Anda di halaman 1dari 8

ADAB TERHADAP ALLAH AZZA WA JALLA

Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim Al-Atsari

Sesungguhnya nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hambaNya sangat banyak,


tidak terhitung jumlahnya. Kemana saja seorang hamba mengarahkan pandangannya, dia akan
melihat nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala dihadapannya. Kenikmatan Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah diperoleh hamba-Nya semenjak dia berupa setetes air mani yang bercampur dengan
sel telur yang bergantung di dalam rahim ibunya. Kemudian selalu mengiringinya sampai ajal
menjemputnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ‫س ُك ُم الض ُُّّر فَإِلَ ْي ِه تَجْ أ َ ُرون‬


‫َّللاِ ۖ ث ُ هم إِذَا َم ه‬
‫َو َما بِ ُك ْم ِم ْن نِ ْع َم ٍة فَ ِمنَ ه‬

Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu
ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. [an-
Nahl/16:53]

Bahkan jika manusia hendak menghitung nikmat-Nya, maka dia tidak akan mampu
menghitungnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ٌ ُ‫َّللاَ لَغَف‬
‫ور َر ِحي ٌم‬ ‫َو ِإ ْن تَعُدُّوا ِن ْع َمةَ ه‬
ُ ْ‫َّللاِ َل تُح‬
‫صوهَا ۗ ِإ هن ه‬

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya kamu tak dapat
menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. [an-Nahl/16:18]

Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki hak yang menjadi kewajiban para hamba-
Nya. Hak Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut harus diutamakan daripada hak-hak sesama
makhluk. Diantara yang menjadi hak Allah Azza wa Jalla dan menjadi kewajiban para hamba
yaitu memiliki adab yang baik kepada Allah Azza wa Jalla . Maka wajib bagi seorang hamba
memiliki adab-adab sebagai berikut:

1. Iman Dan Tidak Kufur.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk beriman


kepada-Nya dan kepada perkara-perkara yang wajib diimani. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
‫اَّللِ َو َم ََلئِ َكتِ ِه َو ُكت ُ ِب ِه‬ ِ ‫سو ِل ِه َو ْال ِكت َا‬
‫ب الهذِي أ َ ْنزَ َل ِم ْن قَ ْب ُل ۚ َو َم ْن يَ ْكفُ ْر ِب ه‬ ُ ‫علَ ٰى َر‬ ِ ‫سو ِل ِه َو ْال ِكتَا‬
َ ‫ب الهذِي ن هَز َل‬ ‫يَا أَيُّ َها ا هلذِينَ آ َمنُوا ِآمنُوا ِب ه‬
ُ ‫اَّللِ َو َر‬
‫ض ََل ال بَ ِعيداا‬ َ ‫ض هل‬ َ ْ‫س ِل ِه َو ْاليَ ْو ِم ْاْل ِخ ِر فَقَد‬
ُ ‫َو ُر‬

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada
kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah , malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
dan hari Kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. [an-Nisâ’/4:136]

Maka sepantasnya seorang hamba beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, meyakini
kebenaran firman-Nya dan tunduk terhadap perintah dan larangan-Nya. Sungguh tidak beradab
ketika ada seorang hamba yang ingkar dan menentang-Nya. Allah Azza wa Jalla mencela orang-
orang yang ingkar kepada-Nya dengan celaan yang keras, sebagaimana firman-Nya:

َ‫اَّللِ َو ُك ْنت ُ ْم أ َ ْم َواتاا فَأَحْ يَا ُك ْم ۖ ث ُ هم ي ُِميت ُ ُك ْم ث ُ هم يُحْ يِي ُك ْم ث ُ هم إِلَ ْي ِه ت ُ ْر َجعُون‬
‫ْف تَ ْكفُ ُرونَ بِ ه‬
َ ‫َكي‬

Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu,
kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian hanya kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan? [al-Baqarah/2: 28]

Termasuk beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah meyakini keesaan Allah
Subhanahu wa Ta’ala dalam rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, dan mengimani nama-nama dan
sifat-sifat-Nya sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.

Demikian juga termasuk syarat iman adalah menjauhi syirik, karena syirik itu menghapuskan
amal. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
َ‫ط هن َع َملُكَ َولَت َ ُكون هَن ِمنَ ْالخَا ِس ِرين‬
َ ‫ي ِإلَيْكَ َو ِإلَى الهذِينَ ِم ْن قَ ْبلِكَ لَ ِئ ْن أ َ ْش َر ْكتَ لَ َيحْ َب‬ ِ ُ ‫َولَقَدْ أ‬
َ ‫وح‬
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu. “Jika kamu
mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-
orang yang merugi. [az-Zumar/39:65]

2. Syukur Dan Tidak Kufur Nikmat.

Nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hambanya sangat banyak, oleh karena itu
kewajiban seorang hamba untuk mensyukurinya adalah dengan mengakui bahwa nikmat itu
datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala , memuji-Nya dengan lidah, dan mempergunakan
nikmat-nikmat tersebut untuk keridhaan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِ ‫فَاذْ ُك ُرونِي أَذْ ُك ْر ُك ْم َوا ْش ُك ُروا ِلي َو َل ت َ ْكفُ ُر‬


‫ون‬
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah
kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. [al-Baqarah/2:152]

Sungguh tidak beradab, perbuatan mengingkari kenikmatan dan keutaman dari Rabb pemberi
kebaikan.

3. Mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala Dan Tidak Melupakan-Nya.

Manusia hendaklah selalu mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak melupakan-
Nya. Karena kewajiban hamba adalah mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kecintaan
yang paling tinggi. Seseorang yang mencintai sesuatu, dia akan selalu mengingat dan
menyebutnya serta tidak melupakannya. Orang yang melupakan Allah Azza wa Jalla , Allah
Subhanahu wa Ta’ala pun akan melupakannya; Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
membiarkannya dalam kesusahan. Allah Azza wa Jalla berfirman:

َ‫س ُه ْم ۚ أُو ٰلَئِكَ ُه ُم ْالفَا ِسقُون‬


َ ُ‫سا ُه ْم أ َ ْنف‬
َ ‫َّللاَ فَأ َ ْن‬
‫سوا ه‬ُ َ‫َو َل ت َ ُكونُوا كَالهذِينَ ن‬

Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan
mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. [al-Hasyr/59:19]

4. Taat Dan Tidak Bermaksiat

Yaitu selalu berusaha mentaati Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, dan
mengembalikan segala perkara yang diperselisihkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ‫سو ِل ِإن ُكنت ُ ْم تُؤْ ِمنُون‬


ُ ‫الر‬ َ ‫سو َل َوأ ُ ْو ِلى اْأل َ ْم ِر ِمن ُك ْم فَإِن تَنَازَ ْعت ُ ْم ِفي‬
‫ش ْىءٍ فَ ُردُّوهُ ِإلَى هللاِ َو ه‬ ‫َياأَيُّ َها الهذِينَ َءا َمنُوا أ َ ِطي ُعوا هللاَ َوأَ ِطيعُوا ه‬
ُ ‫الر‬
‫سنُ ت َأ ْ ِويَلا‬
َ ْ‫ِباهللِ َو ْال َي ْو ِم اْأل َ ِخ ِر ذَلِكَ َخي ُْرُُ َوأَح‬

Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri (ulama
dam umarâ’) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’ân) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya. [an-Nisâ’ / 4:59]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan


hambanya agar mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengulangi
kata kerja (yakni: ta’atilah!) sebagai pemberitahuan bahwa mentaati Rasul-Nya wajib secara
mutlak, yaitu dengan tanpa meninjau apa yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan
terhadap Al-Qur’an. Jika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan, wajib mentaatinya
secara mutlak, baik apakah yang beliau perintahkan itu ada dalam Al-Qur’an atau tidak ada di
dalamnya. Karena sesungguhnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi al-Kitâb dan yang
semisalnya bersamanya”. [I’lâmul Muwaqqi’în 2/46, penerbit: Dârul Hadîts, Kairo, th: 1422 H
/2002 H]

Oleh karena itulah seorang mukmin akan selalu tunduk terhadap keputusan Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫ضَلَلا‬ َ ْ‫سولَهُ فَقَد‬


َ ‫ض هل‬ ِ ‫سولَهُ أ َ ْم ارا أَن يَ ُكونَ لَ ُه ُم ْال ِخيَ َرةَ ِم ْن أَ ْم ِر ِه ْم َو َمن يَ ْع‬
ُ ‫ص هللاَ َو َر‬ َ َ‫َو َما َكانَ ِل ُمؤْ ِم ٍن َولَ ُمؤْ ِمنَ ٍة إِذَا ق‬
ُ ‫ضى هللاُ َو َر‬
‫ُّمبِيناا‬

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min,
jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan
(yang lain) dari urusan mereka. Barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. [al-Ahzâb / 33: 36]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ayat ini umum, mencakup semua perkara, yaitu jika
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu, maka tidak ada hak bagi
siapapun untuk menyelisihinya, dan di sini tidak ada pilihan bagi siapapun, tidak ada juga
pendapat dan perkataan (yang menyelisihi ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-
Nya)”. [Tafsîr Ibnu Katsîr, Surat al-Ahzâb /33:36]

Sungguh tidak beradab, jika ada seorang hamba yang lemah berani menentang Penguasanya
Yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa dengan perbuatan maksiat dan kezhaliman.

5. Tidak Mendahului Allah Subhanahu Wa Ta’ala Dan Rasul-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫س ِمي ٌع َع ِلي ٌم‬


َ َ‫َّللا‬ ‫سو ِل ِه ۖ َواتهقُوا ه‬
‫َّللاَ ۚ ِإ هن ه‬ ‫َيا أَيُّ َها الهذِينَ آ َمنُوا َل تُقَ ِد ُموا َبيْنَ َيدَي ِ ه‬
ُ ‫َّللاِ َو َر‬

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan
bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [al-
Hujurât /49:1]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Maksudnya : ‘Janganlah kamu berkata sebelum
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, janganlah kamu memerintah sebelum Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah, janganlah kamu berfatwa sebelum Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam berfatwa, janganlah kamu memutuskan perkara sebelum Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang memutuskan perkara padanya dan melangsungkan keputusannya.”
[I’lâmul Muwaqqi’în, 2/49), penerbit: Dârul Hadîts, Kairo, Th: 1422 H /2002 H]

6. Takut Terhadap Siksa-Nya

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫اخش َْو ِن َو َل ت َ ْشت َُروا بِآيَاتِي ث َ َمناا قَ ِل ا‬


‫يَل‬ ْ ‫اس َو‬
َ ‫فَ ََل ت َْخش َُوا النه‬

Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah
kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. [al-Mâidah/5: 44]

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Takut itu ada beberapa
macam: Pertama : Takut karena ibadah, merendahkan diri, pengagungan, dan ketundukan. Inilah
yang dinamakan khauf sirr. Ini tidak pantas kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala .
Barangsiapa menyekutukan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala bersama Allah Subhanahu wa
Ta’ala (dengan takut ini-pen) dia adalah orang yang melakukan syirik akbar. Contoh : Orang
yang takut kepada patung, orang yang telah mati, atau orang-orang yang mereka sangka sebagai
wali dan mereka yakini bisa mendatangkan manfaat dan bahaya bagi mereka, sebagaimana
dilakukan oleh sebagian penyembah kubur, dia takut kepada penghuni kubur melebihi takutnya
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala “. [al-Qaulul Mufîd, 2/166; penerbit: Dârul ‘ Âshimah]

7. Malu Kepada-Nya

Seorang muslim akan selalu menyadari bahwa ilmu Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
pengawasan-Nya itu meliputi segala sesuatu, termasuk semua keadaannya. Oleh karena itu
hatinya penuh dengan rasa hormat dan pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Dia
malu berbuat maksiat dan menyelisihi keridhaan-Nya. Karena bukanlah merupakan adab, ketika
seorang hamba menampakkan perbuatan maksiatnya kepada tuannya atau membalas
kebaikannya dengan keburukan-keburukan, padahal tuannya selalu mengawasinya. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan para sahabatnya agar benar-benar merasa malu
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala , sebagaimana dalam hadits:

‫َّللاِ ِإنها نَ ْستَحْ ِيي‬


‫سو َل ه‬ ُ ‫اء قَا َل قُ ْلنَا يَا َر‬
ِ َ‫َّللاِ َح هق ْال َحي‬
‫س هل َم ا ْستَحْ يُوا ِمنَ ه‬ ‫ص هلى ه‬
َ ‫َّللاُ َع َل ْي ِه َو‬ ‫سو ُل ه‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫َّللاِ ب ِْن َم ْسعُو ٍد قَا َل قَا َل َر‬‫َع ْن َع ْب ِد ه‬
‫طنَ َو َما َح َوى َو ْلتَذْ ُك ِر ْال َم ْوتَ َو ْال ِبلَى‬ ْ َ‫س َو َما َو َعى َو ْالب‬ ْ
َ ‫الرأ‬ ِ َ‫َّللاِ َح هق ْال َحي‬
َ ‫اء أ َ ْن تَحْ َف‬
‫ظ ه‬ ‫ْس ذَاكَ َولَ ِك هن ِال ْستِحْ يَا َء ِمنَ ه‬ َ ‫َو ْال َح ْمد ُ ِ هَّللِ قَا َل لَي‬
ْ ‫َو َم ْن أ َ َرادَ ْاْل ِخ َرةَ ت ََركَ ِزينَةَ الدُّ ْنيَا فَ َم ْن فَ َع َل ذَلِكَ فَقَدْ ا ْستَحْ يَا ِمنَ ه‬
ِ َ‫َّللاِ َح هق ال َحي‬
‫اء‬

Dari ‘Abdullah bin Mas’ûd, dia berkata: “Rasulullah n bersabda: “Hendaklah kamu benar-benar
merasa malu terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala !” Kami menjawab: “Wahai Rasulullah, al-
hamdulillah kami malu ( kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala )” Beliau bersabda: “Bukan begitu
(sebagaimana yang kamu sangka-pen). Tetapi malu terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala
dengan sebenar-benarnya adalah engkau menjaga kepala dan apa yang dikumpulkannya,
menjaga perut dan apa yang dikandungnya, serta mengingat kematian dan kebinasaan. Dan
barangsiapa menghendaki akhirat, dia akan meninggalkan perhiasan dunia. Barangsiapa telah
melakukan ini, maka dia telah malu terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-
benarnya” [HR. Tirmidzi, no. 2458; Ahmad, no. 3662; Syaikh Al-Albâni menyatakan ‘Hasan
lighairihi, dalam kitab Shahîh at-Targhîb, 3/6, no. 2638, penerbit. Maktabah al-Ma’ârif]

Disebutkan dalam kitab Tuhfatul Ahwâdzi Syarh Tirmidzi pada penjelasan hadits ini:
“Maksudnya adalah menjaga kepala dari penggunaannya untuk selain ketaatan kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala , yaitu engkau tidak sujud kepada selain-Nya, tidak shalat karena riya’,
engkau tidak menundukkan kepala untuk selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan engkau tidak
mengangkatnya karena sombong. Dan menjaga apa yang dikumpulkan oleh kepala maksudnya
adalah menjaga lidah, mata serta telinga dari perkara yang tidak halal.

Menjaga perut maksudnya menjaganya dari makanan yang haram, dan menjaga apa yang
berhubungan dengannya maksudnya yaitu kemaluan, kedua kaki, kedua tangan, dan hati. Karena
semua anggota badan ini berhubungan dengan rongga perut. Adapun cara menjaganya adalah
dengan tidak menggunakannya untuk berbuat maksiat, tetapi digunakan dalam keridhaan Allah
Subhanahu wa Ta’ala.

Mengingat kematian dan kebinasaan, maksudnya yaitu engkau mengingat keadaanmu dalam
kubur yang sudah menjadi tulang dalam kehidupanmu. Dan barangsiapa menghendaki akhirat,
dia akan meninggalkan perhiasan dunia. Karena keduanya tidak akan berkumpul dalam bentuk
yang sempurna, walaupun bagi orang-orang yang kuat, sebagaimana dikatakan oleh al-Qâri.
Adapun al-Munâwi mengatakan: “Karena keduanya seperti dua madu, jika salah satunya
dijadikan ridha, yang lain dijadikan marah”

8. Bertaubat Kepada-Nya

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa di antara sifat manusia
adalah banyak berbuat dosa dan kesalahan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َطا ٌء َو َخي ُْر ْالخ ه‬


َ‫َطائِينَ الت ه هوابُون‬ ‫ُك ُّل اب ِْن آدَ َم خ ه‬

Semua anak Adam banyak berbuat kesalahan, dan sebaik-baik orang-orang yang banyak
berbuat kesalahan adalah orang-orang yang banyak bertaubat. [HR. Tirmidzi, no. 2499; Ibnu
Mâjah; Ahmad; ad-Dârimi. Dihasankan oleh Syaikh al-Albâni]
Oleh karena itu sepantasnya seorang manusia agar selalu memperbanyak taubat dan tidak putus
asa dari rahmat dan ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah mendorong orang-orang musyrik yang bergelimang dengan dosa-dosa untuk
bertaubat kepada-Nya dengan firman-Nya:

‫الر ِحي ُم‬


‫ور ه‬ُ ُ‫وب َج ِميعاا ۚ ِإنههُ ه َُو ْالغَف‬
َ ُ‫َّللاَ يَ ْغ ِف ُر الذُّن‬ ُ َ‫ِي الهذِينَ أَس َْرفُوا َعلَ ٰى أ َ ْنفُ ِس ِه ْم َل تَ ْقن‬
‫طوا ِم ْن َرحْ َم ِة ه‬
‫َّللاِ ۚ ِإ هن ه‬ َ ‫قُ ْل يَا ِعبَاد‬

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala . Sesungguhnya Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. [az-Zumar/39:53]

9. Husnuzhan (Berbaik Sangka) Kepada-Nya.

Termasuk adab kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah berbaik sangka kepada-Nya.
Karena merupakan adab dan prasangka yang buruk, ketika seseorang bermaksiat kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan dia menyangka bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak
mengawasinya dan tidak akan membalasnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan hal
ini dalam firman-Nya:

َ ‫يرا ِم هما تَ ْع َملُونَ َو ٰذَ ِل ُك ْم‬


‫ظنُّ ُك ُم‬ ‫َّللاَ َل َي ْعلَ ُم َكثِ ا‬ َ ‫ار ُك ْم َو َل ُجلُود ُ ُك ْم َو ٰلَ ِك ْن‬
‫ظنَ ْنت ُ ْم أ َ هن ه‬ ُ ‫ص‬َ ‫س ْمعُ ُك ْم َو َل أ َ ْب‬
َ ‫َو َما ُك ْنت ُ ْم ت َ ْستَتِ ُرونَ أ َ ْن يَ ْش َهدَ َعلَ ْي ُك ْم‬
َ‫صبَحْ ت ُ ْم ِمنَ ْالخَا ِس ِرين‬ ْ َ ‫ظنَ ْنت ُ ْم بِ َربِ ُك ْم أ َ ْردَا ُك ْم فَأ‬
َ ‫الهذِي‬

Kamu sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan
kulitmu kepadamu, namun kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa
yang kamu kerjakan. Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka
kepada Rabbmu, prasangka itu telah membinasakan kamu, maka kamu menjadi termasuk orang-
orang yang merugi. [Fushshilat/41: 22-23]

Demikian juga termasuk buruk sangka, ketika seorang hamba melakukan ketaqwaan dan
ketaatan, lalu dia menyangka bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan membalas amal
baiknya.

Inilah sedikit tulisan mengenai sebagian adab terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala , semoga
Allah Azza wa Jalla selalu membimbing kita dalam kebaikan. Amin.

______________________________________________________________________________
Rujukan:
1. Minhâjul Muslim, Syaikh Abû Bakar Jâbir al-Jazâiri
2. I’lâmul Muwaqqi’ în, penerbit: Dârul Hadîts, Kairo, th: 1422 H / 2002 H
3. Tafsîr Ibnu Katsîr, penerbit: Dârul Jail, Beirut, tanpa tahun.
4. al-Qaulul Mufîd, karya Syaikh al-‘Utsaimin, penerbit: Dârul ‘Ashimah.
5. Shahîh At-Targhîb, karya Syaikh al-Albâni, penerbit Maktabah Al-Ma’ârif.
6. Tuhfatul Ahwâdzi Syarh Tirmidzi, dll.

Anda mungkin juga menyukai