Anda di halaman 1dari 3

Tugas 3 HKUM4103 Filsafat Hukum dan Etika Profesi

NAMA : JEVI KURNIAWAN


NIM : 020646722

KODE ETIK PROFESI HUKUM DAN IMPLEMENTASINYA DI


INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan utama dari kode etik adalah memberi pelayanan khusus dalam masyarakat tanpa mementingkan
kepentingan pribadi atau kelompok. Dengan demikian kode etik dan tanggung jawab profesi adalah
sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan
tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang harus dilakukan dan tidak boleh
dilakukan oleh seorang profesional.
Perkataan profesi dan profesional sudah sering digunakan dan mempunyai beberapa arti. Dalam
percakapan sehari-hari, perkataan profesi diartikan sebagai pekerjaan (tetap) untuk memperoleh nafkah
(Belanda; baan; Inggeris: job atau occupation), yang legal maupun yang tidak. Jadi, profesi diartikan
sebagai setiap kegiatan tetap tertentu untuk memperoleh nafkah yang dilaksanakan secara berkeahlian
yang berkaitan dengan cara berkarya dan hasil karya yang bermutu tinggi dengan menerima bayaran
yang tinggi. Keahlian tersebut diperoleh melalui proses pengalaman, belajar pada lembaga pendidikan
(tinggi) tertentu, latihan secara intensif, atau kombinasi dari semuanya itu.
Pengemban profesi adalah orang yang memiliki keahlian yang berkeilmuan dalam bidang tertentu.
Karena itu, ia secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat yang memerlukan
pelayanan dalam bidang yang memerlukan keahlian berkeilmuan itu. Pengemban profesi yang
bersangkutan sendiri yang memutuskan tentang apa yang harus dilakukannya dalam melaksanakan
tindakan pengembanan profesionalnya. Ia secara pribadi bertanggung jawab atas mutu pelayanan jasa
yang dijalankannya. Karena itu, hakikat hubungan antara pengemban profesi dan pasien atau kliennya
adalah hubungan personal, yakni hubungan antar subyek pendukung nilai.
Makalah ini memuat tentang pentingnya etika profesi, kode etik dan tanggung jawab profesi. Kode etik
di susun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing profesi memiliki kode etik tersendiri. Misalnya
kode etik dokter, guru, pustakawan, pengacara dan pelanggaran kode etik tidak diadili oleh pengadilan
karena melanggar kode etik tidak selalu berarti melanggar hukum. Bila seorang dokter di anggap
melanggar kode etik tersebut, maka dia akan di periksa oleh majelis kode etik kedokteran indonesia
bukannya oleh pengadilan.
Ketaatan tenaga profesional terhadap kode etik merupakan ketaatan naluriah yang telah bersatu
dengan pikiran, jiwa, dan perilaku tenaga professional. Dengan membaca makalah ini diharapkan
pembaca dapat memahami dan mengerti tentang yang disebut etika profesi dan juga dapat memahami
faktor dan hal – hal yang berhubungan dengan etika dan tangguprofesi. Oleh karena itu dapatlah
disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana
dalam diri para elit professional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada
saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Kode Etik Profesi

Kode etik adalah merupakan suatu bentuk aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat
berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan dapat difungsikan
sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common
sense) dinilai menyimpang dari kode etik.
Dengan demikina kode etik adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala
sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu
sendiri. Sedanglan Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam
melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut E.Holloway dikutip dari Shidarta, kode etik itu memberi petunjuk untuk hal-hal sebagai berikut:
1. Hubungan antara klien dan penyandang profesi;
2. Pengukuran dan standar evaluasi yang dipakai dalam profesi;
3. Penelitian dan publikasi/penerbitan profesi;
4. Konsultasi dan praktik pribadi;
5. Tingkat kemampuan kompetensi yang umum;
6. Administrasi personalia;
7. Standar-standar untuk pelatihan.

Ditambahkan oleh Holloway, bahwa kode etik (standar etika) tersebut mengandung beberapa tujuan
sekaligus, yaitu untuk:
1. Menjelaskan dana menetapkan tanggung jawab kepada klien, lembaga (institution), dan masyarakat
pada umumnya;
2. Membantu penyandang profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka
menghadapi dilema-dilema etis dalam pekerjaannya;
3. Membiarkan profesi menjaga reputasi (nama baik) dan fungsi profesi dalam masyarakat melawan
kelakuan buruk dari anggota-anggota tertentu dari profesi itu;
4. Mencerminkan pengharapan moral dari komunitas masyarakat (atas pelayanan penyandang profesi
itu kepada masyarakat);
5. Merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atas kejujuran dari penyandang profesi itu
sendiri.
Biasanya kode etik tidak pernah dianggap sebagai bagian dari hukum positif suatu negara, Namun
disadari atau tidak, kode etik dapat saja secara diam-diam diadopsi menjadi salah satu jenis sumber
formal hukum.

2. Macam-Macam Etika
*Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang
dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai..

*Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia
atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini.

3. Fungsi Kode Etik


Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi
profesi. Fungsi seperti itu sama seperti apa yang dikemukakan Gibson dan Michel (1945 : 449) yang lebih
mementingkan pada kode etik sebagai pedoman pelaksanaan tugas prosefional dan pedoman bagi
masyarakat sebagai seorang professional.
Etika hubungan guru dengan peserta didik menuntut terciptanya hubungan berupa helping relationship
(Brammer, 1979), yaitu hubungan yang bersifat membantu dengan mengupayakan terjadinya iklim
belajar yang kondusif bagi perkembangan peserta didik. Dengan ditandai adanya perilaku4
empati,penerimaan4dan penghargaan, kehangatan dan perhatian, keterbukaan dan ketulusan serta
kejelasan ekspresi seorang guru. Seorang guru apabila ingin menjadi guru yang professional harusnya
mendalami serta memiliki etika diatas tersebut.
Etika Hubungan garis dengan pimpinan di sekolah menuntut adanya kepercayaan. Bahwa guru percaya
kepada pimpinan dalam meberi tugas dapat dan sesuai dengan kemampuan serta guru percaya setiap
apa yang telah dikerjakan mendapatkan imbalan dan sebaliknya bahwa pimpinan harus yakin bahwa
tugas yang telah diberikan telah dapat untuk dilaksanakan.Guru sangat perlu memelihara hubungan baik
dengan masyarakat untuk kepentingan pendidikan. Guru juga harus menghayati apa saja yang menjadi
tanggung jawab tugasnya.

4. Kode Etik Advokat


Kode etik advokat adalah Kode Etik Advokat Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 23 Mei 2002
berdasarkan kesepakatan 7 (tujuh) organisasi advokat Indonesia yang terdiri dari:
1. Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN);
2. Asosiasi Advokat Indonesia (AAI);
3. Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI);
4. Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI);
5. Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM);
6. Serikat Pengacara Indonesia (SPI);
7. Himpunan advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI).
Berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyatakan Kode etik
dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang telah ditetapkan oleh Ikatan Advokat
Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI),
Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi
Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), pada
tanggal 23 Mei 2002 dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis menurut
Undang-Undang ini sampai ada ketentuan yang baru yang dibuat oleh Organisasi Advokat.
Selanjutnya organisasi advokat Kongres Advokat Indonesia telah menetapkan Kode Etik Advokat
Indonesia dengan surat keputusan kongres advokat indonesia i tahun 2008 nomor: 08/kai-i/v/2008
tentang kode etik advokat indonesia pada tanggal 30 mei 2008.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, sebab dihasilkan berkat penerapan pemikiran
etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak
berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis.
Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik
itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu
instansi pemerintah atau instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang
hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan
barang kali dapat juga membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus
dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri
harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari profesi.
Dengan membuat kode etik, tanggung jawab profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya
untuk mewujudkan nilai nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan
dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilainilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri
yang bisa mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk
dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat
berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus.

Kesadaran itu penting dan lebih penting lagi kesadaran itu timbul dari Diri kita masing - masing yang
sebentar lagi akan menjadi pelaksana profesi di bidang komputer disetiap tempat kita bekerja, dan
selalu memahami dengan baik atas Etika Profesi yang membangun dan bukan untuk merugikan orang
lain.
3.2. Saran
Agar tidak menyimpang dari kode etik yang berdampak pada profesionalitas kerja maka :
1. Memperbanyak pemahaman terhadap kode etik dan tanggung jawab profesi
2. Mengaplikasikan keahlian sebagai tambahan ilmu dalam praktek pendidikan yang di jalani.
3. Pembahasan makalah ini menjadikan individu yang tahu akan pentingnya kode etik dan tanggung
jawab profesi.
4. Kode etik yang diterapkan hendaknya disesuaikan dengan keadaan yang memungkinkan untuk
dapat dijalankan bagi kelompok profesi.
5. Terhadap pelaksanaan profesi hendaknya menjalankan profesi yang jalani sesuai dengan kode etik
yang ditetapkan agar profesi yang dijalani sesuai dengan tuntutannya.

DAFTAR PUSTAKA

Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia ( Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2006 ), h.
16.
Sufirman Rahman dan Qamar Nurul, Etika Profesi Hukum ( Cet. I; Makassar: Pustaka Refleksi, 2014 ), h.
76-77.
Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum ( Cet. III., Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), h. 74.
http://duniabaca.com/pengertian-etika-dan-macam-macamnya.html, di akses tanggal 27 mei 2015

Anda mungkin juga menyukai