Anda di halaman 1dari 14

Tugas Post Power Syndrome dan Penyebab Stres Jabatan dan Ekonomi

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah : Kesehatan Mental Masyarakat

Disusun oleh :
Ivan Syahdila (11940211336)

Dosen pengampu :
M. Fahli Zatrahadi, M.Pd

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2021
A.    Pengertian Post Power Syndrome
Syndrome adalah kumpulan gejala-gejala negatif, sedangkan power adalah
kekuasaan, dan post adalah pasca.Dengan demikian terjemahan dari post power
syndrome adalah gejala-gejala setelah berakhirnya kekuasaan. Gejala ini umumnya
terjadi pada orang-orang yang tadinya mempunyai kekuasaan, namun ketika sudah
tidak berkuasa lagi, seketika itu terlihat gejala-gejala kejiwaan yang biasanya bersifat
negatif atau emosi yang kurang stabil.
Secara umum syndrome ini dapat dikatakan sebagai masa krisis pada fase-fase
perkembangan tertentu dalam kehidupan. Pada gejala post power syndrome ini
terutama akan terjadi pada orang yang mendasarkan harga dirinya pada kekuasaan.
Dengan demikian post power syndrome ini bersumber dari kenyataan bahwa dia
tersingkir dari posisi, dari lingkungan kerja dan dari kebermaknaan diri sebagaimana
teori hirarkhi kebutuhan manusia yang dikemukakan oleh Abraham Maslow.
Bagaimana bentuk post power syndrome yang dialami, sangat tergantung pada
bagaimana orientasinya semasa aktif. Bila dia tergolong Structure oriented
(penekanan pada struktur/jabatan), syndrome ini akan lama menghinggapi dan
menggerogoti harga dirinya, sedang jika functional oriented (penekanan pada fungsi),
maka dia akan memberdayakan apa yang masih dapat difungsikan dari dirinya.

B.    Pengaruh Fungsi Keluarga dalam Post Power Syndrome


Keluarga mempunyai pengaruh yang paling besar ketika terjadinya Post Power
Syndrome yang terjadi pada seseorang, berikut ini merupakan alasan mengapa unit
keluarga harus menjadi fokus sentral dari perawatan pada seseorang yang menderita
Post Power Syndrome.
1.   Dalam unit keluarga, disfungsi apa saja yang mempengaruhi satu atau lebih
anggota keluarga, dan dalam hal tertentu, seringkali akan mempengaruhi anggota
keluarga yang lain dan unit ini secara keseluruhan.
2.    Ada semacam hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan
anggotanya, bahwa peran dari keluarga sangta penting bagi setiap aspek

1
perawatan kesehatan anggota keluarga secara individu, mulai dari strategi-
strategi hingga fase rehabilitasi.
3.   Dapat mengangkat derajat kesehatan keluarga secara menyeluruh, yang mana
secara tidak langsung mengangkat derajat kesehatan dari setiap anggota keluarga.
4.   Dapat menemukan faktor – faktor resiko.
5.   Seseorang dapat mencapai sesuatu pemahaman yang lebih jelas terhadap individu
– individu dan berfungsinya mereka bila individu – individu tersebut dipandang
dalam konteks keluarga mereka.
6.   Mengingat keluarga merupakan sistem pendukung yang vital bagi individu-
individu, sumber dari kebutuhan-kebutuhan ini perlu dinilai dan disatukan
kedalam perencanaan tindakan bagi individu-individu.

C.     Fase Penyesuaian Diri Pada Saat Pensiun


Penyesuaian diri pada saat pensiun merupakan saat yang sulit, dan terdapat
tiga fase proses pensiun:
1.   Preretirement phase (fase pra pensiun) Fase ini bisa dibagi pada 2 bagian lagi
yaitur em ote dan near . Padar em ote phase, masa pensiun masih dipandang
sebagai suatu masa yang jauh. Biasanya fase ini dimulai pada saat orang tersebut
pertama kali mendapat pekerjaan dan masa ini berakhir ketika orang terebut
mulai mendekati masa pensiun. Sedangkan pada near phase, biasanya orang
mulai sadar bahwa mereka akan segera memasuki masa pensiun dan hal ini
membutuhkan penyesuaian diri yang baik. Ada beberapa perusahaan yang mulai
memberikan program persiapan masa pensiun.
2.   Retirement phase (fase pensiun) Masa pensiun ini sendiri terbagi dalam 4 fase
besar, dan dimulai dengan tahapan pertama yakni honeymoon phase. Periode ini
biasanya terjadi tidak lama setelah orang memasuki masa pensiun. Sesuai dengan
istilah honeymoon (bulan madu), maka perasaan yang muncul ketika memasuki
fase ini adalah perasaan gembira karena bebas dari pekerjaan dan rutinitas.
Biasanya orang mulai mencari kegiatan pengganti lain seperti mengembangkan

2
hobi. Kegiatan inipun tergantung pada kesehatan, keuangan, gaya hidup dan
situasi keluarga. Lamanya fase ini tergantung pada kemampuan seseorang. Orang
yang selama masa kegiatan aktifnya bekerja dan gaya hidupnya tidak bertumpu
pada pekerjaan, biasanya akan mampu menyesuaikan diri dan mengembangkan
kegiatan lain yang juga menyenangkan. Setelah fase ini berakhir maka akan
masuk pada fase kedua yakni disenchatment phase. Pada fase ini pensiunan
mulai merasa depresi, merasa kosong. Untuk beberapa orang pada fase ini, ada
rasa kehilangan baik itu kehilangan kekuasaan martabat, status, penghasilan,
teman kerja, aturan tertentu. Pensiunan yang terpukul pada fase ini akan
memasuki reorientation phase, yaitu fase dimana seseorang mulai
mengembangkan pandangan yang lebih realistik mengenai alternatif hidup.
Mereka mulai mencari aktivitas baru. Setelah mencapai tahapan ini, para
pensiunan akan masuk pada stability phase yaitu fase dimana mereka mulai
mengembangkan suatu set kriteria mengenai pemilihan aktivitas, dimana mereka
merasa dapat hidup tentram dengan pilihannya.
3.   End of retirement (fase pasca masa pensiun) Biasanya fase ini ditandai dengan
penyakit yang mulai menggerogoti seseorang, ketidak-mampuan dalam
mengurus diri sendiri dan keuangan yang sangat merosot. Peran saat seorang
pensiun digantikan dengan peran orang sakit yang membutuhkan orang lain
untuk tempat bergantung.

D.   Ciri-ciri Orang Yang Rentan Menderita Post Power Syndrome


1.         Orang-orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang
permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
Orang-orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang
permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
2.      Orang-orang yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena kurangnya
harga diri, jadi kalau ada jabatan dia merasa lebih diakui oleh orang lain.

3
3.      Orang-orang yang menaruh arti hidupnya pada prestise jabatan dan pada
kemampuan untuk mengatur hidup orang lain, untuk berkuasa terhadap orang
lain. Istilahnya orang yang menganggap kekuasaan itu segala- galanya atau
merupakan hal yang sangat berarti dalam hidupnya.
4.      Antara pria dan wanita, pria lebih rentan terhadap post power sindrome karena
pada wanita umumnya lebih menghargai relasi dari pada prestise, prestise dan
kekuasaan itu lebih dihargai oleh pria.

E.    Beberapa Gejala Post Power Syndrome


1.      Gejala fisik, misalnya tampak kuyu, terlihat lebih tua, tubuh lebih lemah, sakit-
sakitan.
2.      Gejala emosi, misalnya mudah tersinggung, pemurung, senang menarik diri dari
pergaulan, atau sebaliknya cepat marah untuk hal-hal kecil, tak suka disaingi dan
tak suka dibantah.
3.      Gejala perilaku, misalnya menjadi pendiam, pemalu, atau justru senang
berbicara mengenai kehebatan dirinya di masa lalu, senang menyerang pendapat
orang, mencela, mengkritik, tak mau kalah, dan menunjukkan kemarahan baik di
rumah maupun di tempat umum
Post-power syndrome, adalah gejala yang terjadi di mana penderita hidup
dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (karirnya, kecantikannya,
ketampanannya, kecerdasannya, atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa
memandang realita yang ada saat ini. Penderita Post Power Syndrome selalu ingin
mengungkapkan betapa bangga dengan masa lalu yang dilewatinya dengan jerih
payah yang luar biasa (menurutnya).

F.    Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Post Power Syndrome


1.  Pensiun, PHK atau pudarnya ketenaran seorang artis adalah salah satu dari faktor
tersebut. Bila orang yang tiba masa pensiunnya tidak bisa menerima keadaan
bahwa tenaganya sudah tidak dipakai lagi, walaupun menurutnya dirinya masih

4
bisa memberi kontribusi yang signifikan kepada perusahaan, post-power syndrom
akan dengan mudah menyerang. Apalagi bila ternyata usianya sudah termasuk usia
kurang produktif dan ditolak ketika melamar di perusahaan lain, post-power
syndrom yang menyerangnya akan semakin parah.
2.  Kejadian traumatik juga menjadi salah satu penyebab terjadinya post-power
syndrome. Misalnya kecelakaan yang dialami oleh seorang pembalap, yang
menyebabkan kakinya harus diamputasi. Bila dia tidak mampu menerima keadaan
yang dialaminya, dia akan mengalami post-power syndrome. Dan jika terus
berlarut-larut, tidak mustahil gangguan jiwa yang lebih berat akan dideritanya.
3.  Post-power syndrome hampir selalu dialami terutama orang yang sudah lanjut usia
dan pensiun dari pekerjaannya. Hanya saja banyak orang yang berhasil melalui
fase ini dengan cepat dan dapat menerima kenyataan dengan hati yang lapang.
Tetapi pada kasus-kasus tertentu, dimana seseorang tidak mampu menerima
kenyataan yang ada, ditambah dengan tuntutan hidup yang terus mendesak, dan
dirinya adalah satu-satunya penopang hidup keluarga, resiko terjadinya post-power
syndrome yang berat semakin besar.

G.   Penyebab Internal Post Power Syndrome


Turner dan Helms (1983) mengatakan bahwa penyebab faktor internal
bagi berkembangnya post power syndrome pada diri seseorang, adalah :
1.   Kehilangan jabatan (kepemilikan kekuasaan) berarti kehilangan harga diri, yaitu
hilangnya perasaan memiliki dan atau dimiliki. Dengan jabatan pula seseorang
merasa lebih yakin diri , karena diakui kemampuannya.
2.   Kehilangan latar belakang kelompok khusus atau eksklusif
3.   Kehilangan kewibawaan
4.   Kehilangan perasaan berarti dalam satu kelompok tertentu
5.   Kehilangan orientasi kerja
6.   Kehilangan sumber penghasilan (fasilitas) yang terkait dengan jabatan yang
dipegang.

5
H. Kesimpulan
Post Power Syndrome adalah gejala-gejala setelah berakhirnya kekuasaan.
Gejala ini umumnya terjadi pada orang-orang yang tadinya mempunyai kekuasaan,
namun ketika sudah tidak berkuasa lagi, seketika itu terlihat gejala-gejala kejiwaan
yang biasanya bersifat negatif atau emosi yang kurang stabil. Faktor-faktor penyebab
Post Power Syndrome :
Pensiun, PHK atau pudarnya ketenaran seorang artis adalah salah satu dari
faktor tersebut, kejadian traumatik juga misalnya kecelakaan yang dialami oleh
seorang pembalap, yang menyebabkan kakinya harus diamputasi, Post-power
syndrome hampir selalu dialami terutama orang yang sudah lanjut usia dan pensiun
dari pekerjaannya.
STRES JABATAN
1. Pengertian dan Latar Belakang Stres Jabatan
Stres kerja/jabatan adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam
menghadapi pekerjaan (Mangkunegara, 2013: 155). Pendapat ini didukung oleh
Beehr dan Newman (dalam Luthans, 2006: 441) yang mendefinisikan mengenai
stres jabatan sebagai kondisi yang muncul dari interaksi manusia dengan
pekerjaannya serta dikarakteristikkan oleh manusia sebagai perubahan manusia yang
memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka. Bisa dikatakan
bahwa stress kerja adalah umpan balik atas atas diri karyawan secara fisiologis
maupun psikologis terhadap keinginan atau permintaan organisasi. Stres jabatan
merupakan faktor-faktor yang dapat memberi tekanan terhadap produktivitas dan
lingkungan kerja serta dapat mengganggu individu.
2. Jenis-Jenis Stres
Berney dan Selye (Dewi, 2012:107) mengungkapkan ada empat jenis stres:
a. Eustres (good stres)
Merupakan stress yang menimbulkan stimulus dan kegairahan, sehingga
memiliki efek yang bermanfaat bagi individu yang mengalaminya. Contohnya

6
Seperti: tantangan yang muncul dari tanggung jawab yang meningkat, tekanan
waktu, dan tugas berkualitas tinggi.
b. Distress
Merupakan stres yang memunculkan efek yang membahayakan bagi individu
yang mengalaminya seperti: tuntutan yang tidak menyenangkan atau berlebihan
yang menguras energi individu sehingga membuatnya menjadi lebih mudah
jatuh sakit.
c. Hyperstress
Yaitu stress yang berdampak luar biasa bagi yang mengalaminya. Meskipun
dapat bersifat positif atau negatif tetapi stress ini tetapsaja membuat individu
terbatasi kemampuan adaptasinya.
Contoh adalah stres akibat serangan teroris.
d. Hypostress
Merupakan stress yang muncul karena kurangnya stimulasi. Contohnya, stres
karena bosan atau karena pekerjaan yang rutin.
3. Gejala – gejala stres
Beehr dan Newman (dalam Waluyo, 2009: 164-165) menyebutkan gejala-gejala
stress yaitu:
a. Gejala psikologis
1) kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung
2) perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
3) sensitive dan hyperreactivity
4) memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi
5) komunikasi yang tidak efektif
6) perasaan terkucil dan terasing
7) kebosanan dan ketidakpuasan kerja
8) kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi
9) kehilangan spontanitas dan kreativitas
10) menurunnya rasa percaya diri

7
b. Gejala Fisiologis
1) Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami
penyakit kardiovaskular
2) Meningkatnya sekresi dari hormon stress (seperti: adrenalin dan
nonadrenalin)
3) Gangguan gastrointestinal (gangguan lambung)
4) Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
5) Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang
kronis
6) Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada
7) Gangguan pada kulit
8) Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot 9)
Gangguan tidur
10) Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena
kanker
c. Gejala Perilaku
1) Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan
2) Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas
3) Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan
4) Perilaku sabotase dalam pekerjaan
5) Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan,
mengarah ke obesitas.
6) Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan
diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi
dengan tanda-tanda depresi.
7) Meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi, seperti menyetir
dengan tidak hati-hati dan berjudi
8) Meningkatnya agresivitas, vandalism, dan kriminalitas
9) Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman

8
10) Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.
Robbins & Coulter (2010: 17) mengungkapkan tentang gejala-gejala stres
sebagai berikut: a. Fisik
Perubahan dalam metabolisme, bertambahnya detak jantung dan napas,
naiknya tekanan darah, sakit kepala, dan potensi serangan jantung.
b. Perilaku
Perubahan dalam produktivitas, ketidakhadiran, perputaran kerja, perubahan
pola makan, peningkatan konsumsi alkohol atau rokok, berbicara cepat,
gelisah, dan gangguan tidur.
c. Psikologis
Ketidakpuasan kerja, tekanan, kecemasan, lekas marah, kebosanan, dan
penundaan.
4. Faktor – faktor yang memengaruhi stres
Stres jabatan timbul karena adanya hubungan interaksi dan komunikasi antara
individu dan lingkungannya. Selain itu, stress muncul karena adanya jawaban
individu yang berwujud emosi, fisiologis, dan pikiran terhadap kondisi, situasi, atau
peristiwa yang meminta tuntutan tertentu terhadap diri individu dalam pekerjaannya
(Wijono, 2015: 168)
Handoko (2001: 201) mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah kondisi kerja
yang sering menyebabkan stres bagi karyawan, diantaranya adalah :
a.Beban kerja yang berlebihan
b. Tekanan atau desakan waktu
c.Kualitas supervisi yang jelek
d. Iklim politis yang tidak aman
e.Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai
f. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung-jawab
g. Kemenduaan peranan (role ambiguity)
h. Frustrasi
i. Konflik antar pribadi dan antar kelompok

9
j. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan
k. Berbagai bentuk perubahan
5. Perbedaan penyebab stres jabatan tinggi dengan jabatan rendah
a) Jabatan tinggi
Jabatan yang tinggi memiliki beberapa hal yang menjadi penyebab stres,
yaitu:
 Tingginya resiko
 Tanggung jawab yang besar
 Dituntut untuk selalu tepat dan sempurna
 Daya saing antar sesama yang sangat besar
 Keinginan untuk lebih
 Waktu luang yang lebih ketat dan sedikit
 Interaksi dengan lingkungan sosial dan masyarakat serta keluarga
lebih sedikit
b) Jabatan rendah
Jabatan rendah juga memiliki beberapa hal yang menjai penyebab stres,
yaitu:
 Gaji yang sedikit
 Waktu kerja yang tidak menentu
 Tenaga yang lebih
 Memiliki kecemasan akan di PHK secara tiba-tiba
 Keinginan dan tuntutan keadaan yang harus lebih
STRES EKONOMI

A. Ekonomi Rendah/Ekonomi Rendah


Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa
lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin
dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada

10
masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan
kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern. Penyebab
kemiskinan-kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
a) penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat
dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin
b) penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan
keluarga;
c) penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan
keluarga;
d) penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan
kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
e) penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain,
termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
f) penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan
hasil dari struktur sosial.
Di sisi lain ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni
kemiskinan alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat
sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana
alam. Kemiskinan “buatan” terjadi karena lembaga -lembaga yang ada di masyarakat
membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan
berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin.
Sementara itu, hasil-hasil pembangunan di Indonesia juga tidak sampai pada
penduduk yang tinggal di daerah pedesaan. Pada akhirnya para penduduk desa
banyak yang tergiur dengan kehidupan di daerah perkotaan. Padahal pekerjaan di
perkotaan menuntut para pekerja yang terampil. Penduduk yang berpindah dari desa
ke kota semakin meningkat. Permasalahan sosial di daerah perkotaan juga semakin
banyak dengan bermunculannya para pedagang kaki lima, pengemis, gelandangan,
dan berbagai kasus kriminalitas lainnya. Ditengah hiruk pikuk pembangunan yang

11
dilakukan, daerah pedesaan pun tetap saja berada pada kondisi kemiskinan dan
ketidakberdayaan hal ini menggambarkan kegagalan pembangunan.
Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak
dari berbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama
akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi akan
tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar rendah,
tabungan kecil, lemah mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi terutama akibat
rasa rendah diri, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan, dari aspek politik berkaitan
dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminatif,
posisi lemah dalam proses pengambil keputusan.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian:
a) Kemiskinan absolut,
Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya
berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan
b) Kemiskinan relatif
Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis
kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.
c) Kemiskinan kultural.
Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau
sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya
sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
Adapun indikator-indikator penyebab stres kemiskinan antara lain sebagai
berikut:
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar(sandang, pangan dan
papan).
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan,
pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).

12
3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk
pendidikan dan keluarga).
4. Kerentanan terhadap guncangan yang bersifat individual maupun massa.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
6. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita
korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan
terpencil).

B. Ekonomi Atas/kaya
Semakin berkembang kemajuan zaman, ketenangan semakin sulit.
Kebahagiaan dan ketenangan bukan semata-mata karena faktor berlimpahnya materi.
Banyak orang kaya justru mengakhiri hidupnya dengan cara tragis, bunuh diri.
berlimpahnya materi bukan jaminan seseorang bisa hidup tenang.
Banyak orang kaya stres, bukan karena menganggur tapi karena serakah,
Kalau orang serakah, tidak pernah berpikir bahwa harta kekayaan yang dimiliki
adalah titipan Allah. Sehingga ketika hartanya berkurang karena rugi bisnis, sudah
mengeluh begitu rupa. Padahal sisanya masih lebih banyak.
Maka bisa di ambil kesimpulan bahwa orang dengan ekonomi tinggi juga bisa
terkena stres penyebabnya yaitu:
1. Tamak
2. Riya
3. Hasad
4. Takut kalah saing

13

Anda mungkin juga menyukai