Anda di halaman 1dari 26

dirangkum dari berbagai sumber oleh

christiana hari soetjiningsih


 Individu yang berada pada masa usia lanjut,
sering-kali diidentikkan sebagai individu
dengan perilaku yang negatif seperti: sulit
menyesuaikan diri, sulit diatur, sering
mengeluh tentang banyak hal, pemarah,
cerewet, mudah depresi, pelupa, dll.

 Perubahan yang demikian seringkali


dihubungkan dengan kondisi
“senility”(keadaan uzur/lemah fisik karena
usia tua) nya, dalam arti bahwa kepribadian
individu berubah (kearah negatif) seiring
dengan bertambahnya usia

 Apakah memang demikian?


 Menurut Golfarb, apa yang terjadi bukanlah suatu
perubahan tiba2 dalam kepribadiannya, tetapi lebih karena
perubahan keadaan

 Bbrp riset: ada hubungan erat antara kepribadian orang


usia lanjut saat usia sekitar 65-70 tahun dengan
kepribadiannya pada waktu mereka berusia 25 atau 30
tahun. Pola kepribadian yang melekat pada seseorang
biasanya sulit diubah setelah ia berusia sekitar tiga puluh
tahun. Jadi ada kekonsistenan dalam kepribadian individu.
Tidak berarti bahwa kepribadian tidak dapat diubah atau
diperbaiki, karena individu selalu belajar dan berubah.
Juga ada pengaruh faktor sosial, fisik, budaya, dan
lingkungan baik secara langsung maupun tidak.

 Pendpt lain: perubahan lebih bersifat kuantitatif daripada


kualitatif. Ini berarti bahwa pola dasar dari kepribadian
yang muncul lebih awal dalam kehidupan menjadi lebih
terbentuk seiring dengan bertambahnya usia.
 Dari berbagai penelitian ternyata bahwa individu yang sejak awal
mempunyai kepribadian yang positif akan cenderung berperilaku
positif pula saat usia lanjut; dan demikian sebaliknya.

 Individu yang saat mudanya mempunyai penyesuaian diri yang


baik, mampu mengendalikan emosi dengan baik, tidak mudah
putus asa, maka dalam menghadapi perubahan-perubahan lanjut
usia juga cenderung dapat menerima perubahan dengan tenang
dan berusaha mengatasi masalah-masalah yang muncul
sehingga tidak menunjukkan perilaku negatif.

 Individu yang sejak muda cenderung mudah frustrasi bila


mengalami masalah, sulit menyesuaikan diri, emosional;
cenderung juga akan mengalami kesulitan untuk menerima
perubahan-perubahan yang terjadi pada masa usia lanjut
sehingga menjadi kecewa, cemas, takut, mudah marah, dll.
1. Golongan integrated
Memp. kehidupan batin yang
kaya dan kemampuan kognitif
(daya pikir) yang (masih) baik,
kontrol diri yang cukup, terbuka
untuk masukan baru, luwes,
penyesuaian diri baik.

2. Golongan armored-defended
Berambisi dengan pertahanan
diri yang kuat, berusaha keras
melawan proses ketuaan dengan
tetap aktif dan kerja keras sampai
titik yang penghabisan. Atau
sebaliknya ada dari golongan ini
yang melawan ketuaan justru
dengan mengurangi aktivitas dan
in-teraksi sosialnya untuk
penghematan energi.
1. Tipe Konstruktif
Sejak muda mudah
menyesuaikan diri dengan baik
terhadap perubahan dan pola
kehidupannya. Dengan perilaku
yang adaptif, aktif, dinamis, tipe
ini biasanya dapat menyelesaikan
studinya dengan baik dan
berprestasi, pergaulan sosial
baik, dan dalam pekerjaan
mempunyai karir yang baik.

Saat lansia dapat menerima


kenyataan, saat pensiun tidak
merasa down karena
menganggap pensiun sebagai
peristiwa yang wajar, sehingga
cenderung tidak mengalami post
power syndrome. Lansia tipe ini
sangat produktif dan selalu aktif
3.Tipe tergantung
Pasif dan tidak berambisi sejak anak-
anak, remaja dan masa muda. Kegiatan
yang dilakukannya cenderung didasari
oleh ikut-ikutan karena diajak oleh
temannya atau orang lain. Kurang
inisiatif dan kreativitas untuk
menghadapi hal-hal yang nyata. Sebagai
siswa - pasif, tidak menonjol, banyak
menyendiri, pergaulannya terbatas
sehingga hampir2 tidak dikenal
kawannya. Dalam mencari pekerjaan
orang tipe ini biasanya tergantung pada
orang lain

Saat lansia- senang hati menerima dan


dapat menikmati hari tuanya. Masalah
akan timbul jika pasangan hidupnya
meninggal duluan. Kejadian tersebut
seringkali mengakibatkan mereka
menjadi merana dan kadang2 juga cepat
menyusul, karena kehilangan pasangan
merupakan beban yang amat berat
sehingga mengalami stress yang berat
dan sangat menderita.
5. Tipe Kepribadian Kritik Diri
Sering menyesali diri dan mengkritik dirinya sendiri dan tidak
puas dengan keberadaan dirinya. Sejak menjadi siswa mereka
tidak memiliki ambisi namun kritik terhadap dirinya banyak
dilontarkan. Kalau dapat nilai jelek, selalu mengkritik dirinya
dengan kata dasar orang bodoh maka malas belajar. Begitu
juga setelah dewasa dalam mencari pekerjaan dan bekerja juga
tidak berambisi yang penting bekerja namun karir tidak begitu
diperhatikan

Saat pensiun menerima dengan rasa berat, karena merasa lebih


tidak berharga lagi dan tidak terpakai. Model kepribadian inilah
yang sering terlihat pada lansia yang antara suami dan istri
menjadi tidak akur, sehingga masing-masing mengurusi
kebutuhan sendiri-sendiri, tidak saling menegur dan saling
tidak mengacuhkan walaupun hidup dalam satu atap.
Tahap integritas versus keputusasaan
(integrity versus despair).
Merupakan masa untuk melihat kembali
apa yang telah dilakukan dalam kehidupan
yang telah dijalani. Bila tahap sblmnya
individu akan merasa puas (integritas).
Integritas berarti menerima hidup, dan
oleh karena itu juga berarti menerima akhir
dari hidup itu sendiri.
Kecenderungan maladaptive di tahap ini
disebut Erikson dengan berandai-andai
(presumpsion). Ini terjadi bila indv. tidak
mau menghadapi kesulitan dan kenyataan
hidup di masa tua. Mrk cenderung
menggerutu, yang diartikan oleh Erikson
sebagai sikap sumpah serapah dan
menyesali kehidupan sendiri atau orang
lain.
Penyesuaian fisik
tetapmenjaga kondisi fisiknya tetap baik dan menyesuaikan
kegiatan2nya sesuai dengan kondisi fisik-nya
Penyesuaian sosial
melakukan kontak sosial, yaitu : persahabatan pribadi yang
akrab, kelompok persahabatan, kelompok formal.
Penyesuaian pekerjaan
Penyesuaian terhadap masa pensiun, aktivitas /pekerjaan tidak
formal
Penyesuaian keluarga
perubahan hubungan dengan anggota keluarga,
perubahan pada perilaku sosial,
perubahan hubungan dengan anak dan cucu,
perubahan peran yang terbalik yaitu ketergantungan
orangtua pada anak keturunannya
Kriteria yang dapat dipakai untuk menilai
penyesuaian yang baik..?
Kepuasan diri atau kebahagiaan yang mereka
alami.
Menurut Erikson jika antara keadaan diri
yang sebenarnya dan keadaan diri ideal tdk
beda jauh, maka akan mengalami integritas
ego dan kebahagiaan
Sebaliknya lansia yang merasa bahwa
mereka telah gagal mencapai harapna2
saat mudanya, dan putus asa karena
menyadari bahwa kesempatan untuk
mencapai tujuan semakin kecil dari tahun
ke tahun  akan kecewa dan tidak
bahagia. Hal ini merupakan salah satu
penyebab terjadinya bunuh diri pada
orang-orang lanjut usia.
Kebahagian di masa usia lanjut
tergantung dipenuhi tidaknya tiga A
kebahagiaan (tree A’s of happiness) yaitu:
acceptance, affection, dan achievement
(Hurlock)
Kematian lebih wajar
dibicarakan dibandingkan
usia sebelumnya
Pemikiran dan
pembicaraan mengenai
kematian meningkat, dan
perkembangan integritas
pun meningkat melalui
peninjauan hidup yang
positif, dan hal ini dapat
membantu mereka untuk
menerima kematian
“ Kapan saya mati ?”
Iniadalah pertanyaan pertama tentang
kematian yang menyelimuti orang
lanjut usia. Padahal mereka tahu bahwa
tidak ada orang yang dapat menduga
jawabannya dengan ketepatan yang
dapat diterima. Bahkan dokter dari
pihak asuransi jiwapun tidak dapat
menaksir dengan tepat.
Mereka mencoba menduga-duga
tentang panjang usianya berdasarkan
pada tingkat kesehatan yang dimiliki
dan panjang usia rata-rata anggota
keluarganya.
“Apa penyebab kematian saya?”

Apakah mereka dapat melakukan


sesuatu untuk menghindari kan diri
dari kematiannya, paling tidak untuk
jangka pendek, menyelesaikan
berbagai urusan

Menentukan apakah menjelang hari


akhir tenaganya akan makin lemah
dan sangat sakit ataukah mereka
mempunyai kesempatan untuk tetap
sadar secara mental dan aktif secara
fisik sampai hari akhirnya ?

Pengetahuan tentang hal ini penting


karena akan memengaruhi
keputusan mengenai perawatan
kesehatan macam apa yang akan
mereka cari, mis.apakah mereka
akan sanggup menjalani operasi,
ataukah lainnya.
“Apakah saya dibenarkan
bunuh diri ?”

Pertanyaan ini diajukan apabila


setelah diagnosis upaya
penyembuhan tidak
memperpanjang hidupnya

Walaupun ada larangan agama


dan sikap sosial yang tidak
menyenangkan tentang bunuh
diri; tetapi ada lansia yang
percaya bahwa mereka
mempunyai hak untuk mati
secara terhormat dan damai serta
menghindari penyakit yang
melemahkan yang dapat
menghabiskan banyak energi dan
keuangan keluarga, kadang2
merasa perlu untuk mengambil
keputusan tentang hidup mereka
sendiri.

Penolakan dan isolasi ( denial and isolation)
Fase di mana individu menolak bahwa kematian benar-
benar ada. Ia mungkin akan berkata “tidak!”, “Itu tidak dapat
terjadi pada saya”, atau “Hal ini tidak mungkin terjadi”.
Ungkapan-ungkapan senada biasanya muncul yang
merupakan reaksi pertama pada penyakit yang tidak dapat
terlong lagi. Tetapi sikap penolakan ini merupakan
pertahanan diri yang bersifat sementara .

Kemarahan ( anger )
Merupakan fase saat individu menyadari bahwa penolakan
tidak dapat dilakukan lagi, sehingga kemudian
memunculkan rasa marah, benci dan iri. Pertanyaan yang
biasanya muncul adalah “Mengapa saya?”, “Me-ngapa bukan
orang lain?”. Pada fase ini seseorang menjadi makin sulit
dirawat karena amarahnya seringkali salah sasaran dan
diproyeksikan kepada para dok-ter, perawat, anggota
keluarga, dan juga Tuhan.
Tawar menawar ( bargaining )
Merupakan fase di mana individu mengembangkan harapan bahwa
kematian sewaktu-waktu dapat ditunda atau diundur. Beberapa
orang membuka tawar menawar atau negosiasi- seringkali dengan
Tuhan - sambil mencoba untuk menunda kematian. Secara
psikologis, seseorang berkata “Ya, saya, tapi……”. Dalam usaha
mendapatkan perpanjangan waktu kehidupan untuk beberapa hari,
minggu, atau bulan; seseorang kadang berjanji untuk merubah
kehidupannya yang akan dide-dikasikan hanya untuk Tuhan atau
untuk melayani orang lain.

Depresi ( depression )
Merupakan fase saat individu akhirnya menyadari tidak dapat
menolak kematian yang akan dialaminya. Pada titik ini, suatu
periode depresi atau persiapan berduka mungkin muncul. Individu
mungkin akan menjadi pendiam, menolak dikunjungi, serta
menghabiskan banyak waktunya untuk menangis dan berduka.
Perilaku ini normal dalam situasi tersebut dan sebenarnya
merupakan usaha nyata untuk melepaskan diri dari seluruh obyek
yang disayanginya. Usaha untuk membahagiakan orang yang
menjelang kematian pada fase ini justru menjadi penghalang
karena orang tersebut perlu untuk merenungkan ancaman
kematian.

Penerimaan ( acceptance )
Merupakan fase kelima dalam menghadapi
kematian, di mana seseorang mengembangkan
rasa damai, menerima “takdir”, dan dalam beberpa
hal ingin ditinggal sendiri. Pada fase ini, perasaan
dan rasa sakit pada fisik mungkin hilang. Fase ini
merupakan akhir perjuangan menjelang kematian.

NOTE:
Sampai saat ini belum dapat disimpulkan apakah
individu pasti melewati fase2 tsb.
Walaupun Kubler-Ross mengakui pentingnya
variasi individual mengenai bagaimana individu
menghadapai kematian, ia masih percaya bahwa
dalam menghadapi kematian, individu melalui
fase2 seperti yang dikemukakan olehnya.
 Beberapa psikolog percaya bahwa main kuat individu
bertahan untuk menolak kematian yang
sesungguhnya tidak dapat dielakkan, dan makin
besar penolakan mereka; maka akan makin sulit bagi
mereka untuk mati dalam keadaan damai.

 Psikolog lain berpendapat bahwa tidak melawan


kematian sampai akhir, mungkin adaptif bagi
beberapa orang .Di sisi lain, sejumlah emosi mungkin
bertambah dan berkurang.
 Harapan, ketidakpercayaan, rasa bingung, marah,
dan penerimaan; mungkin datang dan pergi silih
berganti di saat individu mencoba menyadari apa
yang sedang terjadi pada diri mereka.
 Suatu situasi/tempat untuk
menghadapi kematian yang
kini banyak mendapat
perhatian adalah hospice,
yaitu suatu institusi humanis
yang memiliki komitmen
untuk mengusahakan
berakhirnya hidup tanpa rasa
sakit, cemas dan depresi .

 Tujuan hospice berbeda


dengan rumah sakit, di mana
rumah sakit merupakan
tempat untuk merawat
penyakit dan memperpanjang
hidup
Titik beratnya adalah pada
palliative care. Hospice bermula di
London pada tahun 1968, yaitu
dengan dibukanya St.Christopher’s
Hospice.
Berbeda dengan rumah sakit, maka
di tempat ini sangat sedikit usaha
yang dilakukan untuk
memperpanjang hidup; misalnya:
tidak ada ICU, tidak ada mesin
pemicu jantung dan paru-paru.

Alat-alat untuk memperpanjang


hidup tidak ada, karena tujuan
utama hospice adalah mengontrol
rasa sakit dan membantu pasien
yang sekarat menghadapi kematian
secara sehat dari sudut pandang
psikologi.

Anda mungkin juga menyukai