Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH ADAB II

ADAB DUDUK DI MAJELIS

Makalah ini disusun dengan tujuan tugas mata kuliah ADAB II

Dosen: Affian Abdul Qahhar,S.Sy

Disusun oleh :

Shifani nazah izzati (04194844)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL

YOGYAKARTA

2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi ALLAH SWT. kami memuji, memohon pertolongan, maghfiroh dan
hidayah kepadanya. Kami juga berlindung kepadanya dari kejahatan diri dan keburukan amal
kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh ALLAH, maka tiada yang dapat menyesatkannya.
Dan barang siapa yang disesatkan ALLAH, maka tiada yang dapat memberinya petunjuk.

Kami bersaksi, tiada Illah selain ALLAH semata yang tiada sekutu bagi-Nya, dan kami
bersaksi Muhammad adalah hamba dan Rosul ALLAH, yang menyampaikan risalah,
melaksanakan amanat, menasehati umat dan berjihad dengan sebenar-benarnya jihad di jalan
ALLAH, Faba’d.

Kami ucapkan salam sejahtera kepada rekan-rekan semua, seperti ucapan sejahtera para
penghuni surge yang kekal : Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Dalam makalah ini akan kami sampaikan beberapa pembahasan tentang adab-adab
dalam majelis, berkenaan dengan sisi-sisi positif dan negative pada saat bermajelis sehingga kita
bisa mengambil manfaat darinya.
I. Pengertian majelis

Yang dimaksudkan majelis adalah setiap bentuk pertemuan, entah berupa kunjungan yang
memang sengaja dilakukan ataupun hanya sekedar mendengarkan apa yang diucapakan dalam
suatu pertemuan.

Majelis bisa dilakukan dengan cara saling berkunjung atau berupa pertemuan, atau bisa juga
hanya berupa suara, seperti pembicaraan lewat telpon.

II. Adab-adab dalam majelis

Islam telah mensyariatkan beberapa adab yang berkaitan dengan majelis. Adab ini wajib
diperhatikan oleh orang-orang yang duduk di dalamnya agar mereka bisa mengambil manfaat
dari majelis tersebut sehingga tidak terjadi penyesalan pada hari kiamat kelak. Berikut ini akan
kami sebutkan beberapa adab majelis tersebut

1. Niat yang benar

Hendaklah seorang muslim menghadirkan niat yang benar ketika menghadiri majelis. Misalnya,
seseorang duduk bersama tamu untuk memuliakannya, duduk bersama keluarga untuk
menasehati dan agar lebih akrab dengan mereka, duduk bersama teman-teman untuk merekatkan
tali persaudaraan diantara mereka atau mempelajari ilmu syar’i, atau duduk bersama manusia
untuk mendiskusikan masalah yang membawa maslahat dalam urusan agama maupun dunia.

2. Tidak banyak tertawa

Majelis ilmu merupakan tempat kita mencari ilmu dan sudah seharusnya kita tidak banyak
berbicara apalagi tertawa. Bahkan Rasul sendiri pernah memperingatkan bahwa tertawa yang
berlebihan dapat menyebabkan matinya hati.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan nasihat kepada Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu,

َ ‫فَإِنَّ َكثْ َرةَ الضَّحِ كِ تُمِ يتُ ْالقَ ْل‬, َ‫ َولَ ت ُ ْكث ِِر الضَّحِ ك‬.))
(( ‫ب‬

“Janganlah banyak tertawa! Sesungguhnya banyak tertawa akan mematikan hati.” (HR At-
Tirmidzi no. 2305. Syaikh Al-Albani berkata, “Hasan.” (Shahih Sunan At-Tirmidzi.)

3. Saling menghormati
Berkumpulnya banyak orang dalam sebuah majelis harusnya menimbulkan rasa saling
menghormati dan menghargai. Terutama pada guru atau ustadz yang memberikan ilmu,
hendaknya kita menghormati dengan mendengarkan pemaparan yang diberikan.

‫ليس منا من لم يجل كبيرنا و يرحم صغيرنا و يعرف لعالمنا حقه‬

Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi
yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama.

4. Memperhatikan

Ketika sedang berada di sebuah majelis, perhatikanlah apa yang dibicarakan dan didiskusikan di
dalamnya. Selain menghargai pemberi ilmu, hal ini juga akan menguatkan ingatan kita tentang
ilmu yang disampaikan.

َّ ‫ضى َرسُو ُل‬


ِ‫َّللا‬ َ ‫عةُ فَ َم‬ َ ‫ي فَقَا َل َمتَى السَّا‬ٌّ ِ‫ِّث ْالقَ ْو َم َجا َءهُ أَ ْع َراب‬
ُ ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم فِي َمجْ ل ٍِس يُ َح ِد‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ ُّ ِ‫ع ْن أَبِي ه َُري َْرةَ قَا َل بَ ْينَ َما النَّب‬
َ
ُ‫ضيِِّعَتْ ْاْل َ َمانَة‬
ُ ‫َّللا قَا َل فَإِذَا‬ َ
ِ َّ ‫ع ِة قَا َل هَا أنَا يَا َرسُو َل‬ َ ‫ع ْن السَّا‬ ُ َ
َ ‫ضى َحدِيثَهُ قَا َل أيْنَ أ َراهُ السَّائِ ُل‬ َ َ‫ِّث َحتَّى إِذَا ق‬ َّ
ُ ‫علَ ْي ِه َو َسل َم يُ َح ِد‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا‬ َ
‫ع َة‬ َ
َ ‫غي ِْر أ ْه ِل ِه فَا ْنتَظِ رْ السَّا‬ َ ْ
َ ‫عت ُ َها قَا َل إِذَا ُو ِ ِّسدَ اْل ْم ُر إِلَى‬
َ ‫ضا‬
َ ِ‫ْف إ‬ َ ‫عةَ قَا َل َكي‬ َ ‫فَا ْنتَظِ رْ السَّا‬

Dari Abu Hurairah, beliau berkata,“Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di
majelis menasihati kaum, datanglah seorang A’rabi dan bertanya,”Kapan hari kiamat?” (Tetapi)
beliau terus saja berbicara sampai selesai. Lalu (beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
bertanya,“Mana tampakkan kepadaku yang bertanya tentang hari kiamat?” Dia menjawab,”Saya,
wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Lalu beliau berkata, “Jika amanah disia-siakan,
maka tunggulah hari kiamat”. Dia bertanya lagi, “Bagaimana menyia-nyiakannya?” Beliau
menjawab, “Jika satu perkara diberikan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah hari kiamat”.

5. Berani bertanya

Sering kali dalam sebuah majelis diberikan sesi pertanyaan namun banyak yang justru malu
bertanya. Padahal dengan bertanya justru akan membuka wawasan lebih luas. Rasul bersabda,

‫ي ال ُّس َؤا ُل‬ِِّ ‫أَ ََل َسأَلُوا إِذْ لَ ْم يَ ْعلَ ُموا فَإِنَّ َما شِ فَا ُء ْال ِع‬

Seandainya mereka bertanya! Sesungguhnya obatnya kebodohan adalah bertanya.

6. Duduk dengan orang-orang saleh

Seorang muslim hendaknya memilah-milih dalam mencari teman, ia pilih orang yang saleh dan
bertakwa; orang yang dikenal ketaatannya kepada Allah dan rajin ibadah. Oleh karena itu, ia
tidak menjadikan temannya orang yang tidak baik agama dan adabnya, karena teman yang tidak
baik dapat mempengaruhi dirinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ُ ‫علَى ِدي ِْن َخ ِل ْي ِل ِه ف َْل َي ْن‬
‫ظرْ أَ َحدُكُ ْم َم ْن يُخَا ِل ُل‬ َّ َ‫ا‬
َ ‫لر ُج ُل‬
”.Seseorang mengikuti agama temannya, maka hendaknya ia lihat orang yang menemaninya“
.HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no (
)3545

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengumpamakan teman yang saleh dengan penjual
minyak wangi, sedangkan teman yang buruk seperti tukang besi peniup kir, Beliau bersabda,

‫ِير فَ َحامِ ُل ْالمِ سْكِ ِإ َّما أَ ْن يُحْ ِذيَكَ َو ِإ َّما أَ ْن تَ ْبتَاعَ مِ ْنهُ َو ِإ َّما أَ ْن ت َِجدَ مِ ْنهُ ِريحًا‬
ِ ‫ِخ ْالك‬
ِ ‫ِح َوالس َّْوءِ َك َحامِ ِل ْالمِ سْكِ َونَاف‬
ِ ‫صا ل‬ ِ ‫َمثَ ُل ْال َجل‬
َّ ‫ِيس ال‬
ً‫ِير ِإ َّما أَ ْن يُحْ ِرقَ ثِيَابَكَ َو ِإ َّما أَ ْن ت َِجدَ ِريحًا َخ ِبيثَة‬ ِ ‫ط ِيِّبَةً َونَافِ ُخ ْالك‬
َ

Perumpamaan teman yang saleh dengan teman yang buruk seperti penjual minyak wangi“
dengan tukang pandai besi, bisa jadi penjual minyak wangi itu akan menghadiahkan kepadamu
atau kamu membeli darinya atau kamu akan mendapatkan bau wanginya, sedangkan tukang
.pandai besi hanya akan membakar bajumu atau kamu akan mendapatkan bau tidak sedap .” )HR
)Bukhari dan Muslim

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menganjurkan untuk duduk bersama orang-orang saleh
dan bertakwa, Beliau bersabda:

‫ي‬ َ ْ‫صاحِ بْ ِإ ََّل ُمؤْ مِ نًا َو ََل َيأْكُل‬


ٌّ ‫ط َعا َمكَ ِإ ََّل تَ ِق‬ َ ُ ‫ََل ت‬

Jangan engkau berteman kecuali dengan orang mukmin, dan janganlah ada yang memakan“
makananmu kecuali orang yang bertakwa.” )HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban
.)dan Hakim, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 7341

7. Menyampaikan salam dan duduk di tempat ia sampai

Seorang muslim hendaknya menyampaikan salam ketika menemui suatu kaum, dimana ia ingin
duduk bersama mereka. Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
kepada kita, Beliau bersabda:

ِ‫ت ْاْل ُ ْولَى أَ َح ُّق مِنَ ْاْلخِ َرة‬


ِ ‫ام ف َْليُ َس ِلِّ ْم فَلَ ْي َس‬ ْ ‫ِس ف َْليَجْ ل‬
َ َ‫ِس ث ُ َّم ِإذَا ق‬ َ ‫ِإذَا ا ْنتَ َهى أَ َحدُكُ ْم ِإلَى ْال َمجْ ل ِِس ف َْليُ َس ِلِّ ْم فَإِ ْن بَدَا لَهُ أَ ْن يَجْ ل‬

.Apabila salah seorang di antara kamu tiba di majlis, maka hendaknya ia mengucapkan salam“
Jika ingin duduk, maka silahkan duduk. Kemudian apabila dia bangun, maka hendaklah ia
mengucapkan salam, karena salam yang pertama tidaklah lebih berhak daripada salam yang
,terakhir.” )HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim dari Abu Hurairah
)dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 400

Demikian pula hendaknya seorang muslim duduk di tempat ia sampai, dan tidak membangunkan
seseorang dari tempat duduknya agar ia duduk di situ meskipun ia sebagai orang terhormat. Hal
itu, karena manusia adalah keturunan Adam, sedangkan Adam dari tanah, tidak ada yang
membedakan di antara mereka selain takwanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

ُ ‫مِن َم ْق َع ِد ِه ث ُ َّم يَجْ ل‬


‫ِس فِي ِه َولَك ِْن تَفَ َّس ُحوا َوت ََو َّسعُوا‬ ْ ‫الر ُج َل‬ َّ ‫ََل يُقِي ُم‬
َّ ‫الر ُج ُل‬

.Tidak boleh seseorang membangunkan orang lain dari tempat duduknya, lalu ia duduk di situ “
Tetapi )katakanlah(, “Geser dan luaskanlah.” )HR. Ahmad dan Muslim(

8. Tidak duduk di antara kedua orang kecuali dengan izin keduanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫س بَيْنَ َر ُجلَي ِْن ِإ ََّل بِإِذْنِ ِه َما‬


ْ َ‫ََل يُجْ ل‬

Tidak boleh diduduki )tempat( di antara kedua orang kecuali dengan izin keduanya.” )HR. Abu “
.)Dawud, dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani, lihat Al Misykaat 4704 tahqiq kedua

9. Duduk dengan baik

Seorang muslim juga ketika duduk hendaknya berlaku sopan, ia tidak memperhatikan secara
tajam orang-orang yang duduk di sekitarnya, tidak banyak berpindah, tidak melakukan tindakan
yang bertentangan dengan sikap terpuji, tidak berdiri ketika orang-orang duduk, dan tidak duduk
ketika orang-orang berdiri. Demikian pula, hendaknya ia duduk dengan tenang, sopan, dan sikap
yang baik.

10. Tidak duduk di pinggir jalan dan di pasar-pasar

Seorang muslim juga hendaknya menjauhi duduk-duduk di pinggiran jalan atau yang disebut
dengan “nongkrong” agar tidak mengganggu kaum muslimin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

َ ‫َّث فِي َها قَا َل فَإِذَا أَبَ ْيت ُ ْم إِ ََّل ْال َم َجال‬
َّ ‫ِس فَأ َ ْعطُوا ال‬
‫ط ِريقَ َحقَّ َها قَالُوا‬ ُ ‫سنَا نَتَ َحد‬ َ ‫ت فَقَالُوا َما لَنَا بُدٌّ إِنَّ َما ه‬
ُ ‫ِي َم َجا ِل‬ ُّ ‫علَى ال‬
ِ ‫ط ُرقَا‬ َ ُ‫إِيَّاكُ ْم َو ْال ُجل‬
َ ‫وس‬
* ‫ع ِن ْال ُم ْنك َِر‬ ٌ ‫َف ْاْلَذَى َو َردُّ الس َََّل ِم َوأَ ْم ٌر بِ ْال َم ْع ُروفِ َونَ ْه‬
َ ‫ي‬ َ َ‫ق قَا َل غَضُّ ْالب‬
ُّ ‫ص ِر َوك‬ ِ ‫ط ِري‬ َّ ‫َو َما َح ُّق ال‬

,Jauhilah oleh kalian duduk-duduk di pinggir jalan,” para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah“
kami tidak dapat tidak harus duduk untuk berbincang -bincang,” Beliau bersabda, “Jika kalian
tetap ingin duduk-duduk di sana, maka berikanlah hak jalan.” para sahabat bertanya, “Apa
,haknya?” Beliau menjawab, “Yaitu menundukkan pandangan, menghindarkan gangguan
.menjawab salam, menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar.” )HR
)Bukhari-Muslim

11. Beretika dalam berbicara


Ia juga hendaknya diam mendengar orang yang sedang berbicara dan tidak memutuskan
pembicaraannya, selama yang ia bicarakan bukan dosa atau maksiat. Ia juga menghargai
pendapat orang lain dan tidak terlalu lama berbicara agar orang lain tidak bosan. Jika ia
berbicara, maka ucapannya lembut, ia perdengarkan suaranya sekedarnya tanpa meninggikan
suara. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS.
Luqman: 19)

Ketika ia hendak menyampaikan usulan, maka ia sampaikan dengan tenang dan jelas agar
dipahami orang lain, jika ia perlu mengulangi kata-katanya agar yang belum paham bisa paham,
maka ia ulangi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mengucapkan suatu kalimat, maka
Beliau mengulanginya sebanyak tiga kali agar dipahami oleh orang yang mendengarnya. Oleh
karena itu, Aisyah radhiallahu ‘anha menyifati perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, bahwa ucapannya jelas; dapat dipahami oleh orang yang mendengarnya.

12. Tidak berbisik-bisik berdua meninggalkan yang ketiga

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫اس أَجْ َل أَ ْن يُحْ ِزنَ ُه‬


ِ َّ‫ِإذَا كُ ْنت ُ ْم ثَ ََلثَةً ف َََل َيتَنَا َجى َرج ََُل ِن دُونَ ْاْلخ َِر َحتَّى ت َْختَ ِلطُوا ِبالن‬

Apabila kamu bertiga, maka janganlah dua orang berbisik-bisik meninggalkan yang lain“
”.sampai kamu kamu bercampur dengan yang lain, karena yang demikian membuatnya bersedih
)HR. Bukhari dan Muslim(

13. Memberikan kelapangan untuk yang baru datang

Jika suatu jamaah duduk di sebuah majlis, lalu ada orang yang baru datang sedangkan tempatnya
sempit, maka mereka hendaknya memberikan kelapangan semampunya. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman apabila dikatakan kepadamu, “Berlapang-lapanglah dalam


majlis,” maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mujadilah: 11)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َخي ُْر ْال َم َجال ِِس أَ ْو َسعُ َها‬

Sebaik-baik majlis adalah yang paling lapang.” )HR. Ahmad, Abu Dawud, dll, dishahihkan“
)oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 3285
14. Memperhatikan adab ketika bersin, batuk atau riak.

Seorang muslim hendaknya berusaha untuk tidak mengganggu saudaranya ketika bersin, batuk,
dan riak. Oleh karena itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersin meletakkan tangan
atau kainnya di mulutnya dan merendahkan suaranya (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi,
dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi (2905)).

Ketika ia bersin, hendaknya ia ucapkan “Al Hamdulillah,” lalu yang mendengarnya


mengucapkan, “Yarhamukallah,” kemudian yang bersin balik menjawab, “Yahdiikumullah wa
yushlih baalakum.” (Berdasarkan hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhari)

15. Mengucapkan salam ketika pulang

Seorang muslim juga ketika hendak pulang meminta izin kepada orang-orang yang duduk
bersamanya dan mengucapkan salam kepada mereka.

16. Menutup majlis dengan doa kaffaratul majlis

Seorang muslim selalu melakukan dzikr di majlisnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

ٍ ‫ع ْن مِ ثْ ِل ِجيفَ ِة حِ َم‬
ً‫ار َوكَانَ لَ ُه ْم َحس َْرة‬ َ َّ َ‫مِن َمجْ ل ٍِس ََل يَذْكُ ُرون‬
َ ‫َّللا فِي ِه إِ ََّل قَا ُموا‬ ْ َ‫مِن قَ ْو ٍم يَقُو ُمون‬
ْ ‫َما‬

Tidak ada suatu kaum yang bangun dari majlis, di mana mereka tidak berdzikr kepada Allah di“
dalamnya, kecuali mereka bangun dari tempat yang semisal dengan bangkai keledai dan hal itu
dapat menjadi penyesalan bagi mereka )di akhirat(.” )HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh
)Al Albani dalam Ash Shahiihah )77(, Shahih Al Kalimith Thayyib )179( hal. 78

Beliau juga bersabda,

. َ‫ أَ ْستَ ْغف ُِركَ َوأَتُوبُ ِإلَيْك‬،ُ‫َّللا‬ ُ :ُ‫ارة ُ ْال َمجْ ل ِِس أَ ْن يَقُو َل ْال َع ْبد‬
َّ ‫ أَ ْش َهدُ أَ ْن َل ِإلَهَ ِإَل‬، َ‫س ْب َحانَكَ اللَّ ُه َّم َو ِب َح ْمدِك‬ َ َّ‫َكف‬
Kaffaratul Majlis adalah seorang hamba berkata, “Mahasuci Engkau Ya Allah dan dengan “
,memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau saja
dan tidak ada sekutu bagi-Mu. Aku meminta ampun dan bertobat kepada-Mu.” )HR. Thabrani
)dalam Al Mu’jamul Kabir, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 4487

17. Menjaga amanah majlis

Seorang muslim menjaga rahasia majlis ketika ia telah pergi meninggalkannya dan tidak
menceritakan hal yang terjadi di dalamnya, karena hal itu merupakan amanah. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

َ ‫ث ث ُ َّم ْالتَفَتَ فَ ِه‬


ٌ‫ي أَ َمانَة‬ ِ ‫الر ُج ُل بِ ْال َحدِي‬
َّ َ‫إِذَا َحدَّث‬
Apabila seseorang menyampaikan suatu cerita, lalu ia menoleh )ke kanan dan ke kiri(, maka “
hal itu adalah amanah.” )HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani
dalam Ash Shahiihah )1089( dan Shahihul Jami’ )486(

Anda mungkin juga menyukai