Anda di halaman 1dari 29

BAB.

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi demensia

Menurut WHO (2012), demensia adalah sebuah sindrom kelainan pada otak,
berlangusng kronis atau progresif, dimana terjadi gangguan satu atau beberapa
gangguan korteks termasuk fungsi memori, pemikiran, orientasi, komprehensi,
kalkulasi, kemampuan belajar, bahasa dan penilaian. Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder-5 (2013) mendefinisikan demensia sebagai
penurunan kognitif yang signifikan dan penurunan tersebut mengganggu
kemampuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. PERDOSSI (2015)
mendefinisikan demensia sebagai

Sindrom penurunan fungsi intelektual dibanding sebelumnya yang cukup


berat sehingga mengganggu aktivitas sosial dan profesional yang tercermin
dalam aktivitas hidup keseharian, biasanya ditemukan juga perubahan perilaku
dan tidak disebabkan oleh delirium maupun gangguan psikiatri mayor.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa demensia merupakan sekumpulan gejala


penurunan kognitif secara kronis maupun progresif, yang dapat mengganggu
kehidupan aktifitas sehari-hari, dan perubahan perilaku yang tidak disebabkan
oleh delirium arau gangguan psikiatri mayor.

2.2 Jenis-jenis demensia

Gejala demensia dapat berjalan secara perlahan-lahan maupun


mendadak.Demensia dibagi berdasarkan tahapan dan penyebabnya. Berdasarkan
dari tahapannya, WHO (2012) membagi demensia menjadi 3 tahap yaitu:

a. Demensia tahap awal

Demnesia yang terjadi pada tahapan awal sering dianggap sebagai tanda
normal penuaan sehingga sering diabaikan. Gejala muncul pada tahun-tahun
pertama demensia. Gejala yang dapat muncul adalah:

3
Sangat mudah untuk lupa, bahkan untuk kejadian yang baru saja terjadi
Kesulitan untuk berkomunikasi seperti kesulitan untuk menemukan kata-
kata
Dapat tersesat di tempat yang biasa dikunjungi
Kesulitan mengingat hari, tanggal, bulan, bahkan tahun.
Kesulitan dalam memutuskan keputusan dan mengelola keuangan sendiri
Kesulitan dalam melakukan pekerjaan rumah kompleks seperti memasak
Perubahan suasana hati dan perilaku. penderita demensia dapat menjadi
sangat tidak aktif dan tidak bersemangat, dapat menjadi sangat cemas
maupun depresi, dan dapat menjadi sangat marah dan agresif pada saat
tertentu.

b) Demensia tahap pertengahan

Pada tahapan ini, gejala demensia makin nampak dan makin dapat
dibedakan. Gejala biasanya muncul pada tahun kedua sampai tahun keempat masa
demensia. Gejala-gejala yang nampak adalah:

Kesulitan mengingat nama, dan kejadian yang baru saja terjadi


Sulit untuk mengingat tanggal, tempat, dan acara. Dapat tersesat di dalam
rumah maupun di sekitar rumah
Kesulitan memahami dan berbicara
Membutuhkan bantuan untuk melakukan membersihkan diri sendiri seperti
mandi, memakai baju dan mencuci.
Tidak dapat melakukan pekerjaan kompleks seperti memasak dan
berbelanja
Tidak dapat hidup sendiri tnapa dukungan orang lain
Perubahan perasaan yang drastis ditandai dengan sering melamun, sangat
terikat pada seseorang, mengulang-ulang pertanyaan, berteriak-teriak,
sulit tidur dan berhalusinasi
Menunjukkan perilaku tidak pantas di rumah maupun di depan umum
seperti perilaku agresi dan tidak punya rasa malu

c) Demensia tahap akhir

4
Pada tahap akhir demensia, penderita makin jelas menunjukkan gejala
demensia. Penderita makin tergantung pada orang sekitar dan semakin tidak aktif.
Gangguan memori sangat terlihat dan gangguan fisik sangat terlihat. Gejala
demensia tahap akhir terjadi pada tahun keempat atau lebih. Gejala-gejala tersebut
adalah:

Tidak peduli dengan waktu dan tempat


Kesulitan memahami keadaan di sekitarnya
Tidak dapat mengenali kerabat dan barang yang biasa digunakan
Tidak dapat makan bahkan mengalami gangguan menelan
Kesulitan untuk melakukan kegiatan membersihkan diri sendiri seperti
mandi dan ke toilet
Mengalami inkontinensia uri dan defekasi
Tidak dapat bergerak sendiri, membutuhkan bantuan seperti kursi roda
atau bahkan hanya dapat tidur di tempat tidur
Peningkatan perubahan suasana hati seperti adanya agresi pada penolong,
dan sekitarnya. Agresi dapat berupa menendang, memukul, berteriak atau
mengerang
Tidak dapat menemukan jalan kembali ke rumah.

PERDOSSI (2015) membagi jenis-jenis demensia berdasarkan


penyebabnya dan terbagi menjadi lima subtipe yaitu:

a) Demensia Alzheimer
Demensia Alzheimer disebabkan oleh penurunan fungsi progresif korteks
dan hipokampus akibat penyakit neurodegeneratif. Demensia Alzheimer
merupakan penyebab 60-70% demensia. Demensia Alzheimer ditandai oleh
penurunan kemampuan kemampuan memori episodik dan fungsi kortikal lain.
Gangguan motorik tidak ditemukan kecuali pada tahap akhir penyakit. Gangguan
perilaku dan ketergantungan dalam aktivitas hidup keseharian menyusul gangguan
memori episodik mendukung diagnosis penyakit ini. Penyakit ini mengenai
terutama lansia (>65 tahun) walaupun dapat ditemukan pada usia yang lebih
muda.

b) Demensia Vaskuler

5
Demensia vaskuler merupakan defisit kognisi yang luas mulai dari
gangguan kognisi ringan sampai demensia yang dihubungkan dengan faktor risiko
vaskuler. Demensia vaskuler disebabkan oleh infark tunggal strategi, demensia
multi-infark, lesi kortikal iskemik, stroke perdarahan, gangguan hipoperfusi,
gangguan hipoksik dan demensia tipe campuran (PA dan stroke / lesi vaskuler).
Demensia vaskuler merupakan jenis demensia kedua terbanyak setelah demensia
Alzheimer (10 persen dari seluruh penderita demensia). Gejala yang tampak pada
demensia vaskuler adalah: 1) penurunan fungsi kognitif yang mendadak; 2)
kemunduran intelektual setapak demi setapak; 3) terdapat gangguan pembuluh
darah pada saat anamnesis; 4) adanya gangguan neurologis fokal dan 5) pada
pemeriksaan obyektif ada kelainan neurologis (Bachrudin, 2016 : 394).

c) Demensia Lewy Body dan Demensia Penyakit Parkinson

Demensia Lewy Body (DLB) dan Demensia Penyakit Parkinson (DPP)


adalah jenis demensia yang sering ditemukan. Sekitar 15-25% dari kasus otopsi
demensia menemui kriteria demensia ini. Gejala inti demensia ini berupa
demensia dengan fluktuasi kognisi, halusinasi visual yang nyata (vivid) dan terjadi
pada awal perjalanan penyakit orang dengan Parkinsonism. Gejala yang
mendukung diagnosis berupa kejadian jatuh berulang dan sinkope, sensitif
terhadap neuroleptik, delusi dan atau halusinasi modalitas lain yang sistematik.
Namun secara klinis orang dengan DLB cenderung mengalami gangguan fungsi
eksekutif dan visuospasial sedangkan performa memori verbalnya relatif baik jika
dibanding dengan PA yang terutama mengenai memori verbal. Perbedaan lain
adalah Demensia penyakit Parkinson dan demensia Lewy Body adalah awitan
demensia. Pada demenesia Lewy Body, gejala Parkinson terjadi pada satu tahun
setelah demensia. Sedangkan pada DPP gejala Parkinson terjadi lama sebelum
adanya gejala demensia

d) Demensia Frontotemporal

Demensia Frontotemporal (DFT) adalah jenis tersering dari Demensia


Lobus Frontotemporal (DLFT). Terjadi pada usia muda (early onset

6
dementia/EOD) sebelum umur 65 tahun dengan rerata usia adalah 52,8 - 56 tahun.
Demensia Frontotemporal (DFT) disebabkan oleh atrofi pada korteks frontal dan
lobus temporal. Karakteristik klinis berupa perburukan progresif perilaku dan atau
kognisi pada observasi atau riwayat penyakit. Gejala yang menyokong yaitu pada
tahap dini (3 tahun pertama) terjadi perilaku disinhibisi, apati atau inersia,
kehilangan simpati/empati, perseverasi, steriotipi atau perlaku kompulsif/ritual,
hiperoralitas/perubahan diet dan gangguan fungsi eksekutif tanpa gangguan
memori dan visuospasial pada pemeriksaan neuropsikologi.

e) Demensia Tipe Campuran

Koeksistensi patologi vaskuler pada PA sering terjadi. Dilaporkan sekitar


24-28% orang dengan PA dari klinik demensia yang diotopsi.12 Pada umumnya
pasien demensia tipe campuran ini lebih tua dengan penyakit komorbid yang lebih
sering. Patologi Penyakit Parkinson ditemukan pada 20% orang dengan PA dan
50% orang dengan DLB memiliki patologi PA

Selain jenis demensia di atas, Bahrudin (2016) juga membagi beberapa jenis
demensia tambahan yaitu:
f) Demensia penyakit Wernicke

Demensia penyakit Wernicke disebabkan oleh defisiensi vitamin B1. Demensia


penyakit Wernicke ditandai oleh adanya trias klasik yaitu kelemahan, nyeri lidah,
dan parasthesia. Gejala penyakit Wernicke yang muncul pada tahap lanjutan dalah
yaitu nistagmus, ataksia, diplopia akibat paresis nervus VI dan demensia.

g) Demensia Parkinson disease

Demensia Parkinson disease merupakan demensia yang terjadi setelah penderita


mengalami penyakit Parkinson. Prenvalensi demensia penyakit Parkinson adalah
10 persen dari jumlah demensia Alzheimer. Penyakit Parkinson ditandai dengan
munculnya tanda-tanda utama dari penyakit Parkinson yaitu tremor pada masa

7
istirahat, bradiknesia, rigiditas dan ketidakstabilan postur. Gejala demensia dapat
muncul lama setelah gejala penyakit Parkinson.

h) Demensia pada Penyakit Crutzfeldt-Jakob

Demensia penyakit Crutzfeldt-Jakob merupakan demensia yang jarang sekali


ditemukan. Demensia penyakit Crutzfeldt-Jakob disebabkan oleh konsumsi
produk yang berasal dari sapi yang terinfeksi penyakit sapi gila. Gejala demensia
Penyakit Crutzfeldt-Jakob ditandai dengan perubahan memori, kooridnasi disertai
dengan perubahan perilaku yang sangat drastis.

i) Demensia akibat hidrosefalus tekanan normal

Demensia akibat hidrosefalus tekanan normal disebabkan oleh ketidakmampuan


penyerapan cairan serebrospinal sehingga terjadi penumpukan cairan
serebrospinal di otak dan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial.
Demensia akibat hidrosefalus tekanan normal terjadi kurang dari 5 persen dari
jumlah total penderita demensia. Gejala yang dialami adalah kesulitan berjalan,
defisit memori dan ketidakmampuan untuk mengontrol urin. Kemungkinan
terjadinya demenisa akibat hidrosefalus tekanan normal meningkat apabila
didapatkan adanya riwayat pendarahan otak di masa lalu.

2.3 Patogenesis Demensia

2.3.1 Demensia Alzheimer

Demensia Alzheimer disebabkan atrofi kortikal dan berkurangnya neuron


secara signifikan terutama saraf kolinergik. Kerusakan saraf kolinergik terjadi
terutama pada daerah limbik otak (terlibat dalam emosi) dan kortek (Memori dan
pusat pikiran). Terjadi penurunan jumlah enzim kolinesterasi di korteks serebral
dan hippocampus sehingga terjadi penurunan sintesis asetilkolin di otak.

Di otak dijumpai lesi yang disebut senile (amyloid) plaques dan


neurofibrillary tangles, yang terpusat pada daerah yang sama di mana terjadi

8
defisit kolinergik sehingga plak tersebut berisi deposit protein yang disebut -
amyloid. Amyloid adalah istilah umum untuk fragment protein yang diproduksi
tubuh secara normal. Beta-amyloid adalah fragment protein yang terpotong dari
suatu protein yang disebut amyloid precursor protein (APP), yang dikatalisis oleh
-secretase. Pada otak orang sehat, fragmen protein ini akan terdegradasi dan
tereliminasi.

Gambar 2.1 Degenarasi korteks cerebri pada penyakit Alzheimer

2.3.2 Demensia Vaskuler

Menurut Dewanto et. al (2009:174-183), Demensia vaskuler disebabkan


oleh beberapa hal yaitu:
a. Degenerasi yang disebabkan faktor genetic, peradangan, atau
perubahan biokimia.
b. Aterosklerosis, infark thalamus, ganglia basalis, jaras serebral, dan
area di sekitarnya.
c. Trauma, lesi di serebral terutama di lobus frontalis dan temporalis,
korpus kalosum, dan mesensefalon.
d. Kompresi, TIK meningkat, dan hidrosefalus kronis (NPH
Sebagai fungsi diensefalon dan lobus temporalis lebih dominan untuk
memori jangka panjang dibandingkan dengan korteks lainnya. Kegagalan dalam
tes fungsi verbal (afasia) berhubungan dengan gangguan di hemisfer serebral
dominan, khususnya di bagian perisilvian dari lobus frontalis, temporalis, dan

9
parientalis. Kehilangan kemampuan membaca dan berhintung berhubungan
dengan lesi di hemisfer serebri dominan bagian posterior. Gangguan menggambar
dan membangun bentuk sederhana dan kompleks dengan balok, tongkat, serta
mengatur gambar, biasanya terjadi bila terdapat lesi di lobus parientalis hemisfer
serebri nondominan.

2.3.3 Demensia Lewy Body

Demensia Lewy body disebakan oleh munculnya Lewy Bodies terbuat dari
protein yang bernama alpha-synuclein. Pada otak yang sehat, protein ini
memegang beberapa peranan penting pada sel-sel otak atau neuron, terutama pada
sinaps dimana sel-sel otak mengadakan komunikasi satu sama lainnya. Pada DLB,
alpha-synuclein membentuk suatu gumpalan didalam neuron yang berada di
seluruh otak. Proses ini akan dapat menyebabkan neuron-neuron tersebut bekerja
tidak efektif dan kemudian mati. Aktivitas zat-zat kimia di dalam otak juga akan
terpengaruh. Akibatnya adalah kerusakan yang tersebar luas pada beberapa bagian
tertentu dari otak dan adanya penurunan kemampuan yang dipersarafi oleh region
tersebut.

Gambar 2.2. Bentukan Lewy Body

10
Lewy body dapat mempengaruhi beberapa region di otak pada pasien
dengan DLB, yaitu:
1. Korteks serebri, dimana bagian ini mengontrol banyak fungsi, termasuk
diantaranya adalah pemrosesan informasi, persepsi, pikiran, dan bahasa
2. Korteks limbik, yang memegang peranan penting dalam hal emosi dan
perilaku
3. Hippocampus, yang penting dalam pembentukan memori baru
4. Otak tengah atau midbrain, termasuk substansia nigra, yang ikut berperan
dalam hal pergerakan

2.3.4 Demensia Frontotemporal

Demensisa Fronto temporal disebabkan oleh atrofi yang lebih banyak


dalam daerah frontotemporal. Daerah tersebut juga mengalami kehilangan
neuronal, gliosis, dan adanya badan Pick neuronal yang merupakan massa elemen
sitoskeletal. Gambaran Pick Disease ditandai dengan muculnya
microtubuleassociated protein tau (MAPT)

Gambar 2.3 Gambaran Pick Bodies

2.3.5 Demensia penyakit Creutzfeldt Jakob


Demensia penyakit Creutzfeldt Jakob (Penyakit Prion) disebabkan oleh 2
hal yaitu melalui jalur infeksius melalui protein yang terlipat dengan tidak benar
ynag disebut protein prion dan non infeksius melalui jalur genetik. Penyakit prion
diesbabkan oleh perubahan cerebral yang menjadi spongioform akibat
penumpukkan vakuola yang berisi protein prion. Penumpukan tersebut tejadi di

11
daerah substansia grisea sehingga mengakibatkan penurunan neuron dan gliolisis
sehingga menurunknan fungsi memori dan kognisi secara drastis.

Gambar 2.4 Vakoula berisi protein prion membentuk spongioform


2.3.6 Demensia Wernicke
Demensia Wernicke atau demensia akibat kekurangan vitamin B12 disebabkan
oleh kemungkinan disebabkan oleh demielinisasi myelin CNS. Patofisiologinya tidak
banyak diketahui namun diduga akibat dari kekurangan S-adenosylmethionine SAM
dan peningkatan methymalonic acid (MMA). SAM diperlukan untuk memeilhara fungsi
saraf untuk memelihara fungsi pemeliharaan myelin. Kekurangan SAM mengakibatkan
defek myelin dan konduksi neuron yang tidak normal. Kekurangan SAM juga
mengurangi produksi serotonin, norepinefrin dan dopamin. Kekurangan neurotransmitter
mengakibatkan perubahan status mental dan depresi pada pasien demensia.

2.4 Diagnosis Demensia


2.4.1 Skrining Demensia
Diagnosis demensia harus berdasarkan anamnesis mendalam pada penderita
maupun orang sekitar. Menurut PERDOSSI (2015), pemeriksaan demensia harus
dilakukan pada penderita yang dicurigai dengan keadaan sebagai berikut:

Subjek dengan gangguan memori dan gangguan kognitif, baik yang


dilaporkan oleh pasien itu sendiri maupun oleh yang lainnya
Gejala pikun yang progresif.

12
Subjek yang dicurigai memiliki gangguan perilaku saat dilakukan
pemeriksaan oleh dokter pada saat pemeriksaan, walaupun subjek tidak
mengeluhkan adanya keluhan kognitif atau memori
Subjek yang memiliki risiko tinggi demensia (adanya riwayat keluarga
dengan demensia)
Pasien dengan demensia memerlukan anamnesis mendalam tentang baik
dari perilaku penyakit, riwayat obat, kelainan neurologis atau kelainan psikiatrik
di masa lalu. Informasi tersebut harus di gali secara mendalam sebelum mulai
melakukan berbagai pemeriksaan penunjang lain untuk menentukan diagnosis
penyebab demensia yang tepat. Perolehan informasi baik dari pasien dan keluarga
pasien menjadi sangat penting karena dapat menjadi salah satu pertimbangan
diagnosis penyebab dari demensia (Galvin et. al, 2012). Berikut adalah
pertanyaan-pertanyaan yang penting yang disampaikan pada anamnesis pada
keluarga pasien menurut Galvin, et. al (2012) untuk menggali riwayat penyakit
terdahulu:
Apakah penyakit yang diderita pasien sekarang?
Apakah pasien mengonsumsi obat yang menyebabkan gangguan demensia
seperti untuk benzodiazepin, obat antikolinergik dan lain-lain?
Apakah pasien terpapar logam berat?
Apakah pasein mengalami riwayat penyakit jantung, stroke atau penyakit
pembuluh darah lain?
Apakah pasien mengalami cedera kepala akhir-akhir ini?
Apakah ada riwayat kejang?
Pemeriksaan fisik neurologis juga diperlukan untuk menilai adanya kelainan
fisik dan defisit neurologis untuk menegakkan diagnosis.

2.4.2 Penilaian Demensia

Panduan Praktik Klinik: Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia


PERDOSSI (2015) membuat alur skrining dan penilaian demensia dari berbagai

13
tingkatan pelayanan mulai dari tingkat pelayanan 1 (puskesmas) sampai tingkat
pelayanan kesehatan 3 (klinik memori). Penilaian demensia disini hanya dibahas
sampai tingkatan penilaian pelayanan kesehatan tingkat 2 (rumah sakit)

Gamb
ar 2.5 Algoritma penilaian demensia di pelayanan kesehatan tingkat 1

Penilaian derajat demensia adalah menggunakan standar dari DSM-V. Untuk


pelayanan medis tingkat pertama, penapisan demensia dapat menggunakan Mini
Mental Status Examination (MMSE) atau bila pelayanan dibutuhkan cepat maka
dapat menggunakan AD8 untuk menilai tingakatan demensia seseorang
(PERDOSSI, 2015)

14
Gambar 2.6 Mini Mental State Examination (MMSE)

15
Hasil skoring kemudian dijumlahkan untuk melihat tingkat demensia
pasien. Pembagian tingkatan demensia dibagi sesuai dengan tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Penilaian derajat demensia berdasarkan MMSE


Derajat Nilai MMSE
Ringan MMSE 21-26
Sedang MMSE 15-20
Sedang berat MMSE 10-14
Berat MMSE 0-9

Gambar 2.7 AD8 versi Indonesia

16
Setelah mengetahui tingkat demensia, maka dapat dilakukan rujukan ke
faskes tingkat yang lebih tinggi atau diterapi kemudian dievaluasi 6 bulan lagi
(PERDOSSI, 2015). Rujukan dapat dilakukan apabila terdapat beberapa penyulit
dari demensia itu sendiri. Berikut adalah tabel beberapa penyulit dari demensia
sehingga pasien dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih baik.

Tabel 2.2 Penyulit demensia yang memerlukan rujukan


No Keterangan
1 Alasan diagnosis, termasuk second opinion
2 Masalah perilaku yang berat
3 Komorbiditas psikitrik seperti depresi
4 Alasan terapeutik, termasuk akses terhadap obat-obatan
5 Mendapatkan pelayanan suportif komunitas
6 Usia kurang dari 60 tahun
7 Penurunan yang cepat dari kondisi klinis
8 Paparan terhadap logam berat
9 Konseling genetik
10 Untuk penanganan yang melibatkan tenaga kesehatan
profesional lainnya

Pada fasilitas tingkat ke 2 akan dilakukan pemeriksaan klinis yang


komprehensif meliputi ketiga domain kognisi, perilaku dan fungsi diperlukan
pada mereka yang dicurigai demensia, dengan tujuan membuat diagnosis dini,
mengakses komplikasi dan menentukan penyebab demensia. Berikut adalah alur
pemeriksaan yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan tingkat ke 2

17
Gambar 2.8 Algoritma penilaian Demensia di fasilitas kesehatan tingkat 2

Penilaian di fasilitas keseahatan tingkat ke 2 bertujuan untuk mengetahui


adanya kelainan psikiatrik yang muncul akibat dari demensia. Pemeriksaan pada
fasilitas tingkat ke 2 penilaian demensia menggunakan pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan faal ginjal, darah, elektrolit, kadar folat, vitamin B12 dan CT
scan untuk mengetahui penyebab demensia (PERDOSSI, 2015). Penapisan
tentang penyulit-penyulit lain seperti gangguan psikiatri diperiksa di fasilitas
kesehatan tingkat 2. Pemeriksaan kognitif yang dipakai adalah MMSE atau

18
Montreal Cognitive Assessment (Mo-CA) yang lebih spesifik dan sensitif
digunakan untuk mendeteksi adanya demensia ringan hingga demensia Alzheimer.

Gambar 2.9 Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia

Penilaian MMSE dan MoCa digunakan juga digunakan untuk menilai


tingkatan demensia pada tata laksana demensia. Evaluasi tingkatan demensia dan
penyulitnya dilakukan tiap 6 bulan sekali

19
2.4.3 Kriteria Diagnosis Demensia

a) Demensia Alzheimer

Diagnosis demensia Alzheimer dapat menggunakan 2 pendekatan yaitu


pendekatan psikologis dan pendekatan neurologis. Berikut adalah kriteria
diagnosis demensia Alzheimer menurut Bachrudin (2016:387) dengan pendekatan
bidang neurologis:

1. Kriteria diagnosis klinis untuk probable penyakit Alzheimer mencakup:

- Demensia yang tidtegakkan oleh pemeriksaan klinis dan tercatat dengan


pemeriksaan the mini-mental test,Blessed Dementia Scale,atau pemeriksaan
sejenis,dan dikonfirmasi oleh tes neuropsikologis
- Defisit pada dua atau lebih area kognitif
- Tidak ada gangguan kesadaran
- Awitan antara umur 40 dan 90,umunya setelah umur 65 tahun
- Tidak adanya kelinan sistemik atau penyakit otak lain yang dapat
menyebabkan defisit progresif pada memori dan kognitif

Diagnosis probable penyakit Alzheimer didukung oleh:


- Penurunan progresif fungsi kognitif spesifik seperti afasia,apraksia,dan
agnosia
- Gangguan aktivitas hidup sehari-hari dan perubahan pola perilaku
- Riwayat keluarga dengan gangguan yang sama,terutama bila sudah
dikonfirmasi secara neuropatologi
- Hasil laboratorium yang menunjukkan
- Pungsi lumbal yang normal yang dievaluasi dengan teknik standar
Pola normal atau perubahan yang nonspesifik pada EEG,seperti peningkatan
atktivitas slow-wave
- Bukti adanya atrofi otak pada pemeriksaan CT yang progresif dan
terdokumentasi oleh pemeriksaan serial

Gambaran klinis lain yang konsisten dengan diagnosis probable penyakit


Alzheimer,setelah mengeksklusi penyebab demensia selain penyakit
Alzheimer:
- Perjalanan penyakit yang progresif namun lambat (plateau)

20
- Gejala-gejala yang berhubungan seperti depresi,insomnia,inkontinensia,delusi,
halusinasi,verbal katastrofik,emosional,gangguan seksual,dan penurunan berat
badan
- Abnormalitas neurologis pada beberapa pasien,terutama pada penyakit tahap
lanjut,seperti peningkatan tonus otot,mioklunus,dan gangguan melangkah
- Kejang pada penyakit yang lanjut
- Pemeriksaan CT normal untuk usianya
Gambaran yang membuat diagnosis probable penyakit Alzheimer menjadi
tidak cocok adalah:
- Onset yang mendadak dan apolectic
- Terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis,gangguan sensorik,defisit
lapang pandang,dan inkoordinasi pada tahap awal penyakit;dan kehang atau
gangguan melangkah pada saat awitan atau tahap awal perjalanan penyakit

2. Diagnosis possible penyakit Alzheimer:


- Dibuat berdasarkan adanya sindrom demensia,tanpa adanya gangguan
neurologis psikiatrik,atau sistemik alin yang dapat menyebabkan
demensia,dan adandya variasi pada awitan,gejala klinis,atau perjalanan
penyakit
- Dibuat berdasarkan adanya gangguan otak atau sistemik sekunder yang cukup
untuk menyebabkan demensia,namun penyebab primernya bukan merupakan
penyabab demensia

3. Kriteria untuk diagnosis definite penyakit Alzheimer adalah:


- Kriteria klinis untuk probable penyakit Alzheimer
- Bukti histopatologi yang didapat dari biopsi atau atutopsi

4. Klasifikasi penyakit Alzheimer untuk tujuan penelitian dilakukan bila terdapat


gambaran khusus yang mungkin merupakan subtipe penyakit Alzheimer,seperti:
- Banyak anggota keluarga yang mengalami hal yang sama
- Awitan sebelum usia 65 tahun
- Adanya trisomi-21
Terjadi bersamaan dengan kondisi lain yang relevan seperti penyakit
Parkinson

b) Demensia Vaskuler
Pedoman diagnostik untuk menentukan demensia vaskular antara lain :

21
Kemampuan intelektual menurun sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan dan lingkungan.
Defisit kognitif selalu melibatkan memori, biasanya didapatkan
gangguan berpikir abstrak, menganalisis masalah, gangguan
pertimbangan, afasia, apraksia, kesulitan konstruksional, dan perubahan
kepribadian.
Kesadaran masih baik.
Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat
hilangnya daya ingat, gangguan daya berpikir, gejala neurologis daya
ingat, gangguan daya berpikir, gejala neurologis fokal). Titik (insight)
dan daya nilai (judgment) secara relative tetap baik.
Awitan yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai gejala
neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia
vaskuler.
Pedoman diagnostik untuk demensia vaskuler awitan akut : Biasanya
terjadi secara cepat sesudah serangkaian stroke akibat thrombosis
serebrovaskuler, embolisme, atau perdarahan. Pada kasus yang jarang,
satu infark yang besar dapat menjadi penyebab.

c) Demensia Lewy Bodies

Demensia Lewy Bodies menurut Bahrudin (2016:400) harus memiliki 2


kriteria dari 3 tanda utama dari demensia Lewy Bodies yaitu:

Halusinasi visual
Penurunan kognisi yang berfluktuasi
Penyakit Parkinson

d) Demensia Frontotemporal

Demensia frontotemporal sering terjadi pada usia 50-60 tahun. gejala khas yang
dapat menjadi kriteria diagnosis yaitu

22
Terjadi perilaku disinhibisi, apati atau inersia, kehilangan
simpati/empati, perseverasi, steriotipi atau perlaku kompulsif/ritual,
hiperoralitas/perubahan diet
Gangguan fungsi eksekutif ditandai dengan kesulitan menemukan kata-
kata dan kesulitan dalam membuat kalmiat percakapan.

e) DemensiaTipe Campuran

Demensia tipe campuran merupakan demensia dengan kombinasi antara


demensia Alzheimer dan demensia vaskuler (Alzheimers Association, 2012).
Pada demesia tipe campuran ditemukan berbagai bentukan patologi anatomi yang
merupakan ciri khas dari berbagai jenis demensia.

f) Demensia penyakit Wernicke

Diagnosis demensia tipe wernicke ditandai dengan trias tanda khas yaitu
kelemahan, nyeri lidah, parasthesia dan serum vitamin B12 (kobalamin) kurang
dari 59 pmol/L

2.4 Terapi Farmakologi

Semakin dini penderita demensia segera diterapi, maka hasilnya akan lebih
baik. Pengobatan awal pada demensia menghasilkan prognosis yang baik dengan
penderita yang diterapi lebih awal hanya 6-10 persen saja yang berlanjut menjadi
Alzheimer disease (Peterson et. al, 2009). Evaluasi pasien perlu dilakukan setiap 6
bulan sekali setelah terapi farmokologi dimulai. Terapi farmakologis yang dipakai
pada tatalaksana demensia yaitu:

1. Golongan Kholinesterase inhibitor

Kolinesterase Inhibitor (AChEI) bekerja dengan meningkatkan kadar


asetilkolin di otak untuk mengkompensasi hilangnya fungsi kolinergik.
Mekanisme lain adalah dengan stimulasi terus-menerus pada reseptor NMDA.
Obat yang termasuk dalam golongan ini yaitu donezepil, rivagstimine dan
galantamine. Rivagstimine dan Galamatine hanya diperbolehkan

23
penggunaanya pada seluruh demensia tingkatan ringan sampai sedang.
Sedangkan Donezepil diperbolehkan penggunaannya pada seluruh demesia
tingkatan berat. Penggunaan golongan kholinesterase inhibitor perlu diawasi
dengan ketat pada penderita demensia vaskuler. Penggunaan kholinesterase
inhibitor sesuai dengan tabel di bawah ini
Obat Sediaan Dosis Titrasi Contoh jadwal
Awal titrasi
Donepezil Tablet 2.5 Naikan 2.5 mg
(5mg, 5mg satu hingga 5 mg
10mg) kali 10mg/ 10mg
sehari hari
setelah
4-8
minggu
Rivastigmine Patch 4.6mg/2 Naikan 4.6mg/24 jam
(4.6mg/24h, 4 jam hingga 9.5mg/24 jam
9.5mg/24h) satu kali 9.5 (ditempel di
sehari mg/24 badan)
jam
setelah 4
minggu
Galantamine Tablet 4mg dua Naikan 4 4mg (dua kali
(4mg, 8mg) kali mg dua sehari)
PR Capsule sehari, kali 8mg (dua kali
*(16 mg) sesudah sehari sehari) atau 16
makan setiap 2- mg PRC (sekali
4 sehari)
minggu,
hingga
16 mg
per hari

2. Obat-obatan anti reseptor NMDA

Obat-obatan anti reseptor NMDA (N-metilD Aspartat) yang digunakan pada


terapi demensia adalah memantine. Memantine digunakan pada tingkatan
demensia berat. Penggunan kombinasi antara memantine dan donepezil cukup
efektif dalam memperbaiki fungsi kognisi pasien dengan demensia Alzheimer
sedang sampai berat. Penggunaan memantine perlu diawasi dengan ketat pada

24
penderita demensia vaskuler. Penggunaan memantine digunakan dengan dosis
5mg sekali sehari. Dosis dinaikan 5 mg tiap 1-2 minggu hingga 10 mg dua kali
sehari.

3. Terapi suplemen

Terapi suplemen vitamin seperti asam lemak omega 3, asam folat, vitamin B1
dan vitamin E tidak disarankan pada penderita demensia karena tidak
mengandung manfaat klinis (PERDOSSI, 2015). Penggunaan suplemen
diindikasikan apabila terjadi defisiensi kedua vitamin tersebut. Terapi suplemen
yang dapat digunakan adalah ekstrak Ginkgo Biloba EGb761 240 mg/hari.
Terapi ekstak Ginkgo Biloba dapat dipertimbangkan sebagai opsi terapi
simptomatis demensia apabila terapi inhibitor kolinesterase atau memantin
tidak memberikan efek terapi atau intoleran terhadap efek sampingnya.

2.6 Terapi non farmakologi

Terapi nonfarmakologi atau intervensi psikososial bertujuan untuk


meningkatkan kualitas hidup. Kedua kombinasi antara penangan terapi dan
intervensi non farnakologi dianggap memiliki prognosis yang lebih baik terhadap
kemampuan hidup orang dengan demensia (PERDOSSI, 2015). Pendekatan
sebaiknya terfokus pada individu dan disesuaikan dengan kebutuhan, kepribadian,
kekuatan dan preferensi.
Setiap pasien harus dievaluasi perencanaan perawatan. Beberapa hal penting
yang diperhatikan, seperti: masalah aktivitas sehari-hari agar mandiri,
meningkatkan fungsi, beradaptasi dan belajar ketrampilan, serta meminimalkan
bantuan.
Evaluasi juga termasuk:
a) Kesehatan fisik
b) Depresi
c) Kemungkinan nyeri yang tidak terdeteksi atau kegelisahan

25
d) Efek samping dari pengobatan
e) Riwayat penyakit individu
f) Faktor Psikososial
g) Faktor Lingkungan Fisik

Beberapa kegiatan pada pasien demensia untuk meningkatkan kemandirian a


adalah:
Strategi komunikasi (seperti: isyarat, buku memori)
Komunikasi yang baik dengan penderita demensia harus menggunakan
bahasa sederhana, kalimat-kalimat pendek dan konkrit yang sesuai dengan
tingkat pemahaman. Komunikasi nonverbal termasuk isyarat dan gerak
tubuh juga dapat dilatih pada penderita demensia. Komunikasi bisa juga
dalam bentuk tertulis atau bergambar, seperti buku memori. Penglihatan
dan pendengaran penderita demensia juga perlu diuji dan dikoreksi dengan
alat bantu yang telah ditentukan. Konsultasi dengan ahli disarankan
apabila terdapat gangguan komunikasi tingkat lanjut.
Pelatihan keterampilan kehidupan sehari-hari /perencanaan kegiatan
Pelatihan keterampilan kehidupan sehari-hati dapat meningkatkan
kemandirian dalam aktivitas perawatan pribadi pasien (seperti: mandi,
berpakaian, dan makan), serta membantu mereka dalam memaksimalkan
kemampuan yang tersisa dalam perawatan pribadi mereka sendiri.
Kemampuan yang dapat dilatih misalnya adalah jadwal berkemih.
Pelatihan jadwal berkemih dapat membantu penderita demensia dalam
memelihara fungsi saluran kemih. Bentuk pelatihan tentang kehidupan
sehari-hari pada penderita demensia harus dikonsultasikan kepada ahli dan
professional untuk memaksimalkan strategi perencaan, bimbingan dan
evaluasi kemampuan penderita demensia.
Olahraga/meningkatkan pergerakan tubuh
Olahraga dan meningkatkan gaya gerak tubuh dapat meningkatkan
mobilitas pada penderita demensia. Aktifitas fisik pada penderita demensia
dapat mengurangi tingkat depresi dan Namun tidak ada bukti tentang

26
adanya perbaikan fungsi memori pada penderita demensia setelah
mengikuti aktivitas fisik maupun olahraga.
Program rehabilitasi daya ingat
Program rehabilitasi daya ingat bertujuan untuk mempertahankan
kemampuan penderita dalam memelihara fungsi kognitifnya. Program
pelatihan rehabilitasi daya ingat pada penderita demensia adalah terapi
orientasi realitas dan reminiscene. Terapi Orientasi Realitas merupakan
terapi yang berdasarkan konsep: mengatakan sesuatu secara terus-
menerus dan berulang atau menunjukkan pengingat tertentu kepada orang
yang mengalami kehilangan memori ringan hingga sedang dapat
menghasilkan peningkatan interaksi dengan orang sekelilingnya dan
meningkatkan orientasi. Terdapat dua jenis Terapi Orientasi Realitas
(TOR), yaitu TOR 24 jam dan TOR formal/kelas. Terapi Orientasi Realitas
dilakukan oleh professional dan orang yang terlatih dapat meningkatkan
kemampuan penderita dalam fungsi kognisi dan perilaku. Terapi
Reminiscence dilakukan pada penderitademensia dengan gangguan
perilaku dan psikologis. Terapi Reminiscence melibatkan diskusi tentang
kegiatan, peristiwa, dan pengalaman masa lalu, dengan orang lain atau
sekelompok orang. Terapi ini sering menggunakan alat bantu berupa
video, gambar, arsip, dan buku kisah hidup. Penelitian yang dilakukan
menunjukkan beberapa hasil yang signifikan, yaitu: peningkatan kognitif
dan suasana hati dalam 4-6 minggu setelah terapi, caregiver berpartisipasi
dengan anggota keluarga pasien demensia pada kelompok reminiscence
melaporkan adanya indikasi peningkatan kemampuan fungsi kognitif.
Terapi manajemen perilaku
Terapi manajemen perilaku bertujuan untuk mengurangi gejala gangguan
perilku dan gangguan psikiatri pada penderita. Terapi yang dapat
dilakukan adalah terapi musik, validasi, pijat dan sentuhan, aromaterapi,
dan terapi cahaya. Terapi musik pada penderita demensia dapat
mengurangi gejala gelisah dan mood penderita dengan cara menyanyi
bersama, memainkan musik bersama dan memutar latar belakang musik.

27
Menyanyi bersama dapat memperbaiki suasana hati penderita dan perawat.
Bermain musik bersama dapat diketahui dapat membantu seseorang
menemukan ekspresi diri, pencapaian, dan makna hidup. Terapi kedua
adalah terapi validasi yaitu sebuah pendekatan untuk berkomunikasi
dengan lansia yang disorientasi, yang merasakan berada pada waktu dan
tempat tertentu yang nyata menurut mereka, walaupun sebenarnya tidak
sesuai dengan kenyataan. Pijat dan sentuhan dapat mengurangi agitasi
pada penderita demensia. Sedangakan terapi cahaya dengan mempaparkan
penderita dengan cahaya dapat meningkatkan waktu tidur dari penderita
demensia.
Edukasi pada orang sekitar dan penderita demensia
Edukasi pada penderita dan orang yang hidup di sekitar orang yang
demensia sangatlah penting untuk meningkatkan kemampuan hidup pada
penderita demensia. Pendamping dan orang yang hidup di sekitar orang
demensia dapat memperlambat kemungkinan perawatan yang lebih baik.
Pendekatan psikologi pada penderita, pendamping, dan orang disekitar
penderita demensia dapat menunjukkan hasil yang baik dalam mengatasi
masalah depresi pada penderita demensia.

28
BAB. 3 KESIMPULAN

1. Demensia adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul karena adanya


kelainan yang bersifat kronis dan progresif disertai dengan gangguan
fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan
mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu.
Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol
emosi, perilaku, dan motivasi.
2. Penapisan demensia dan faktor resikonya perlu dilaksanakan dari
pelayanan kesehatan tingkat pertama dan dilakukan secara teliti.
Pemeriksaan secara teliti dapat meningkatkan kemampuan hidup sehari-
hari para penderita demensia itu sendiri.
3. Penanganan demensia memerlukan upaya dari seluruh keluarga penderita
demensia karena penderita tidak akan mampu untuk hidup sendiri.
Kepedulian keluarga dan komunitas dimana pasien tinggal sangat
diperlukan untuk dapat meningkatkan kualitas hidup penderita demensia.

29
DAFTAR PUSTAKA

Alzheimers Association. 2015 Alzheimers Disease Facts and Figures.


Alzheimers & Dementia 2015;11(3)332
Alzheimers Disease International (ADI). 2015. World Alzheimer Report 2015
The Global Impact of Dementia: An Analysis of Prevalence, Incidence, Cost
and Trends. Alzheimers Disease International: London
Dementia: A.D.A.M Medical Encyclopedia.;Pub Med Health; Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001748/
Dewanto, George, Suwono, Wita J, Riyanto, Budi, dan Turana, Yuda. 2009
Demensia Alzheimer, Demensia Vaskular, Farmakoterapi Demensia;
Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf; Departemen Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran UNIKA ATMAJAYA: Penerbit Buku Kedokteran.
Galvin, James E. dan Sadowsky, Carl H. Practical Guidelines for the Recognition
and Diagnosis of Dementia. JABFM MayJune 2012 Vol. 25 No. 3

Harada, Caroline N, Natelson, Marissa C dan Triebel, Kristen. 2016. Normal


Cognitive Aging. Clin Geriatr Med. 2013 November ; 29(4): 737752.
doi:10.1016/j.cger.2013.07.002
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Strategi Nasional:
Penanggulangan Penyakit Alzheimer dan Demensia Lainnya. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta

30
Londos, E. 2001. Dementia with Lewy Body: a Clinical and Neuropathological
Approach. Bloms I Lund Tryckeri AB. Lund, Sweden.

Yudiarto F, Machfoed M, Darwin A, Ong A, Karyana M, Siswanto. 2014


Indonesia Stroke Registry. Neurology. 2014;82(10):Supplement S12.003.

Pusat Data dan Informasi. 2016. Situasi Lanjut Usia (LANSIA) di Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta

PERDOSSI. 2015.Panduan Praktik Klinik: Diagnosis dan Penatalaksanaan


Demensia. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta
Samuels SC, Neugroschl JA. Dementia. Kaplan & Sadocks Comprehensive
Textbook of Psychiatry, Sadock BJ, Sadock VA, edit, seventh ed. Lippincott
Williams & Wilkins, A Wolter Kluwer Company, 2000, hal.1069-1093.
WHO. 2015. Dementia :A Public Health Priority. World Health Organization:
United Kingdom

31

Anda mungkin juga menyukai