Anda di halaman 1dari 9

ETIKA PROFESI HUKUM

(MEMBUAT TUGAS MAKALAH TENTANG


PENERAPAN KODE ETIK PROFESI)

KELOMPOK 5 KELAS P

NAMA : 1. AZIZ SATRIANDI 6. JALU ATMA RAMADHAN


2. ROHMADI 7. MUKTI ALI ALHADI
3. RIZKY KURNIAWAN 8. ISMAIL BADHO HAJI
4. MICHAEL 9. PUJIONO
5. RICKY AGUSTIAN 10. RIO.P

DOSEN : Dr. NIRU ANITA SINAGA, SH., MH

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan
bahwa Indonesia adalah negara hukum 1 Dalam usaha mewujudkan prinsipprinsip negara
hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi penegak hukum
sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting,
di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum. Melalui jasa hukum yang
diberikan, kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan
masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum. Dalam
kajian ilmu hukum dikemukakan bahwa selain norma hukum, terdapat juga norma lain
yang turut menopang tegaknya ketertiban dalam masyarakat yang disebut norma etika.
Norma etika dari berbagai kelompok profesi dirumuskan dalam bentuk kode etik profesi.
Perkataan profesi dan profesional sudah sering digunakan dan mempunyai
beberapa arti. Dalam percakapan sehari-hari, perkataan profesi diartikan sebagai
pekerjaan (tetap) untuk memperoleh nafkah (Belanda: baan; Inggris: job atau
occupation), yang legal maupun yang tidak. Jadi, profesi diartikan sebagai setiap
pekerjaan untuk memperoleh uang. Dalam arti yang lebih teknis, profesi diartikan sebagai
setiap kegiatan tetap tertentu untuk memperoleh nafkah yang dilaksanakan secara
berkeakhlian yang berkaitan dengan cara berkarya dan hasil karya yang bermutu tinggi
dengan menerima bayaran yang tinggi. Keakhlian tersebut diperoleh melalui proses
pengalaman, belajar pada lembaga pendidikan (tinggi) tertentu, latihan secara intensif,
atau kombinasi dari semuanya itu. Dalam kaitan pengertian ini, sering dibedakan
pengertian profesional dan profesionalisme sebagai lawan dari amatir dan amatirisme,
misalnya dalam dunia olah-raga, yang sering juga dikaitkan pada pengertian pekerjaan
tetap sebagai lawan dari pekerjaan sambilan.

1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Penjelasan, Bagian Umum.
Menurut Shidarta, kode etik adalah prinsip-prinsip moral yang melekat pada suatu
profesi dan disusun secara sistematis. Ini berarti, tanpa kode etik yang sengaja disusun
secara sistematis itupun suatu profesi tetap bisa berjalan karena prinsip-prinsip moral
tersebut sebenarnya sudah melekat pada profesi sebut. Meskipun demikian, kode etik
menjadi perlu karena jumlah penyandang profesi itu sendiri sudah sedemikian banyak,
disamping itu tuntutan masyarakat juga makin bertambah komplek. Pada titik seperti
inilah organisasi profesi mendesak untuk dibentuk 2
Kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok
profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana
seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata
masyarakat.Kode etik profesi merupakan norma yang diterapkan dan diterima oleh
kelompok profesi yang menyerahkan atau memberi petunjuk kepada anggota
sebagaimana seharusnya. Umumnya memberikan petunjuk-petunjuk kepada para
anggotanya untuk berpraktik dalam profesi. Namun demikian dapat diutarakan bahwa
prinsip-prinsip yang umum dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda-beda satu
sama lain. Kode etik profesi merupakan: Produk etika terapan, dapat berubah dan diubah,
hasil pengaturan diri profesi yang bersangkutan, berlaku efektif apabila dijiwai, rumusan
norma moral manusia, menjadi tolok ukur perbuatan anggota kelompok dan upaya
pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja hal-hal penting tentang kode etik profesi?
2. Apa fungsi dan tujuan kode etik profesi?

2
Shidarta, Moralitas Profesi Hukum, Bandung: Refika Aditama: Suatu tawaran Kerangka Berpikir, Cet ke2, 2009, hlm.107-108
BAB II
PEMBAHASAN

1. Hal-Hal Penting Kode Etik Profesi


Kode etik profesi dibutuhkan: sebagai sarana kontrol sosial; sebagai pencegah
campur tangan pihak lain; sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik. Fungsi lain:
merupakan kriteria prinsip profesional yang telah digariskan, sehingga dapat
diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota lama, baru, ataupun calon
anggota kelompok profesi; dapat mencegah kemungkinan terjadi konflik kepentingan
antara sesama anggota kelompok profesi, atau antara anggota kelompok profesi dan
masyarakat. Anggota kelompok profesi atau anggota masyarakat; sebagai kontrol
melalui rumusan kode etik profesi, apakah anggota kelompok profesi telah memenuhi
kewajiban profesionalnya sesuai dengan kode etik profesi 3
Sedangkan untuk Peranan Etika Dalam Profesi :
a. Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang
saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil
yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu
kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan
bersama.
b. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi
landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya
maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini

3
Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hlm. 77.
sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan
tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi
pegangan para anggotanya.
c. Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian
para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah
disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi
kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah
pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan, demikian juga pada profesi
dokter dengan pendirian klinik super spesialis di daerah mewah, sehingga
masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.
Kemudian adanya sanksi pelanggaran kode etik yakni sebagai berikut :
a. Sanksi moral
b. Sanksi dikeluarkan dari organisasi
Di dalam "PROFESSIONS AND SOCIAL STRUCTURE", Parsons mengemukakan ciri-
ciri khusus profesi sebagai suatu sistem okupasional.7 Pertama, "disinterestedness"
atau tidak berorientasi pada pamrih. Masyarakat memandang pengemban profesi
tidak sebagai orang yang terlibat dalam usaha untuk mencari keuntungan bagi diri
sendiri, melainkan lebih memandangnya sebagai orang yang mewujudkan pelayanan
kepada pasien atau kliennya, atau pada nilai-nilai impersonal seperti kemajuan ilmu.
Sikap demikian adalah nilai yang merupakan standar normatif bagi pengemban
profesi dalam mengemban profesinya. Ciri "disinterestedness" ini tidak begitu saja
berkaitan dengan motif "egoistik" dan "altruistik" yang memotivasi perilaku sosial
orang. Kedua, "rasionalitas". Di atas sudah dikemukakan bahwa profesi menunjuk
pada suatu sistem okupasional yang perwujudannya dilaksanakan dengan
menerapkan ilmu tertentu. Salah satu ciri dominan dari ilmu adalah rasionalitasnya
dalam arti sebagai lawan dari tradisionalisme. Penelitian ilmiah berorientasi pada
standar normatif tertentu, dan salah satu di antaranya adalah "kebenaran objektif".
Dalam penerapan ilmu, maka rasionalitas menunjuk pada usaha mencari yang terbaik,
cara yang paling efisien dalam menjalankan fungsi, dan yang terbaik itu adalah yang
bertumpu pada pertimbangan ilmiah dalam melaksanakan fungsi. Ketiga, "spesifisitas
fungsional". Di dalam masyarakat, para profesional menjalankan atau memiliki
kewibawaan (otoritas). Otoritas profesional ini memiliki struktur sosiologikal yang
khas. Ia bertumpu pada "kompetensi teknikal" yang superior dari pengemban profesi.
Hal ini dimungkinkan, karena medan dari otoritas profesional itu terbatas pada satu
lingkungan keahlian teknis khusus tertentu. Otoritas profesional ditandai oleh
spesifisitas fungsi. Kompetensi teknikal, sebagai salah satu ciri khas dari status dan
peranan profesi, selalu terbatas pada satu bidang pengetahuan dan keakhlian
tertentu. Spesifisitas ini adalah unsur esensial pada pola profesional. Seorang
profesional dianggap "suatu otoritas" (orang yang memiliki otoritas) hanya dalam
bidangnya. Keempat, "universalisme" dalam pengertian objektivitas sebagai lawan
dari "partikularisme" (subjektivitas). Yang dimaksud di sini dengan universalisme
adalah bahwa landasan pertimbangan profesional dalam pengambilan keputusan
didasarkan pada "apa yang menjadi masalahnya" dan tidak pada "siapanya" atau
keuntungan apa yang dapat diperoleh bagi dirinya. Pandangan fungsionalistik dari
Talcott Pars.
Pengemban profesi adalah orang yang memiliki keahlian yang berkeilmuan dalam
bidang tertentu. Karena itu, ia secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga
masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang yang memerlukan keakhlian
berkeilmuan itu. Pengemban profesi yang bersangkutan sendiri yang memutuskan
tentang apa yang harus dilakukannya dalam melaksanakan tindakan pengembanan
profesionalnya. Ia secara pribadi bertanggung-jawab atas mutu pelayanan jasa yang
dijalankannya. Karena itu, hakikat hubungan antara pengemban profesi dan pasien
atau kliennya adalah hubungan personal, yakni hubungan antar subyek pendukung
nilai. Hubungan personal yang demikian itu tadi adalah hubungan horisontal antara
dua pihak yang secara formal-yuridis kedudukannya sama. Walaupun demikian,
sesungguhnya dalam substansi hubungan antara pengemban profesi dan pasien atau
klien itu secara sosio-psikologikal terdapat ketidak-seimbangan.
2. Fungsi dan Tujuan Etika Politik
Kode etik profesi dibutuhkan: sebagai sarana kontrol sosial; sebagai pencegah
campur tangan pihak lain; sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik. Fungsi lain:
merupakan kriteria prinsip profesional yang telah digariskan, sehingga dapat
diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota lama, baru, ataupun calon
anggota kelompok profesi; dapat mencegah kemungkinan terjadi konflik kepentingan
antara sesama anggota kelompok profesi, atau antara anggota kelompok profesi dan
masyarakat. Anggota kelompok profesi atau anggota masyarakat; sebagai kontrol
melalui rumusan kode etik profesi, apakah anggota kelompok profesi telah memenuhi
kewajiban profesionalnya sesuai dengan kode etik profesi 4
Sedangkan tujuan kode etik profesi adalah: menjunjung tinggi martabat profesi;
menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota; meningkatkan pengabdian
para anggota profesi; meningkatkan mutu profesi; meningkatkan mutu organisasi
profesi; meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi; mempunyai organisasi
profesional yang kuat dan terjalin erat dan menentukan baku standarnya sendiri.
Selain itu kode etik juga bertujuan untuk melindungi anggotanya dalam
menghadapi persaingan yang tidak sehat dan mengembangkan profesi sesuai citacita
masyarakat. Hubungan antar anggota profesi harus meninggikan sikap etis agar
eksistensi dan prospek organisasi terjaga kejelasan orientasinya serta rasa kredibilitas
sosial terhadap organisasi profesi tetap dapat dipertahankan. Kode etik membuat
ikatan yang kuat dalam keanggotaan tanpa campur tangan dari pihak luar dan dapat
melindungi profesi terhadap pemberlakuan hukum yang dirasa tidak adil.
Lebih singkatnya penulis menulis beberapa tujuan kode etik yakni sebagai berikut:
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.

4
Ibid
6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendi
Sedangakan untuk fungsi dari kode etik yaknis sebagai berikut :
1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas
yang digariskan.
2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika
dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dlam berbagai bidang
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian diatas diketahui bahwa etik profesi yakni kode etik profesi merupakan norma
yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi
petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin
mutu moral profesi itu di mata masyarakat.Kode etik profesi merupakan norma yang
diterapkan dan diterima oleh kelompok profesi yang menyerahkan atau memberi
petunjuk kepada anggota sebagaimana seharusnya. Umumnya memberikan petunjuk-
petunjuk kepada para anggotanya untuk berpraktik dalam profesi

B. DAFTAR BACAAN
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman, Penjelasan, Bagian Umum.
Shidarta, Moralitas Profesi Hukum, Bandung: Refika Aditama: Suatu tawaran Kerangka
Berpikir, Cet ke2, 2009, hlm.107-108
Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hlm. 77.

Anda mungkin juga menyukai