumas vagina yang menyebabkan vagina menjadi kering. Kondisi ini membuat
hubungan seksual terasa menyakitkan, sehingga membuat wanita menopause enggan
untuk melakukan hubungan seksual.

Selain karena perubahan hormon, penurunan gairah seksual wanita menopause juga bisa
disebabkan oleh depresi, stres, kecemasan, gangguan tidur, dan gangguan kesehatan
tertentu.

Keluhan gairah seksual yang menurun setelah menopause dialami oleh sebagian besar
wanita. Namun, ada pula yang gairah seksualnya justru meningkat begitu memasuki masa
menopause.

Hal ini dipengaruhi oleh faktor psikis, misalnya karena wanita menopause tidak perlu lagi
mencemaskan kehamilan yang tidak diinginkan dan sebagian besar wanita menopause
sudah tidak lagi memikul tanggung jawab untuk membesarkan anak. Hal ini
menyebabkan wanita menopause menjadi lebih santai dan menikmati hubungan intim
dengan pasangannya.

6. Mengatasi Perubahan Gairah Seksual Wanita Menopause

Untuk mengatasi perubahan gairah seksual yang terjadi pada wanita menopause, terutama
penurunan gairah seks, ada beberapa cara yang bisa dilakukan, yaitu:
1. Menggunakan cairan pelumas

Jika penurunan gairah seksual disebabkan oleh vagina kering, Anda dapat menggunakan
pelumas agar hubungan seks menjadi lebih nyaman. Namun, hindari penggunaan
pelumas yang berbahan dasar minyak (oil-based).

2. Melakukan olahraga dengan rutin

Olahraga rutin bisa menjadi salah satu cara untuk mengurangi stres dan memperbaiki
suasana hati. Suasana hati yang baik diyakini bisa meningkatkan gairah seksual wanita
menopause.

3. Menjalin komunikasi dengan pasangan


Penurunan gairah seksual wanita menopause bisa disebabkan oleh kurangnya komunikasi
dengan pasangan. Oleh karena itu, bicarakan apa yang Anda dan pasangan inginkan agar
hubungan seksual jadi lebih menyenangkan.

4. Menjalani terapi hormon

Sebagian wanita memilih untuk melakukan terapi hormon estrogen untuk membantu
meningkatkan gairah seksualnya. Anda dapat berkonsultasi dengan dokter untuk
mengetahui terapi hormon dan pengobatan yang dapat meningkatkan gairah seksual serta
mengatasi beragam gangguan kesehatan yang muncul saat menopause.

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan

a. Faktor predisposisi

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kecemasan(Stuart, 2007). Faktor


faktor tersebut antara lain :
1. Teori psikoanalitik

Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kecemasan timbul karena konflik antara
elemen kepribadian yaitu id (insting) dan super ego (nurani). Id mewakili dorongan
insting dan impuls primitif seseorang sedang superego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan norma budayanya. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari
dua elememen yang bertentangan dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego
bahwa ada bahaya.
2. Teori interpersonal

Menurut teori ini kecemasan timbul dari perasan takut terhadap tidak adanya
penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan
perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik.
3. Teori behavior

Kecemasan merupakan produk frustrasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu


kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

4. Teori perspektif keluarga


Kecemasan dapat timbul karena pola interaksi yang tidak adaptifdalam keluarga.
5. Teori perspektif biologi

Fungsi biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus Benzodiazepine.


Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan. Penghambat asam amino
butirik-gamma neuro regulator (GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalam
mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan sebagaimana endomorfin. Selain
itu telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai
predisposisi terhadap kecemasan. Kecemasan dapat disertai gangguan fisik dan
menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.
b. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi adalah faktor-faktor yang dapat menjadi pencetus terjadinya


kecemasan (Stuart, 2007). Faktor pencetus tersebut adalah:
1. Ancaman terhadap integritas seseorang yang meliputi
ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kemampuan untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan
identitas harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi dari

seseorang. Pada pasien yang akan menjalani operasi faktorpencetus kecemasannya


adalah faktor yang dialami individu baik bersifat internal maupun eksternal. Faktor
internalnya adalah adanya ketakutan akan pembiusan,kecacatan, kematian, takut akan
rasa nyeri, takut kehilangan pekerjaan, menjadi tanggungan keluarga. Sedangkan faktor
eksternalnya adalah lingkungan yang baru,peralatan operasi atau pembiusan yang asing
serta petugas kesehatannya.
8. Tingkat kecemasan

Stuart (2007) membagi tingkat kecemasan menjadi empat tingkat antara lain:
a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan seharihari, kecemasan


ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya.
Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta
kreativitas. Respon fisiologis ditandai dengan sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan
darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, bibir bergetar. Respon
kognitif merupakan lapang persepsi luas, mampu menerima rangsangan yang kompleks,
konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif. Respon perilaku dan
emosi seperti tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang
meningkat.

b. Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting
dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif
namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Respon fisiologis: sering nafas pendek,
nadi dan tekanan darah meningkat, mulut kering, diare, gelisah. Respon kognitif: lapang
persepsi menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang
menjadi perhatiannya. Respon perilaku dan emosi: meremas tangan, bicara banyak dan
lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak.
c. Kecemasan Berat

Sangat mengurangi lapang persepsi seseorang terhadap sesuatu yang terinci dan spesifik
dan tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk
menghentikan ketegangan individu dengan kecemasan berat memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusatkan pikiran pada suatu area lain. Respon fisiologi :
nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat, ketegangan dan sakit
kepala. Respon kognitif : lapang persepsi amat sempit, tidak mampu menyelesaikan
masalah. Respon perilaku dan emosi : perasaan ancaman meningkat.
d. Panik

Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Hilangnya kontrol,
menyebabkan individu tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
Respon fisologis : nafas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi
motorik rendah. Respon kognitif : lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir
logis. Respon perilaku dan emosi: mengamuk dan marah, ketakutan, kehilangan kendali.
9. Respon Kecemasan

Kecemasan dapat mempengaruhi kondisi tubuh seseorang, respon kecemasan menurut


Suliswati (2005) antara lain:
a. Respon Fisiologis terhadap Kecemasan

Secara fisiologis respon tubuh terhadap kecemasan adalah dengan mengaktifkan sistem
saraf otonom (simpatis maupun parasimpatis). Sistem saraf simpatis akan mengaktivasi
proses tubuh, sedangkan sistem saraf parasimpatis akan meminimalkan respon tubuh.
Reaksi tubuh terhadap kecemasan adalah “fight” atau “flight”. Flight merupakan reaksi
isotonik tubuh untuk melarikan diri, dimana terjadi peningkatan sekresi adrenalin ke
dalam sirkulasi darah yang akan menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan
tekanan darah sistolik, sedangkan fight merupakan reaksi agresif untuk menyerang yang
akan menyebabkan sekresi noradrenalin, rennin angiotensin sehingga tekanan darah
meningkat baik sistolik maupun diastolik. Bila korteks otak menerima rangsang akan
dikirim melalui saraf simpatis ke kelenjar adrenal yang akan melepaskan adrenalin atau
epinefrin sehingga efeknya Antisipasi Ringan, Sedang, Berat, Panik

Respon adaptif, Respon Mal adaptif antara lain napas menjadi lebih dalam, nadi
meningkat. Darah akan tercurah terutama ke jantung, susunan saraf pusat dan otot.
Dengan peningkatan glikogenolisis maka gula darah akan meningkat.
b. Respon Psikologis terhadap Kecemasan

Kecemasan dapat mempengaruhi aspek interpersonal maupun personal. Kecemasan


tinggi akan mempengaruhi koordinasi dan gerak refleks. Kesulitan mendengarkan akan
mengganggu hubungan dengan orang lain. Kecemasan dapat membuat individu menarik
diri dan menurunkan keterlibatan dengan orang lain.
c. Respon Kognitif

Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik proses pikir maupun isi
pikir, diantaranya adalah tidak mampu memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah
lupa, menurunnya lapang persepsi, dan bingung.
d. Respon Afektif

Secara afektif klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga
berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan.
10. Penatalaksanaan kecemasan
a Penatalaksanaan Farmakologi

Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine, obat ini digunakan untuk
jangka pendek, dan tidak dianjurkan untuk

jangka panjang karena pengobatan ini menyebabkan toleransi dan ketergantungan. Obat
anti kecemasan nonbenzodiazepine, seperti buspiron (Buspar) dan berbagai antidepresan
juga digunakan (Isaacs, 2005).
b Penatalaksanaan non farmakologi

1) Distraksi

Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan kecemasan dengan cara mengalihkan


perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang dialami.
Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorfin yang bisa
menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang
ditransmisikan ke otak (Potter & Perry, 2005). Salah satu distraksi yang efektif adalah
dengan memberikan dukungan spiritual (membacakan doa sesuai agama dan
keyakinannya), sehingga dapat menurunkan hormon-hormon stressor, mengaktifkan
hormon endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari
rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan
tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas
gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat
baik menimbulkan ketenangan,

Afirmasi atau penegasan adalah pernyataan penerimaan yang digunakan diri sendiri
dengan kebebasan yang berlimpah, kemakmuran dan kedamaian. Afirmasi bisa juga
merupakan kalimat-kalimat positif atau sekelompok kalimat yang dirangkai menjadi
satu. Afirmasi yang digunakan dengan benar adalah alat psikologis yang sangat kuat
untuk bertumbuh (Abdurrahman, 2012). Afirmasi adalah kombinasi teknik verbal dan
visual keadaan disukai pikiran seseorang. Afirmasi yang kuat dapat menjadi sangat kuat,
dan dapat digunakan oleh hampir semua orang untuk mencapai tujuan mereka dan
memenuhi keinginan mereka (Chapman, 2010).
11. Manfaat

Pikiran dan afirmasi yang positif akan meningkatkan energi dan membawa hal-hal yang
positif dalam kehidupan. Sedangkan pikiran- pikiran dan afirmasi negatif cenderung
melelahkan dan berpotensi menimbulkan kegagalan. Selain itu juga membuat seseorang
lebih cepat tua dan tidak menarik (Ola, 2008). Herbert dalam Elfiky (2009) mengatakan
bahwa jiwa dan tubuh saling melengkapi. Pikiran jiwa berpengaruh pada seluruh
anggota tubuh bagian luar dan bagian dalam seperti detak jantung, suhu panas, proses
bernafas dan lain sebagainya. Pikiran negatif bisa membuat detak jantung semakin
cepat, tekanan darah meninggi, nafas cepat dan suhu tubuh berubah. Harris & Epton
(2009) menyebutkan bahwa afirmasi positif yang efektif dapat merubah pikiran negatif
seseorang. Manipulasi afirmasi memiliki potensi untuk meningkatkan motivasi
masyarakat untuk terlibat dalam perilaku

kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik.
2) Relaksasi

Terapi relaksasi yang dilakukan dapat berupa relaksasi, meditasi, relaksasi imajinasi dan
visualisasi serta relaksasi progresif (Isaacs, 2005).
12. Penilaian Terhadap Kecemasan

Parameter penilaian tingkat kecemasan menggunakan Hamilton Anxiety Rating Scale


(HARS). Hamilton Anxiety Rating Scale mempunyai lima parameter penilaian tingkat
kecemasan, adapun parameter tersebut yaitu tidak cemas, cemas ringan, cemas sedang,
cemas berat dan cemas sangat berat atau panik. Adapun penilaian tingkat kecemasannya
adalah: tidak ada kecemasan skor kurang dari 14, kecemasan ringan skor antara 14- 20,
kecemasan sedang skor antara 21- 27, kecemasan berat skor 28-41 dan kecemasan berat
sekali skor 42-56 (Hidayat, 2003).
B. Terapi afirmasi positif

Afirmasi (Inggris: Affirmation) atau dalam bahasa Indonesia diartikan dengan


penegasan. Afirmasi mirip seperti doa, harapan atau cita-cita. Cita- cita atau sasaran
membantu pembentukan gambaran di dalam daya pikir Anda. Mengucapkan afirmasi
adalah membuat sesuatu dengan tegas dan kokoh.

sosial/kesehatan dan mematuhinya menurut Armitage & Rowe, (2011) dalam Sambodo,
(2013).
1. Teknik afirmasi

Nuryadi (2013) menyebutkan tentang teknik dan latihan afirmasi adalah:

a. Berfokus pada apa yang diinginkan

b. Gunakan waktu sekarang

c. Gunakan kata/kalimat positif

Hal ini penting untuk menghindari pikiran negatif. Ini adalah penggunaan kata-kata yang
lebih positif yang memperkuat hasil akhir pilihan anda, dan tidak membawa dari setiap
skenario yang tidak diinginkan yang mungkin membingungkan alam bawah sadar
gunakan kalimat yang spesifik.
2. Tahap afirmasi positif

a. Tahap pre interaksi

1. Persiapan alat

a) Alat tulis

b) Lembar kuesioner

c) Kertas kecil

2. Ppt

b. Tahap interaksi

1. Kontrak waktu

c. Tahap kerja

1. Mengucapkan salam

2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan dan langka-langkah tindakan

4. Menanyakan kesiapan responden

5. Melakukan pengukuran kecemasan sebelum diberikan terapi


afiemasi positif menggunakan kuesioner skala kecemasan
HARS (Hamilton rating scale for anxiety)
6. Memberikan therapi afirmasi positif

a) Sebelum latihan, rileks dan jernihkan pikiran.

b) Berfokus pada apa yang diinginkan

c) Gunakan kata-kata positif

d) Dituliskan pada sebuah catatan yang mudah dibaca.

7. Melakukan pengukuran kecemasan sesudah diberikan therapi


afiemasi positif menggunaka kuesioner skala kecemasan HARS
(Hamilton rating scale for anxiety)
d. Tahap terminasi

1. Menutup sesi dengan salam

2.Memberi saran kepada responden untuk mengulangi afirmasi


yang telah dibuat
3. Latihan afirmasi:

a. Sebelum latihan, rileks dan jernihkan pikiran.

b. Buat afirmasi sesuai yang di inginkan. Untuk memperkuatnya bisa


dituliskan pada sebuah catatan yang mudah dibaca.
c. Lakukan hal tersebut sebelum tidur setiap hari.
C. Pengaruh terapi afirmasi positif terhadap tingkat kecemasan
ibupremenopause
Premenopuse adalah fase dimana seorang wanita mulai menghadapi masa-masa
berakhirnya menstruasi yang menandakan wanita muali menua. Biasanya ditandai
dengan siklus mentruasi yang tidak teratur selama 12 bulan. Dan perubahan tubuh
yang dirasakan, seperti muali keriputnya kulit, tubuh terasa panas, bagian vagina
muali terasa kering, tubuh lemah, lesu. Hal- hal tersebut yang membuat wanita pasti
merasakan cemas, kawatir dengan perubahan-perubahan yang dialami. Terutama
sistem seksualitas yang mulai menurun, menjadi faktor utama kecemasan pada ibu,
karena khawatir akan hubungan harmonis dengan suaminya.
Kecemasan merupakan rasa yang diakibatkan ketidaknyamanan yang ditimbulkan
suatu hal pada diri. Cemas yang dirasakna ibu premenopause karena merasa tidak
akan bisa membahagiakan suami dan keluarganya karena penurunan fungsi tubuh
akibat penuaan. Kecemasan tersebut dapat mengganggu psikologis ibu, dan
berakibat pada kehidupan selanjutnya, seperti semangat untuk mengurus keluarga
menurun, produktifitas diri menurun, kepercayaan diri menurun. Apabila kecemasan
tidak diatasi dengan baik, akan timbul masalah baru dalam kehidupan. Maka
kecemasan yang dialami oleh ibu salah satunya terapi afirmasi positif.
Dimana afirmasi positif itu sendiri berarti penegasan hal-hal positifuntuk diri sendiri.
Afirmasi bisa dilakukan sendiri, dengan cara merilekskan diri kita, mengatur posisi
senyaman mungkin dan berfikir hal-hal positif tentang diri kita, seperti kelebihan-
kelebihan yang kita miliki dan cita-cita
atau harapan yang diinginkan. Kemudian tuliskan semua hal itu pada secarik kertas
dan baca setiap hari terutama saat akan tidur pada malam hari dan membaca doa

D. Konsep Aktivitas Seksual

a. Pengertian

Seks mengandung pengertian kelamin secara biologis, yaitu organ kelamin


pria dan perempuan. Sementara itu, seksualitas mengandung pengertian
segala sesuatu yang berhubungan dengan seks. Termasuk di dalamnya nilai,
orientasi, dan perilaku seksual dan bukan semata-mata organ kelamin secara
biologis (Pangkahila, dalam Martaadisoebrata, 2011).

Setiap manusia mempunyai dan merasakan adanya dorongan seksual.


Dorongan seksual adalah suatu bentuk keinginan yang bersifat erotik yang
mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas seksual sampai kepada
hubungan seksual. Dorongan seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti :

1. Hormon seks, khususnya testosteron. Peranan


hormon ini mulai aktif pada masa remaja.
2. Rangsangan seksual yang diterima

3. Keadaan kesehatan tubuh secara umum

4. Faktor psikososial

5. Pengalaman seksual sebelumnya

Jika faktor-faktor tersebut mendukung, dorongan seksual akan tetap baik


(Pangkahila, dalamMartaadisoebrata, 2011).
Aktivitas seksual adalah segala bentuk perilaku yang memberikan rangsangan
seksual sehingga menimbulkan reaksi seksual, misalnya ciuman, rabaan, atau
seks oral. Hubungan seksual atau senggama mempunyai pengertian yang
khusus, yaitu masuknya penis ke dalam vagina (Pangkahila, dalam
Martaadisoebrata, 2011).Aktivitas seksual adalah segala tingkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis.
Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan
tertarik, hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama maupun
berimajinasi (Potter & Perry, 2005).
b. Identitas Seksual

Identitas seksual adalah pengenalan dasar tentang seks diri secara anatomis
yang sangat berhubungandengan kondisi biologis, yaitu kondisi anatomis dan
fisiologis, organ seks, hormon, dan otak dan saraf pusat. Identitas gender
berkaitan dengan aspek psikologis, yaitu bagaimana seseorang memutuskan
menafsirkan identitas seksual untuk dirinya atau citra diri seksual (sexual
self-image) dan konsep diri.

Secara singkat, identitas seksual seseorang bisa dilihat dari kemampuan


memahami sexual identity (identitas kelamin) yakni kesadaran individu
mengenai pemahaman akan jenis kelaminnya secara biologis yang kedua
kemampuan memahami gender identity (identitas jenis kelamin) yakni
kesadaran akan jenis kelamin kepribadiannya yang dibentuk oleh ciri-ciri
fisik yang diperoleh dari seks biologis yang saling berhubungan dengan
perilaku atau pengalaman di lingkungan sekitar. Yang ketiga, identitas
seksual seseorang bisa dilihat dari kemampuan memahami gender role
behaviour (perilaku peranan jenis kelamin) yakni semua yang dikatakan dan
dilakukan seseorang yang menyatakan bahwa dirinya itu seorang priaataupun
wanita.

c. Dimensi Seksual

Dimensi seksual menurut Andarmoyo (2012) adalah sebagai berikut:


1. Dimensi sosiokultural
Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang berada
dalam lingkungan masyarakat. Norma dan peraturan ini akan menjadi
batasan apakah perilaku yang dijalankan bisa diterima di dalam komunitas
kultur tersebut ataupun tidak. Keragaman kultural secara global menciptakan
variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan menghadirkan
spektrum tentang keyakinan dan nilai yang luas, misalnya termasuk cara dan
perilaku yang diperbolehkan selama berpacaran, apa yang dianggap
merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku
seksual, dengan siapa seseorang menikah, dan siapa yang diizinkan untuk
menikah. Sirkumsisi pada pria dan wanita adalah contoh tradisi seksual
kultural. Sirkumsisi pria adalah pengangkatan prepusium atau kulup di atas
gland penis, selain untuk alasan higienis, juga sebagai simbol keagamaan
atau identitas etnik bagi masyarakat tertentu. Sedangkan, sirkumsisi pada
wanita pada sebagian komunitas adalah suatu warisan tradisi yang sangat
lekat dalam budaya kultural pada beberapa negara, terutama komunitas
kultural Islam.bertindak dan berperilaku. Mereka cenderung bermain sesuai
aturan ketika memilih seseorang untuk melakukan hubungan seks dan ketika
memilih seseorang untuk dinikahi, bagaimana seseorang memahami aspek
dunia mereka bergantung pada siapa mereka secara sosial dan dalam
lingkungan sosial seperti apa mereka tinggal. Lingkungan atau masyarakat
dan agama tertentu mendorong atau melarang pola seksualitas tertentu.

Secara ringkas, setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam
membentuk nilai dan sikap seksual, juga dalam membentuk atau
menghambat perkembangan dan ekspresi seksual anggotanya. Peraturan ini
menjadi bagian integral dari cara berpikir individu dan menggarisbawahi
perilaku seksual, termasuk, misalnya saja, bagaimana seorang menemukan
pasangan hidupnya, seberapa sering mereka melakukan hubungan seks, dan
apa yang mereka lakukan ketika mereka berhubungan seks.
2. Dimensi agama dan etik

Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik. Ide
pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan seksualitas
membentuk dasar untuk pembuatan keputusan seksual, spektrum sikap yang
ditunjukkan pada seksualitas di rentang dari pandangan tradisional tentang
hubungan seks hanya dalam perkawinan sampai sikap yang memperbolehkan
individu menentukan apa yang benar bagi dirinya. Keputusan seksual yang
melewati batas kode etik individu dapat mengakibatkan konflik internal.

Michael et. al. (1994) dalam Andarmoyo (2012) salah satu risetnya membagi
responden menjadi tiga kategori dengan dasar sikap dan keyakinan. Individu
yang masuk ke dalam kategori tradisional mengatakan bahwa keyakinaan
keagamaan mereka selalu memberikan pedoman perilaku seksual mereka.
Dalam kategori ini, homoseksualitas, aborsi, dan hubungan seks pranikah dan
di luar nikah selalu dianggap salah. Kategori relasional berkeyakinan bahwa
seks harus menjadi bagian dari hubungansaling mencintai, tetapi tidak harus
terjadi dalam
perkawinan. Kategori rekreasional mengatakan bahwa kebutuhan seks tidak
ada kaitannya dengan cinta.
3. Dimensi psikologis

Banyak keyakinan dan sikap kita mengenai perkembangan psikologis, moral,


dan psikoseksual wanita dan pria didasarkan pada teori dari Freud, Erikson,
dan Kholberg telah menentang asumsi ini. Mereka menyatakan bahwa diri
wanita didefinisikan oleh hubungan dengan orang sementara diri pria
didefinisikan oleh perpisahan dan individualisi.
Seksualitas bagaimanapun mengandung perilaku yang dipelajari. Sesuatu
yang sesuai dandihargai, dipelajari sejak dini dalam kehidupan dengan
mengamati perilaku orang tua. Orang tuabiasanya mempunyai pengaruh
signifikan pertama pada anak-anaknya. Mereka sering mengajarkan
seksualitas melalui komunikasi yang halus dan non- verbal. Seseorang
memandang diri mereka sebagai makhluk seksual berhubungan dengan tubuh
dan tindakan mereka, pesannya sering berbeda sesuai gender. Riset telah
rnenunjukkan bahwa orang tua cenderung memperlakukan anak-anak
perempuan dan laki-laki secara berbeda, misalnya mendekorasi kamar
mereka secara berbeda. Mereka memberikan dorongan dan penghargaan
kepada anak laki-laki yang melakukan eksplorasi dan yang mandiri,
sedangkan anak perempuan sering didorong untuk menjadi penolong dan
meminta bantuan. Baik ibu maupun ayah juga cenderung mempertegas
permainan sesuai jenis kelamin pada anak-anak prasekolah mereka.

Secara singkat, orang tua memperlakukan anak-anak mereka secara berbeda


berdasarkan gender. Variasi seperti ini menyebabkan sebagian perbedaan
gender teramati. Namun demikian, juga memungkinkan bahwa sebagian
perbedaan gender ditemukan secara biologis.
a. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seksualitas Keinginan
seksual beragam diantara individu. Faktor-

faktor yang mempengaruhi seksualitas seseorang (Potter&Perry, 2005)


diantaranya adalah:
1. Faktor Fisik

Seseorang dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan fisik.


Aktivitas seksual dapat menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan. Bahkan
hanya membayangkan bahwa seks dapat menyakitkan saja, sudah
menurunkan keinginan seks. Penyakit minor dan keletihan adalah alasan
seseorang untuk tidak merasakan seksual. Citra tubuh yang buruk, terutama
ketika diperburuk oleh perasaan penolakan atau pembedahan yang mengubah
bentuk tubuh, dapat menyebabkan seseorang kehilangan perasaannya secara
seksual.
2. Faktor Hubungan

Masalah dalam berhubungan dapat mengalihkan perhatian seseorang dari


keinginan seks. Tingkat seberapa jauh mereka masih merasa dekat satu sama
lain dan berinteraksi pada tingkat intim bergantung pada kemampuan mereka
untuk bernegosiasi dan berkompromi. Keterampilan seperti ini memainkan
peran yang sangat penting ketika menghadapi keinginan seksual dalam
berhubungan. Penurunan minat dalam aktivitas seksual dapat mengakibatkan
ansietas hanya karena harus

mengatakan kepada pasangan perilaku seksual apa yang diterima atau


menyenangkan.
3. Faktor Gaya Hidup

Penggunaan atau penyalahgunaan alkohol atau tidak punya waktu untuk


mencurahkan perasaan dalam berhubungan, dapat mempengaruhi keinginan
seks. Sebagian orang tidak mengetahui bagaimana menetapkan waktu
bekerja dan di rumah untuk mencakupkan perilaku seksual. Misalnya pada
pasangan yang bekerja, mungkin merasa terlalu terbeban sehingga mereka
merasa cumbuan seksual dari pasangannya sebagai tuntutan tambahan bagi
mereka. Individu seperti ini sering mengungkapkan bahwa mereka perlu
waktu untuk menyendiri untuk berpikir dan istirahat sebagai hal yang lebih
penting dari seks.
4. Faktor Harga Diri
Tingkat harga diri seseorang juga dapat menyebabkan konflik yang
melibatkan seksualitas. Jika harga diri seksual tidak pernah dipelihara dengan
mengembangkan perasaan yang kuat tentang seksual-diri dan dengan
mempelajari keterampilan seksual, seksualitas mungkin

menyebabkan perasaan negatif atau menyebabkan tekanan perasaan seksual.


Harga diri seksual dapat menurun dalam banyak cara. Rendahnya harga diri
seksual dapat juga diakibatkan oleh kurang adekuatnya pendidikan seks,
peran yang negatif, danupaya untuk hidup dalam pengharapan pribadi.

b. Aktivitas Seksual pada Masa Menopause

Kekurangan estrogen dan progesteron dapat menurunkan libido wanita


dengan menciptakan perubahan-perubahan fisik yang secara sederhana
membuat tindak senggama kurang nikmat. Kekeringan dan penipisan dinding
vagina dapat menimbulkan ketidaknyamanan fisik selama senggama,
sebagaimana kejang otot vagina. Perubahan dalam fungsi saraf dapat
mematikan rasa di bagian-bagian tubuh yang biasanya peka, dan perubahan
dalam sirkulasi darah dapat menurunkan respon fisik jika timbul rangsangan,
yang menjadikannya makin sulit untuk mencapai orgasme (Northrup, 2006).

Beberapa penelitian ginekologi membuktikan bahwa kadar estrogen yang


cukup merupakan faktor terpenting
untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah vagina dari kekeringan
sehingga tidak menimbukan nyeri saat bersenggama. Wanita dengan kadar
estrogen50pg/ml, lebih banyak mengeluh masalah seksual seertivagina
kering, perasaan terbakar, gatal, dan sering keputihan. Akibat cairan vagina
berkurang, umumnya wanita mengeluh sakit saat senggama sehingga tidak
mau lagi melakukan hubungan seks. Nyeri senggama ini akan bertambah
buruk apabila hubungan seks makin jarang dilakukan, yang terpenting adalah
melakukan hubungan seks secara teratur agar elastisitas vagina tetap dapat
dipertahankan sehingga rasa sakit saat senggama dapat diatasi dan orgasme
dapat tercapaisaat berhubungan seksual. Libido/dorongan seksual juga
mempengaruhi aktivitas seksual di usia menopause, akan tetapi hal tersebut
sangat dipengaruhioleh faktor seperti perasaan, lingkungan, dan faktor
hormonal (Baziad, 2003).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Periode klimakterium (Premenopause) merupakan masa
peralihan antara masa reproduksi dan masa senium. Biasanya masa
ini disebut juga dengan pra menopause, antara usia 40 tahun,
ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur, dengan perdarahan
haid yang memanjang dan relatif banyak. Premenopause merupakan
bagian dari masa klimakterium yang terjadi sebelum menopause
(Pranoto, 2007).
Perubahan gairah seksual wanita menopause umumnya disebabkan
perubahan kadar hormon dalam tubuh. Saat menopause,
kadar hormon estrogen yang memegang peranan penting terhadap
fungsi seksual akan mengalami penurunan. Efeknya, wanita
menopause lebih sulit untuk terangsang dan mengalami orgasme.
Menurunnya kadar hormon estrogen dalam tubuh wanita menopause
juga menurunkan aliran darah yang mengalir ke vagina. Efeknya,
terjadi penurunan produksi cairan pelumas vagina yang
menyebabkan vagina menjadi kering. Kondisi ini membuat
hubungan seksual terasa menyakitkan, sehingga membuat wanita
menopause enggan untuk melakukan hubungan seksual

B. Saran
Dengan eksistensi makalah ini dapat menjadi acuan dalam
meningkatkan wawasan kita tentang masalah seksual yang terjadi pada
masa perimenopause serta kami menerima kritik dan saran yang
bersifat membangun dalam kesempurnaan makalah kami ini.
DAFTAR PUSTAKA

WHO. Women and Health : Today’s Evidence Tomorrow’s Agenda. (Depart


of Reproductive Health and Research WHO, 2009).
Speroff L, Glass RH, K. N. Menopause and Postmenopausal Hormon
Therapy. Clin. Gynaecol. Endocrinol. Infertil. 5, 583–650 (1994).
Karenina PR, Nurjanah & D, E. Karenina PR Nurjanah Ernawati D.
Perilaku Lansia Menopause Dalam Menjaga Kesehat. Reproduksinya Di
Posyandu Lansia Mawar Putih RW IX Kelurahan Gajah Mungkur
Semarang (2013). at http://eprints.dinus.ac.id/6486/1/jurnal_12121.pdf>
Nugroho, Y. Hubungan antara stadium menopause dengan perubahan seksual wanita
menopause di posyandu lansia srikandi kelurahan sumbersari kota malang. J.
Keperawatan 4, 75–86 (2015). Setiadi. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. (Graha
Ilmu, 2007).
Sugiono. Statistika untuk Penelitian. (Alfabeta, 2006).
Wasis. Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Perawat. (EGC, 2008

Anda mungkin juga menyukai